* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.
Description
Ringkasan penelitian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang penelitian, tujuan dan tahapan metode penelitian, luaran yang ditargetkan, serta uraian TKT penelitian yang diusulkan. RINGKASAN Indonesia merupakan negara yang memiliki indeks resiko bencana alam yang tinggi. Dari 34 propinsi di wilayah Indonesia, 21 propinsi memiliki indeks resiko bencana alam kategori tinggi dan 13 propinsi pada kategori sedang. Pada peristiwa bencana alam, anak-anak sering menjadi korban kasus cidera. Data dari United Nation International Strategy For Disaster tahun 2019, dari seluruh korban bencana alam yang terjadi, lebih dari 60 % adalah anak-anak. Hal ini disebabkan karena anak-anak memiliki ketergantungan tinggi pada orang-orang dewasa disekitarnya, mereka belum memiliki pengetahuan cukup dalam upaya-upaya pengurangan resiko bencana (PRB). Fenomena yang demikian seharusnya mendapatkan perhatian semua pihak, dampak bencana yang pernah dialami akan mengganggu kondisi psikologis sosial anak. Selama ini sekolah/madrasah dinilai efektif dalam melaksanakan pendidikan PRB mulai dari sosialisasi tentang pengetahuan kebencanaan sampai pada aksi. Indonesia memiliki 497.576 satuan pendidikan, 76% dari jumlah tersebut berada pada lokasi rawan bencana resiko tinggi. Upaya-upaya PRB perlu memperhatikan pola kerja sumber daya manusia di sekolah, dalam hal ini adalah guru sebagai tokoh utama. Upaya-upaya PRB harus mencakup aspek teknis dan strategis. Pada aspek teknis sudah diupayakan, diantaranya dengan pengadaan fasilitas aman bencana di sekolah, manajemen PRB, pemberlakuan kurikulum pendidikan kebencanaan di sekolah. Namun pada aspek strategis terutama terkait pengembangan model konstruksi karakter yang utama yaitu social responsibility siswa masih dilakukan secara parsial belum diupayakan secara sistemik. Tujuan penelitian adalah mengembangkan model konstruksi social responsibility siswa yang dapat digunakan sebagai panduan dalam PRB di sekolah/madrasah di daerah rawan bencana secara sistemik sehingga dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan ketangguhan dalam menghadapi bencana. Metode yang akan digunakan dalam penelitian adalah research and development (R & D) dengan prosedur tahap pengembangan: 1) Tahap Eksplorasi, 2) Tahap Pengembangan Model, 3) Tahap Uji Coba Lapangan dan, 4) Tahap Desiminasi Model. Penelitian akan dilakukan selama dua tahun. Pada tahun pertama akan dilakukan research yang luarannya publikasi artikel pada jurnal ilmiah nasional dan prosiding dari seminar nasional hasil penelitian. Target TKT penelitian tahun kesatu pada level 3. Sedangkan pada tahun kedua akan dilakukan development dari hasil penelitian tahun ke satu. Luarannya yaitu, modul model konstruksi social responsibility siswa pada sekolah/madrasah di daerah rawan bencana, hak kekayaan intelektual dan publikasi artikel pada jurnal internasional bereputasi. Target TKT penelitian tahun kedua pada level 4 Kata kunci maksimal 5 kata model; konstruksi; social_responsibility_ Latar belakang penelitian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang dan permasalahan yang akan diteliti, tujuan khusus, dan urgensi penelitian. Pada bagian ini perlu dijelaskan uraian tentang spesifikasi khusus terkait dengan skema. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki Indeks Resiko Bencana yang tinggi. Menurut data BNPB tahun 2018, dari 34 propinsi di wilayah Indonesia, 21 propinsi memiliki indeks resiko bencana alam kategori tinggi dan 13 propinsi pada kategori sedang [1]. Pada peristiwa bencana
alam, anak-anak sering menjadi korban kasus cidera. Data dari United Nation International Strategy For Disaster tahun 2019, dari seluruh korban bencana alam yang terjadi, lebih dari 60 % adalah anak-anak. Hal ini disebabkan karena anak-anak masih memiliki ketergantungan tinggi pada orang-orang dewasa disekitarnya, mereka belum memiliki pengetahuan cukup dalam upayaupaya pengurangan resiko bencana (PRB). Fenomena yang demikian seharusnya mendapatkan perhatian semua pihak, karena pada kurun 10-15 tahun kemudian dampak bencana yang pernah dialami akan mengganggu kondisi psikologis sosial anak. Terbitnya SK Mendikbud Republik Indonesia No. 14/P/2017 tentang Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), merupakan wujud kesungguhan pemerintah dalam melindungi anak-anak melalui program PRB di sekolah/madrasah. Selama ini sekolah/madrasah dinilai efektif dalam melaksanakan pendidikan PRB mulai dari sosialisasi tentang pengetahuan kebencanaan sampai pada aksi. Saat ini Indonesia memiliki 497.576 satuan pendidikan tersebar di 34 provinsi, 76% dari jumlah tersebut berada pada lokasi rawan bencana resiko tinggi. Meskipun demikian hingga tahun 2018, baru terdapat 25.920 satuan pendidikan atau 5,2 % yang telah mengimplementasikan pendidikan kebencanaan [1]. Sekolah sebagai sebuah bentuk satuan pendidikan formal seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak. Jika dirata-rata, anak dapat menghabiskan waktu± 6-8 jam untuk aktivitas di sekolah. Akan tetapi, pada tahun 2018 terdapat 47.648 sekolah yang terdampak bencana di Indonesia (BNPB, 2019). Hal ini menunjukan sekolah belum sepenuhnya menjadi tempat yang aman, ramah, dan menyenangkan bagi anak dan warga sekolah. Sejak ditetapkan SPAB, secara bertahap dan berkesinambungan Kemendikbud dan Kemenag RI membangun kerangka acuan penyelenggaraan SPAB secara komprehensif. Namun implementasinya, respon di daerah menjadi beragam. SPAB cenderung terkonsentrasi di wilayah Jawa, Sumatera dan sebagian Kalimantan Selatan [1]. PRB perlu memperhatikan pola kerja sumber daya manusia di sekolah, dalam hal ini adalah guru sebagai tokoh utama dalam mengkonstruksikan social responsibility siswa yang dibutuhkan di daerah rawan bencana. Namun upaya pengembangan model konstruksi social responsibility tersebut masih dilakukan secara parsial dan belum dilakukan secara berkesinambungan. Banyak penelitian tentang tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana alam. Mereka lebih terfokus pada strategi PRB yang berbasis kearifan local [2] [3] [4] [5]; manajemen PRB [6] [7] [8] [9] dan pembelajaran PRB di sekolah-formal [10] [11] [12] [13]. Penelitian-penelitian tersebut lebih banyak mengkaji PRB dari aspek teknis, belum pada aspek strategis utamanya konstruksi social responsibility siswa. Oleh karena itu, peneliti perlu melakukan penelitian pengembangan model konstruksi social responsibility siswa pada sekolah/madrasah di daerah rawan bencana, yang belum pernah dilakukan secara sistemik. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan tujuan khusus mengembangkan model konstruksi social responsibility siswa yang dapat digunakan sebagai panduan dalam PRB di sekolah/madrasah di daerah rawan bencana. Adapun urgensi hasil penelitian adalah model konstruksi social responsibility siswa dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan ketangguhan dalam menghadapi bencana
Tinjauan pustaka tidak lebih dari 1000 kata dengan mengemukakan state of the art dan peta jalan (road map) dalam bidang yang diteliti. Bagan dan road map dibuat dalam bentuk JPG/PNG yang kemudian disisipkan dalam isian ini. Sumber pustaka/referensi primer yang relevan dan dengan mengutamakan hasil penelitian pada jurnal ilmiah dan/atau paten yang terkini. Disarankan penggunaan sumber pustaka 10 tahun terakhir. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruksi Social Responsibility Penelitian yang hendak dilaksanakan berangkat dari asumsi dasar teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Mereka menyampaikan beberapa hal penting yaitu : 1) Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya, 2) Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial bersifat berkembang dan dilembagakan, 3) Kehidupan masyarakat dapat dikonstruksi secara terusmenerus. 4) Membedakan antara realitas dengan pengetahuan. Konstruksi sosial merupakan sosiologi pengetahuan, maka implikasi pengetahuan yang ada dalam masyarakat harus berproses sebagai sebuah kenyataan [14] Selanjutnya konstruksi sosial akan menitik beratkan pada interaksi dari faktor-faktor interpersonal (sosial), kultural-historis, dan individual sebagai kunci dari perkembangan manusia. Menurut Teori konstruktivisme Lev Vygotsky, selain Interaksi-interaksi sosial yang berperan dalam membangun pengetahuan anak, menfokuskan penjelasannya pada empat konsep utama teori konstruktivisme Vygotsky yang terdiri dari Zone of Proximal Development (ZPD), Scaffolding, serta bahasa dan pemikiran [15] Social responsibility memiliki indicator-indikator sebagai berikut: berusaha memiliki pengetahuan-pengetahuan, kerjasama, perduli, menenteramkan, disiplin, patuh, berfikir sebelum bertindak dan mempertimbangkan resiko [16]. Jadi konstruksi social responsibility yang dikembangkan sebagai model mencakup 1) upaya-upaya yang dilakukan siswa untuk mendapatkan pengetahuan, informasi, tentang kebencanaan atau PRB sesuai dengan kondisi obyektifnya, 2) memiliki kemampuan menjalin kerjasama dengan siapapun dan dalam situasi apapun, 3) memiliki sikap perduli dengan lingkungan sosialnya, 4) memiliki sikap-sikap yang mendamaikan baik tutur kata maupun perilakunya, tidak mudah cemas, sehingga akan menenteramkan lingkungan sekitarnya, 5) disiplin dalam waktu, melaksanakan tugas-tugas sesuai aturan yang berlaku dengan kesadaran dalam diri, 6) patuh terhadap aturan-aturan formal, patuh terhadap kesepakatan yang berorientasikan pada kebaikan secara komunal, patuh terhadap nilainilai kemanusiaan dan keselamata bersama, 7) berfikir sebelum bertindak dan mempertimbangkan resiko-resiko yang kemungkinan akan terjadi. B. Pengurangan Resiko Bencana Bencana (disaster) yakni rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu penghidupan dan kehidupan masyarakat yang disebabkan karena unsur alam dan atau unsur non alam sehingga mengakibatkan timbulnya lingkungan yang rusak, kerugian material, kerugian immaterial, korban jiwa manusia, dan akibat psikis. Resiko bencana di seluruh dunia, mengalami
peningkatan yang cukup tinggi dan selama dua atau tiga dekade terakhir, kerugian ekonomi, sosial dan fisik telah meningkat secara eksponensial [17]. Untuk mengurangi kerugian atau meminimalisir resiko bencana, beragam usaha sudah dilaksanakan oleh masyarakat internasional dan pemerintah. Akan tetapi, terlepas dari bertambahnya program-program yang telah diputuskan, masih muncul banyak kegagalan dalam menjalankan PRB terutama di tingkat lokal sehingga ketika program telah berakhir, ketangguhan masyarakat belum dicapai [18] Guna menjamin keberlanjutan PRB, maka harus memperhatikan 4 unsur yang ada di masyarakat yaitu: partisipasi, pemberdayaan, kemitraan dan kepemilikan. PRB berbasis masyarakat menjadi hal urgen, sebab bencana apapun yang paling dominan merasakan resiko baik fisik, sosial maupun ekonomi adalah masyarakat itu sendiri. Mereka harus mengatur dan mengelola resiko bencana sesuai kemampuannya. Tidak ada yang lebih memahami bahkan tertarik untuk meningkatkan kodisi masyarakat, selain itu mereka yang paling mengerti kekuatan, kerentanan, peluang serta dengan baik dan masyarakat setempatlah yang menjadi ujung tombak pertama ketika menghadapi bencana [19] Community-Based Disaster Risk Reduction (CBDRR) adalah elemen dari penanggulangan bencana berbasis masyarakat (Community Based Disaster Risk Management / CBDRM). CBDRM merupakan alternatif PRB secara konvensional, pada awalnya dilaksanakan di negara-negara sedang berkembang. Program CBDRM dianggap mampu meningkatkan kesadaran atas risiko bencana, membangun kapasitas atas kerentanan yang ada. Pendekatan CBDRM diperkuat dalam Hyogo Framework for Action (HFA) untuk kegiatan sejak 2005 dan dalam kerangka Sendai yang berhasil Menyusun program PRB selama 15 tahun [20]. Selanjutnya UNICEF berupaya mengintegrasikan program-program PRB dalam HFA. Programnya bukan hanya mengupayakan strategi internasional saja, namun juga aktif dalam membangun kerjasama-kerjasama regional, nasional dan global. PRB yang berkaitan dengan bidang pendidikan sesuai yang tercantum dalam HFA dan telah diusulkan dalam Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030 dijadikan program prioritas dalam mewujudkan pendidikan PRB di sekolah [21] [22]. C.
Sekolah/ Madrasah Respon Bencana Bencana bisa dicegah atau diminimalisir resikonya apabila masyarakat memiliki pengetahuan tentang kebencanaan yang memadai dan memiliki tradisi-tradisi ketahanan dan pencegahan bencana. Sampai saat ini sekolah masih tetap dipercaya memiliki pengaruh langsung dan kuat terhadap anak, dalam menyampaikan pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai karakter budaya masyarakat. Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan di sekolah [10] . Selain itu, adanya pandangan masyarakat di seluruh dunia yang tidak pernah ditolak adalah anak-anak diharapkan dapat menghadirkan harapan masa depan yang baik. Oleh karena itu integrasi pendidikan tentang resiko bencana dalam kurikulum sekolah di negara-negara yang rawan bencana alam dan penanaman nilai-nilai karakter serta membangun konstruksi gedung
sekolah yang mampu menahan bahaya bencana merupakan hal yang tidak dapat ditunda lagi. Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan langkah-langkah yang tepat dengan cara menyampaikan praktek terbaik yang menunjukkan bagaimana bermanfaatnya pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan bagi masyarakat sekolah yang rentan [23]. Pendidikan kebencanaan merupakan pendidikan yang mengintegrasikan materi kebencanaan dalam pendidikan formal sehingga siswa dapat berperan dalam membangun pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengatasi bencana, serta membantu peserta didik dan masyarakat untuk kembali pada kehidupan yang normal setelah terjadinya bencana [24]. Pendidikan kebencanaan di sekolah/ madrasah sangat urgen disampaikan kepada siswa , hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran diri akan risiko bencana yang dapat datang di sekolah sewaktu-waktu dan juga mendorong tindakan kesiapsiagaan [25]. Implementasi pendidikan kebencanaan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai risiko bencana yang ada di sekolah, akan tetapi siswa belum mengetahui pentingnya tindakan yang dilakukan pada saat pra bencana untuk mengurangi dampak bencana. Sementara efektifitas pendidikan kebencanaan untuk siswa adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai risiko bencana, memberikan pengetahuan mengenai tindakan yang dilakukan pada tanggap darurat, dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana [26]. Pelaksanaan PRB di sekolah/madrasah dilakukan secara struktural maupun non-struktural yang bertujuan mewujudkan budaya kesiapsiagaan dan keselamatan apabila terjadi bencana. Ada tiga pilar yang digunakan untuk dasar pelaksanaan yaitu : Pilar 1, fasilitas sekolah/madrasah aman ; Pilar 2, manajemen bencana di sekolah / madrasah ; Pilar 3, pendidikan pencegahan dan pengurangan resiko bencana. Secara komprehensif SPAB mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
Gambar 1. SPAB Komprehensif [10]
Berangkat dari ketertarikan terhadap pendidikan kebencanaan. Roadmap penelitian yang telah, sedang dan akan dilakukan terdiri berorientasikan pada perwujudan Sekolah/Madrasah Siaga dan Tangguh Bencana.
Gambar 2. Roadmap Penelitian Metode atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ditulis tidak melebihi 600 kata. Bagian ini dilengkapi dengan diagram alir penelitian yang menggambarkan apa yang sudah dilaksanakan dan yang akan dikerjakan selama waktu yang diusulkan. Format diagram alir dapat berupa file JPG/PNG. Bagan penelitian harus dibuat secara utuh dengan penahapan yang jelas, mulai dari awal bagaimana proses dan luarannya, dan indikator capaian yang ditargetkan. Di bagian ini harus juga mengisi tugas masing-masing anggota pengusul sesuai tahapan penelitian yang diusulkan. METODE 1. Rencana Penelitian Rencana penelitian pengembangan ini dilaksanakan dua tahapan dalam dua tahun. Pada tahun pertama sebagai tahap riset dan tahun kedua sebagai tahap pengembangan. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Tahapan Rencana Penelitian 2. Metode Penelitian a. Desain penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan (Research and Development). Menurut Borg and Gall : “Educational R&D is an industry-based development model in which the findings of research are used to design new product and procedures, which then are systematically field-tested, evaluated, and refined until the meet specified criteria of effectiveness, quality or similar standars” [27]. Penelitian dan pengembangan akan menghasilkan suatu produk yang layak dan bermakna,
b. Prosedur Pengembangan Penelitian R & D yang akan dilakukan menggunakan prosedur pengembangan empat tahap yaitu: 1) Tahap Eksplorasi, 2) Tahap Pengembangan Model, 3) Tahap Uji Coba Lapangan dan, 4) Tahap Desiminasi Model. Prosedur penelitian tersebut jika digambarkan dengan diagram alir adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Alir penelitian c. Subyek/Informan Adapun subyek/informan dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu: 1) Tahap Eksplorasi : Siswa, Guru, Kepala Sekolah di sekolah/ madrasah di daerah rawan bencana. Peneliti akan mengambil 3 sekolah/ madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA) di Kawasan Rawan Bencana III (KRB III) erupsi Gunung Merapi Kabupaten Magelang. Kawasan ini berada di radius 5-10 km dari puncak Gunung Merapi. 2) Tahap Uji Awal : Siswa, Guru, Kepala Sekolah di sekolah/madrasah di daerah rawan bencana erupsi gunung berapi. Peneliti akan mengambil SMA/MA di KRB III erupsi Gunung Merapi Kabupaten Magelang. Kabupaten Magelang memiliki skor 12,6 termasuk indeks resiko bencana erupsi tinggi [1]. 3) Tahap Uji Terbatas : Siswa, Guru, Kepala Sekolah di sekolah/madrasah di daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Peneliti akan mengambil SMP/MTs di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Kabupaten Bantul memiliki skor 21,6 ini berarti
termasuk indeks resiko bencana gempa bumi tinggi dan skor 24 yang berarti indeks resiko bencana tsunami tinggi. 4) Tahap Uji Luas : Siswa, Guru, Kepala Sekolah di sekolah/madrasah di daerah rawan bencana banjir, tsunami dan gempa bumi (multi ancaman). Peneliti akan mengambil SD/MI di Kabupaten Purworejo. Saat ini Kabupaten Purworejo memiliki skor tertinggi indeks resiko bencana di Jawa Tengah yaitu 215,2, ini berarti Kabupaten Purworejomemiliki resiko terbesar terjadinya ancaman berbagai bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu. d. Teknik Pengambilan Data 1) Observasi, digunakan untuk mengumpulkan data-data sarana dan prasarana fisik serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan terkait dengan konstruksi social responsibility siswa yang telah dilakukan oleh semua pemangku kepentingan. 2) Dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan data-data tentang rekam jejak kegiatan-kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan dalam pengembangan model konstruksi social responsibility siswa di daerah rawan bencana. Selain itu juga untuk data-data tentang kejadian-kejadian akibat bencana alam baik bencana erupsi Gunung Merapi, gempa dan banjir. 3) Indepth interview dan Focus Group Discussion (FGD), digunakan untuk mendapatkan data-data tentang potensi permasalahan yang muncul dalam pengembangan model konstruksi social responsibility siswa di daerah rawan bencana. 4) Angket, digunakan untuk mendapatkan informasi data tentang kebutuhan model konstruksi social responsibility siswa di daerah rawan bencana dan upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh pihak sekolah/ madrasah untuk mengembangkan social responsibility siswanya. e. Teknik Analisis Data : 1) Tahap Eksploratif, menggunakan teknik analisis data kualitatif deskriptif tentang kebutuhan dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh sekolah/madrasah dalam mengembangkan social responsibility siswa yang telah dilakukan, 2) Tahap Pengembangan, menggunakan analisis data kualitatif pada tahap ini dilakukan untuk penelusuran berbagai teori sekaligus kerangka pemikiran terkait dengan pengembangan model konstruksi social responsibility siswa pada sekolah/madrasah di daerah rawan bencana dan uji validasi uji validitas dan reliabilitas data yang diperoleh terkait model, menggunakan analisis factor 3) Tahap Pengujian Model, membandingkan hasil sebelum dan sesudah tindakan dengan menggunakan before-after research design. Melalui pelaksanaan eksperimen secara kuantitatif dilakukan dua jenis analisis yaitu keefektifan kerja model dan trend analysis. [28].
Jadwal penelitian disusun dengan mengisi langsung tabel berikut dengan memperbolehkan penambahan baris sesuai banyaknya kegiatan. JADWAL Tahun ke-1 No
Nama Kegiatan
1 2
Persiapan Perijinanan ke dinas terkait Penentuan dan sosialisasi terhadap subyek penelitian Penyusunan instrument-instrumen penelitian Pengambilan data-data : observasi, angket dan wawancara Tabulasi data Analisis data Analisis existing model Pengkajian teori-teori Penyusunan laporan hasil penelitian Publikasi hasil penelitian Seminar hasil penelitian
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 V
2
3
4
V
V
Bulan 5 6 7
8
9 10 11 12
V
V V V V V V V V V V V V
V V V
Tahun ke-2 No
Nama Kegiatan
1 2 3
Persiapan Review hasil penelitian Penyusunan model awal Validasi ahli, uji kesesuaian, indicator keberhasilan model awal Revisi model awal Uji coba terbatas Revisi model hasil uji coba terbatas Uji coba luas Revisi model hasil uji coba luas Penyusunan model final Penyusunan laporan hasil penelitian Penyusunan modul Sosialisasi model yang dihasilkan Pubilkasi hasil penelitian
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 V
2
3
V V
V V
4
Bulan 5 6 7
8
9 10 11 12
V V V V V V V V V V V V V V V V V
V V
V V
Daftar pustaka disusun dan ditulis berdasarkan sistem nomor sesuai dengan urutan pengutipan. Hanya pustaka yang disitasi pada usulan penelitian yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka. DAFTAR PUSTAKA [1]
P. Nugroho et al., Indeks Resiko Bencana Indonesia. Jakarta: Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2018.
[2]
T. Okubo, “Traditional Wisdom for Disaster Mitigation in History of Japanese Architectures and Historic Cities,” J. Cult. Herit., vol. 20, 2016, doi: 10.1016/j.culher.2016.03.014.
[3]
S. Appleby-Arnold, N. Brockdorf, I. Jakovljev, and S. Zdravković, “Applying Cultural Values to Encourage Disaster Preparedness: Lessons from A low-Hazard Country,” Int. J. Disaster Risk Reduct., vol. 31, 2018, doi: 10.1016/j.ijdrr.2018.04.015.
[4]
S. J. Lambert and J. C. Scot, “International Disaster Risk Reduction Strategies and Indigenous Peoples,” Int. Indig. Policy J., vol. 10, no. 2, 2019, doi: 10.18584/iipj.2019.10.2.2.
[5]
S. S. Hutagalung and H. Indrajat, “Adoption Of Local Wisdom In Disaster Management In Indonesia,” Int. J. Sci. Technol. Res., vol. 9, no. 3, 2020.
[6]
F. Dussaillant and E. Guzman, “Disasters as an Opportunity to Build Social Capital,” Int. J. Emerg. Ment. Heal. Hum. Resil., vol. 17 No 3, 2015, doi: 10.4172/1522-4821.1000270.
[7]
A. Habte, A. Addisie, and A. Azazh, “Assessment of Knowledge, Attitude and Practice of Disaster Preparedness among Tikur Anbessa Specialized Hospital Health Care Workers, Addis Ababa, Ethiopia,” Am. J. Nurs. Sci., vol. 7 (1): 39, 2018, doi: 10.11648/j.ajns.20180701.15.
[8]
P. Lestari, E. T. Paripurno, and A. R. B. Nugroho, “Disaster Risk Reduction Based on Community through A Contingency Plan for Mount Sinabung,” J. Ilmu Sos. Polit., vol. 21, no. 3, 2018.
[9]
G. Akçapınar, A. Altun, and P. Aşkar, “Using Learning Analytics to Develop Early Warning System for At-Risk Students,” Int. J. Educ. Technol. High. Educ., vol. 16, no. 40, 2019, doi: 10.1186/s41239-019-0172-z.
[10]
G. Suharwanto, Nurwin, N. TD, R. Supatma, Dirhamsyah, and Rudianto, “Modul 3,” Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Sekretariat Jenderal Kemendikbud, Jakarta, 2015.
[11]
N. Anisah, “Model Sekolah Aman Bencana dalam Upaya Mewujudkan Pendidikan Karakter di MIN 1 Bantul,” LITERASI, vol. X, 2019.
[12]
F. N. Indriasari and P. D. Kusuma, “Peran Komunitas Sekolah terhadap Pengurangan Resiko Bencana di Yogyakarta,” J. Perawat Indones., vol. 4 No 2, pp. 60–66, 2020.
[13]
R. Abidin, “Social Studies (PIPS) sebagai Upaya Meningkatkan Social Responsibility dan Social Skill Peserta Didik Di Tengah Globalisasi,” Kerat. J. Hist. Educ. Cult., vol. 1. No. 2, 2019.
[14]
P. L. Berger and T. Lukmann, The Social Construction of Reality A Treatise in the Sociology of Knowledge. New York, 1966.
[15]
D. . Schunk, Learning Theories. (Terjemahann Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
[16]
E. Surahman and Mukminan, “Peran Guru IPS sebagai Pendidik dan Pengajar dalam Meningkatkan Sikap Sosial dan Tanggung Jawab Sosial Siswa SMP,” J. Pendidik. IPS, vol. Volume 4, 2017.
[17]
W. G. Peackok, “Coastal Hazards and Social Vulnerability: The Texas Coast,” 2011.
[18]
B. Pandey and K. Okazaki, “Community Based Disaster Management: Empowering Communities to Cope with Disaster Risks. United Nations Centre for Regional Development, Japan,” 2003.
[19]
AssamDMA, Community Based Disaster Preparedness. India: Assam State DMA, 2013.
[20]
F. Sjöstedt and V. Sturegård, “Implementation of Community Based Disaster Risk Management in the Mekong Delta, Vietnam.,” Report 5022, Lund 2015, 2015.
[21]
G. Suharwoto et al., “Modul 1 Pilar 1 - Fasilitas Sekolah Aman,” Jakarta, 2015.
[22]
Modul 1. Pilar 1 – Fasilitas Sekolah Aman. Jakarta: Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Sekretariat Jenderal Kemendikbud. .
[23]
I. Hirano, S., Kayumba, E., Grafweg, A and Kelman, “Developing Rwanda’s Schools Infrastructure Standards And Guidelines.,” Int. J. Disaster Resil. Built Environ., vol. ol. 2 No.1, 2011, doi: 10.1108/17595901111108353.
[24]
D. Selby and F. Kagawa, Disaster Risk Reduction in School Curricula: Case Studies from Thirty Countries. Geneva, Switzerland: The United Nations Children Fund, 2012.
[25]
H. J. Boon and P. J. Pagliano, “Disaster Education in Australian Schools,” Aust. J. Environ. Educ., vol. Volume 30, 2014, doi: ttps://doi.org/10.1017/aee.2015.8.
[26]
K. Shiwaku, R. Shaw, R. C. Kandel, S. N. Shrestha, and A. M. Dixit, “Future perspective of school disaster education in Nepal,” Disaster Prev. Manag. An Int. J., vol. 16, no. 4, 2007, doi: 10.1108/09653560710817057.
[27]
M. D. Borg, W. R. and Gall, Educational Research An Introduction. New York: Longman. New York: Logman, 1983.
[28]
J. W. Creswell, Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Fourth. Washington DC: SAGE Publications Ltd., 2014.