Diktat FAI

  • Uploaded by: anang
  • Size: 869 KB
  • Type: PDF
  • Words: 63,571
  • Pages: 154
Report this file Bookmark

* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.

The preview is currently being created... Please pause for a moment!

Description

FISIOLOGI KEHAMILAN Penambahan Berat Badan Tergantung status gizi prakonsepsi, wanita kurus  bb 25 -35 pounds , akibat dari : 1. Uterus gravid. 2. Penambahan vol darah. 3. Penimbunan kalori. 4. Penambahan cairan ekstra seluler. 5. Pembesaran payudara.



Wanita obese  15 -20 pounds ok sudah mempunyai volume vaskuler dan timbunan kalori yang cukup. . Bila suplementasi tak cukup ketonuria.







Alat Reproduksi Wanita.  Ukuran uterus bertambah  hypertrofi seluler dan sedikit hiperplasi. 20 x massa seluler dan ribu x vol uterrus.  Aliran darah meningkat 50 ml/menit -600 ml/men.  Kapasitas vena  sp 60 x, pelebaran venapelvis sering  trombo- embolisme.  Penambahan vol darah bukan karena shunting tapi ok  vol darah dan CO.  Payudara membesar ok pengaruh E pd ductal sistem dan P sist alv.  Laktasi ok pengaruh : estr, prog, HPL, prolaktin dan kortisol.

diastolik 10 - 20 mmhg, kembali naik akhir kehamilan. Kenaikan TD  resiko superimposed PE, sol plasenta, lahir mati dan BBLR. Persalinan, proses kelahiran dan nifas dini saat peningkatan stres sistim kardiovask. Inpartu terjadi peningkatan CO sp 40 % , ok nyeri, kontraksi memeras 300-500 ml darah keluar uterus kedalam vask ibu ini meningkatkan venous return dan CO. Puerpurium dini  CO akibat auto tranf , mobilisasi cairan intraseluler, juga ref bradikardi dan stroke vol . Prbh histologis , hyperplasi intima a dan v , prbh susunan dan isi media art predisp aneurisma ataupun ruptur.

Sistem Respirasi.  Peningkatan minute vol .  Hyperventilasi fisiologis butuh bantuan otot pernafasan asesori.  Kombinasi  Pco2 kenaikan tidal vol  sesak nafas.  TV dan MV , VC dan RR tetap.  P co2 turun dan Ph meningkat, ok konsumsi o2 meningkat lebih dibanding ventilasi semenit , terjadi peningkatan Po2. Prbh Pco2 dan P o2 penting memperbaiki gradien pertukaran O2 dan CO2 atr ibu dan janin.  Alk resp kompensata terjadi shg pada wanita dg kel paru obstr lebih jelek.

Sist Cardiovasculer.  C O  30-40 % dari 4 - 4,5 menjadi 6,0 l/men. Ditujukan ke uterus , ginjal dan kulit.  Nadi ibu  15-20 denyut/ menit.  Erytrosit  20 - 30 %  Ht turun tapi kapasitas ikatan O2 naik. Ht dipertahankan diatas 30 % supaya suplai O2 optimal.  Hipovol ---- takikardi dan hipotensi bila vol drh 30-35 %. Dosis obat !  Tek vena ekstr bawah ok penambahan vol darah dan kompresi uterus gravid.  A. Ovarika dan pleksus vena menekan v. Iliaka komunis ka  Varises berat sebelah kanan.  Tahanan vask sistemik turun bersama dgn  CO dan vol drh  prbh pem fisik. TD  tengah khml, TM II sistolik turun 5-10 mmhg,

Perubahan optalmik.  Akibat penambahan cairan ekstra sel , MSH dan pemb kel hypofise.  Gerakan mata taa, hiperpigmentasi kel mata, odema kornea ( kontak lens ! ) , dan miopia.  TIO turun tm II dan III shg jarang glukoma , retina prbh - , hemianopsia bitemporal ( > kel hyp ). Sist otolaringologik Hyperemi mukosa progesteron.

1

ok

pengaruh

   

Paling jelas orofaring. Hyp mukosa nasal  dan memperberat epistaksis dan  keluhan hidung buntu . Penyakit periodontal lebih berat ok prbh flora mikrobial mulut. Odema mukosa oro faring memberat tm III  sulit intubasi. Hyp mukosa buntu sal eustachii kel tjd prbh altitude.  cairan ekstrasel pada canalis semi sirk pusing pada prbh pos. Sering akumulasi serumen.

  

Pengendoran progresif lig akibat prog dan relaksin. Penambahan cairan ekstra sel, syndr penjepitan tu carpal tunnel syndr. Kadar ca ion tetap ok  H. paratyroid, tidak terjadi kehilangan ca tulang ok  sekr. calsitonin.

Sistem Renal.  Ginjal > besar ok  vol vaskuler interstitial ginjal.  Aliran darah ginjal dan GFR .  Prbh harga normal, al :  Cl creatinin,  serum creatinin,  BUN,  as urat. Peny ginjal ringan / sedang memberi hasil normal.  Dilatasi ureter dan pelvis renalis akibat dari efek prog dan kompresi uterus grafid dan lig infundibulopelvikum.  Osm plasma  mencapai 10 m osm/kg. Ok  kadar na. Meskipun turun ,terjadi akumulasi na. Walaupun kadar prog dan GFR menigkatkan eskresi Na, ini dicegah reabs di tub ginjal, ok pengaruh estr, aldosteron dan deoksikorti-kosteron.  Peningkatan kadar aldosteron, kenaikan aktifitas renin 5x, demikian angiotensin dan angiotensinogengen. Pada kehamilan terjadi penurunan sensitifitas thd vasopresor.  Esk gluk urine akibat GFR  25 % wanita hamil glukosuria.

SISTEM ENDOKRIN. Terjadi banyak perubahan akibat peningkatan hormon binding protein. Ok  estrogen.  Terjadi peningkatan dan pembesaran aliran darah hipofisa  susptabilitas utk tjd nekrosis iskemik selama khml / post partus dini ( sheehan s sindr )  Peningkatan tyroid binding globulin , perubahan tes fx tyroid : T4,  T3 resin uptake, indek fx troid tetap.   kortikosteroid binding globulin  peningkatan kadar kortisol plasma. akhir kehamilan sp 3x. Ok rasio kortisol bebas dan terikat tetap, akibatnya relatif kortisol bebas. Mirip cushing syndr , variasi diurnal  Terjadi pnbh zona fasikulata ( glukokortikoid ) gluk ok  gob pengikat kortikost dan pembuangan. Peny auto imune membaik waktu hamil dan kambuh pada post partum.   kadar aldosteron,  Na reabsorpsi oleh tub ginjal. Mekanisme utk memenuhi kebutuhan Na pada wanita hamil ( 900-1000 m eq ) prbh ini diperlukan menghindarkan natriuresis akibat GFR dan  prog.  Lebih mudah starvasi bila puasa , kadar gula puasa 10-15 % < drpd wnt tak hamil. Starvasi mrpk predisposisi tjd ketosis.  H antagonistik thd insulin al; estr, prog kortikostr adr, dan HPL,  resistensi 60-80 % terhadap insulin. Kegagalan memproduksi ekstra insulin  gestasional DM.

Sistem Gastro Intestinal.  Relaksasi otot polos oleh progesteron dan pendesakan uterus hamil.  Sering disertai kel nyeri lambung dan transit diusus halus memanjang sehingga reabs > sempurna  sering kel obstipasi.  Prbh posisi appendic , mc bourney lebih keatas dan lateral.  Murphy sign hanya 5 % pada wanita hamil dan LFT dlm batas normal.  Test faal hepar mglm prbh  abnormal kadar prot total dan alb turun, AF , kadar khol  sp 2 x

Perubahan Ortopedik.

2

 

Kadar fibrinogen dan faktor VIII - X , faktor V,XII DAN F II tetap, XI DAN XIII . Kehamilan dianggap keadaan hyperkoagulabel  kemungkinan trombo-emboli 1,52x lipat, postpartus minggu pertama resiko 4-6 x.

2.  

3.  

Perubahan hematologik.  Vol drh 30-50 % dan SDM 20-30 %  penurunan Ht, total carrying capacity meningkat.  Kehamilan normal disertai  Ht 10 -20 % sp puncaknya mgg 34 . Bila tak turun resiko BBLR,P PREM dan IUFD.  Vol darah utk melindungi pdrh partus, menyalurkan panas metab fetus, memberi perfusi cukup ginjal dan plasenta.  Leu perifer  sesuai UK, tm I 9000-1000, tm II - III sp 20,000-30,000 sel/mm3.  Thr umur > pendek, Mudah tjd agregasi pada akhir khml dan puerp  kenaikan kejadian peny serebro vask.

  

4.   

Cerviks: Perlunakan dan livide Terjadi erosio = erytroplakia. Ovarium dan tuba. Ovum dan pemasakan fol baru terhenti. Corp luteum berfungsi sp 6-7 mg, dan prod relaksin. Hypereaksio luteinalis--- vyrilasi. Reaksi desidua. Stroma endosalphing dapat mengalami desidualisasi. Perineum dan vagina Peningkatan vask dan hyperemia pada kulit dan otot perineum dan vag. Sekr sekret vag dan cx meningkat. Ph vag turun ( 3,5 - 6 ).

Perubahan lain pada ibu hamil: 1. Metabolisme air :  Penurunan osm = 10 m osm kg ok reseting nilai ambang dahaga dan vasopresin.  Hamil aterm menimbun air 6,5 lt tdd fetal, plac dan amnion 3,5 lt,  Darah payudara dan uterus 3lt.

Perubahan dermatologis.  Progresif daerah kandungan melanosit tinggi, tu kel mata, areola, lin nigra dan gen ext. Hal ini efek estr, prog, dan MSH.  Kloasma gr  pengaruh estr dan prog.  Sering ada erytema palmaris dan spider nevi, pdu daerah distr v cava sup hal ini tjd ok  pengaruh estr.  Sering rambut kaku dan kasar , sering alopesia, tjd 2-4 bl pp, sifat sementara.  Wanita hamil sering berkeringat ok penyaluran panas ibu dan fetus.

2. Metabolisme protein.  Kebtuhan meningkat, untuk fetus dan plac 500gr dan ut, payudara dan darah 500gr.  Kadar alb menurun bermakna.  Kadar fibrinogen meningkat.  Kadar Ig G ,m,a sedikit menurun.

Perubahan fisiologis genitalia interna : 1. Uterus.  Hypertrofi dan hyperplasi  Berat 70 gr dan vol 10 ml menjadi 1100gr dan5 lt.  Pengaruh utama oleh E dan P  Penekanan isi uterus mulai bl ke III  Dekstrorotasi.  Mudah berkontraksi.  Aliran darah uterus - placenta > 500ml pada akhir khml.

3. Hematologis : a) Vol darah 4,5 lt b) Kenaikan tercepat tm ii c) >vol darah adl . Vol plasma dan > vol erytr d) Vol plasma > vol erytr. e) Hb dan ht normal sedikit turun. < 11gr % abn. 3. Sist cardio vaskuler :  Nadi istirahat naik 10-15 x.

3

   

4.

5.

6.

7.

Terdorong kekiri dan keatas. Vol jantung naik > 10 %. (75 ml ) Co dan sv naik. Cvr <. Bising sist.

 

Sal nafas:  Diafr naik 4 cm.  Sudut sub costa melebar, rongga thoraks > 2 cm.  Lingk dada tambah 6 cm tetapi tak mencegah penurunan res vol.  Ger diafr lebih besar---- vol tidal >.  RR tak banyak berubah tetapi TV, min vent vol dan minute o2 uptake >.  FRC can res vol juga pulm resist ance < .  Hyperfentilasi ok pengaruh prog disentral p co 2.



Ginjal :  > 1,5 cm.  RPF dan GFR >>.  BUN dan s creat < hati hati RFT.  >> fx ginjal – kehilangan as amino dan vit larut air.  Sering dapaatkan glukosuria.  Hydronefrosis dan hydroureter.  Kandung seni didapatkan hyperemia dan odema pada mukosa.

Kadar plasma beta lipotrpin, b endorphin, g lipotropin >>. T3 dan t4 naik sp t ii datar sp partus tetapi t4 dan t3 bebas tetap sehingga tak teradi hypertyroidi. Periksa tsh akan normal.

8.

Metab KH.  Kadar innsulin naik akibat prod beta pankr.  Mungkin akibat e, p dan laktogen plac.  Resistensi jar terhadap insulin naik.  Laktogen plac meningkatkan lipolisis kadar as lemak bebas naik, menaikkan resist jar thd insulin.

9.

Metab lemak.  Lipid, lipoprotein, apolipoprotein naik. Bila wanita puasa puasa lebih mudah ketosis.  Total kholesterol naik.  Triglyceride naik.

PRINSIP PRECONSEPTIONAL CARE Mempersiapkan suatu pasangan untuk memperoleh keturunan yang sehat dan sejahtera. Pada masa ini ditentukan evaluasi terhadap : 1 Faktor Sosio ekonomi . status sosek, pekerjaan, lingk sos, status perkawinan , status psikosos. 2 Status demografi. usia ibu, tinggi dan berat badan ibu, pendidikan ibu. 3 Riwayat obst sebelumnya. riwayat infertilitas, pernah / rwy ke / abortus berulang, riwayat iufd/ kematian neonatal. Adanya abn ut dan cx, rwy persalinan prematur, rwy kelahiran anak dg kel cong, rwy bedah pd kehml / psln. 4 Status kesehatan ibu. Riwayat peny cardio vasc, pnfs, ginjal,git, rwy peny metabolik tu dm dan peny kel tyroid. rwy peny inf torch dan syphilis.

Sal git :  Tonus dan motilitas usus turun, waktu transit dan pengosongan usus memanjang.  Pyrosis.  Epulis kehamilan.  Hemorhoid.  Hati dan empedu :  Alk posp lipat dua.  Alb turun.  Aktifitas kholinesterase turun.  Lucine aminopeptidase naik.  Peng p --- tonus turun----- predisp batu. Kel endokrin :  .hypofise >> 136 %.  Prolaktin dalam plasma naik

4

5 Kebiasaan . merokok , penyalah gunaan obat dan olkohol.

Riwayat menstruasi, gestasional age dapat mudah ditentukan jika menstruasi teratur setiap 28 hari ok ovulasi terjadi pada pertengahan siklus. Tanpa menstruasi yang regular, siklus spontan sulit menentukanusia kehamilan dengan pem fisik oki perlu mntk adanya rwy pemakaian kontrasepsi sebelum khml.

Dari hasil evaluasi dapat ditentukan apakah pasangan tersebut siap utk menghadapi suatu kehamilan atau perlu menunda dulu kehamilan sampai faktor-faktor penyakit dapat diatasi. II Tujuan Prenatal Care : Setiap kehamilan yang diharapkan berakhir dengan persalinan bayi yang sehat tanpa menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu. PNC harus dimulai segera setelah ada gejala gejala kehamilan, sedini mungkin setelah tidak datangnya suatu periode menstruasi.

Pemeriksaan obstetris ; Pem cx dg spekulum yang dilubrikasi dg air, kmdn dttk adanya abnormalitas sitologi dengan mengambil swab dari bag bawah can servikalis dan hap dari daerah sq col junction, hap dari bag luar can cervikalis utk cultur neiserria gonorhoea. Spekulum dilepas dan kemudian dilakukan pem dalam utk mntk konsistensi, panjang dan dilatasi servik, mntk pres janin tu pada khml lanjut, arsitektur tl pelvis, adanya anomali pada vag dan perineum, vulva dan daerah sekitarnya juga diperiksa.

Pada kunjungan awal ( initial visit ) ditentukan : 1. Kemungkinan adanya kehamilan ( termasuk pemeiksaan urine jika ada indikasi ) 2. Keinginan wanita tersebut untuk melanjutkan kehamilannya. 3. Masalah kesehatan yang ada saat ini. 4. Rwy peny sebelumnya termasuk riwayat penyakit dalam kehamilan terdahulu. 5. Hasil akhir kehamilan terdahulu. 6. Obat- oabatan yang dipakai.

Pemeriksaan fisik : Dilakukan pem kes fisik secara menyeluruh dan lengkap. Instruksi lebih lanjut: Calon ibu diberi nasehat tentang diet, relaksasi dan tidur, OR, mandi, cara berpakaian dan rekreasi, merokok, pemakaian alkohol/obat obatan dan rencana kunjungan berikutnya. Wanita tersebut dinasehatkan utk segera memeriksakan diri bila ada : 1. Perdarahan pervaginam. 2. Pembengkakan pada wajah dan jari. 3. Sakit kepala yang parah atau terus menerus. 4. Penglihatan kabur. 5. Nyeri perut. 6. Muntah terus menerus. 7. Demam atau panas. 8. Disuria. 9. Keluar caiaran dari vagina. 10. Perubahan frekwensi atau intensitas ger anak.

Evaluasi fisik pada pemeriksaan awal : menentukan TD, Tinggi dan bb.

Pemeriksaan lab pada kunjungan awal : 1. Hb,ht,gula darah, serum creatinin, serologi test for syphylis, identifikasi gol darah, dan antibodi thd Ag SDM, antibodi thd rubella dan HBs Ag. 2. Gluk urine dan prot urine, adanya bakteriuri dari specimen midsteam urine. III. Evaluasi komprehensif awal. Tujuan pemeriksaan kesehatan awal : 1. Menentukan status kes ibu dan janin. 2. Menentukan gestasional age fetus. 3. Menentuan rencana perawatan selanjutnya.

obstetri

Riwayat;

5

Pada pemeriksaan ditentukan status kes ibu dan anak : A. Fetus ; 1. Denyut jantung janin. 2. Ukuran dan kec ptbh janin. 3. Jumlah cairan amnion. 4. Presentasi janin dan station ( pada kehamilan lanjut ) 5. Gerakan anak.



B. Ibu ; 1. Tek darah dan perubahannya. 2. berat badan dan perubahannya. 3. Keluhan termasuk sakit kepala, mata

Skrining antenatal rutin pada inf sistemik ibu hamil. A. Rubella. kejadian tinggi u/ inf dan kerusakan fetus trtm pada khml muda. Tm i pada 80 % kasus dan 70-80 % kasus yang ter inf mglm krsk berat al jantung, cataract, kel neurologik dan tuli. Antara mgg 13-16 terjadi 40-50% kasus 1/3 kasus mglm ketulian dan retard mental ringan , > 16 mgg tjd 40-50 % kasus kerusakan jarang terjadi.vaksin + dan efektif, ibu yang belum kebal imunisasi pp.

4. 5.





kabur, nyeriabdomen, mual dan muntah, perdarahan pervaginam, keluarcaiaran dari vagina dan disuria. Tinggi fu. Pemeriksaan dalam.

Skrining antenatal Berguna ditentukan oleh : 1. Berat / ringannya kel disebabkan o/ inf tersembunyi. 2. Besarnya transmisi inf kefetus. 3. Prev peny dimasy. 4. Apakah ada test skrining dan tes konfirmasi yang memadai. 5. Terdapat cara tx dan prevensi efektif.

Tes serologik > baik dari kultur , pengambilan serum mudah dan satu spesimen dpt dgnk bbrp test, dpt disimpan u/ test ulang. Cara yang dapat digunakan u/ mntk saat inf adalah terjadinya serokonversi dari dua sera yang diambil secara berurutan Mlkk skrining thd inf genitalia yang asympt dg kultur hasilnya pdu tak memuaskan.

B. Syphilis. angka kejadian masih tinggi trtm daerah pelabuhan dan kerusakan fetus yang terjadi akibat infeksi berat trtm stad dini.

C. Virus hepatitis b.

Biasanya self limited dan disertai gejala / tidak. Hbv dapat ditularkan biasanya pada waktu partus besarnya kmkn tgt adanya hbs ag dan hbe ag s/ marker yang mnjk repl vi . 90 % bayi dari ibu hbs ag carier dan hbe ag + mjd carier , 5-10 % sebaliknya. Resiko terjadi peny hepar kronik dan ca hepatoseluler pd usia 40-50 tahun. Bayi yang memp anti hbe jarang menjadi carier tetapi dapat mglm hep akut.

Syarat test skrining baik : Ditentukan o/ sens, spes, reprodusibilitas yang dimiliki dan jenis spesimen yang utk test. Sensitivitas : Proporsi indifidu sakit yang menunjukkan hasil positif.

Antenatal skrening HBs ag dianjurkan rutin ok : 1. Angka kejadian tinggi. 2. Rx inf dan skuele jangka panjang pada anak besar. 3. Adanya test skrining dg sens tinggi. 4. Transmisi dapat dicegah pada 95% kasus dg imunisasi stl lahir.

Spesifisitas : Proporsi ind sehat yang ----- hasil neg. Pos predictive value : Menunjukkan hasil yang pos betul pos. Harga ini tgt prev dan spesifisitas dari peny yang di skrining.

6

4.

D. CMV. kebanyakan inf asympt , inf primer pada khml muda dapat menimblkan cytomegalic inclusion dg gx gr, mikrocephali, hep spl megali, thr peni , angka kematian dini dan skuele neurologik > 80 % kasus. Dx berdasar sero konversi tetapi ini sulit dibedakan inf yang terjadi sebelum konsepsi. Ig m dapat berada ber bulan bulan setelah terjadinya inf primer, atau dapat terjadi ok reaktifasi inf. Tidak terdapatnya ig m pada kehamilan muda tidak menyingkirkan infeksi priner ibu. Tes skrining rutin tak dianjurkan.

5.

PCR ADALAH  Tehnik sintesa enzymatik invitro untuk memperbanyak dna dari suatuntarget dna menjadi 106 - 107 copy dg menggunakan enzym dna polymerase.  Dibutuhkan sedikit dna dari sel misal bercak darah, sperma.  Mudah menjadi false positif jika terkontaminasi.

E. Toxoplasmosis.

Rx terjadi inf pada fetus > dg bertambahnya uk, tetapi krsk pada fetus sering terjadi pada khml muda.tx menurunkan rx inf/ krsk pada fetus. Dx kx sukar pdu asympt , cara dx adnya sero konversi . Maka perlu dlkk tes skrining sabelum / segera setelah konsepsi, dan dlkk tes ulang pada tes yang -. Ig m dapat berbulan setelah inf.

Hibridisasi adalah  Gold standard pemeriksaan DNA  Membutuhkan sejumlah tertentu DNA.  Mencocokkan DNA yang tidak diket dgn proove yang sudah diket.

F. Inf go dan ch trachomatis.

Antibiotika profilaksis : Pemberian ab sebelum adanya tanda atau gejala infeksi dengan tujuan mencegah manifestasi klinik infeksi tersebut yang diduga akan atau bisa terjadi.

Berperan pada partus prematur dan inf pada ibu hamil yang membawa rx terjadi inf neonatal. Konjungtivitis manifestasi tersering, inf ch tr > sering dari go, pnemoni maniufestasi terberat dari inf ch tr. Inf dapat menimbulkan pid post partus dapat berat sp dpt tjd krsk pd tuba dan dapat menimbulkan infertil. Kultur cra paling sens dan spesifik.

Indikasi : setiap operasi besar yang mengalami infeksi / pada operasi yang walaupun tidak sering mengalami infeksi , tetapi bila mengalami infeksi akan berakibat fatal / menimbulkan konsekuensi yang berat.

G. HSV. Merupkan inf serius pada terjadi saat dekat persalinan, kontak langsung genitalia ibu. primer , 3-5 % terjadi akibat genitalis /setelah persalinan.

RNA dapat membentuk struktur tersier struktur tiga dimensi yang stabil tergantung pada jenis basanya. RNA gulanya berupa ribosa sedangkan pada dDNA deoxyribosa.

neonatus transmisi dapat mel plasenta/ 30-40 % adalah inf reaktifasi h

Obat : Dipilih jenis AB yang efektif terhadap jenis kuman yang paling potensial utk menimbulkan infeksi, tidak harus AB tsb efektif utk semua jenis kuman. Dengan mengurangi jumlah kuman potensial cukup menunjang daya tahan px shg manifestasi kx dapat dicegah.

Beda RNA DAN DNA : 1. RNA memiliki satu gugus hydroxyl pada rantai carbon ke 2. 2. RNA tak memiliki nukleutida thymine tepi urasil. 3. Berbentuk single stranded molecule.

Rute : Parenteral im/iv Supp

7

Saat pemberian : Iv segera setelah induksi. Im bersamaan dengan premedikasi. Lama pemberian : Inj profilak tercapaikadar ab dalam plasma , urine atau jaringan cukup tinggi selama 0perasi sp 4 jam setelah pencemaran ku dalam luka op. Dosis tunggal Bila op berkepanjangan dapat diberikan dosis ulangan selama op berlangsung.

 

Haid secara endokrinologis Dibagi : 1. Fase folikular. 2. Fase lutheal. 3. Masa ovulasi.

diakibatkan inhibin ( folikulostatin ) yang disekresi sel granulosa menekan langsung prod FSH pada hypofise sehingga menyebabkan penurunan kadar FSH darah. Estrogen prod meningkat puncaknya 24 36 jam sebelum ovulasi. Adanya LH menyebabkan luteinisasi dari sel gran menyebabkan prod prog, P dapat dideteksi sejak hr ke 10 siklus haid. Prog dapat menyebabkan UB pos terhadap E dan peningkatan P diperlukan persiapan untuk lonjakan LH pada midcycle.

Fase lutheal  Sel gran membesar dan mengalami luteinisasi dan terbentuk c luteum , c luteum dapat mem prod h steroid e, p dan andr.  Pada fase ini ditandai peningkatan prog dan puncaknya hr ke 8 setelah lonjakan LH. C lut mengalami kemunduran / degenerasi hr ke 9 - 11 setelah ovulasi, yang kemungkinan diakibatkan ok estradiol yang dihasilkan oleh c luteum.  Estr pada fase ini berfungsi lain yakni mensintesa res prog dan hal ini penting utk pertumbuhan dari endometrium.  Deg C lut terjadi apabila tidak terjadi kehamilan , apabila terjadi kehamilan C lut dipertahankan oleh stimulus baru yakni Hcg , Hcg dipertahankan sampai minggu ke 9 -10 kehamilan dimana steroidogenesis terjadi di plasenta.  Apabila tidak terjadi kehamilan prog dan estr turun terjadi with drawl dan terjadi haid pada hari ke 14 setelah lonjakan lh.

Fase folikular.  Merupakan fase dimana terjadi pertumbuhan dari fol primer nenjadi fol yang siap ovulasi.  Waktu yang dibutuhkan dari pertumbuhan fol primer - preanthral - anthral - preovulatoir 10 - 14 hari.  Fol preanthral merupakan kelanjutan pertumbuhan fol primer yang berkembang ok pengaruh FSH. Ia dikelilingi membran disebut zona pellucida dan sel granulosa. Sel gran mensintesa 3 h steroid. Pengaruh FSH terjadi aktifasi sist aromatisasi andr menjadi estr. Sel gran terdapat banyak res FSH sehingga perubahan A -- E lebih banyak.  Fol anthral dikelilingi lap sel theca dan granulosa , sel theca banyak didapat res LH sedang pada sel granulosa banyak didapatkan res FSH. Dibawah pengaruhLH sel theca memproduksi androgen dan ok pengaruh FSH dikonversi menjadi estrogen.  Peningkatan estr memberikan UB neg terhadap FSH sehingga terjadi penekanan prod FSH dan menyebabkan UB pos terhadap LH sehingga meningkatkan jumlah LH pada midcycle.  Estr yang tinggi dapat menimbulkan efek neg pada axis hypothalamus - hypofise dan

Masa ovulasi  Terjadi 24- 36 jam setelah lonjakan LH.  Dengan lonjakan LH, prog meningkat terus sp saat ovulasi, adanya prog menyebabkan ovulasi ub neg terhadap LH sehingga lonjakan LH berakhir .  LH dan prog meningkatkan aktifitas e proteolitik yang mempercepat hilangnya lap kollagen dari dinding fol dan kadar

8



prostaglandin e dan f meningkat dan puncaknya saat ovulasi diduga prost melepaskan enzym dari lysozome sehingga menghancurkan ddg fol. Pada waktu atau setelah LH surge kadar estr mengalami penurunan dengan cepat.

mencegah kebocoran kedalam mikrosirkulasi, mempertahankan membran lysosom dan mencegah pembentukan mdf. Pemberian anti histamine. Cegah komplikasi : 1. Jantung 2. Ginjal jika prod urine tak adekuat dapat diberi furosemide. dapat terjadi azotemia dan oligoria yang disebabkan oleh sub akut gn atau nefritis interstitial. 3. Paru . Komplikasi yang sering gagal nafas ok ards pencegahan dapat diberio2 masker atau andotracheal tube. Ideal p o2 diatas 65 mmhg dengan sat o2 lebih 9 o % . Ards ditandai dengan po2 kurang 50 mmhg dengan fi o2 lebih 50 % , infiltrat paru,n/ penurunan pulmonary wedge presure, penurunan complience paru ( 50 cm h2o ). 4. Metabolik asidosis. Bila ph < 7,4 / base def > 10 meq perlu di koreksi. 5. Dic dapat diber ffp, fresh blood dan thrombosit

Prisip tx shock 1. Hilangkan/ tanggulangi sumber infeksi 2. Koreksi gangguan hemodinamie 3. Cegah komplikasi Membasmi mo Pilihan tx dapat berdasar pengetahuan tentang patogen yang sering pada lokasi spesifik infeksi lokal. Menghilangkan sumber infeksi . Pengangkatan/ dranasi sumber fokal sepsis, mencegah indotoksin/ proses syok septik akan terus berlangsung . Perlu tindakan bedah op/drainase/ irigasi. Suportif- volume resusitasi - prioritas utama Pemberian cairan & nutrisi prioritas utama menangani syok septik tujuan mengembalikan sirkulasi yang adekuat sehingga perfusi jaringan normal kembali . Kebutuhan- cairan 50 cc Kal 40 -50 k cal Prot 1,5 - 2 Kh 300-400 Lemak 30-40 % dari kebutuhan kal

Terapi uji coba misal anti endotoksin, anti gr + sel wall dan anti fungal cel wall, anti tnf anti il i dan anti paf.

Obat vasomotor Syok tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan setelah diberikan sesuai dengan perkiraan / batas aman pemberian cairan telah dilalui maka dapat diberikan terapi utk meningkatkan curah jantung dan memperbaiki perfusi jaringan. Jika cvp 15 - 18 mmhg dan px hypotensi dapat diberi dopamin dengan dosis tidak lebih 20 gamma .

Sistem imun Non spesifik :  Sejak lahir.  Tak membaik setelah infeksi.  Efektif utk semua organisme.  Sel yang berperan adalah mononuklear ( monosit dan makrofag ) dan pmn (neutrofil dan eosin ) , sel nk / killer sel. Spesifik :  Membaik setelah ada inf  Spesifik utk org ttt.  Terpenting adalah limfosit dan antibodi.

Pemberian kortkosteroid Masih kontroversial, dapat diberi metil prednisolon dengan tuj memperbaiki integritas pemb darah shg

Dibagi : A. Humoral imunity. B. Selluler imunity.

Cairan harus di mx hemodinamik melalui kateter vena sentral / a pulmonalis.

9

9.

A. Humoral  limfosit b / sel b, sel b dirangsang  berproliferasi  sel plasma. Fx pthn infeksi ekstraseluler, vi dan bakteri. B. Selluler  lymfosit t, dibentuk di sutul prolif dan diff dalam kel thymus, fx pertahanan bakt intrasell, vi, jamur, parasit dan keganasan. AG ( VI,BAKT, TU SEL )

11. 12.

     

NK SEL

SEL LYSIS MAKROFAGE FAGOSITOSIS.

14.

ADPTIVE IMUNITY TSEL RECOGNITION

IL 2

T SEL- PROLIF

IL 4 - 6 B SEL  AB PROD

HEMATOLOGI KARDIO VASKULER PERNAFASAN TRACT URINARIUS GIT ENDOKRIN



13.

SELULER IMUNITY

APC

10.

HIDRO URETER LEBIH SERING PADA KANAN MENGAPA ? BERAPA MACAM SISTEM KEKEBALAN TUBUH DAN JELASKAN CARA KERJANYA ? APA PERBEDAAN DNA DAN RNA ? JELASKAN PERUBAHAN SERTA UNTUNG RUGINYA PADA WANITA HAMIL PADA :

15. 16.

MET AIR, KH, LEMAK DAN PROTEIN. APAKAH YANG DISEBUT PEMANTAUAN PADA PERAWATAN ANTENATAL ? PADA LAB LAB TOXO, RUB, CMV DLL APAKAH YANG SEBENARNYA YANG DIPERIKSA DAN BAGAIMANA INTERPRESTASINYA. APA YANG TERJADI BILA MIKROORGANISME MASUK TUBUH MANUSIA ? SEBUTKAN MEKANISME PERSALINAN LETAK BELAKANG KEPALA SECARA SINGKAT !! SEORANG IBU HAMIL BERUSIA 30 TH DATANG KETEMPAT SAUDARA DENGAN HAMIL 3 BULAN , APA YANG SAUDARA LAKUKAN ? BAGAIMANA MEKANISME DAN TAHAPAN PEMBENTUKAN ANTIBODI ? KAPAN INFEKSI TOXO, RUB MEMBAHAYAKAN JANIN DAN INTERPRESTASI PEMERIKSAAN TERSEBUT?

B SEL TERSTIMULASI AG  BANTUAN HELPER T SEL  TRANSFORMED “ BLAST SEL “  MEMBELAH CEPAT MENJADI PLASMA SEL/ MEMORY SEL  PROD SUATU AB SPES. AB + COMPLEMENT SIST  SELIMUTI AG  RX KIMIAWI  HANCURKAN AG / MENARIK SEL SCAVENGER UTK MEMAKAN AG.

17.

RESPON SEKUNDER ; 1. PEMBENTUKAN IG BERLANGSUNG LEBIH CEPAT DAN WAKTU YANG LEBIH LAMA. 2. IG MENCAPAI TITER YANG TINGGI. 3. IG G

20. 21.

PERBEDAAN DNA DAN RNA.

22. 23. 24. 25.

TERANGKAN PEMBENTUKAN ANTIBODI

PENCEGAHAN TERHDAP MO : 1. BARIER MEKANISME PADA PERM TUBUH. 2. SUBSTANSI ANTIMIKROBIAL : LISOSOM, LAKTOFERIN DAN PH ASAM. 3. PENCEGAHAN STASIS : PERISTALTIK, ALIRAN URINE, GER SILIA, MUNTAH DAN BATUK. KUMPULAN SOAL SOAL YUNIOR B 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

8.

PRINSIP PRINSIP PRENATAL CARE PRINSIP PRECONSEPTION CARE PERBEDAAN PCR DAN HIBRIDISATION DNA PRINSIP PENGOBATAN INFEKSI GYNECOLOGI BERAT JIKA PAP SMEAR DITEMUKAN INFEKSI BAGAIMANA TINDAKAN SAUDARA ? ANTIBIOTIK PROFILAKSIS MENURUT RASIONALNYA SEORANG WANITA INGIN HAMIL, WANITA TERSEBUT Ig G TOXO + DAN HBS Ag + BAGAIMANA NASEHAT ANDA ? HIDUNG BUNTU PADA WANITA HAMIL ITU NORMAL MENGAPA ?

18. 19.

TERANGKAN SIKLUS ENDOKRINOLOGI

HAID

SECARA

TERANGKAN PENGOBATAN SEPSIS SYOK BAGAIMANA EMBRIOLOGI GENITALIA INTERNA BAGAIMANA DATANG CALON IBU HAMIL PRMERIKSAAN TOXO YANG NEGATIF !

DG

BEDAH OBSTETRI DEFINISI : TINDAKAN YANG DILAKUKAN BU MIL YANG INPARTU MAUPUN TAK INPARTU , DENGAN ALAT MAUPUN DENGAN TANGAN BIASA UNTUK MELAHIRKAN JANIN BAIK YANG MASIH HIDUP MAUPUN YANG TELAH MATI, SECARA PER VAG MAUPUN PER ABD. MENGAPA DEMIKIAN : INDIKASI IBU DAN JANIN PRINSIP DASAR TINDAKAN BEDAH OBSTETRI BERMANFAAT DAN TIDAK MERUGIKAN BAIK JANIN MAUPUN IBU TIAP PEMBEDAHAN HARUS DIDASARKAN ATAS :

1. 2. 3.

10

INDIKASI SYARAT TIDAK ADA KI

4.

 

TIAP TINDAKAN SELALU ADA KX

DALAM MEMILIH TINDAKAN DIPERHATIKAN :

   

KEADAAN IBU JANIN LINGKUNGAN PENOLONG

BAGAIMANA : DILAKUKAN DENGAN CARA TERTENTU TERGANTUNG DARI CARA DAN ALAT YANG AKAN DIPAKAI. DIMANA : DILAKUKAN DI RS YANG MEMPUNYAI FASILITAS DAN ALAT UNTUK MENGATASI KX YANG MUNGKIN TERJADI BAIK TERJADI IBU MAUPUN ANAK YANG BERKOMPETEN. OBST : MACAM OP

 

PER ABD ; SC, HISTEROMI, SC HIST PER VAGINAM :

      

INDUKSI VACC EXTR / FE VE / V LUAR MANUAL AID EMBRIOTOMI MAN PLASENTA KURETASE

SYARAT HARUS DIPENUHI AGAR DAPAT MENGURANGI BAHAYA KX YANG MUNGKIN TIMBUL. SYARAT IALAH HAL HAL YANG HARUS DIPENUHI DALAM SUATU TINDAKAN. INDIKASI IALAH HAL YANG MEMAKSA ATAU MENDORONG TINDAKAN TERSEBUT DILAKUKAN. KAPAN TINDAKAN TSB DILAKUKAN : APABILA DIPENUHI SYARAT DARI TINDAKAN TSB , ADA INDIKASI DAN TIDAK ADA KONTRA INDIKASI. SIAPA YANG MELAKUKAN : MEREKA YANG BERKOMPETEN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN TSB, MEMPUNYAI KEAHLIAN DAN DIBERI WEWENANG UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN TSB.

INDIKASI UNTUK MENYELESAIAKAN PERSALINAN :

I.

INDIKASI IBU :

      II.

RUI P. LAMA / KASEP HYPRTENSI, EKL/DAN PE. PENY JANTUNG / PARU FEBRIS OK SEBAB OBST PERDARAHAN.

INDIKASI JANIN :

 

GAWAT JANIN. IUFD

III.

TP TERKEMUKA ( KET + ) TP MENUMBUNG .

INDIKASI WAKTU : PO / MULTI GRAVIDA DENGAN KALA II LAMA.

INDIKASI DAPAT BERSIFAT :

1. 2.

MUTLAK ; RUI, GAWAT JANIN. RELATIF : INDIKASI WAKTU KALA II LAMA.

KOMPLIKASI :

1.

IBU ; PERDARAHAN , INFEKSI , TRAUMA JALAN LAHIR

2.

JANIN ; TRAUMA, INFEKSI, DAN FETAL DISTRES.

VT : DEFINISI : PEMERIKSAAN BIMANUAL DILAKUKAN DENGAN DUA TANGAN DIMANA TANGAN YANG DILUAR MEMBANTU PEMERIKSAAN. PEMERIKSAAN DILAKUKAN BAGIAN YANG PALING DALAM SECARA SISTEMATIS. SYARAT : 1. PEMERIKSAAN ATAS DASAR INDIKASI DAN JENIS KASUSNYA. 2. ATAS PERSETUJUAN PENDERITA. 3. ATAS PERMINTAAN INSTANSI. 4. DIDAMPINGI PARAMEDIS. INDIKASI : 1. ADA KELAINAN ATAU KELUHAN DI BID GYN. 2. PEMERIKSAAN BERKALA. 3. PERMINTAAN V ET R. KONTRA INDIKASI : 1. PENDERITA MENOLAK. 2. PEND MASIH PERAWAN. TAHAPAN PEMERIKSAAN : LIH PROTAP. PEM DALAM PADA OBST ? BID GYNEK ? YANG DI Evaluasi APANYA!!! VERSI DEFINISI : SUATU TINDAKAN DIMANA LETAK JANIN DIUBAH SECARA LEGE ARTIS DARI SUATU KUTUB KE KUTUB YANG LAIN , YANG LEBIH MENGUNTUNGKAN UNTUK PERSALINAN PERVAGINAM. PEMBAGIAN : BERDASAR ARAH ;

1. 2.

V. SEFALIK. V. PODALIK.

BERDASAR CARA ;

1. 2.

11

V. LUAR V. DALAM

3.

TERENDAH DAN SATU TANGAN MEMEGANG BAG ATAS , DENGAN GER BERSAMAAN DILAKUKAN PEMUTARAN , SEHINGGA JANIN PADA POSISI YANG DIKEHENDAKI. PEMUTARAN DILAKUKAN PADA YANG RENDAH TAHANANNYA DAN PRESENTASI YANG PALING DEKAT.

V. KOMBINASI

BERDASAR PEMBUKAAN:

1. 2.

V. BRAXTON HICKS VERSI DAN EXTR

V . LUAR * ( DENGAN TANGAN PENOLONG YANG SELURUHNYA DILUAR ). INDIKASI :

1. 2.

V . SEFALIK

: LET LI DAN LET SU.

V. PODALIK : LET. LI, PRES KEP DENGAN TP TERKEMUKA DAN TANGAN TERKEMUKA, PRES DAHI.

KONTRA INDIKASI

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

PERD ANTEPARTUM HIPERTENSI CACAT RAHIM KEHAMILAN GANDA PRIMITUA GRAVIDA INSUFISIENSI PLASENTA EXTENDED LEGS

SYARAT :

1. 2. 3. 4. 5. 6.

BAGIAN TERENDAH HARUS MASIH DAPAT DIDORONG. DINDING PERUT CUKUP TIPIS DAN RILEKS

SETELAH ITU PENOLONG MENDENGARKAN DJJ DAN DIOBS 5 - 10 MEN, BILA DALAM OBS DJJ JELEK , MAKA JANIN DIKEMBALIKAN DALAM PRESENTASI SEMULA.

6.

TAHAP FIKSASI : BILA ROTASI SELESAI DAN PENILAIAN DJJ BAIK MAKA DAPAT DILANJUTKAN DENGAN FIKSASI.

7.

TAHAP FIKSASI ; DENGAN GURITA SAMPAI 1 MGG.

VERSI LUAR DIANGGAP GAGAL APABILA :

1. 2. 3. 4.

IBU MENGELUH NYERI GAWAT JANIN BAG JANIN TAK DAPAT DIPEGANG WAKTU ROTASI ADA HAMBATAN.

SEBAB- SEBAB VERSI LUAR GAGAL :

1.

SYARAT TAK TERPENUHI MIS : DINDING PERUT TEBAL, HIS SERING, HYDRAMNION.

2. 3.

TP PENDEK. KAKI JANIN EKS KEATAS.

JANIN HARUS DAPAT LAHIR PERVAGINAM.

KOMPLIKASI :

SEL KET MASIH UTUH

1. 2. 3. 4.

PEMB CX KURANG 3-4 CM SEBELUM INPARTU : PO 34-36 MGG, PM DAPAT LEBIH 38 MGG.

PROSEDUR :

1. 2. 3. 4. 5.

5.

MOBILISASI. EKSENTERASI SENTRASI ROTASI DAN FIKSASI.

TAHAP MOB DAN EXC :

1.

IBU TIDUR POSISI TERLENTANG , KANDUNG KEMIH DIKOSONGKAN , DALAM POSISI TRENDELENBERG TUNGKAI FLEKSI PADA POSISI PAHA DAN LUTUT.

2.

PERUT IBU DIBERI TALK , PENOLONG BERDIRI DISAMPING KIRI IBU MENGHADAP KEARAH KAKI IBU. MOBILISASI DENGAN CARA MELETAKKAN KEDUA TELAPAK TANGAN PADA PAP DAN MENGANGKAT BAG TERENDAH JANIN KELUAR DARI PAP , SETELAH ITU EKSENTERASI YAITU MEMBAWA BAG TERENDAH JANIN KETEPI PANGGUL ( FOSA ILIAKA ) AGAR RADIUS PEMUTARAN LEBIH PENDEK.

3.

SENTRASI YAITU ANAK DIBULATKAN, KEP DAN BO DIFLEKSIKAN .

4.

TAHAP ROTASI : PENOLONG MERUBAH POSISI KEARAH MUKA IBU. SATU TANGAN MEMEGANG BAG

SOLUSIO PLAS LILITAN TP. KETUBAN PECAH. RUPTURA UTERI.

VERSI BRAXTON HICKS : DEFINISI : SUATU V SECARA DIGITAL DNGAN 2 JARI UNTUK MENURUNKAN KAKI, DILAKUKAN PEMB CX MIN 2-3 CM. INDIKASI :

1. 2.

LETAK BAHU / LET LINTANG. PLAS PREVIA.

SAAT INI TIDAK DIKERJAKAN LAGI OK TEHNIK SUKAR, MENIMBULKAN ROBEKAN SERVIK, AK TINGGI.

INDUKSI PERSALINAN DEF : SUATU TINDAKAN THD BU MIL YANG BELUM INPARTU, BAIK SECARA OPERATIF MAUPUN MEDISINAL, UTK MERANGSANG TIMBULNYA KONTRAKSI RAHIM SEHINGGA TERJADI PERSALINAN. ( BEDA - > AKSELERASI DIKERJAKAN IBU INPARTU ) .

CARA : 1. SECARA MEDISINAL .

12

OKSITOSIN , PROSTAGLANDIN DAN CAIRAN HYPERTONIK. SECARA MANIPULATIF.  AMNIOTOMI, STRIPPING , PEMAKAIAN RGS LISTRIK DAN RGS PUTTING SUSU. 

2.

1. 2.

3. INDIKASI : 1. JANIN : KEHAMILAN LEWAT WAKTU, KPD DAN JANIN MATI. 2. IBU KHML DENGAN HT DAN DM.

  1. 2. 3. 4.

KONTRA INDIKASI : 1. MALPOSISI DAN MAL PRESENTASI JANIN. 2. INSUF PLASENTA. 3. CPD 4. CACAT RAHIM. 5. GRANDEMULTI DAN GEMELLI. 6. DISTENSI RAHIM YANG BERLEBIHAN. 7. PLASENTA PREVIA. SYARAT : 1. KEHAMILAN ATERM 2. UPD NORMAL. 3. TIDAK ADA CPD. 4. JANIN PRES KEP. 5. SERVIK SUDAH MATANG. ( SKOR BISHOP KEMUNGKINAN BESAR BERHASIL ).

ST HIII KONSIS T POSISI

0

1

2

3

0 0-30

1-2 40-50

4-5 > 80

-3

-2

3-4 6070 -1 0

KERAS

SEDA NG SEARA H

BEL

MELEPASKAN BAG SEL KETUBAN : DEF : HAMBATAN : CX BELUM DAPAT DILALUI OLEH JARI, HATI HATI PLAS LET RENDAH, KEP BELUM CUKUP TURUN. PEMAKAIAN RANGSANGAN LISTRIK >

8

+1 - 2

LUN AK DEP

CAIRAN HYPERTONIK INTRA UTERIN.  PEMBERIAN CAIRAN HIPERTONIK INTRAAMNION DIGUNAKAN PADA JANIN MATI.  GARAM HIPERTONIK 20 % DAN UREA.  ES : HIPERNATREMIA, INF DAN GGN PEMB DARAH.

AMNIOTOMI TEORI :

BILA 6 JAM STL TINDAKAN TIDAK ADA TD PERS ---- DIIKUTI CARA LAIN INDUKSI PERS. PENYULIT : INFEKSI. PROLAPS TP. GAWAT JANIN. SOL PASENTA.

TEHNIK :

PROSTAGLANDIN PROST DAPAT MERANGSANG OTOT POLOS TERMASUK OTOT RAHIM , SPES PGE 2 DAN PGF 2. DAPAT DIBERI SECARA ORAL, IV, VAG, RECT DAN INTRA AMNION. ES : MUAL ,MUNTAH DAN DIARE.

PEMB EFF

KURANGI BEBAN RAHIM 40 % SEHINGGA KONTR LEBIH KUAT. KURANGNYA ALIRAN DARAH 40 MEN STL AMN ---OKSIGENASI KURANG N----- MENINGKATKAN KEPEKAAN OTOT RAHIM. KEP DAPAT MENEKAN LANGSUNG DINDING SERVIKS.

RANGSANGAN PUTING SUSU :  MEMPENGARUHI HYP POST PROD OKSITOSIN .  AREOLA MAMAE DIMASASE RINGAN OLEH JARI IBU, DIBERI MINYAK PELICIN, LAMA ½ - 1 JAM LALU ISTIRAHAT MAX 3 JAM . TIDAK DIANJURKAN MASASE PADA 2 PAYUDARA. PENYULIT OD : 1. TETANIA UTERI. 2. GAWAT JANIN.

LETAK SUNGSANG SUATU LETAK DIMANA BO JANIN BERADA DI PELVIS SEDANGKAN KEP BERADA DI FUNDUS. FAKTOR - FAKTOR : 1. GER JANIN BEBAS. ( HYDR, ANAK KECIL , GR MULTI ) 2. GGN AKOMODASI. ( KEL UTERUS, HAMIL GANDA, EKST TUNGKAI. ANAK MATI ) 3. GGN FIKSASI. ( PLAS PREVIA, TUMOR/ SEMPIT PANGGUL, AN ENCEP ) MACAM LET SUNGSANG : 1. LET SU SEMPURNA. 2. LET BOKONG. 3. LET SU TAK SEMPURNA. DIAGNOSA LET SUNGSANG : 1. ANAMNESA. 2. PALPASI LEOPOLD I - IV. 3. AUSKULTASI. 4. PEM DALAM.

13

5.

FOTO /USG

MEKANISME PERSALINAN LET SUNGSANG : 1. KELAHIRAN BOKONG.  DIAMETER INTERTROKHANTERIKA MEMASUKI PAP DALAM POS MELINTANG.  TERJADI PUTAR PAKSI SEHINGGA SAKR KE KA/ KI.  DG HIPOMOKLION TROKH MAYOR DI DEP, BO MGDK LAT FLEKSI SHG SELURUH BO LAHIR.  BO TERJADI PUT PAKSI 2. KEL BAHU .  DIAM BIAKROMIAL MEMASUKI PAP POS MEL.  TERJADI PUT PAKSI SHG BAHU MEMBUJUR.  DG HIPOMOKLION AKROMION DEP TERJADI LAT FLEKSI SEHINGGA KEDUA BAHU LAHIR. 3. KEL KEPALA.  KEP MASUK PAP DG DIAM SOB MEL DLM KEADAAN FLEKSI.  TERJADI PUT PAKSI SHG SUB OCC DIBAWAH SYMPHISIS, BERSAMAAN DG TERJADINYA PUT PAKSI LUAR BAHU.  DG SUB OCC SBG HIPOMOKLION BADAN HIPERLORDOSIS, KEP FLEKSI, KEP SELURUHNYA LAHIR. CARA PERTOLONGAN LET SUNGSANG. 1. BILA SYARAT TERPENUHI DAN TIDAK ADA KONTRA INDIKASI DICOBA UTK VL ( UK > 32 mgg ) 2. PERS PERVAG DILAKUKAN APABILA : a. b. c. d. e. 3.

uk panggul normal. janin tak besar dan diperkirakan dapat mel panggul. kep dalam keadaan fleksi. pemb cx lancar. penurunan bo baik.

3.

4.

5.

KERUGIAN : 5-10 % BRACHT GAGAL, TERUTAMA PD PANGGUL SEMPIT, JANIN BESAR, JALAN LAHIR KAKU. B. MANUAL AID/ PARTIAL BREECH EXTRACTION. TAHAPAN : 1. TAHAP PERTAMA , LAHIRNYA BO SP PUSAR DENGAN TENAGA IBU SENDIRI. 2.

TAHAP KEDUA , LAHIRNYA BAHU DAN LENGAN DENGAN TENAGA PENOLONG , CARA : A. KLASIK/ DEFENTER. B. MUELLER C. LOVSET D. BICKENBACH.

3.

TAHAP KETIGA LAHIRNYA KEPALA : A. MAURICEAU B. NAJOUKS C. WIGAND MARTIN WINCKEL D. PRAGUE TERBALIK E. CUNAM PIPER.

PERS PER ABDOMINAM.

A. TAHAPAN PERS SPONTAN : 1. TAHAP PERTAMA : FASE LAMBAT, YI MULAI LAHIRNYA BO SP PUSAR. 2. TAHAP KEDUA : FASE CEPAT , YI MULAI LAHIRNYA PUSAR SP LAHIRNYA MULUT. 3. TAHAP KETIGA : FASE LAMBAT, YI MULAI LAHIRNYA MULUT SP SELURUH KEPALA LAHIR. TEHNIK 1. PERSIAPAN UTK IBU, JANIN DAN PENOLONG . PERLU DISEDIAKAN CUNAM PIPER.

IBU TIDUR POSISI LITOTOMI, PENOLONG BERDIRI DEPAN VULVA,BERSAMA DG HIS IBU DISURUH MENGEJAN SAMBIL MERANGKUL KEDUA PANGKAL PAHA, KETIKA BOKONG MEMBUKA VULVA DISUNTIKKAN 2-5 IU PITONS, DILAKUKAN EPISIOTOMI. SETELAH BO LAHIR DIPEGANG SECARA BRACHT, SETIAP HIS IBU DISURUH MENGEJAN , TALI PUSAT DIKENDORKAN. DILAKUKAN HYPERLORDOSIS GUNA MENGIKUTI GER ROTASI ANTERIOR, PENOLONG HANYA MENGIKUTI GERAKAN INI TANPA MELAKUKAN TARIKAN, SEHINGGA HANYA DISESUAIKAN DG GAYA BERAT, BERSAMAAN ITU ASISTEN MELAKUKAN EKSPRESI KRISTELLER ( AGAR TENAGA NGEJAN LEBIH KUAT, KEP TETAP FLEKSI, MENGHINDARI RUANG KOSONG ) AKHIRNYA LAHIR PUSAR, PERUT , BAHU, LENGAN, DAGU , MULUT DAN SELURUH KEPALA.

KEUNTUNGAN : 1. MENDEKATI PERSALINAN FISIOLOGIK. 2. TANGAN PENOLONG TAK MASUK JALAN LAHIR, SEHINGGA BAHAYA INFEKSI MINIMAL.

PERS PER ABDOMINAM :

PERSALINAN SUNGSANG. 1. PERS PERVAGINAM, DIBAGI 3 YAITU : a. PERS SPONTAN ( SPONTAN BREECH ) b. MANUAL AID ( PARTIAL BREECH EXTRACTION ) c. EKSTRAKSI SUNGSANG ( TOTAL BREECH EXTRACTION ) 2.

2.

TEHNIK :  TAHAP PERTAMA : SEPERTI BRACHT SP PUSAR LAHIR.  TAHAP KEDUA : BAHU DAN LENGAN OLEH PENOLONG. CARA KLASIK : 1. PRINSIP MELAHIRKAN BAHU BELAKANG,BARU MELAHIRKAN BAHU DEPAN DIBAWAH SIMPHISIS. BILA LENGAN DEPAN SUSAH LENGAN DAPAT DIPUTAR.

14

2.

3.

4.

5.

6.

KEDUA KAKI JANIN DIPEGANG DG TANGAN KANAN PENOLONG PD PERGELANGAN KAKI DAN DIELEVASI KEATAS SEJAUH MUNGKIN,SHG PERUT JANIN MENDEKATI PERUT IBU. BERSAMAAN DG ITU TANGAN KI DIMASUKKAN KEDALAM JALAN LAHIR, DENGAN JARI TENGAH DAN JARI TELUNJUK MENELUSURI BAHU SP FOSSA KUBITI KEMUDIAN LENGAN BAWAH DILAHIRKAN SEOLAH LENGAN BAWAH MENGUSAP MUKA JANIN. UNTUK MELAHIRKAN LENGAN DEP PEGANGAN DIGANTI DENGAN TANGAN KA DAN DITARIK CURAM KEBAWAH SEHINGGA.. DENGAN CARA SAMA LENGAN DEP DAPAT DILAHIRKAN. BILA SUKAR DAPAT DIPUTAR, GELANG BAHU DAN LENGAN YANG SUDAH LAHIR DICENGKAM DENGAN KEDUA TANGAN PENOLONG SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA KEDUA IBU JARI PENOLONG TERLETAK DIPUNGGUNG DAN SEJAJAR DG SB JANIN DAN JARI LAIN MENCENGKAM DADA DAN PERUT, PUTARAN DIARAHKAN KEPERUT. DEFENTER MELAKUKAN DENGAN TIDAK MERUBAH POSISI LENGAN.

A.

B.

II.

NB ; TANGAN PENOLONG YANG DIMASUKKAN JALAN LAHIR ADALAH SESUAI LETAK LENGAN BELAKANG JANIN. CARA MUELLER . 1. PRINSIP MELAHIRKAN BAHU DEPAN DENGAN EKSTRAKSI. 2. BO DIPEGANG FEMURO PELVIK , DG PEG INI BADAN JANIN DITARIK CURAM KEBAWAH SEJAUH MUNGKIN SP BAHU DEP TAMPAK DIBAWAH SIMPH LENGAN DEP DILAHIRKAN DG MENGAIT LENGAN BAWAHNYA. 3. JANIN DITARIK KEATAS , SP BAHU BEL LAHIR. BILA TAK LAHIR DAPAT DIKAIT DG KEDUA JARI PENOLONG. ( TEHNIK INI MIN INFEKSI ) CARA LOVSET 1. PRINSIP MEMUTAR BADAN JANIN SETENGAH LINGKARAN SAMBIL TRAKSI CURAM KEBAWAH, SEHINGGA BAHU YANG SEBELUMNYA DI BELAKANG LAHIR DI DEPAN SIMPHISIS. 2. DG PEG YANG SAMA SAMBIL DILAKUKAN TRAKSI CURAM KEBAWAH BADAN JANIN DIPUTAR SETENGAH LINGKARAN SEHINGGA BAHU BEL MENJADI BAHU DEPAN. 3. BILA TAK LAHIR DAPAT DILAHIRKAN DG CARA MENGAIT LENGAN BAWAH DG JARI PENOLONG.

PD

PRIMIGRAVIDA, JANIN

TAHAP KETIGA , MELAHIRKAN KEPALA I. CARA MAURICEAU.

CARA DE SNOO.  LENGAN DAN TANGAN KIRI PENOLONG MEMEGANG ANAK SEAKAN MENUNGGANG KUDA, SEDANG JARI TELUNJUK DAN TENGAH MENCENGKAM LEHER DARI BAG BAWAH.  TANGAN KANAN PENOLONG DITEMPATKAN DIATAS SIMPHISIS , LALU MENEKAN DAN MENDORONG KEPALA ANAK KEBAWAH . DENGAN TAR TANGAN KIRI MAKA LAIR BAYI SEPERTI CARA MAURICEAU.

III. CARA NAUJOKS.  DILAKUKAN PD KEP YG MASIH TINGGI.  KE 2 TANGAN PENOLONG MENCENGKAM BAHU ANAK DARI ARAH DEP DAN BEL , BAHU DITARIK CURAM KEBAWAH DAN BERSAMAAN DG ITU SEORANG ASISTEN MENDORONG KEP JANIN KEARAH BAWAH. IV.

CARA PRAGUE TERBALIK.  DILAKUKAN DIMANA UUK BERADA DI BELAKANG DEKAT SAKRUM DAN MUKA DIBAWAH SYMPH.  SATU TANGAN MENCENGKAM LEHER DARI ARAH BAWAH DAN PUNGGUNG JANIN DILETAKKAN PD TELAPAK TANGAN. TANGAN PENOLONG YANG LAIN MEMEGANG KEDUA PERGELANGAN KAKI.  KAKI JANIN DITARIK KEATAS BERSAMAAN DG TARIKAN PD BAH , SEHINGGA PERUT JANIN MENDEKATI PERUT IBU. DG LARYNX SBG HYPOMOCHLION KEP LAHIR.

V.

CARA CUNAM PIPER.

KEUNTUNGAN : 1. TEHNIK SEDERHANA DAN JARANG GAGAL. 2. DAPAT DLKK SEMUA LET SU TANPA MEMPERHATIKAN LET LENGAN 3. BAHAYA INF MINIMAL. TEHNIK INI DIANJURKAN BESAR DAN PSR.

TANGAN SESUAI MUKA JANIN DIMASUKKAN DALAM JALAN LAHIR, JARI TENGAH DIMASUKKAN KEDALAM MULUT DAN JARI TELUNJUK DAN KE EMPAT MENCENGKAM FOSA CANINA, SEDANG JARI LAIN MENCENGKAM LEHER.BADAN JANIN DILETAKKAN DIATAS LENGAN PENOLONG. JARI TELUNJUK DAN JARI KETIGA PENOLONG YANG LAIN MENCENGKAM LEHER JANIN. KEDUA TANGAN PENOLONG MENARIK KEP JANIN KEBAWAH SAMBIL SEORANG ASISTEN MELAKUKAN EKSPRESSI KRISTELLER. TENAGA TARIKAN PD TANGAN PENOLONG YANG MENCENGKAM LEHER JANIN DARI ARAH PUNGGUNG, BILA SUBOCCIPUT TAMPAK DIBAWAH SIMPHISIS ,KEP JANIN DIELEVASI KEATAS DENGAN SUBOCCIPUT SEBAGAI HYPOMOCHLION.

TEHNIK EKSTRAKSI BOKONG 1. DILAKUKAN PD LET BO MURNI DAN BO SUDAH DIDASAR PANGGUL.

15

JARI TELUNJUK SESUAI BAG KECIL JANIN DILETAKKAN DIPELIPATAN PAHA DEPAN, KEMUDIAN DITARIK CURAM KEBAWAH. UTK MEMPERKUAT TANGAN LAIN MENCENGKAM PERGELANGAN TANGAN DAN TURUT MENARIK. BILA TROKHANTER DEP TAMPAK DIBAWAH SYMPHISIS , JARI TELUNJUK TANGAN LAIN MENGAIT PELIPATAN PAHA DAN DITARIK CURAM KEBAWAH SAMPAI BO LAHIR. SETELAH BOKONG LAHIR DIPEGANG SECARA FEMUROPELVIK, KEMUDIAN DILAHIRKAN DG MAN AID.

2.

3.

4.

PENYULIT : 1. SUFOKASI. 2. ASFIKSIA FETALIS 3. KERUSAKAN JAR OTAK. 4. FRAKTUR TULANG JANIN. LET A. B. C. D. E. F. G.

SU DILAHIRKAN PERABDOMINAM APABILA : PRIMI TUA GRAVIDA. HSVB BOH JANIN BESAR DICURIGAI KESEMPITAN PANGGUL PREMATURITAS PRES. KAKI..

INDEKS PROGNOSIS DARI ZATUCHNI -ANDROS

Paritas Usia khml TBJ Pernah Let Su Dilatasi Stasion

0

1

primi > 39 > 3630 tidak

multi 38 36293176 1

<2 -3

3 -2

2 < 37 < 3176 2/> >4 -1/lebih rendah

NILAI : < / = 3  PERABDOMINAM 4  EVALUASI CERMAT  5  PERVAGINAM

EKSTRAKSI VAKUM. DEF : S/ PERS BUATAN DIMANA JANIN DILAHIRKAN EKSTRAKSI TENAGA NEG ( VAKUM ) PD KEP NYA. BAG 1. 2. 3.

ALAT VAK : MANGKUK. BOTOL. KARET DAN RANTAI PENGHUBUNG.

4. 5.

PEMEGANG. POMPA PENGHISAP.

INDIKASI. A. IBU. 1. MEMPERPENDEK KALA II.MIS, KOMP/ PENY PARU FIBROTIK 2. KALA II MEMANJANG.

PENY

JANTUNG

B. ANAK, GAWAT JANIN. KONTRA INDIKASI. IBU. 1. RUI. 2. PENY DIMANA IBU MUTLAK TAK BOLEH NGEJAN. JANIN. 1. LET MUKA DAN LET PUNCAK. 2. AFTER COMING HEAD. 3. JANIN PRETERM. SYARAT. 1. PEMB LEBIH DARI 7 ( PM ) 2. PENURUNAN BOLEH PD H II. 3. HARUS ADA KONTR RAHIM. 4. KET PECAH/DIPECAH. 5. KONSISTENSI KEP NORMAL. 6. BAYI DAPAT LAHIR PER VAG. KOMPLIKASI IBU. 1. PERDARAHAN. 2. TRAUMA JALAN LAHIR. 3. INFEKSI. JANIN. 1. EKSKORIASI KULIT KEP. 2. SEFAL HEMATOM/ SUBGALEAL HEMATOM. 3. NEKROSIS KULIT KEP. 4. PERD ATAU KRSK OTAK. KEUNGULAN : 1. PEMASANGAN MUDAH. 2. TIDAK PERLU NARKOSIS UMUM. 3. TIDAK MENAMBAH DIAMETER KEP. 4. DAPAT DIPAKAI KEP YG MASIH TINGGI DAN PEMB CX BELUM LENGKAP. 5. TRAUMA KEP LEBIH RINGAN. KERUGIAN 1. PERS BUTUH WAKTU > LAMA. 2. TENAGA TRAKSI TIDAK SEKUAT CUNAM. 3. PEMELIHARAAN LEBIH SUKAR. 4. PEMAKAIAN TERBATAS PD BEL KEP. PRINSIP ARAH TARIKAN SESUAI DENGAN TURUNNYA PROSEDUR : KEPALA.  KEP LET TINGGI , ARAH TAR KEBAWAH SP KEP DIDASAR PANGGUL.

16

LET KEP TENGAH /RENDAH, ARAH TAR MENDATAR SP UUK DIBAWAH SYMPH.  KEP DIDASAR PANGGUL, TAR KEATAS DG 1 TANGAN SP LAHIR SELURUH KEP. IBU TIDUR POS LITOTOMI , TIDAK PERLU NARKOSIS UMUM. SETELAH ALAT TERPASANG, DIPILIH CUP SESUAI PEMB. MANGKUK DIMASUKKAN POS MIRING, DIPASANG PD BAG TERENDAH MENJAUHI UUB. TONJOLAN DILETAKKAN SESUAI LET DENOM. DILAKUKAN PENGHISAPAN. PERIKSA ULANG. BERSAMAAN DG HIS IBU DISURUH NGEJAN, MANGKUK DITARIK SEARAH SB PANGGUL , HARUS KOORD ATR TANGAN KA DAN KI. IBU JARI DAN JARI TELUNJUK TANGAN KIRI MENAHAN MANGKUK. TRAKSI DILAKUKAN TERUS SELAMA ADA HIS DAN HARUS IKUT PUTAR PAKSI DALAM, SP SUB OCC DIBAWAH SIMPH. KEP DILAHIRKAN MENARIK MANGKUK KEATAS , SEHINGGA KEP MELAKUKAN GER DEFLEKSI DG SUB OCC SBG HYPOMOKLION DAN LAHIR BERTURUT TURUT… EPIS …

 



1. 2.

3. 4. 5.

6. 7.

8.

9.

KRITERIA VAKUM GAGAL : 1. WAKTU TRAKSI LEPAS 3 KALI. 2. ½ JAM TRAKSI KEPALA TAK LAHIR.

2.

2.

TANGAN PENOLONG YANG BERDEKATAN DENGAN BAG KECIL JANIN DIMASUKKAN KEDALAM JALAN LAHIR SECARA OBSTR, SEDANGKAN TANGAN LAIN SEBELUM MEMBUKA VULVA.

3.

PD LET LI, TANGAN YANG DIMASUKKAN SESUAI LET BO , SETELAH TANGAN MASUK KEJALAN LAHIR , TANGAN YANG LAIN DIFUNDUS UTERI UNTUK MENDEKATKAN DENGAN BAGIAN BAGIAN KECIL JANIN. TANGAN PENOLONG YANG DIDALAM MENCARI KAKI DAN MEMBAWA KELUAR.

4.

CARA MENDAPATKAN KAKI : SECARA LANGSUNG ( YANG DIPEGANG PD PGLG KAKI DG JARI TELUNJUK DAN JARI TENGAH ) MAUPUN TAK LANGSUNG.

5.

SETELAH ROTASI , DIPERIKSA APAKAH V BERHASIL CARA : APAKAH KAKI TIDAK MASUK KEMBALI KEJALAN LAHIR, DENGAN PALPASI APAKAH KEPALA DIFUNDUS. DALAM HAL INI DJJ TAK PERLU DI CEK

6.

SETELAH BERHASIL JANIN DILAHIRKAN DGN EKSTRAKSI KAKI. CARANYA :

7.

TANGAN YANG DIDALAM MENCARI KAKI DEP DG MENYUSURI BO, PANGKAL PAHA SP LUTUT, KEMUDIAN DLKK ABD DAN FLEKSI PD PAHA JANIN KAKI BAWAH MJD FLEKSI. TANGAN YG DILUAR MENDORONG FU KEBAWAH. SETELAH KAKI BAWAH FLEKSI PGLG KAKI DIPEGANG OLEH JARI KE 2 DAN 3 DAN DITUNTUN SP BATAS LUTUT DILUAR VAG , BERSAMAN DENGAN ITU TANGAN PENOLONG YANG BERADA DILUAR MEMUTAR KEPALA JANIN KEARAH FUNDUS UTERI.

8.

KE 2 TANGAN PENOLONG MEMEGANG BETIS JANIN , YI KE 2 IBU JARI DILETAKKAN DI BEL BETIS SEJAJAR SB PANJANG BETIS DAN JARI JARI LAIN DIDEPAN BETIS . DG PEG INI KAKI JANIN DITARIK CURAM KEBAWAH SP PANGKAL PAHA LAHIR.

9.

PEG DIPINDAHKAN MUNGKIN.

10.

PANGKAL PAHA DITARIK CURAM KEBAWAH SP TROKH DEP LAHIR. KEMUDIAN PANGKAL PAHA DG PEG YANG SAMA DI ELEV KEATAS SHG TROKH BEL LAHIR. BILA KEDUA TROKH LAHIR BERARTI BO TELAH LAHIR.

11.

SEBALIKNYA BILA KAKI BEL YANG DILAHIRKAN LEBIH DULU ADALAH TROKH BEL DAN UTK

LET KEP DENGAN PROLAPS TP PRES DAHI.

JANIN DAPAT LAHIR PERVAG BAG TERENDAH MASIH DAPAT DIDORONG PEMBUKAAN SERVIKS LENGKAP. SEL KET DIPECAH DINDING RAHIM HARUS RILEKS OK PERLU NARKOSIS.

KOMPLIKASI :

1.

IBU ;



PERDARAHAN PP OK ATONIA UT DAN ROBEKAN JALAN LAHIR

FRAKTUR / LUKSASI ANGGOTA GERAK BAYI.

PERSIAPAN IBU DAN JANIN SAMA PERSALINAN BEDAH OBSTR LAIN, IBU DIBERI NARKOSIS

SYARAT :

1. 2. 3. 4. 5.

PERDARAHAN INTRA KRANIAL.

1.

LET LI TU PADA LET LI GEMELLI ANAK KE 2.

KONTRA INDIKASI : RUI DAN CACAT RAHIM.

ASFIKSIA

PROSEDUR :

INDIKASI :

1. 2. 3.

INFEKSI.

BAYI

  

VERSI EKSTRAKSI :

VERSI YANG DILAKUKAN DENGAN SATU TANGAN PENOLONG DI DINDING PERUT IBU, DAN YANG LAIN DIDALAM CAV UTERUS , SERTA SEGERA DISUSUL DENGAN EKSTR KAKI UNTUK MELAHIRKAN JANIN. TAHAP ; 1. VERSI SEHINGGA MENJADI LETAK KAKI 2. DAN DILANJUTKAN EKSTRAKSI KAKI.

TRAUMA JALAN LAHIR

17

PANGKAL PAHA SETINGGI

MELAHIRKAN TROKH DEP MAKA DITARIK TERUS CURAM KEBAWAH.

12.

13.

PANGKAL

PAHA

SETELAH BO LAHIR , UTK MELAHIRKAN JANIN DIPAKAI TEHNIK PEG FEMURO PELVIK. DENGAN PEG INI JANIN DITARIK CURAM KEBAWAH SP PUSAR LAHIR. SELANJUTNYA SPT MAN AID.

NB : 1. TANGAN YANG DIMASUKKAN DALAM VAG SESUAI DG KAKI. 2. KAKI YG DIPEGANG DITURUNKAN DIUSAHAKAN AGAR PUNGGUNG MEMUTAR KEDEPAN, PD :  DORSO INF DIPEGANG KAKI BELAKANG.  DORSO SUP DIPEGANG KAKI DEPAN.  DORSO ANT DIPEGANG KAKI BAWAH.  DORSO POST DIPEGANG KAKI ATAS. 3. 4.

5.

PEMBAGIAN PEMAKAIAN CUNAM : 1. CUNAM TINGGI . KEP MASIH DIATAS PAP. 2. CUNAM TENGAH . KEP SUDAH ENGAGED. 3. CUNAM RENDAH. KEP SUDAH DI PBP. INDIKASI : A. ABSOLUT. 1. INDIKASI IBU : E. PE, IBU DENGAN PENY JANT / PARU. 2. INDIKASI JANIN : GAWAT JANIN. 3. INDIKASI WAKTU : KALA II MEMANJANG. B.

CARA MENCARI KAKI DAPAT SECARA LANGSUNG MAUPUN TAK LANGSUNG. SETELAH MENDAPATKAN KAKI , LALU DILAKUKAN VERSI DIMANA PD VERSI TANGAN YG AKTIF ADALAH TANGAN YANG DILUAR. DIEVALUASI , LALU DILAKUKAN EKSTRAKSI KAKI.

VE PD LET LI DENGAN TANGAN MENUMBUNG.  PD LENGAN YANG MENUMBUNG TSB DIIKAT DG TALI.  KARENA TANGAN MENUMBUNG TSB AKAN MASUK KEDALAM CAV UTERI MAKA DILAKUKAN DESINFEKSI.  SELANJUTNYA SPT PD LET LI.

EKSTRAKSI CUNAM . PERSALINAN BUATAN DIMANA JANIN DILAHIRKAN DG TARIKAN CUNAM YANG DIPASANG PADA KEPALANYA. BAGIAN CUNAM : 1. DAUN CUNAM , MEMP 2 LENGKUNGAN YAKNI LENGKUNGAN PANGGUL DAN LENGK KEP. ( NEEGLE DAN SIMPSON ), 1 LENGK MIS KJELLAND. ADA YANG BERLUBANG ( FENESTRA ) DAN SOLID. 2. TANGKAI CUNAM . TERBUKA DAN TERTUTUP. 3. KUNCI CUNAM ,  PRANCIS , SILANG DAN SEKRUP.  INGGRIS , INTERLOCKING.  JERMAN, KOMB ATR PERANCIS DAN INGGRIS.  NORWEGIA, SLIDING ( KJELAND ). 4.

FUNGSI CUNAM : 1. EKSTRAKTOR. 2. ROTATOR. 3. EKS DAN ROTATOR.

PEMEGANG.

JENIS CUNAM BERDASAR BENTUK. 1. TYPE SIMPSON. MEMILIKI TANGKAI CUNAM TERBUKA. 2. TYPE ELLIOT. MEMILIKI TANGKAI CUNAM TERTUTUP 3. TYPE KHUSUS, CUNAM PIPER.

YANG YANG

RELATIF, BILA DIKERJAKAN MENGUNTUNGKAN BAIK IBU MAUPUN JANIN TETAP BILA TIDAK DIKERJAKAN TIDAK MERUGIKAN SEBAB BAYI DIHARAPKAN LAHIR 15 MEN. 1.

2.

INDIKASI DE LEE, DISINI KEP SUDAH DIDASAR PANGGUL , PP SUDAH SEMPURNA, M LEV ANI SUDAH TEREGANG DAN SYARAT CUNAM LAIN DIPENUHI. INDIKASI PINARD, SAMA HANYA PX SUDAH MENGEJAN SELAMA 2 JAM.

KEUNTUNGAN INDIKASI PROFILAKTIK : 1. MENGURANGI REG PERINEUM. 2. MENGURANGI TEK KEP PD JALAN LAHIR. 3. KALA II DIPERPENDEK. 4. MENGURANGI BAHAYA KOMPRESI JALAN LAHIR PD KEP. SYARAT : 1. KEP HARUS DAPAT LAHIR PER VAG ( CPD - ) 2. PEMB CX LENGKAP. 3. KEP JANIN SUDAH CAKAP. 4. KEP JANIN HARUS DAPAT DIPEGANG CUNAM. 5. JANIN HIDUP. 6. KET PECAH/ DIPECAH. CARA PEMASANGAN : 1. PEMASANGAN SEPHALIK. 2. PEMASANGAN PELVIK. KRITERIA PEMASANGAN CUNAM YANG IDEAL : 1. SS TEGAK LURUS DG BID TANGKAI CUNAM. 2. UUK TERLETAK 1 JARI DI ATAS BID TSB. 3. KEDUA DAUN CUNAM TERABA SIMETRIS SAMPING KEP. KRITERIA GAGAL : 1. SENDOK CUNAM TAKDAPAT DIKUNCI. 2. 3 KALI TRAKSI KEP TAK LAHIR. SEBAB - SEBAB KEGAGALAN : 1. SALAH MENENTUKAN DENOMINATOR.

18

DI

2. 3.

ADANYA LINGK KONTRIKSI. ADANYA CPD.

KOMPLIKASI : A. TERHADAP IBU . 1. PERDARAHAN. 2. TRAUMA JALAN LAHIR , LUNAK MAUPUN TULANG. 3. INFEKSI PASCA PERSALINAN. B.

TERHADAP JANIN. 1. LUKA PD KULIT KEP. 2. CEDERA OTOT St Cl MASTOID. 3. PARALISIS N VII. 4. FR TL TENGKORAK. 5. PERDARAHAN INTRA KRANIAL

CARA EKSTRAKSI CUNAM : ADA 7 LANGKAH , 1. PENOLONG MEMBAYANGKAN. 2. PEMASANGAN DAUN CUNAM. 3. MENGUNCI SENDOK CUNAM. 4. MENILAI HASIL PEMASANGAN. 5. EKSTRAKSI CUNAM PERCOBAAN. 6. EKSTRAKSI CUNAM DEFINITIF. 7. MEMBUKA DAN MELEPASKAN SENDOK CUNAM.

EKSTRAKSI CUNAM SECARA LANGE.  EKST CUNAM DIMANA KEPALA JANIN POS MELINTANG DIDASAR PANGGUL. DALAM HAL INI CUNAM DIPASANG MIRING KEP DAN MIRING PANGGUL, SEHINGGA CUNAM TIDAK SIMETRI THD KEP MAUPUN PANGGUL.  CUNAM DEP ADALAH DIBAWAH SYMPH DAN CUNAM BEL DIDEKAT SAKRUM. ADAPUN YANG DIPASANG SEBAGAI CUNAM DEP ADALAH BERLAWANAN DG ARAH UUK. CUNAM YANG DIPASANG LEBIH DAHULU ADALAH CUNAM DEP OK PEMASANGAN LEBIH SUKAR. CUNAM DEP DAPAT DIPASANG SECARA LANGSUNG MAUPUN TAK LANGSUNG ( WANDERING/ GLIDING ).

EKSTRAKSI CUNAM SECARA SCANZONI.  EC DIMANA UUK BERADA DIBELAKANG DEKAT SAKRUM, SEHINGGA EC CARA INI ADA 2 TAHAP YAKNI MEMUTAR KEP MENJADI UUK POS MEL DAN SELANJUTNYA KEP DILAHIRKAN SECARA LANGE.  CUNAM YG DIPASANG MELINTANG THD KEP DAN MIRING PANGGUL. ADAPUN SEBAGAI CUNAM DEPAN SESUAI DG UUK, CUNAM DEPAN DIPASANG LEBIH DULU. DILAKUKAN ROTASI SEHINGGA UUK BERADA DALM POS MELINTANG. KEMUDIAN CUNAM DILEPAS DAN DIKELUARKAN, CUNAM YANG DIPASANG LEBIH DAHULU DILEPASKAN TERAKHIR. SETELAH KEP POS MEL KEP DILAHIRKAN EC SECARA LANGE. EKSTRAKSI CUNAM PD LET PUNCAK KEPALA.  PERLU DIKETAHUI LET UUB , HAL INI PENTING PEMASANGAN SENDOK CUNAM. BILA UUB DIDEPAN, MAKASENDOK CUNAM DIPASANG MEL



THD KEP MAUPUN PANGGUL. BILA UUB DI KI/KA DEP, MAKA SENDOK DIPASANG MEL THD KEP DAN MIRING THD PANGGUL ( SENDOK DEP BERLAWANAN ARAH UUB ). BILA UUB POS MEL MAKA SENDOK CUNAM DIPASANG MIRING KEP MAUPUN PANGGUL. ARAH TAR MENDATAR SP DIDASAR PANGGUL HINGGA DAHI DIBAWAH ARCUS PUBIS. DENGAN DAHI SBG HYPOMOCHLION SENDOK CUNAM DINAIKKAN KEATAS HINGGA BEL KEP MELEWATI PERINEUM, SETELAH ITU SENDOK DITURUNKAN SEHINGGA MUKA ANAK LAHIR DIBAWAH SYMPHISIS.

EKSTRAKSI CUNAM PD LETAK DAHI.  APABILA KEP SUDAH DIDASAR PANGGUL MAKA ARAH EKSTRAKSI MENDATAR SAMPAI SALAH SATU SISI RAHANG ATAS DIBAWAH ARC PUBIS, SETELAH ITU SENDOK DINAIKKAN SUPAYA BAG BEL KEP LAHIR. SETELAH ITU DITURUNKAN LAGI UNTUK MELAHIRKAN MUKA BAG BAWAH. EKSTRAKSI CUNAM PD LETAK MUKA.  EKSTRAKSI MULA MULA MENDATAR DAN AGAK KEBAWAH, SP DAGU TAMPAK DIBAWAH ARC PUBIS, SETELAH ITU SENDOK DINAIKKAN KEARAH SYMPH DG DEMIKIAN LAHIR BERTURUT TURUT DAHI-UUB-KEP BAG BELAKANG MELEWATI PERINEUM.  SETELAH ITU SENDOK CUNAM DITURUNKAN LAGI SEDIKIT UNTUK MELAHIRKAN MUKA ANAK SEBELAH BAWAH

TAMBAHAN FORCEP EKSTRAKSI . 1)

PD LET DAHI SBG HYPOMOCHLION MAKSILLA/ FOSSA CANINA.

2)

PD LET PUNCAK SBG HYPOMOCHLION ADALAH SEDIKIT DIBAWAH BATAS RAMBUT PD DAHI.

3)

PD LET MUKA SBG HYPOMOCHLION ADALAH OS HYOID / SUBMENTUM.

4)

PD LET KEP DIMANA UUK BERADA DIBELAKANG ( POSITIO OCCIP POST PERSISTENT ) , FORSEPDIPASANG MEL KEP DAN MEL PANGGUL . ARAH TARIKAN KEBAWAH SP UUB DIBAWAH SYMPH , KEMUDIAN DIGERAKKAN KEATAS SPLAHIR BAG BEL KEPALA DAN FORSEP DIGERAKKAN LAGI KEBAWAH UNTUK MELAHIRKAN MUKA.

SEKSIO SESARIA SUATU PERS BUATAN DIMANA JANIN DILAHIRKAN MEL INSISI PD DDG PERUT DAN DDG RAHIM DG SYARAT RAHIM DALAM KEADAAN UTUH SERTA BERAT JANIN DIATAS 500 GR.

19

 JENIS A. SEKSIO B. SEKSIO C. SEKSIO D. SEKSIO E. SEKSIO

KLASIK SESARIA TRANSPERITONEAL PROFUNDA/LSCS SESARIA EKSTRA PERITONEAL SESARIA VAGINAL HYSTEREKTOMI

INDIKASI IBU 1. PANGGUL SEMPIT ABSOLUT 2. TUMOR JALAN LAHIR 3. STENOSIS VAG/ CX 4. PLASENTA PREVIA 5. CPD 6. RUI INDIKASI JANIN 1. KEL LETAK 2. GAWAT JANIN TEHNIK SEKSIO SESARIA KLASIK : 1. DESINFEKSI , LAP OP DIPERSEMPIT DG DOCK 2. INSISI MEDIANA 3. DISEKITAR RAHIM DIPASANG KAIN KASA LAPAROTOMI 4. INSISI TAJAM PD SAR, KEMUDIAN DIPERLEBAR SECARA SAGITAL DG GUNTING 5. CAV UTERI TERBUKA , SEL KET DIPECAH , JANIN DILAHIRKAN DG MELUKSIR KEPALA DAN MENDORONG BAG FUNDUS. TP DIKLEM DAN DIPOTONG 6. PLAS DILHIRKAN SECARA MANUAL 7. LUKA INSISI DIJAHIT :  LAPISAN I : ENDOMETRIUM BERSAMA MIOMETRIUM DIJAHIT SECARA JELUJUR.  LAPISAN II : MIOMETRIUM DIJAHIT SECARA SIMPUL.  LAPISAN III : PERIMETRIUM SAJA DG CATGUT 8. 9.

KEDUA ADNEKSA DIEKSPLORASI RONGGA DIBERSIHKAN DARI SISA DARAH.

INDIKASI : 1. KESUKARAN MEMISAHKAN KANDUNG KEMIH. 2. JANIN BESAR DALAM LET LINTANG 3. PLASENTA PREVIA TEHNIK LSCS : 1. IDEM 2. IDEM 3. IDEM 4. DIBUAT BLADDER FLAP DENGAN CARA MENGGUNTING PLIKA VES UTERINA DI DEP SEGMEN BAWAH RAHIM SECARA MELINTANG, LALU DISIHKAN KEBAWAH DAN LAT KEMUDIAN DILINDUNGI DG SPEKULUM. 5. INSISI SBR 1 CM DIBAWAH VES UTERINA SECARA TAJAM DG PISAU 2 CM, KEMUDIAN DIPERLEBAR SECARA MEL SECARA TUMPUL DG KEDUA JARI TELUNJUK 6. IDEM NO 5 7. LUKA DDG RAHIM DIJAHIT :

  8. 9.

LAP I : ENDOMETRIUM DAN MIOMETRIUM SECARA JELUJUR. LAP II : MIOMETRIUM SAJA SECARA JELUJUR. PLIKA VES UTERINA SECARA JELUJUR.

IDEM IDEM.

EMBRIOTOMI

DEF : SUATU PERSALINAN BUATAN DG CARA MERUSAK ATAU MEMOTONG BAG TUBUH JANIN AGAR DAPAT LAHIR PERVAG , TANPA MELUKAI IBU. JENIS : 1. KRANIOTOMI 2. DEKAPITASI 3. KLIDOTOMI 4. EVISERASI DAN EKSENTERASI 5. SPONDILOTOMI 6. PUNGSI

DEFINISI : 1. SUATU TINDAKAN YANG MEMPERKECIL UK KEP JANIN DG CARA MELUBANGI TENGKORAK JANIN DAN MENGELUARKAN ISI TENGKORAK SHG JANIN DAPAT MUDAH LAHIR PER VAG. 2. IALAH SUATU TINDAKAN UNTUK MEMISAHKAN KEP JANIN DARI TUBUHNYA DG CARA MEMOTONG LEHER JANIN. 3. TINDAKAN UTK MEMOTONG / MEMATAHKAN ½ KLAVIKULA GUNA MEMPERKECIL DIMETER BAHU. 4. TINDAKAN MERUSAK DDG ABD/ THORAKS, UTK MENGELUARKAN ORGAN ORGAN VISCERA. 5. TINDAKAN MEMOTONG RUAS TULANG BELAKANG. 6. TINDAKAN MENGELUARKAN CAIRAN DARI TUBUH JANIN. INDIKASI : 1. JANIN MATI DAN IBU DL KEADAAN BAHAYA 2. JANIN MATI YANG TAK MUNGKIN LAHIR PERVAGINAM. SYARAT : 1. JANIN MATI , KEC … 2. CV > 6 CM 3. DILATASI > 7 4. SEL KET PECAH ATAU DIPECAH 5. TUMOR JALAN LAHIR I. TEHNIK KRANIOTOMI : 1. TANGAN KIRI DIMASUKKAN .. DILETAKKAN DIBAWAH SYMPH ,SEORANG ASISTEN MENAHAN KEP DARI LUAR. SEBELUMNYA DIBUAT LUBANG PD UUB /SS DG SKALPEL. PERFORATOR NEEGLE DIMASUKKAN SECARA HORISONTAL DG BAG LENGKUNG MENGHADAP KEATAS DAN DALAM KEADAAN TERTUTUP, DIBAWAH LINDUNGAN TANGAN KI UJUNG PERFORATOR DIMASUKKAN

20

2.

3.

4.

KEDALAM LUBANG INSISI SKALPEL/ MELUBANGI KEP DAPAT SECARA LANGSUNG DG PERFORATOR. ARAH PERFORATOR TEGAK LURUS DG PERM KEP JANIN, SETELAH MASUK LUBANG PERFORASI DIPERLEBAR DG MEMBUKA MENUTUP ARAH TEGAKLURUS 90 DER PERFORATOR DIKELUARKAN DG LINDUNGAN TANGAN KI, SELANJUTNYA EKSTRAKSI KEP DAPAT DG CUNAM MAUSEAUX 2 BUAH/ KRANIOKLAS BRAUN. TEHNIK EKSTRAKSI KRANIOKLAS SBB :  MULA MULA TANGAN KIRI DIMASUKKAN, SENDOK JANTAN DIPEGANG TANGAN KA DG BAG BERGERIGI BAG MELENGKUNG MENGHADAP KEATAS, DIMASUKKAN KE LUBANG PERF SEJAUH MUNGKIN, LALU DIARAHKAN KEMUKA JANIN . SEORANG ASISTEN MEMEGANG, SELANJUTNYA SENDOK BETINA DIPEGANG SEPERTI MEMEGANG PENSIL SEJAJAR PELIPATAN PAHA DEP SEHINGGA BERADA DIMUKA JANIN.  DITUTUP, DILAKUKAN PERIKSA ULANGAN, DIKUNCI SERAPATNYA, KEMUDIAN DILAKUKAN EKSTRAKSI.  ARAH EKSTRAKSI SESUAI ARAH SB PANGGUL DAN DIIKUTI GER PP DALAM. SETELAH SUB OCC DIBAWAH SYMPH DILAKUKAN ELEVASI KEATAS SEHINGGA LAHIR BERTURUT.. SETELAH KEP LAHIR KRANIOKLAS DILEPAS SELANJUTNYA JANIN DILAHIRKAN SPT BIASA.

II. TEHNK DEKAPITASI 1. LET LI DISERTAI DG LENGAN MENUMBUNG, LENGAN YANG MENUMBUNG DIIKAT DG LUS DAN DITARIK KEARAH BOKONG OLEH ASISTEN. 2. TANGAN PENOLONG DEKAT DG LEHER , DIMASUKKAN DAN LANGSUNG MENCENGKAM LEHER DG IBU JARI DIDEPAN LEHER DAN JARI LAIN DI BELAKANGNYA. TANGAN YANG LAIN MEMASUKKAN PENGAIT BRAUN DG UJUNGNYA MENGHADAP KEBAWAH. PENGAIT INI DIMASUKKAN MENYUSURI TANGAN DAN IBU JARI DAN PENGAIT DIKAITKAN PD LEHER. 3. MULA PENGAIT DITARIK KUAT KEBAWAH DAN DIPUTAR KEARAH KEP JANIN ( BENJOLAN PENGAIT ) . PD SAAT BERSAMAAN SEORANG ASISTEN MENEKAN KEP . PENGAIT DIPUTAR SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA TL LEHER PATAH ( TERDENGAR SUARA DERAK ) . 4. UNTUK MEMUTUSKAN JAR LUNAK DIPAKAI GUNTING SIEBOLD . DG MEMAKAI GUNTING OTOT OTPT LEHER DIPOTONG SECARA AVUE , DIPOTONG SEDIKIT DEMI SEDIKIT , SEHINGGA PUTUS SELURUHNYA. SETELAH KEP PUTUS BADAN JANIN DILAHIRKAN LEBIH DAHULU DG MENARIK TANGAN , KEMUDIAN KEP DILAHIRKAN SECARA MAURICEAU. UNTUK MEMOTONG LEHER DAPAT DIGUNAKAN GUNTING GERGAJI GIGLI.

III. TEHNIK KLEIDOTOMI. SATU TANGAN PENOLONG DIMASUKKAN KEDALAM JALAN LAHIR LANGSUNG MEMEGANG KLAVIKULA TERENDAH / POST. DG SPEKULUM TERPASANG TANGAN YG LAIN

MEMOTONG KLAV DG GUNTING SIEBOLD SECARA AVUE, SEDANGKAN SEORANG ASISTEN MEMEGANG KEP JANIN. BILA BADAN JANIN BELUM LAHIR, MAKA DAPAT DIPOTONG KLAVIKULA YANG LAIN. IV. TEHNIK EVISERASI . 1. SATU TANGAN PENOLONG DIMASUKKAN KEDALAM JALAN LAHIR, KEMUDIAN MENGAMBIL TANGAN JANIN DAN MEMBAWA KELUAR. LENGAN JANIN DITARIK KEBAWAH MENJAUHI PERUT. 2. DIPASANG SPEKUKUM PD DDG BAWAH VAG, KEMUDIAN SECARA AVUE DDG TORAK / ABD DIGUNTING. DG CUNAM ABORTUS MEL LUBANG TEMBUS ORGAN VISC DIKELUARKAN. 3. SETELAH ORGAN DIKELUARKAN PD LET LNTANG JANIN DILAHIRKAN DG VERSI EKSTRAKSI.

V. TEHNIK SPONDILOTOMI. 1. DLKK PD LET LI DIMANA KEP MASIH TINGGI. SATU TANGAN PENOLONG DIMASUKKAN KEDALAM JALAN LAHIR, LALU PD VAG DIPASANG SPEKULUM. 2. DG GUNTING SIEBOLD, DG LINDUNGAN TANGAN YANG DIDALAM TL BELAKANG LANGSUNG DIPOTONG, SEHINGGA RUAS TL BELAKANG TERPUTUS . PEMOTONGAN BAG PERUT JANIN DILANJUTKAN DG GUNTING SIEBOLD, SHG SELURUH BADAN JANIN TERPISAH DUA. BAG BADAN JANIN DILAHIRKAN LEBIH DULU DG MENARIK KEDUA KAKI, KEMUDIAN BAG ATAS JANIN.

TEHNIK MANUAL PLASENTA. 1. TANGAN KANAN DIMASUKKAN KEDALAM JALAN LAHIR SECARA OBST,TANGAN KIRI MENAHAN FU UTK MENCEGAH KOLPAPOREKSIS. 2. TANGAN KANA DG GER MEMUTAR MUTAR MENUJU KE OST UTERI DAN TERUS KE LOKASI PLASENTA. TANGAN DALAM MENYUSURI PLAS, TALI PUSAT DIREGANGKAN OLEH ASISTEN. 3. SETELAH TANGAN SP KE PLASENTA MENUJU KE TEPI DAN MENCARI BAG PLAS YANG SUDAH LEPAS. KEMUDIAN DG SISI TANGAN SEB KELINGKING PLAS DILEPASKAN PD BID ATR PLAS YG SUDAH LEPAS DG DDG RAHIM ( GER SEJAJAR DDG RAHIM ) 4. SETELAH PLASENTA LEPAS DIPEGANG DAN SECARA PERLAHAN LAHAN DIKELUARKAN.

LETAK LINTANG S/ LET DIMANA SUMBU JANIN MELINTANG TERHADAP SUMBU RAHIM. FAKTOR PENYEBAB : 1. GER JANIN BEBAS. 2. GGN AKOMODASI JANIN. 3. GGN FIKSASI KEPALA.

DIAGNOSA : 1. PALPASI.

21

2. 3.

DISTOSIA

PEM DALAM. FOTO / USG.

MACAM LET LINTANG : 1. DORSO SUPERIOR DAN INFERIOR. 2. DORSO ANT DAN POST. DENOMINATOR YANG DIPAKAI : 1. PUNGGUNG DAN KEPALA. 2. SKAPULA DAN AKROMION. MEKANISME PERS LET LINTANG : 1. RECTIFIKASIO SPONTANEA. TERJADI VERSI SPONTAN MENJADI LET KEP DAN PERS TERJADI SPT LET KEP. 2. VERSIO SPONTAN. TERJADI VERSI SPONTAN MJD LET SUNGSANG. 3. CONDUPLIKASIO CORPORE. TERJADI PD ANAK KECIL ATAU MATI, TUBUH MELIPAT SEHINGGA BAHU LAHIR , DISUSUL KEP BERSAMA SAMA PERUT JANIN. 4. EVOLOTIO SPONTANEA.  MODUS DENMAN : TUBUH TERLIPAT DAERAH PINGGANG, KEMUDIAN LAHIR BO DAN KAKI DISUSUL BAHU KEMUDIAN KEPALA.  MODUS DOUGLAS : BAHU LAHIR DAHULU, DISUSUL DADA, PERUT, BO DAN KAKI BARU KEMUDIAN KEPALA.

JALANNYA PERS LET LINTANG PD UMUMNYA : 1. PEMBUKAAN SERVIK BERLANGSUNG LAMBAN DAN TIDAK LENGKAP. 2. KET PECAH LEBIH AWAL. 3. RESIKO TERJADI PROLAPSUS FUNIKULI BESAR. 4. PD ANAK ATERM, UP NORMAL DAN ANAK HIDUP TAK DAPAT LAHIR PER VAG.

adalah Partus yg tidak normal yg disebabkan kekuatan daya pendorong, kelainan jalan lahir dan atau kelainan pd janin. Faktor - faktor yg mempengaruhi persalinan : 1. Power  Kekuatan daya pendorong tdd kekuatan his dan daya mengejan. 2. Pasage  Jalan lahir ( keras, lunak dan keadaan sekitarnya ). 3. Pasenger  Keadaan janin ( letak, mekanisme pers, besar janin, kel bawaan janin dan khml ganda ). 4. Psiche. 5. Penolong. Bila ditemukan satu/ lebih dalam persalinan dapat mengakibatkan : 1. Kemacetan Partus. 2. Partus lama. 3. Partus kasep. ( dehidrasi, kelelahan, infeksi intra uterine, gx penekanan dan fetal distres ). 4. Rupture uteri. I.

SAAT BAHAYA LET LI : 1. SAAT KET PECAH : 2. SAAT PEMB HAMPIR LENGKAP. ( BAHU JANIN TURUN DALAM RGG PANGGUL ) 3. LET LI KASEP. 4. TERJADI RUPTURA UTERI.

PENGELOLAAN PD LET LINTANG : 1. PD WAKTU HAMIL : DILAKUKAN VERSI LUAR. 2. WAKTU PARTUS : a. dicoba versi luar / vl steril ( pemb < 4 cm ) b. versi dalam untuk menurunkan kaki. c. melakukan v dan ekstr. d. melakukan sc atau spontan bila anak kecil , mati atau maserasi. e. dekapitasi, spondilotomi dan eviserasi ( pada janin mati ).

Ditosia akibat kel. Tenaga pendorong.  Dapat disebabkan kelainan tenaga mengejan ( kala II ) maupun kelainan his ( kala I / II ).  Kekuatan mengejan ditentukan ada / tidaknya refleks mengejan, otot diafrabd, sist cardio resp, KU ibu dan kesadaran.  Kelainan kekuatan mengejan meliputi : Daya mengejan yg lemah, terlalu kuat / tidak ada.  Penanganan : Pimpinan yg baik, kristeler dan Extraksi ( V, F , Bo/kaki ).

HIS : Kontraksi uterus yg mempunyai sifat : Terasa sakit, tak dipengaruhi kehendak, berirama, hilang timbul, peristaltik dan makin kuat dan sering. His yg Efektif :

22

1. 2. 3. 4. 5.

Fundal dominance. Relaksasinya cukup. Frekwensi 2-4 menit sekali( 10 men/3X). Intensitas cukup ( 50-60 mmHg ). Lama kontraksi 40-60 det.

His yg efektif  dapat menyebabkan pembukaan ostium Uteri dan penurunan janin. Kelainan his dapat berupa : 1. His Hipotonik ( inertia uteri )  Dapat primer maupun sekunder. 2. His Hipertonik.  Koordinasi baik  Partus presipitatus.  Tanpa koordinasi baik  Constriction ring, tetania uteri, kontraksi uterus setempat. Diagnosa : 1. His Hipotonik :  Ibu tak begitu nyeri, umumnya terjadi pd fase aktif.  Pendataran/ pembukaan tak sesuai kurve friedman.  TX: Suportif, amniotomi dan uterotonika. 2.

His Hipertonik :  Terasa lebih nyeri, sering terjadi pada fase latent.  TX: Sedativa / kp Narkose.

II. DISTOSIA AKIBAT KEL. JALAN LAHIR.  Kel/ kesempitan panggul : Berkurangnya 1 /> ukuran panggul sebesar 1 cm / lebih dari normal.  Pembagian kel/ kesempitan panggul : 1. Berdasar caldwell moloy. ( Panggul ginecoid, anthropoid, android dan platypelloid. 2. Etiologi ( menurut munro kerr ). ( kel ptbh, akibat penyakit/kel sendi panggul, kel col vertebralis, kel tungkai ) 3. Tempat penyempitan.  Pintu atas panggul.  Pintu tengah panggul.  Pintu bawah panggul. 4. Kemampuan panggul.

Berdasar kemampuan panggul dilewati kep/ badan.  Cara pemeriksaan : Penurunan kepala, Osborn test, muller test, kemajuan persalinan ( pantogram ). Kriteria diagnosa : a. Kesempitan pintu atas panggul.  Conj. Vera < 10,0 cm atau diameter transversa < 12 cm. b. Kesempitan pintu tengah panggul.  Diameter Interspinarum + sagitalis post pelvis < 13,5 cm ( N 10,5 + 5 ).  Pengenalan  Sp. Ischiadika menonjol, dinding samping pelvis berkonvergen / for ischiadikum mayor teraba sempit. c. Kesempitan pintu bawah panggul.  Dist. Tuberum < 8 cm. 

Adaptasi janin terhadap mekanisme sempit panggul : 1. Terjadi Moulage. 2. Kepala menambah fleksinya. 3. Terjadi defleksi. 4. Terjadi Asynclitysmus. Pengaruh kesempitan panggul : 1. Terjadi dekan pd diafragma. 2. Uterus jatuh kedepan. 3. Terjadi kel. Letak. 4. Kel. Mekanisme persalinan. 5. Terjadi distosia. Diagnosa kel/ kesempitan panggul : 1. Adanya riwayat persalinan yang jelek. 2. Kepala masih tinggi/ perut menggantung. 3. Kel. Sikap / cara berjalan. 4. Pengukuran panggul ( UPL/ UPD ). 5. Pelvimetri radiologik. 6. Pem. Imbang fetopelvik. 7. Ev. Perjalanan persalinan. Penanganan : 1. Sectio sesaria. 2. Keadaan border line dapat dilakukan :

23

a.

b.

Trial of labour. yaitu evaluasi terus menerus kemajuan persalinan ( kurve friedman ). Test of labour, yi pembukaan lengkap ketuban pecah/dipecah, selama 1 jam setelah his adekuat  kepala dapat melewati PAP.

1. 2.

Kelainan jalan lahir lunak : 1. Kel. Pada serviks. 2. Kel. Pada vagina. 3. Kel. Pada vulva. Kelainan sekitar jalan lahir : 1. Rectum / VU yang penuh. 2. Batu buli-buli. 3. Tumor gennitalia : Ov/ mioma uteri. 4. Tumor tulang panggul. III.  1.

2.

DISTOSIA AKIBAT KEL JANIN.

Meliputi : Kel letak janin, mek. Persalinan, kel. Bawaan, janin besar dan khml ganda. Distosia akibat kel. Letak. Beberapa istilah : a. Situs  Hub. Antara sb janin dan rahim, berdasar ini ada situs membujur, melintang dan oblique. b. Habitus  Sikap janin dalam rahim. c. Presentasi  Bagian terendah janin melewati jalan lahir. d. Positio janin  Hub satu janin ( denom ) terhadap ki/ka, dep/ belakang. e. Station  Penurunan bag terendah.

Kelainan letak yg sering dijumpai : 1. Letak sungsang. 2. Letak lintang. 3. Letak defleksi. 4. Presentasi rangkap. 5. Tali pusat menumbung. I.

Ibu  persalinan lebih lama, sering terjadi jalan lahir/cx. Anak  Kemacetan pers. Bo/ bahu sehingga dapat terjadi fraktur femur/humerus, kemacetan kepala ( after coming head ) shg dapat terjadi aspiksia, kematian, perdarahan intrakranial, trauma leher dll.  Let. Bokong kaki memiliki prognosis terbaik.  Sulitnya menilai ada / tidaknya disproporsi anak dan panggul.  Kematian perinatal meningkat 3-5 X dari persalinan let. Kepala.

Let. Lintang.  Faktor - faktor  Idem let.sungsang.  Diagnosa : a. Palpasi : FU rendah, uterus melebar dg bag bawah rahim kosong, terab bag besar di ka/ki uterus. b. Pem. Dalam  dapat teraba skapula, costae, lip. Ketiak/ lengan atas. c. Foto/USG.  Macam - macam letak lintang : Dorso ant/posterior, dorso sup/ inferior dg kepal dikanan/ kiri.  Denominator yang dipakai : Punggung/kepala, skapula/akromion.  Mekanisme Persalinan : 1. Rectificatio spontanea  versi menjadi let. Kepala. 2. Versio spontanea  Versi menjadi let. Sungsang. 3. Cunduplicatio corpore. 4. Evolotio spontanea  Modus Denman/Douglas.  Perjalanan let. Lintang pdu : 1. Pemb. Ost teri berlangsung lebih lambat dan tak dapat lengkap. 2. Ket. Dapat pecah lebih awal  prolaps tali pusat.

Let. Sungsang.  Etiologi, macamnya, mekanisme persalinan, cara pertolongan  lihat bab sebelumnya.  DX: Ax, palpasi, Auskultasi, pem. Dalam, foto/USG.  Prognosis :

24

3.

Pada janin Aterm, hdup, dan panggul normal bayi tak dapat lahir pervaginam.  Pengelolaan let. Lintang : 1. Waktu Hamil  bila syarat terpenuhi dan tidak ada KI  lakukan versi luar. 2. Waktu Partus : a. Versi luar  menjadi let. Kep/ sungsang. b. Versi dalam  menurunkan kaki. c. Versi dan Ekstraksi. d. Persalinan buatan : SC/ Embriotomi. e. partus spontan ( bila janin kecil /mati ).  Komplikasi persalinan let. Li : 1. Ibu  Pers. Lebih lama, ket. Pecah lebih awal, terjadi partus kasep/ruptura uteri. 2. Anak  Asfiksia/ kematian janin, trauma persalinan. 3.

Letak Defleksi.  Def kel let. Kepala dimana kep dalam defleksi.  Etiologi :  Primer  Kel leher dan tak dapat dikoreksi, misal struma congenital, higroma colli, kel vert. Servikal / lilitan tali pusat.  Sekunder : Terjadi pd proses persalinan pdu dapat dikoreksi misal : panggul sempit, multipara, anencephal.  Berdasar der. Defleksinya dibag : 1. Letak puncak.  Terjadi defleksi ringan shg UUB mrpk bag. Terendah.  Sering merupakan penempatan/ letak sementara.  Persalinan lebih lama.  Pem. Dalam tidak teraba UUK, dan sering dikacaukan POP. 2. Letak dahi.  Terjadi defl sedang shg dahi mrpk bag. Terendah.  Sering merupakan penempatan.  Normalnya letak dahi tak dapat lahir pervaginam, 30-40% dapat

menjadi let. Kepala/ muka shg dapat lahir pervag.  Pem. Dalam tak teraba dagu. 2. Letak muka :  Kepala dalam keadaan defleksi maksimal shg dagu / muka mrpk bag terendah.  DX: Teraba muka dan mulut yg mengisap, teraba proc alveolaris, teraba penonjolan tulang mrpk segitiga yi dagu dan kedua os zygomaticus.  Jalan persalinan  Lebih lama dan terjadi robekan perineum lebih luas, mento ant tak boleh pervag.  Pengelolaan : 1. Spontan pervaginam. 2. Extraksi forsep. 3. VE. 4. Koreksi dari mento post ant. 5. Koreksi konversi secara THORN  let. Kepala. 6. SC  Bila mento posterior. Prognosis : Peningkatan kematian perinatal, edema muka larynx/muka, partus lama, trauma akibat tindakan pertolongan. NB : Harus dibedakan pres. Bo dg muka  Anus dg mulut, prominensia zigomatikus dg tuberisitas ischii. Anus berada dalam garis lurus dg tub. Ischii sedangkan mulut dan tonjolan tl pipi membentuk segitiga. PRESENTASI RANGKAP.

 



25

Bila extr turun bersama bag terendah janin. Macam : kepala dan tangan/lengan/kaki, bo dan tangan / lengan. Pengelolaan : kep+tangan  exp/spt pervag, kep+ lengan  Reposisi, versi extr, FE / SC.

TALI PUSAT MENUMBUNG.

TP disamping/ lebih rendah dari bag terendah janin.  Ada 3 tingkatan : Occult, terkemuka dan prolaps funikuli.  Etiologi : ggn fiksasi dan akomodasi, TP panjang, ketuban pecah dg bag terendah tinggi, keluar cairan mendadak.  Usaha mencegah terjepitnya TP : Mendorong kepala keatas. mengisi VU + 200 cc. Tidur posisi Trendelenberg/Sim. Knee Chest position. VL ke letak sungsang. 

1. 2. 3. 4. 5.

DIAGNOSIS PRES. OKSIPUT.

u/ dx dg pemeriksaan abdomen menggunakan parasat Leopold.  Janin memasuki panggul dg posisi oksiput Transv. Kiri ( LOT ) sebanyak 40 % kasus dibanding ROT 20%.  U/ posisi LOT : L I.  fundus ditempati bokong. L II  Bid. Resisten punggung diraba pd ka. Pemeriksa, mudah dipalpasi mel pinggang ki. Ibu. L III  Negatif bila kepala sudah engaged. L IV  neg bila engaged, kalau belum tonjolan kep sebelah kanan. 

1. 2.

3. 4.

PARTUS LAMA :

Proses persalinan yg lamanya melebihi waktu yg ditentukan shg dapat mengakibatkan keadaan yang merugikan baik ibu maupun anaknya. Pengertian yg dipakai : 1. Berdasar lama persalinan ; a. Pers. Lebih dari 24 jam. b. Kala I > 20 jam ( Po ), > 14 jam ( Pm ). c. Kala II > 2jam ( Po ), > 1 jam ( Pm ).





Posisi ROT menghasilkan informasi serupa kecuali punggung janin dipinggang kanan ibu. Pd. Pem. Dalam SS menempati diameter trans ditengah atr simph dan sakrum.

POSISI OKSIPUT ANTERIOR.

2. a. b. c. d.

Berdasar pemanjangan kurva Friedman . Prolonged latent fase. Protracted active fase. Secondary arrest. Prolonged II st.

Diagnosa :  Partus lama : Berdasar waktu.  partus kasep : Partus lama disertai gx akibat lamanya partus , yi Dehidrasi, kelelahan, infeksi dan gawat janin. Penata laksanaan : Evaluasi 3 P  bila ada kelainan dan diperkirakan tak dapat lahir pervag SC. MEKANISME PERS. NORMAL PRES. OKSIPUT.

 

95 % janin dg pres. Oksiput / vertex. Kebanyakan kasus , vertex memasuki panggul dg SS melintang.



Pos. oksiput ant ( LOA/ROA ), kep janin memasuki panggul dg oksiput berputar 45 der. Keanterior dari posisi melintang selanjutnya baru berputar.

POSISI OKSIPUT POSTERIOR.

 

Insiden sekitar 20 % kasus, ROP lebih umum dibanding LOP. Pem. Dalam pos. ROP  UUK teraba berhadapan dg sinkondrosis sakro iliaka kanan dan UUB mengarah eminensia iliopektinea kiri.

GER. KARDINAL PERS. DG. PRES OKSIPUT.

1.

Engagement .  Diameter biparietal sbg diameter melintang terbesar melewati PAP. 2. Penurunan.  Pd. Nulipara engaged dapat terjadi sebelum onset persalinan, penurunan

26

3.

4.

5.

6. 7.

mungkin sp mulainya kala II. Sedang pd multipara penurunan biasanya mulai dg engaged.  Penurunan disebabkan o/ kekuatan : a. Tekanan cairan amnion. b. Tek. Langsung fundus pd bokong. c. Kontraksi otot abdomen. d. Ekstensi dan pelurusan badan janin. Fleksi.  Bila kep. Menemukan tahanan, biasanya kepal akan mglm fleksi dimana dagu mendekati dada janin shg diam. SOB menggantikan diam. Oksipito frontalis. Rotasi dalam.  yi. Pemutaran kepala scr perlahan dg menggerakkan oksiput dar pos. asalnya ke anterior menuju simph. Pubis / post ( sakrum ).  Rotasi dalam pdu tidak dikerjakan lagi setelah kepala mencapai setinggi spina ( engaged ). Ekstensi.  yi ger membawa dasar oksiput langsung menempel pd margo inferior simph. Pubis.  Saat kepala menekan lorong panggul ada 2 kekuatan yg bekerja, yakni pertama yg diberikan uterus bekerja lebih posterior, kedua yang diberikan tahanan lantai panggul dan simphisis  resultante kearah muara vulva. Rotasi luar.  Kepala yang dilahirkan mglm restitusi. Ekspulsi.

2.

Diferensial diagnosa kehamilan : 1. Mioma / kistoma ovarii. 2. Pseudocyesis. 3. Hematometra. 4. kandung kencing penuh. PANGGUL NORMAL.

A.

Bagian panggul. Berdasar fungsinya dibagi 2 bag : 1. Pelvis mayor/ false pelvis. Yi bagian diatas lin. Terminalis. 2. Pelvis minor / True pelvis, ini mempunyai peran besar thd proses persalinan. bagian ini dibentuk : a. Os. Coxae ( Ilium, Ischium, Pubis ) b. Os. Sacrum. c. Os. Cocygeus.

B.

UKURAN PANGGUL. Ada 2 cara pengukuran, yi : 1. Pengukuran panggul luar. ( UPL ) ini dg mgnk pita pengukur dan jangka martin. UPL tdd :  dist. Crystarum.  dist. Spinarum.  Conj. Ext. Boudeloque.  Lingk. Panggul.

POSISI OKSIPUT POSTERIOR.

 Sebagian besar persalinan terjadi sesuai pos oks tarns/ ant dg cara rotasi. ( sekitar 5-10 % tak terjadi ).  Bila rotasi tak sempurna  Tranverse arrest ), bila tetap di posterior  oksiput persistent post.

 meraba bag. Janin.  melihat bay. Janin. Tanda tidak pasti. a. Tanda mungkin.  Pembesaran perut/uterus.  perlunakan daerah cx dan CU.  Kontraksi yg ireguler.  Ballotemen dan hasil test pos. b. Tanda dugaan.  Amenorhoe.  Pembesaran payudara, hipertrofi/ hiperpigmentasi areola mamae, hipertrofi kel. Montgomery, pengeluaran kolostrum.  Malas, mual/tumpah.  Sering kencing.  warna kebiruan pd cx/ vagina.  Hiperpigmentasi/ striae kulit abdomen.

DIAGNOSE KEHAMILAN.

Tanda-tanda kehamilan dibagi : 1. Tanda pasti.  Merasakan ger. Janin.  mendengar djj.

27

 2.

Pengukuran Panggul dalam. ( UPD ), ini dapat dg rongent ( pelvimetri ) / pem. Dalam. UPD tdd :  Conj. Vera  Jarak tepi atas simp. Sp promontorium ( N 11,5 cm ).  Conj. Diagonalis  Jarak tepi bawah simph. Sp promontorium ( N : 13 cm ).  Diam. Transversa  jarak terjauh PAP arah melintang. ( N : 12,5 - 13 cm ).  Diam. Oblique  jarak atr sakroiliaka mel titik potong DT - CV, sp tepi panggul. N 13 cm.  Dist. Tuberum  Jarak tuber osis ischii ka-ki. N 10,5 cm .  Arcus Pubis  Sudut yg dibentuk kedua rami ossis pubis N 90 der.

3.

Bidang- bidang panggul : a. Bid. PAP : bidang mel lin. Terminalis, promontorium dan tepi atas simpisis. b. Bid. PBP : Mel. Tepi bawah simph, sp. Isciadika dan ujung os. Cocygeus. c. Bid. Terbesar : Bid mel tengah simph belakang, sakrum II-III dan pertengahan sp. Isciadika dan asetabulum. d. Bid. Tersempit : bid. Melalui sp. Isciadika dan bawah simph.

4.

Miring Panggul  bid panggul membentuk sudut 60 der. Bidang - bidang Hodge : I. Bid. Hodge I : Mel. Pintu atas panggul. II. Bid. Hodge II : Mel. Tepi bawah simpisis. III. Bid. Hodge III : Mel. Spina ischiadika. IV. Bid. Hodge IV : Mel. Ujung OS cocygeus.

5.

6.

Macam bentuk panggul : Gynecoid, android, anthropoid dan platypelloid.

Ukuran - ukuran janin : 1. Badan janin.



2.

Lebar bahu ( jarak kedua acromion ) + 12 cm, lingkaran bahu 32 cm. Lebar bokong ( Diameter intertrochaterica ) + 12 cm, lingkaran bokong 32 cm.

Tengkorak janin.  Tl. Tengkorak tdd : 2 os Parietalis, 1 os occipitalis, 2 os frontalis.  Sutura  Pertemuan masing masing tl. Tengkorak. ( sagitalis, coronaria, lambdoidea dan frontalis ).  Fontanella minor  bentuk segitiga mrpk pertemuan sutura lambdoidea dan sagitalis, fontanella mayor  bentuk segiempat dibentuk sutura coronaria, sagitalis dan frontalis.  Ukuran tengkorak janin :  Diam. Sub Occipito Bregmatika ( SOB ) + 9,5 cm. Lingkaran yg dibentuk 32 cm.  Diam. Fronto Occipitalis + 12cm, lingk yg dibentuk 34 cm.  Dim. Mento Occipitalis + 13 cm, lingk. Yg dibentuk 35 cm.  Diam. Submento Bregmatika + 9,5 cm, lingk yg dibentuk 32 cm.  Diam. Bitemporalis 9,5 cm.  Diam. Temporalis 8 cm.

PEMERIKSAAN WANITA HAMIL .

Tujuan : 1. Menentukan dx. Kehamilan. 2. menentukan let. Janin dalam rahim. 3. Menentukan adanya komplikasi kehamilan. 4. Menentukan prognose. 5. Pendidikan pd pasien mengenai kehamilan dan persalinan. Cara pemeriksaan wanita secara lengkap dan teratur  dapat menemukan gejala selengkap mungkin. Pemeriksaan wanita hamil yg lengkap tdd : 1. Anamnesa : a. Keluhan. b. Ax. Sosial. c. Ax. Keluarga.

28

d. e. f. 2.

3.

4.

Ax. Medik. Ax. Haid. Ax. Kebidanan.

Pem. Umum: a. Mengukur TB + BB. b. Memeriksa jantung, paru, tek. Darah. c. Memeriksa reflek lutut dan edema tungkai. Pemeriksaan khusus : a. Inspeksi. b. Palpasi. c. Auskultasi. d. Pem. Dalam. e. Pem. Panggul. Pemeriksaan laboratorium.

Kesimpulan pemeriksaan wanita hamil : 1. Apakah benar hamil. 2. Apakah nulligravida/multi. 3. Berapa usia kehamilan. 4. Apakah janin hidup. 5. Apakah hamil kembar. 6. bagaimana letak janin. 7. Apakah kehamilan tersebut Intra/ extrauterin. 8. Bagaimana keadaan panggul. 9. Adakah penyulit kebidanan. 10. Adakah penyulit non obstetrik.

FISIOLOGI PERSALINAN. Persalinan : Definisi : Suatu peristiwa dimana hasil konsepsi dg janin viabel dikelurkan dari rahim kedunia luar mel jalan lahir. Teori terjadinya persalinan : 1. Teori progesteron. 2. Teori oxitosin. 3. Teori regangan rahim

HIS : dalah kontraksi rahim yg tersa nyeri dan dapat menimbulkan pembukaan serviks. His yg Efektif : 1. Dominasi kontraksi pd fundus uteri. 2. berlangsungnya secara synchron harmonis. 3. Intensitas kontraksinya maksimal. 4. Ada fase relaksasi yg maksimal. 5. iramanya teratur dan makin sering. 6. lama his 45-60 detik.

dan

Pengaruh His : 1. Terhadap ibu : TD meningkat. 2. Terhadap janin :  Detik jantung janin menurun.  Penurunan ( desensus ). 3. Terhadap rahim.  Dinding CU menebal.  Istmus uteri teregang dan menipis.  Canalis servikalis  dilatasi dan effacement. SHOW adalah keluarnya darah bercampur lendir dari vagina, disebabkan rebeknya PD servik saat terbuka. DILATASI DAN EFFACEMENT.  Dilatasi  terbukanya can. Servikalis secara berangsur angsur akibat his.  effacement  Pendataran/ pemendekan can. Servikalis semula panjangnya 1-2 cm menjadi setipis kertas.  pada primigravida terjadi penipisan terlebih dahulu daripada dilatasi, sedang pada multigravida effasement bersamaan dg dilatasi. Kala persalinan : Waktu yg dibutuhkan untuk peristiwa persalinan, ini terbagi atas : 1. Kala I : kala pembukaan  mulai td inpartu sp pembukaan lengkap.

tanda proses persalinan ( onset partus ): 1. Adanya his. 2. Show. 3. Dilatasi dan effacement serviks.

29

2. Kala II : kala pengeluaran  mulai pembukaan lengkap serviks sp kelahiran janin. 3. Kala III : kala uri  antara kelahiran janin sp plasenta lahir. 4. Kala IV : paska persalinan dini  plasenta lahir sp 2 jam sesudahnya.



Ad I: Kecepatan pembukaan servik mempunyai pola tertentu, Emanuel Friedman menggambarkan dalam suatu gravik S Curve Friedman.  Menurut gravik tersebut kala I terbagi atas 2 fase yi : 1. fase latent : mulai inpartu sp pembukaan servik 3 cm. ( 8,5 jam ). 2. fase aktif : antara pembukaan 3 cm sp pembukaan lengkap, ini tdd : a. fase akselerasi : antara pembukaan cx 3-4 cm. ( 2 jam ) b. fase dilatasi maksimal : antara pembukaan 4-9 cm. ( 2 jam ). c. Fase deselerasi : antara pembukaan 9 cm sp pembukaan lengkap. ( 2 jam ).  Menurut Friedman : pembukaan serviks rata rata pada fase aktif  primigravida 1,3 cm/jam, sedang multigravida 1,5 cm/jam. 

c.

1. 2.

Mekanisme lahirnya plasenta terbagi atas 2 tahap : fase separasi : yi lepasnya plasenta dari insersinya. Ada 2 cara pelepasan plasenta :  Secara Shultze : lepasnya plasenta dari tengah.  Secara Duncan : lepasnya plasenta dari tepi. fase expulsi : tahap kelahiran plasenta.



1.

PIMPINAN PERSALINAN : a. Pada kala I :  hal yg perlu diobservasi selama kala I : His, DJJ, penurunan kepala dan adanya lingk bandl. b.

Pada kala III :  Cara mengetahui plasenta sudah lepas : 1. Inspeksi : Uterus berbentuk globuler, tampak darah mengalir keluar, uterus terdorong keatas dan tali pusat menjulur keluar. 2. Palpasi : a. Tanda Strassman : caranya talipusat diregangkan, FU diketok bila terasa getaran  TP belum lepas. b. Tanda Klein : caranya mendorong FU kebawah, kemudian dilepaskan. c. Tanda Kusner : caranya taipusat diregangkan, daerah sumpra simpiser ditekan.  Cara melahirkan plasenta : Ibu disuruh mengejan. Cara ekspresi plasenta, caranya saat uterus kontraksi FU didorong kebawah dan talipusat ditarik ringan. 3. Cara Calkins, FU dimassage ringan dan didorong kebawah bersamaan dg tarikan TP. 4. Cara Brandt Andrew, canalis servikalis dipegang antara ibu jari dan jari jari lain tangan kiri, kemudian diurut kearah fundus, sedang tangan kanan menarik talipusat sp plasenta lahir.

Ad 3.

1.

Dibagi menjadi 4 tahap : 1. Memimpin persalinan lahirnya kepala. 2. Memimpin persalinan lahirnya bahu. 3. Memimpin persalinan lahirnya badan. 4. Memotong dan mengikat tali pusat.



Pada kala II :

30

Lamanya kala III kurang lebih 15 menit, apabila plasenta tak lahir > 30 menit  Retensio plasenta.



d.

Plasenta yg lahir perlu diperiksa, al: jumlah kotyledon lengkap/tidak, pada pars maternal terdapat perkapuran/tidak, robekan selaput amnion ditepi/ ditengah, berapa diameter/berat plasenta, panjang dan insersi talipusat. Pada kala IV :  Perlu diperiksa apakah ada robekanjalan lahir, bila ada segera di repair, bila kandung seni penuh harus dikosongkan.  Pengamatan kala IV :  Bagaimana kontraksi dan tinggi uterus, apakah ada perdarahan profose pervaginam, ukur tekanan darah ( tiap 15 men ).  Setelah pengamatan 2 jam penderita dapat dipindah dari kamar bersalin.

KALA NIFAS Adalah waktu sejak plasenta lahir sp genitalia interna /eksterna kembali ke keadaan sebelum hamil. Perubahan perubahan pada kala nifas : 1. Uterus.  Setelah plasenta lahir yterus setinggi 2 jari B pusat, uterus semakin lama mengecil ( involusio ), pada hr ke 12 uterus tak dapat diraba lagi dari luar. Uterus kembali keukuran semula kira kira 6-8 mgg. 2. Serviks.  Hari ke 3 serviks masih terbuka dan dapat dilalui 2 jari dan minggu ke 4 can servikalis takdapat dilalui jari lagi. 3. Endometrium. 4. Vagina.  Robekan hymen waktu partus berubah menjadi jaringan parut yang disebut Carunculae himenalis. 5. Dinding abdomen.  Dinding abdomen kencang kembali setelah 6 mgg. 6. Laktasi. Aspek klinis kala nifas.

1. 2. 3. 4. 5.

6. 7.

Post partum chill. segera setelah lahir bayi ibu gemetar dan menggigil. Suhu. pdu suhu meningkat setelah partus dan kembali normal setelah 24 jam. Nadi.  setelah persalinan nadi menurun 60-70 x/men. His pengiring. Lochia.  Rubra : Hari ke 1 - 2.  Sanguinolenta ( cairan lendir campur darah ) : Hari ke 3-4.  Serosa ( cairan kuning agak jernih ) : Hari ke 7.  Alba ( cairan jernih tak berwarna ) : minggu ke 2. Urine.  terjadi diuresis hr 2-5. Penurunan berat badan.

FEBRIS PUERPURALIS Definisi : Infeksi genital masa nifas ditandai dg meningkatnya suhu > 38 derajat, terjadi 2 hari berturut turut, 10 hari pertama pasca persalinan kecuali 24 jam pertama. Faktor predisposisi : 1. Partus lama. 2. KPP. 3. PPTO. 4. Plasenta manual. 5. Infeksi intra uterin. 6. Anamia. 7. Pertolongan persalinan yg tak steril. Diagnosis : Febris, nadi cepat, nyeri perut bawah, Subinvolusio uteri, adanya lokhia berbau dan nyeri pd perabaan uterus/parametrium. Laboratorium : Darah lengkap, kultur, USG jika dicurigai abses. Terapi : 1. Antibiotika spektrum luas. 2. Bila tidak terjadi perbaikan setelah 72 jam, pikirkan thrombophlebitis/ abses pelvik, dan emboli pelvik.

31

3.

4.

Jika abses dilakukan insisi dan drainase, jika uterus terlibat dan merupakan fokus infeksi maka perlu dilakukan hysterektomi. Jika terjad sepsis maka tindakan sesuai protokol sepsis.

RUPTURA PERINEI Tingkat I : Mulai lecet sp robekan yg mengenai : Fourchet, kulit perineum dan mukosa vagina. Diberikan jod/mercurochrom/ bila perlu dijahit. Tingkat II : Mengenai m. levator ani. Harus dijahit, 1 atau 2 lapis memakai chromic catgut. Tingkat III : Mengenai m. sphincter ani eksternus. Penjahitan dilakukan dengan hati hati ok yg terkena otot sphincter ani.

KEHAMILAN LEWAT WAKTU DEF : KEHAMILAN YANG BERLANGSUNG SELAMA 42 MGG/ LEBIH SEJAK AWAL PERIODE HAID YANG DIIKUTI OLEH OVULASI 2 MGG KEMUDIAN.

1. 2. 3. 4.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS.  PEM ULTRASONIK PENTING UTK MENILAI KEL CONG, PRES JANIN, TAKSIRAN BERAT JANIN, KONDISI PLASENTA DAN VOL CAIRAN AMNION.  PENILAIAN JANIN. a. USG ( MENILAI DER KEMATANGAN PLASENTA DAN JUMLAH CAIRAN AMNION , KANTUNG AMNION KURANG DARI 2 CM DAN INDEKS CAIRAN AMNION KURANG 5 CM MRPK INDIKASI MENGAKHIRI KEHAMILAN ) b. PENAMPILAN DENYUT JANTUNG DG NST ( 2X/ MGG ) DAN CST ( 1X/MGG, BILA HASILNYA POS MRPK INDIKASI MENGAKHIRI KEHAMILAN, BILA TES MENCURIGAKAN ULANG 24 JAM KEMUDIAN ) c. MENILAI KEMATANGAN SERVIKS. PENATALAKSANAAN. BILA DIPASTIKAN USIA KEHAMILAN LEBIH 41 MGG MAKA : A. BILA SKOR BISHOP > 6 .  INDUKSI PERSALINAN BILA JANIN TAK BESAR.  SEKSIO SESARIA BILA JANIN BESAR. B.

ETIOLOGI ; SEBAGIAN DIKAITKAN DG : 1. AN ENSEPHALUS. 2. HIPOPLASIA ADRENAL JANIN. 3. TIDAK ADANYA KEL HYPOFISE. 4. DEF SULFATASE PLASENTA. 5. KEHAMILAN EKSTRA UTERI.  





KEHAMILAN POSTTERM SCR UMUM DIDAPATKAN GAMBARAN PENURUNAN KADAR ESTROGEN. PD KASUS INSUFISIENSI HYPOFISE/ ADRENAL JANIN , HORMON PREKURSOR ( DIHIDROISO ANDROSTERON SULFAT) DISEKRESIKAN DALAM JUMLAH YANG TIDAK ADEKUAT. SULFATASE PLASENTA BERFUNGSI MEMECAH SULFAT DARI DHAS DARI ANDROGEN MENJADI ESTRADIOL DAN ESTRIOL. JANIN MEMICU PERS MELALUI … PEMECAHAN ARAKIDONAT DARI SENY FOSFATIDILINOSITOL DAN FOSFATIDIL ETANOLAMIN , SEHINGGA TERSEDIA BAGI KONVERSI MENJADI PG E2 DAN PG E2A. HAL INI MENSTIMULASI PENIPISAN CX DAN KONTRAKSI RITMIK.

EFEK PD JANIN :

BESAR MENURUT USIA GESTASIONAL. DISPROPORSI CEPHALO PELVIK. OLIGOHIDRAMNION ( KOMPRESI TALI PUSAT ) RETARDASI PERTUMBUHAN.

BILA SKOR BISHOP <6.  DILAKUKAN NST DAN PENILAIAN CAIRAN KETUBAN , BILA NORMAL KEHAMILAN DAPAT BERLANJUT DAN PENILAIAN SEMINGGU 2X .  BILA ADA OLIGOHYDRAMNION DAN DIJUMPAI VAR DESELERASI PD NST  INDUKSI PERS.  BILA AMNION NORMAL DAN NST TAK REAKTIF , DILAKUKAN CST BILA POS KEHAMILAN SEGERA DIAKHIRI , BILA NEG PENILAIAN DILAKUKAN 3 HARI LAGI.  SETIAP KUNJUNGAN PASIEN PERLU DINILAI SKOR PELVIK, KEHAMILAN SEGERA DIAKHIRI BILA CX MATANG.  SEMUA KEHAMILAN DIAKHIRI BILA KEHAMILAN MENCAPAI 44 MGG..  KEHAMILAN LEWAT WAKTU DG KOMPLIKASI , KEHAMILANNYA HARUS DIAKHIRI.

KEHAMILAN DENGAN PENY JANTUNG. KLASIFIKASI KLINIS YANG DGNK BERDASAR THE NEWYORK HEARY ASSOCIATION, SBB : A. KLASS I : PEND DG PENY JANTUNG DAN TANPA PEMBATASAN PD AKTIFITAS FISIKNYA. B. KLASS II : PEND DG PENY JANTUNG DAN SEDIKIT PEMBATASAN PD AKTIFITAS FISIKNYA.

32

C. D.

KLASS III : PEND DG PENY JANTUNG DAN KETERBATASAN AKTIFITAS FISIK. KLASS IV : PEND DG PENY JANTUNG DAN KETIDAKMAMPUAN UTK MELAKUKAN SETIAP PEKERJAAN FISIK TANPA RASA TIDAK ENAK.

KRITERIA / DIAGNOSE PENY JANTUNG DG KHML ( BURWEL DAN METCALFE ) BILA TERDAPAT 1 DARI 4 GEJALA, SBB : 1. BISING JANTUNG. 2. PEMBESARAN JANTUNG YG NYATA. 3. BISING SISTOLIK GR III / IV. 4. ARITMIA. SECARA SISTEMATIS UNTUK MENEGAKKAN DIAGNOSE KEGAGALAN JANTUNG KONGESTIF DIKET DG ADANYA : 1. RIWAYAT PENY SEBELUMNYA. 2. KEL SUBY ; MIS SESAK, BATUK, NAFAS PENDEK DLL. 3. DATA OBY : MISAL , NADI YANG MENINGKAT, EDEMA, SIANOSIS, PENINGKATAN JVP DAN PENINGKATAN BB YG BERLEBIHAN. 4. PEMERIKSAAN JANTUNG : BISING JANTUNG ( DIAST, SIST/ KONTINU ) , ARIMIA ATAU PEMBESARAN JANTUNG. 5. PEM PARU DAN ABDOMEN 6. PEM TAMBHAN : ECG, FOTO THORAX DAN ECHOCARDIOGRAPHY. 

PERLU DIKET BAHWA PERJALANAN PENY INI SCR GRADUAL / BERTAHAP MULA MULA ADANYA RONKHI YG PERSISTEN DI BASIS PULMONER BIASANYA DISERTAI BATUK , ADANYA SESAK DAN HEMOPTISIS MENUNJUKKAN GAGAL JANTUNG YG SERIUS.

TATA LAKSANA SECARA UMUM PD PEND INI, SBB : 1. CEGAH PENAMBAHAN BB YG BERLEBIHAN. 2. RETENSI Na YANG ABNORMAL. 3. ANEMIA. 4. HIPERTENSI. 5. INFEKSI. PENATA LAKSANAAN PEND DC Gr I DAN II :  KURANG LEBIH 39 % MGLM KEGAGALAN JANTUNG YANG NYATA STL MGLM KEL FUNGSIONAL JANTUNG Gr I PD AWAL KEHAMILANNYA.  MORBIDIITAS MATERNAL SEKITAR 0,4 %.  PD GOL INI PEND BOLEH HAMIL, TETAPI PERLU PENGAWASAN PD MASA HAMIL DAN NIFAS.  TIRAH BARING 10 JAM PD MALAM HARI DAN ½ SETELAH MAKAN.  HINDARI PEKERJAAN YANG BERAT DAN MAKAN BANYAK Na.  KENAIKAN BB TIDAK BOLEH LEBIH DARI 12 KG.  PD DASARNYA HINDARI PEKERJAAN YG TIDAK PERLU DAN HARUS ISTIRAHAT SEBANYAK MUNGKIN DAN INFEKSI. PERAWATAN DI RUMAH SAKIT :

 

PERAWATAN DI RS PD PX Gr II LAZIM DILAKUKAN. PERSALINAN DAPAT PERVAG, PERS PERABD HANYA ATAS INDIKASI OBSTETRI.

PERSALINAN.  UPAYA MENGURANGI RASA NYERI DAN KECEMASAN PD IBU MERUPAKAN TINDAKAN PENTING SELAMA PERSALINAN.  SELAMA PERS DIUPAYAKAN POSISI ½ BERBARING,  PENGUKURAN NADI DAN RR SETIAP 10-15 MENIT SEKALI ( N >100 / RR > 24  GX DC )  TX MEDIS YG PERLU : MORPHIN, DIURETIKA, DIGITALIS DAN O2.  KEJADIAN SERING MRPK PENCETUS DC ADALAH HT ( TX HYDRALAZIN BER FX MENURUNKAN AFTERLOAD ) DAN HATI HATI JUGA KEADAAN HYPOTENSI. MASA NIFAS .  WANITA YANG TIDAK MENUNJUKKAN TD GGN JANTUNG SELAMA KEHAMILAN DAN PERSALINAN KADANG MGLM DC SETELAH BAYI DILAHIRKAN.  INFEKSI, PERDARAHANDAN TROMBOEMBOLI MRPK KOMPLIKASI SERIUS PD PX POST PARTUS. TATA LAKSANA PX DC GrIII . PD PX GAGAL JANTUNG Gr III SERING TERJADI GAGAL JANTUNG SELAMA HAMIL KEC ADA INDAKAN PREVENSI .  TINDAKAN ABORTUS TERAPEUTIK PERLU KITA PIKIRKAN PD PX INI , KECUALI PX BISA DIRAWAT SELAMA KEHAMILANNYA DI RS.  PERSALINAN DLKK PER VAGINAM.

TATA LAKSANA KEL JANTUNG KLASS IV.  

PENANGANAN LEBIH BERSIFAT MEDIS ATAU INTERNIS DRPD OBSTETRI. TUJ PRIMER ADALAH PERBAIKI KEADAAN DC NYA DG DEMIKIAN DAPAT TERLAKSANA PERSALINAN JANIN YG AMAN. FAI

DIABETUS MELLITUS EFEK KEHAMILAN PD DM : PERUBAHAN FISIOLOGIS WANITA HAMIL DAPAT MENGGANGGU KERJA INSULIN, ANTAGONISME INSULIN SELAMA KEHAMILAN MERUPAKAN AKIBAT KERJA LAKTOGEN PLASENTA DAN KERJA H ESTR , PROG , JUGA INSULINASE PLASENTA TURUT MENIMBULKAN EFEK DIABETOGENITAS.

33

EFEK DM THD KEHAMILAN : 1. KECENDERUNGAN PE & EKL MENINGKAT. 2. KEMUNGKINAN INF SERING DAN TAMBAH BERAT. 3. JANIN BERUKURAN LEBIH BESAR SHG MENIMBULKAN CEDERA BAIK JANIN MAUPUN IBU, DISTOSIA DAN SC RATE MENINGKAT. 4. HYDRAMNION SERING TERJADI. 5. PERDARAHAN OBSTR. 6. KEMATIAN JANIN DL RAHIM. PRINSIP TATA LAKSANA 1. METAB KH YANG ABNORMAL HARUS DITEMUKAN DAN DITENTUKAN DG TEPAT. 2. WANITA HAMIL DG DM YG NYATA HARUS DIRAWAT DI RS SEPANJANG KEHAMILANNYA. 3. PENGENDALIAN GLIKEMIA MATERNAL MENENTUKAN HASIL AKHIR KEHAMILAN. 4. BAYI YANG BARU LAHIR HARUS DIRAWAT OLEH ORANG YG AHLI. KLASIFIKASI DM BERDASAR AMERICAN COLLEGE OF OBSTETRICANS AND GYNECOLOGIST / MODIF WHITE :

KLAS

USIA TIMB UL

LAMA

PENY VASK

TX

A

setiap usia >20 10-19 <10

tak tentu < 10 10-19 > 20

-

Diet Insulin Insulin Insulin

setiap usia setiap usia setiap usia

tak tentu tak tentu tak tentu

Retino pati Nefro pati prolif -ret peny jantung

B C D F R H

insulin Insulin insulin

DM GESTASIONAL WANITA HAMIL DG INTOLERANSI GLUK POST PRANDIAL TETAPI EUGLIKEMIA DALAM KEADAAN PUASA. K RITERI DIAGNOSE DM GESTASIONAL. KLASS

KD PUASA

GULA

AI

< 100 MG %

A2

> 105 MG %

SKRINING :

POST PRANDI AL < 120 MG % > 120 MG %

TOLERANSI GLUK ORAL 50 GR PD USIA KEHAMILAN 2830 MGG TANPA MEMPERHATIKAN WAKTU/ MAKAN  KADAR GLUK DARAH > 130 MG % , PLASMA I JAM > 140 MG%

KRITERIA DIAGNOSE DIABETUS GESTASONAL TEST BEBAN 100 MG%, SBB : SAAT PGKR PUASA I JAM 2 JAM 3 JAM

KD DLM DARAH 90 165 145 125

DG

KD DLM PLASMA 105 190 165 145

THE AMERICAN COLLEGE OF OBTR AND GYN MEREKOMENDASI SKRINING WANITA RESIKO TINGGI , SBB : 1. WANITA HAMIL U > 30 Th 2. RIWAYAT DM DALAM KELUARGA. 3. RIWAYAT BAYI MAKROSOMIA. 4. MALFORMASI KONGENITAL. 5. LAHIR MATI SEBELUMNYA. 6. OBESITAS. 7. HT DAN GLUKOSURIA. NB : OBAT GOL b MIMETIK MENGGANGGU TOLERANSI KH.

EFEK MERUGIKAN :  PERS YANG SULIT AKIBAT MAKROSEMIA DG MORBIDITAS NEONATAL AKIBAT TRAUMA LAHIR.  PERLU DIKET BAHWA WANITA HAMIL DG KADAR GLUK PUASA NORMAL, TETAPI DG GTG ABNORMAL PD KHML DINI DAPAT MENIMBULKAN DM YG NYATA PD KEHAMILAN LANJUT. PENATA LAKSANAAN :  WANITA HAMIL DG HYPERGLIKEMIA PUASA YANG MENETAP TETAPI HASIL GTG ORAL YANG ABNORMAL DIOBATI DG DIET SAJA.  DIET YANG DIANJURKAN 30-35 KAL / KG BB.  PDU GOL INI TIDAK PERLU INSULIN DAN TANPA ADA INDIKASI , WANITA INI DIBIARKAN MELAHIRKAN PD UK ATERM.  INDUKSI PERS > 40 MGG SEKALIPUN IDEAL TAK DILAKUKAN KEC PD CX YG MATANG. AKIBAT PD POST PARTUS  ¼ WANITA MENDERITA DM GESTASIONAL TANPA EUGLIKEMIA PUASA, DM DITEMUKAN MENETAP SELAM 1 Th DAN 15 % MENGALAMI GLUK TOLERANSI YANG ABNORMAL.

34



50% DARI DM GESTASIONAL AKAN MENGALAMI DM NYATA JIKA HYPERGLIKEMIA PUASA DITEMUKAN SELAMA KEHAMILAN , PENY DM CENDERUNG MENETAP SETELAH MELAHIRKAN.

DIABETUS MELLITUS YANG NYATA. KRITERIA DX : DITEMUKAN HYPERGLIKEMIA NUCHTER PD 2X PEMERIKSAAN / LEBIH , DIMANA KADAR PLASMA > 105 MG % MORTALITAS PERINATAL DAN MATERNAL :  TERJADI PENIGKATAN INSIDEN 3X LIPAT MALFORMASI CONG ( KEL JANTUNG YANG TERSERING , DEFEK TUBA NEURALIS ) , HYPOGLIKEMIA,HYPOKALSEMIA,HYPERBILIRUBIN EMIA DAN GGN RESP IDIOPATIK MERUPAKAN KOMPLIKASI SERIUS YG SERING PD PERIODE BAYI BARU LAHIR.  MORTALITAS MATERNAL MENINGKAT 10 X LIPAT DIBANDING POP KX YANG SERING DISEBABKAN KETOASIDOSIS, PREEKLAMPSIA, HT, PIELONEFRITIS, KOMA DIABETUS, CARDIAC KX DAN EMBOLISM. PERAWATAN ANTENATAL :  UNTUK STABILISASI GULA DARAH RAWAT PX PD USIA KEHAMILAN > 34 MGG ( IDDM NST TIAP HARI, SEDANG NIDDM TIAP 1 MGG, PDU NIDDM DAPAT RAWAT JALAN ).  IDEALNYA KADAR GLUK MATERNAL HARUS DIPERTAHANKAN SEDEKAT MUNGKIN DG KADAR GLUK DARAH NORMAL ( 1 JAM PP < 140 MG % ).  USG DIPERLUKAN UTK KONFIRMASI USIA KHML/ ADANYA MALFORMASI, MAKROSEMIA ATAU RETARDASI PERTUMBUHAN ( PD PX DG KEL VASK ).  CTG ( NST / CST ).  GER JANIN  SUBY : NORMAL > 10 / 12 JAM.  BILA PERLU DILAKUKAN TEST KEMATANGAN PARU.  INFEKSI TR URIN/ RESP DAPAT MENCETUSKAN TERJADINYA KETOASIDOSIS YANG TAK DAPAT DITOLERIR JANIN, BEGITU JUGA NAUEA DAN VOMITUS DAPAT  HYPERINSULINISME. PENENTUAN SAAT PERSALINAN  PERSALINAN DIRENCANAKAN SETELAH USIA 38 MGG TERLEWATI, SEBELUM SAAT ITU DIANGGAP TIDAK MENGHADAPI ANCAMAN BAHAYA SERIUS SELAMA PERTUMBUHANNYA MASIH BERLANGSUNG DG BAIK DAN TIDAK KX LAIN, MIS HT DAN HYDRAMNION.  DIANJURKAN UTK PEMERIKSAAN TEST NONSTREST SECARA SERIAL SETIAP MGG SEKALI DIMULAI MGG 28-30 , BILA DIDAPATKAN HASIL YG NON REAKTIF DILANJUTKAN DG PEMERIKSAAN CST.  PD PX IDDM PERS SECARA ELEKTIF USIA KEHAMILAN 38-39 MGG, SEDANG NIDDM DITERMINASI BILA ADA INDIKASI OBSTR.

NB ; AKHIRI PERS JIKA ADA PE, ASIDOSIS DAN BILA GLUK DARAH TAK TERKENDALI. METODE PERSALINAN .  WANITA HAMIL DM KLASS A & B SEKSIO SESARIA SERING DILAKUKAN UTK MENGHINDARI PERS TRAUMATIS.  INDUKSI PERS DIUPAYAKAN APABILA MEMENUHI KRITERIA SBB : 1. JANIN TAK TERLALU BESAR / PANGGUL TAK SEMPIT. 2. PARITASNYA TIDAK TINGGI. 3. CX LUNAK, PENIPISAN DAN DILAT CUKUP. 4. JANIN PRES VERTEX SUDAH TERFIKSASI DALAM RNGGA PANGGUL. 



PENTING DIPERHATIKAN PEMBERIAN INSULIN KERJA LAMA DIKURANGI ATAU DIHENTIKAN SAAT MELAHIRKAN. PANTAU KADAR GLUK DARAH DAN KESEJAHTERAAN JANIN DG CTG.

KONTRASEPSI.  KONTRASEPSI ORAL ESTR - PROG DAN IUD DAPAT MERUPAKAN KONTRA INDIKASI WANITA PEND DM NYATA YANG TIDAK HAMIL.  PENGGUNAAN ORAL KONTRASEPSI MEMPERBERAT PENY VASK YANG TELAH ADA PD PX DIABETUS NYATA DAN IUD DAPAT MENINGKATKAN RESIKO INFEKSI PANGGUL.  METODE RINTANGAN MERUPAKAN PILIHAN TERBAIK , DIIKUTI STERLISASI BILA PX TIDAK MENGINGINKAN ANAK. FAI

PREMATUR  

BAYI PREM ADALAH BAYI YANG DILAHIRKAN PD KEHAMILAN 37 MGG / KURANG. ISTILAH PRETERM/ POSTTERM MENYATAKAN UTK USIA , SEDANG MATURITAS ( PREMATUR/POST MATUR ) UTK MENYATAKAN FUNGSI.

PERSALINAN PREMATUR .  ADA BEBERAPA KEADAAN / PREDISPOSISI TERJADINYA PERS PREMATUR , AL :

4.

35

1. RUPTURA SEL KETUBAN. 2. INFEKSI CAIAN KETUBAN. 3. ANOMALI HASIL PEMBUAHAN. PERS PRETERM SEBELUMNYA/ ABORTUS LANJUT. 5. UTERUS OVER DISTENSI. 6. KEMATIAN JANIN.

7. 8. 9. 10. 11. 12.  1. 2. 3.

INCOMPETENSIA CX ANOMALI UTERUS. PRESENTASI YANG SALAH. RETENSIO IUD. KEL/ PENY MATERNAL YANG SERIUS. SEBAB - SEBAB YG TAK DIKET.

ARIAS DAN TONIC, MELAPORKAN SEBAB PERS PREMATUR : KET PECAH DINI. PERSALINAN PRETERM. KOMPLIKASI MATERNAL, MISAL : HT, MALFORMASI KONG, SOL PLAS, PLAS PREVIA DAN KEHAMILAN MULTIFETUS.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI  STEPTOCOCC GROUB b , MIKOPLASMA, KLAMIDIA, TRICHOMONAS VAG , Sp BACTERYODES DAN JAMUR, DIDUGA MEMPUNYAI KAITAN DG KEJADIAN KELAHIRAN PREMATUR.  AKTIFASI ENZ FOSFOLIPASE A2 YANG MENGURAIKAN ASAM ARAKIDONAT DALAM MEMBRAN JANIN SEHINGGA MEMBEBASKAN AS ARAKIDONAT YANG TERSEDIA UNTUK SINTESIS PROSTAGLANDIN.  MO YANG MEMPRODUKSI ENZ FOSFOLIPASE A2 MEMPUNYAI POTENSI MEMULAI PERS PRETERM.  ENDOTOKSIN DALAM CAIRAN AMNION DAPAT MENSTIMULASI SEL DESIDUA UTK MEMPRODUKSI SITOKIN SERTA PROSTAGLANDIN  MEMULAI PROSES PERSALINAN.  BERDASAR HAL TSB DIATAS MAKA PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA ( ERYTROMISIN ) YANG DIBERIKAN SESUDAH PERTENGAHAN KEHAMILAN AKAN MENCEGAH PERSALINAN PRETERM.

HERRON et all MEMBUAT KRITERIA YI KONTRAKSI UTERUS YANG TERJADI PD UK 20-37 MGG INTERVAL ANTARA KONTRAKSI 5-8 MEN DISERTAI SATU / LEBIH KEADAAN BERIKUT INI : 1. PERUBAHAN PROGRESIF PD CX. 2. DILATASI CX 2 CM / >. 3. PENIPISAN CX 80 % ATAU LEBIH. METODE YANG DIGUNAKAN PRETERM , ANTARA LAIN : 1. 2. 3.

PREMATUR RUPTUR MEMBRAN DEF : KET PECAH SEBELUM AWAL PERSALINAN, TANPA MEMANDANG USIA KEHAMILAN.  

ISTILAH RUPTURE MEMBRAN PRETERM, YI KET PECAH SEBELUM USIA KEHAMILAN 38 MGG. KEADAAN INI BIASANYA BERKAITAN DG KEADAAN OBSTR YANG LAIN , MIS : KEHAMILAN MULTI FETUS, PRES BO, CHORIO AMNITIS DAN GAWAT JANIN. 2.

GARITE et all ( 1981,87 ) , INTERVENSI AKTIF TIDAK MEMPERBAIKI HASIL AKHIR PERINATAL DAN DAPAT MEMPERBURUK KOMPLIKASI TERTENTU YANG BERHUBUNGAN DG INF. DIAGNOSE PERS PRETERM :

36

PERS

TIRAH BARING. MGSO4 , DOSIS 4 GR ( IV ) , DILANJUTKAN 2 GR / JAM  HENTI KONTRAKSI. PREP AGONIS b ADRENERGIK  RES ADRENERGIK PD PERM LUAR MEMBRAN SEL OTOT POLOS TEMPAT AGONIS SPES DAPAT TERANGKAI DENGANNYA. ENZ ADENILSIKLASE DALAM MEMBRAN SEL DIAKTIFKAN OLEH PERANGKAIAN SEBUAH AGONIS DG RESEPTOR.  ADENIL SIKLASE MENINGKATKAN KONVERSI ATP - AMP MONO SIKLIS SEHINGGA MEMICU REAKSI SEHINGGA MENURUNKAN KONSENTERASI ION CA INTRASEL DG DEMIKIAN MENCEGAH AKTIFASI PROT KONTRAKTIL.  ADA 2 RES b ADRENERGIK ,YI : b1 YANG DOMINAN THD OTOT JANTUNG DAN INTEST, b2 DOMINAN THD MIOMETRIUM, PEM DARAH DAN BRONCHUS.  EFEK SAMPING GOL INI ,AL : TAKICARDIA, ANSIETAS, HYPOTENSI, RASA TERTEKAN PD DADA, DPR SEGMEN ST, EDEMA PULMONER, SEDANGKAN EFEK METABOLIK YANG MUNGKIN TIMBUL AL; HYPOGLIKEMIA, HYPERINSULINISME, HYPO KALEMIA, ASIDOSIS LAKTAT DAN KETO ASIDOSIS. OBAT- OBATAN GOL INI ,YAITU : 1.

PENATALAKSANAAN 1. NON INTERVENSI/ PENANGANAN MENUNGGU. 2. INTERVENSI, MENYANGKUT TX KORTIKOSTEROID DENGAN ATAU TIDAK MENGGUNAKAN TOKOLITIK.

MENGHENTIKAN

ISOKSUPRIN.  DIBERIKAN DG INF KEC 0,25 -0,5 MG /MEN ( 1,5 - 3 CC ) , DAPAT DINAIKKAN SP 1 MG/MEN.  2 JAM SETELAH KONTRAKSI HILANG DAPAT DIBERIKAN 10 MG / 3-6 JAM IM SELAMA 12-24 JAM. SELANJUTNYA DAPAT DIBERI ORAL 10 -20 MG / 6 JAM SELAMA 3 HARI. RITODRIN.  DOSIS YG DIBERIKAN 50-100 MIKRO GR /MEN , TETESANNYA DAPAT DITAMBAH 50 MIKRO GR TIAP 10-15 MEN , DOSIS MAX 350 MIKRO GR/MEN.  BILA KONTR BERHENTI TETESAN DAPAT DIPERTAHANKAN SP 12 JAM , SELANJUTNYA DIBERIKAN ORAL 10 MG/ 2 JAM. SETELAH ITU DAPAT DIBERIKAN 10-20 MG / 4 - 6 JAM.

( 1 AMP/ 500 CC D5%  20 TTS/MEN  30  MAX 70 TTS/MEN ) . 3. 4.

4.

TARBUTALIN. FENOTEROL.

ANTI PROSTAGLANDIN.  PROSTAGLANDIN TERLIBAT ERAT DALAM KONTRAKSI MIOMETRIUM YANG MENANDAI SUATU PERSALINAN.  FUNGSI ANTI PROSTAGLANDIN YAKNI MEGHAMBAT SINTESIS ATAU MENGHALANGI KERJA PROSTAGLANDIN PD ORGAN SASARAN.  PROSTAGLANDIN SINTETASE BERPERAN DALAM KONVERSI ASAM ARAKIDONAT BEBAS MENJADI PROSTAGLANDIN.  SENY YANG DAPAT MENGHAMBAT PROSTAGLANDIN SINTETASE , MIS : ASP, INDOMETHAZIN, NAPROKSEN DAN AS MEKLOFENAMAT TERBUKTI EFEKTIF MENCEGAH PERS PRETERM.  EFEK SAMPING : MEMPENGARUHI SIST CARDIOVASC PD PROSES EMBRIOLOGI.

5.

PENGHAMBAT SEL KALSIUM.  AKTIVITAS OTOT POLOS BERHUBUNGAN DG KADAR CA BEBAS DALAM SITOPL DAN PENURUNAN KONSENTRASI AKAN MENGHAMBAT KONTRAKSI MIOMETRIUM . ION CA MENCAPAI SITOPLASMA LEWAT SAL/ PINTU SPESIFIK . OBAT PENGHAMBAT SALURAN CA DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENCEGAH / PENANGANAN PERS PRETERM.

6. 7.

NARKOTIK DAN SEDATIV. DIAZOKSIDE , PREP PROGESTASIONAL, DAN ETANOL DAPAT JUGA DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT MENCEGAH PERS PRETERM. FAI

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI

def : Berbagai bentuk perd ok suatu siklus an ovalatoir tanpa kel organik. Terdapat 3 kategori pokok dari PUD : 1. Estrogen Breakthrough Bleeding ( pdrh luput estr ) 2. Estrogen Withdrawal bleeding ( pdrh lucut estr ) 3. Progesteron Breakthrough Bleeding ( pdrh luput prog )

Perubahan histologik endometrium selama siklus ovulasi : Berdasar perubahan fx dalam kel, PD dan jar stroma endometrium dibagi dalam 5 fase yi : I. Endometrium Menstruasi. II. fase Proliferasi. III. fase Sekresi. IV. Fase Implantasi. V. Fase Pelepasan Endometrium. Normal withdrawal bleeding. Urutannya normal dan estr yang ada menghentikan siklus sebelumnya. Dari seluruh type hub H-End yang paling stabil dan menghasilkan fx menstruasi yang paling repr dilihat dari jumlah dan lama terjadinya pdrh adalah estr prg withdrawal bleeding pasca ovulasi. Adanya sedikit dev akan menimbulkan pola menstr. Pdu pdrh antra 4-6 hari, jumlah 30 cc , pdrh lebih dari 80 cc dianggap abnormal. Ada 3 sebab Estr - Prog withdrawal bleeding berhenti dg sendirinya : 1. Keadaan seluruh perm endometrium sama. Mulai dan berhentinya menstr berhub ketepatan rangkain kejadian hormonal. Prbh menstr terjadi bersamaan pd semua bag endometrium. 2. Jar end yg terjadi karena urutan pengaruh estr prog yg tepat, mrpk bentuk yg stabil dan pelepasan jar yg rapuh dapat dicegah. 3. Mulai dan berhentinya menstr terjadi karena fx estr prog. Platellet dan fibrin berperan langsung pada proses hemostasis. Pada keadaan thrpenia , afibrinogenemia / peny von willebrand’s mnjk penambahan darah menstr yg hilang. Fx fibrinolitik berperan menghambat deposisi fibrin dibag proksimal. Mekanisme pelepasan jar, pembuangan debris dan terbentuknya kembali endometrium mrpk pengaruh sex steroid pd lisosom sel endometr. krsk ddg sel , terlepasnya bahan dasar dan ddg sel tjd vsokontriksi. Definisi : Oligomenorhoe - Interval > 35 hr. Polymenorhoe - Interval < 21 hr.

37

Menorhagia - Interval N , excesive flow dan dur. Metrorhagia - Ab N Interval , flow dan Dur. Respon Endometrium terhadap H Steroid : 1. Estrogen Withdrawal bleeding ( pdrh lucut estr ) , terjadi ok sumber E dihilangkan mendadak dihilangkan . mis : bil oophorectomi, penghentian E eksogen pd wanita kastrasi/ rad fol matang. 2. Estrogen Breakthrough Bleeding ( pdrh luput estr ) , disebabkan kadar E rel rendah / tinggi dalam jangka ttt. Tdp hub semikuantitatif atr kadar E yg merangsang perdarahan yang terjadi. Mis terjadi pada OC yg rendah E. 3. Progesteron Breakthrough Bleeding ( pdrh luput prog ), terjadi ok ketidak seimbangan rasio E dan P . ( sama EBB ) mis pada inj depo provera. 4. Progesteron Withdrawal bleeding ( pdrh lucut prog ), terjadi ok penghetian tx P / pengangkatan corp lut setelah End mglm proliferasi.

Hyperplasia dan Neoplasia :  dua peny yg berbeda scr biologik.  Hyperpl End - semua hyperpl tanpa sel atipia.dan bukan calon Ca.  Lesi dg sitologi atypia - Endometrial Intraepithelial Neoplasia. ( inti besar, bulat, pleomorfism dg DNA aneuploid )  Invasip Ca - tdp ptbh invasif ke jar Stroma )  Tx EIN : pembedahan , prog diikuti kuret aspirasi.  lesi jinak termasuk : simpel, kistik glandular, adenmatous Hyp, anovulasi, proliferatif.  lesi jinak tidak akan berubah menjadi Ca kec terdapat atypia sitonuklear. Mengapa Perdarahan Anovulasi Berlebihan ? I. Mrpk contoh EWB/ EBB . Perdarahan terjadi akibat E yang tinggi ( PCO, Obesitas, Imaturitas axis Hyp T - Hypo F - Ov pd paska pubertas dan late anov ) dan tidak terdapatnya P sbg penghambat ptbh dan tidak terjadi deskuamasi periodik , maka endometr mencapai ketinggian Ab N tanpa struktur yang

pendukung yang cocok. Shg jar menjadi rapuh dan perm mjd pecah dan terjadi prdrh. Disatu tempat terjadi penyembuhan dan dilainnya tjd pdrrh baru.  Mek kendali End hilang, pdrh yg tjd tidak menyeluruh,terjadi bbrp bag dg waktu yg berbeda dg urutan yg tidak sinkron. Kerapuhan PD jar hyperpl Adenomatous disebabkan ptbh yang berlebihan dan rgs yg tidak teratur shg stratum kompaktum tidak terbentuk.  Perdarahan yg terjadi juga dapat disebabkan tidak terdapatnya vasokontriksi yg ritmik, lekukan yang hebat dari PD Spiralis dan kolaps jar.  jar anovulasi hanya tgt pada efek estr endogen untuk menghentikan pdrh lokal, penyembuhan jar hanya bersifat sementara.  Kesimpulan akibat prog tidak ada , menyebabkan endometrium tak stabil sehingga mudah rapuh. II. Hipotesa Alternatif. Thesis non H. Reg epthel perm dimulai dari kel basal dan sisa jar dikornu , penyembuhan membran mengembalikan ikatan dari sel satu dg yg lain yang akan menyebabkan pdrh berhenti. Perdarahan yg terjadi pd EWB/ EBB tidak terkendali disebabkan karena rangsangan yg kurang utk terjadinya perbaikan permukaan jar. Kuret - didapatkan kembali kel basal cukup merangsang reg terjadinya perm yang menyatu - pdrh dapat terkendali. DD : 1. Suatu kehamilan : abortus,molla, ektopik. 2. Keganasan dan / tumor jinak. 3. Infeksi: servisitis, endometritis, chlamidia pd cx. 4. Kel fal hemostasis 5. Hyper/ hipothyroid. 6. Benda asing 7. Kontrasepsi dan post menopause hormonal tx. 8. Kel organik : ren and liver failure.

38

Pengobatan : Tergantung banyak sedikit/banyaknya perdarahan, virgo/ para. Prinsip terapi hentikan perd dan atur haid. Tuj mendapatkan kembali kendali alam Yi : menyeluruh/ universal, end dg struktur yg sama / stabil dan vasomotor yang ritmik. A. Progestin. Dapat menginduksi enz dalam sel end sehingga dapat merubah estradiol menjadi estron sulfat dan dapat menghambat efek estr pada sel target dg jalan menghambat penambahan res estr. Prog juga merupakan anti mitotik dan anti pertumbuhan pada endometrium. Pd oligomen dapat MPA 10 mg untuk 10 hari setiap bulannya , pada keadaan menomthr/ polimen prog dapat diberikan 10-14 hari ( mrs terbentuknya stroma predesidual yang stabil ) kemudian diikuti pdrh withdrawal. B. Kontrasepsi Oral. Pil KB kombinasi dg dosis 4 kali perhari selama 5-7 hari , pada pengobatan ini terjadi perubahan bentuk intrinsik dari struktur yang kaku C. Estrogen . pada keadaan dimana kadar E endogen da eksogen tidak cukup , end menjadi tipis karena tjd pseuodoatrophi , lebih lanjut didapatkan komposisi stroma yg hampir seluruhnya tdd stroma pseudodesidual dan PD dg jar kel yang minimalrapuh dan mudah berdarah ( khas pd oral kontrasepsi ) E yang diberikan dapat dosis tinggi ( premarin 25 mg iv dapat diulang sp 4 dosis ) atau E dosis rendah dg 1,25 Estr conj 7-10 hari dan tx ini harus diikuti dg prog . D. Antiprostaglandin. PG sintetase inh mengurangi pdrh dg mech mpgrh keseimbangan antara platellet proagregation vasokontriktor A2 ( TXA2 ) dan antiagregation vasodilator prostasiklin ( PGI2 ) E. Progestin IUD. Intrauterin device release progesterone /levonorgestrel. F. GnRH Agonist. Digunakan pada px dg renal failure /blood dyscrasia. G. Desmopressin. Digunakan pada px dg ggn koagulasi. H. Ablation Endometrium.

DUB Mekanisme terjadinya DUB terbagi atas : 1. Disf Hypothal-Hypofise - Ovarium. Hal ini ok ggn keseimbangan H reproduksi. Kegagalan proses ovulasi dan prod H steroid secara teratur. PUD ok kel hormon diklasif sbb : a. Terjadi ok siklus An ovulatoir. 1. Penyebab campuran. 2. Corp Lut insuf.  Defek ov primer.  Defek sentral primer.  Defek metab primer.  Defek spes pd sel luteal steroidogenesis. 3. Corp Lut persistent. b. siklus ovulatoir.  Sentral.  Perifer ( ovarium )  Peny konstitusional. 2. Ggn lokal Endometrium. Faktor yg berpengaruh perd waktu haid :  Hormonal.  Vaskuler.  Adanya enz ( fosfolipase A 2 )  lepas as arakhidonic bahan dasar pembentukan…  Prostasiklin, prostaglandin dan thromboksan.  Plasminogen dan fibrinolisis. Mek prdarahan diduga ok :  kegagalan vasokontriksi disebabkan kelebihan sekresi PGE 2 dan peningkatan rasio PGE2/ PGf2 A  Peningkatan prostasiklin, peningkatan rasio PGI 2/ TXA 2  Kegagalan sumbatan ujung kapiler ok aktifitas fibrinolisis berlebihan.  Enz Lisosom yg berlebihan ( prostanoid )  menurunnya jumlah relaksin  kegagalan proliferasi endotel.  Terlambatnya regenerasi endometrium. 3. Ggn pembekuan darah. 4. Peny kel Tyroid.

39

ENDOMETRIOSIS

3.

Def : Adanya jar endometrium ( kel dan stroma ) diluar uterus.

4.

Etiologi : Sampai saat ini belum diketahui, Ada 3 teori : 1. Teori transplantasi. 2. Teori Metaplasi coelomic. 3. Teori Induksi. Teori regurgitasi ( darah haid dapat menjalar dari cav uteri mel tuba fall / transplantasi jar endometrium yang disebabkan o/ regurgitasi transtubal saat menstruasi ) dari simpson : a. Asumsi ini didukung  70 - 90 wanita mengalami retrograde menstr dan adanya jar endom dalam cav peritoneum dilaporkan 59 79% wanita selama haid. b. Adanya aliran menstr dari ujung fimbriae ( lap ). c. Endometrium  ditemukan pada bag bhbg dg pelvis ( ov, ant/post douglass, lig ut sakral, post ut dan post lig latum ). d. Endometrial fragment berasal dari menstrual dapat timbul dalam kultur jar ). e. Kemungkinan endomtriosis >> jika cx ditutup. ( pada binatang coba ) f. Insiden >> pada obstr aliran menstr. g. Resiko >> pada siklus yang pendek dan waktu pengeluaran yang lama.   



Endometriosis yang jauh mel vask dan lymphatik. Pada paru  gejala dari asimpt – pn thorax, hemoptisis selama haid. Dapat terjadi pada pria yangmendapat tx estr, hal ini mungkin disebabkan transformasi koloemik. Teori metaplasia ( metaplasi pada sel koelomik yang berubah menjadi endometr ) : 1. Endometriosis dapat terjadi pada wanita muda , dg tidak adanya anomali mullerian, dapat ditemukan setelah menarche sebelum menstrual siklus. 2. Pernah dilaporkan pada wanita prepubertal.

5.

dapat terjadi pada wanita yang tidak pernah haid. Dapat terjadi pada ibu jari, lutut, paha, yang mungkin berasal dari ep koelomik yang berdekatan selama embryogenesis. Dapat ditemukan pada pria.

TEORI INDUKSI : 1. Menyatakan faktor biokimia endogen merangsang sel sel peritoneal undiff berubah menjadi jar endometrial. 2. teori ini kelanjutan teori metaplasi. 3. terbukti pada kelinci, tapi tidak terbukti pada primata dan wanita. 









 

ok tidak semua debris pada cav peritonei berasal dari menstr  endometriosis, jadi kemungkinan faktor imunologik/ genetik berperan. Secara imunologik  endometriosis terjadi  penurunan imunitas seluler dan sel mediated citotoxicity. Genetik faktor , resiko kejadian 7x pd kel yg mglm endometriosis. 75 % pada kembar HZ, lebih tinggi pada px yang memiliki peny AI. Imunologik faktor, didapatkan penurunan imunologik clearence of viable endometrial sel dari cav pelvis, sel mediated citotoxiity toward autolog dihubungkan dg endometriosis. Rendahnya aktivitas NK sel juga dapat dtmk pd endometriosis ( kontroversi ). Peningkatan basal aktivasi makrofage peritoneal  menurunkan motilitas sperma dan meningkatkan fagosit sperma  mempengaruhi fertilitas. Alfa TNF  fasilitator implantasi endomterial ektopik. Macrophage, epid growth faktor, macrofage derifat gr fx ( MDGF ) , fibronektin  promote ptbh endometrial sel.

PREVALENSI : 3-10 % terjadi pada wanita usia reproksi, 25-35% pada wanita infertil.

40

DIAGNOSA : sering ditemukan pada wanita dg kel infertilitas, dismenore, nyeri pelvik khronis dan dispareunia. Symptoms dan Sign :  dapat Asimpt.  Dysmenorhoe  after years relatively pain free mens.  Nyeri tidak bhbg dg luas lesi, tetapi bhbg dg dalamnya infiltrasi endometriosis.  Nyeri dapat diffuse, sering daerah rectum, uretral dan bladder. Dapat disertai LBP. Pemeriksaan : 1. Fisik. 2. Laparoskopik. 3. USG. 4. Biopsi.

CA - 125 :  



 



Ag permukaan sel ditemukan der epitel koloemik , merupakan mx ov Ca jenis epitelial. Sering ditemukan meningkat pada px dg endometriosis , mempunyai hub pkbg peny dan respon tx. Sensitivitasnya rendah utk skrening, spesifitas 80%, dapat digunakan sebagai marker respon tx dan rekurensi. Kenaikannya pada terapi bhbg dg rekurensinya. Dapat meningkat pada : hamil muda, akut PID, Leiomioma dan haid. Pemeriksaan serial prediksi rekurensi setelah tx danazole, GnRH analog/gestrinon , tetapi tidak pada tx MPA. Kadar : N 8-22, Minimal 14-31 , Mod/severe 13-95.

Penilaian berdasar daerah yang terkena ovarium dan peritoneum ( Spf / dalam ), perlekatan ( ov,tuba dan cav douglass )

TERAPI : Eliminasi lesi endometriosis, mengobati “cacat “ ( pain dan subfertil ). TUJ

TX



1.

SURGICAL :  Koagulasi bipolar, CO2 laser, potasium titany PO4 laser  min damage, ASPIRASI bila diameter < 3 cm.  Severe  Tx hormonal 3-6 bl  menurunkan vask dan ukuran nodul  surgikal tx. Hysterektomy / ov ektomi , perlu HRT.  Pregnancy succes rate : Moderate 60% dan severe 35%.  Minimal dan Mild  surgical tx masih kontroversi, kumulative pregnacy after 5 years  90% ( tanpa tx ). 2. MEDIKAL TX : Prinsip tx : merubah situasi hormonal tubuh seperti wanita hamil / menopause. Estrogen dapat mrs ptbh endometriosis, dg menekan E menyebabkan jar endom ektopik menjadi athropy. A.

KLASIFIKASI SECARA AFS : STAGE

I. Minimal : 1-5. II. Mild : 6-15. III. Moderate : 16-40. IV. Severe : >40. NB :

41

Progestin.  Anti endometriosis  endometrial tissue atrophy ( ps gravid )  Prep : MPA 30, Megestrol asetat 40 , Linestrenol 10 , Dydrogesteron 20-30 / hari.  Efektif menurunkan AFS dan nyeri, lebih efektif/murah dibandingkan danazole.  Tidak untuk Infertil  Amenorhoe dan Anovulasi.  Starting dose 30 mg/hr atau 150mg/3bl, Meggestrol 40, Dydrogestr 20-30/hr.  SE: Nausea, Ret cairan, BB > , breakthrough bleding dan Hipo E.

A.

Anti pogestin ( Gestrinon 1,25-2,5 \ 2x/mgg , Danazole 400 /hr ). 1. Gestrinon :  Der androgen, anti progestagen/estr/ anti gonadotropik.  Dosis : 1,25-2,5 mg / 2x per mgg.  ES : Nausea, muscle cramp, androgenik efek ( bb> , akne, kulit berminyak ), KI : gravid  musk fetus. 2.

Danazole : Supresi GnRH / gonadotropin secretion, inhibition steroidogene- sis, Incr metabolic clearance estradiol dan P, direcct antagonis dan agonis interaksi dg androgen dan P res dan efek imunologis.  SE ; sfat androgenik dan Hipo E.  KI: Px dg liver diss, HT, CHF, ggn Renal Fx, Pregnancy. 

C.

GnRH Agonis.  Berikatan dg res GnRH  stimulasi LH dan sintesis/ release LH  menurunkan res hipofise dan menurunkan reg GnRH aktifitas  menurunkan level FSH dan LH  supresi steroid yang dihasilkan ovarium  ps menopouse.  Penekanan sintesa LH dan FSH  Penekanan sintesa H steroid ovarium  perubahan endometrium spt wanita post menop.  Pematangan folikel dihambat oleh kurangnya H. FSH  lesi endometriosis akan kehilangan rsg estr dan tidak berproliferasi  regresi  keluhan berkurang.  im, sc, intranasal.  Leuprolide 500 ug/hr\sc atau 3,75/bl \im , Gosereline 3,6 mg/bl\sc, Buserelin 3x300ug/hr\in, 1x200 ug/hr\sc, Nafarelin2x200ug/hr\in,Tryptorelin 3,75 mg/bl\im.  SE : Hypo Estr ( hot flushes, kering vag, libido menurun, kep pusing ) dan Osteoporosis.

D.

ORAL KONTRASEPSI.  COC ( monophasic ).  Jar endometrium  pseudopregnancy ( amenorhoe dan desidualisasi jar endometrium ).  Dapat menurunkan perkembangan / recurensi endometriosis.  Terjadinya Amenorhoe  potensial menurunkan retrograde menstr dan progresitas der penyakit.

REKURENSI :  5 - 20 %  Kumulatif rate 40% setelah 5 Th.  37  minimal, 74  severe , post tx 5 Th. ENDOMETRIOSIS  INFERTILITAS : 1. Disfungsi tuba dan ggn mek pengangkutan /penangkapan ovum. 2. Siklus haid Abnormal dan syndr Luteinizing unruptured folikel ( LUF )  Anovulasi. 3. Perubahan hormonal. 4. defek fase luteal. 5. Inflamasi intra peritoneal, perubahan seluler dan prot zalir peritoneal. 6. Perubahan sistem imune. 7. Abortus spontan. 8. Koeksistensi dan interaksi endometriosis dg infeksi subklinis TORCH, Chl Tr dan Mikoplasma.

PELVIK PAIN DAN DISMENORHOE. Macam : 1. akut. 2. kronik.( nyeri > 6 bl, penanganan multidisiplin ) 3. siklik. Sesuai siklus haid. Acut Pain . Nyeri yg mendadak pdu disebabkan perf organ berongga, ischemia yang hebat. Kolik / kramp sering dihubungkan dg kontraksi otot/ obstr organ berongga spt uterus / intest. Visc rel tidak sensitiv thd nyeri,localized sensation dihubungkan dg autonomik reflex

42

respons. Revered pain dapat terjadi sesuai dermatome. Diagnosis dini dari pelvik pain mrpk waktu kritis, keterlambatan dx dapat menambah morbiditas dan mortalitas. Diagnosis yg tepat sangat tgt pd penelusuran riwayat penyakit. Riwayat menstr , abn bleeding , sexual dan kontrasepsi. Riwayat nyeri sifat, mulai keluhan GIT dan UT  Nyeri menyeluruh disebabkan iritasi cairan dalam cav peritoneum.  Pertama persepsi nyeri visc samar DEEP, sulit ditentukan lok dan dihubungkan dg defl otonom, ref pain sesuai distribusi dermatom. DD Nyeri Akut , al : 1. Komplikasi kehamilan.  KET, Abortus dan Degenerasi Leiomioma. 2. Infeksi Akut.  Endometritis, PID dan Abses tubo ov. 3. Kel Adneksa .  Hemorhagik functional ov cyst, torsi, ruptur cyst.

disebabkan peningkatan prod prostaglandin endometrial.  penurunan level prog pd akhir fase luteal merangsang aktivasi lytic enzimatic release arachidonic acid dan aktivasi cyclooxygenase pathway.  didapatkan Higher ut tonus dan high amplitude  decreased aliran darah uterus.  tdp peningkatan konsentrasi vasopresin.  Nyeri disebabkan perubahan persepsi nyeri dan sensitisasi saraf tepi, kontraksi ut disritmik dan iskemia miometrium, hal ini disebabkan rangsangan prostaglandin dan leukotrien. Peningkatan PG disebabkan rusaknya sel endometrium yang diakibatkan iskemia dan krsk ddg lisosome, lebih jauh hal ini disebabkan ggn keseimbangan estradiol dan progesteron. NB : bagaimana pembentukan PG pada siklus normal. 

Penyebab kronik pain : 1. Gynecologik. Siklik ( primer dan sek dism ) dan non siklik. ( PID, Adenom , Ov Neopl ) 2. GIT dan Genito Urin Tract. 3. Muskuloskletal dan Myoascial sindr.

DYSM PRIMER : Symptom :  Mulai bbrp jam / waktu setelah haid sp 48-72 jam.  nyeri suprapubik dan nyeri lumbosakral.  dapat disertai diare, vomitus dan syncope. Sign :  VS normal , palp suprapubik tegang, BU N, pada bimanual palp uterus tegang, nyeri bertambah bila dlkk gerak cx / palp adneksa , pelvis organ normal. Diagnosa :  Singkirkan kel patologis dan konfirmasi siklik natur of pain.  Pemeriksaan uterus : ukuran , bentuk dan mobilitas uterus.  Adnexa  Tegang dan ukuran.  Adanya nodul atau fibrosis pada lig uterosakral atau recto vag septum.  Pem lab : swab, UL

Primer Dismenorhoe . : Nyeri haid tanpa ada kel patologis.

Treatment :  Prostagl synthese Inhibitor.

Recurent Pelvik Pain : Mittelschmerz ( midcycle ), Primer dan skunder dismenorhoe. GIT :  GE, App’is , bowel obstr, Inflamatory bowel diss

Divertikulitis,

Genito Urinary Tr :  Cystitis, pyelonefrtis dan litiasis. Muskuloskeletal dan penyebab lain. Mis : Hernia, hematome ddg abd, akut phorpiria, aneurisma dll.

43





Dapat diberikan sebelum onset nyeri dan dapat diulang setiap 6/8 jam . Oral pil. Menurunkan proliferasi endometrium dan membuat suasana seperti pada fase prolif awal PG turun. Narcotic, Acupunctur/ Electrical muskulokutaneus stimulasi dan surgical ( nerve ablation , neurectomi dan Histerektomi ).

Sperrof :  Dysmenore nyeri pada waktu haid yang sifatnya seperti kram dan terpusat pada bag bawah.  Prev : bervariasi.  Oral kontrasepsi dan kehamilan dihubungkan dengan penurunan gejala dism.  Beratnya dism berhubungan dg lama dan banyaknya jumlah menstr yang keluar.  Usia lebih tua insiden sekitar 45%,pada anak remaja 60% ( 3 Th pertama menarche ) Dysm Primer :  Dihubungkan dengan sikl ovulatoir.  Disebabkan kontr uterus yang dirangsang oleh PG yang dihasilkan endom. Sedangkan dysm sekunder dihubungkan kel patologis.  Gejala lain : Pusing, muntah, mual, nyeri bag belakang dan diare , hal ini disebabkan oleh PG dan metabolit PG dalam sirk sist.  PG  meningkat 3 kali lipat pada fase folikular - luteal dan segera turun secara cepat setelah menstr.  Wanita dg dism didapatkan peningkatan PG dari endometrial dibanding asympt.  Sebagian besar pengeluaran PG terjadi selama 48 jam pertama menstr, hal ini sesuai tingkatan gejala.  PGF 2 alfa merupakan agent yang responsibel terhadap terjadinya dysm  stimulate kontr uterus. Sedangkan PGE sebagai inhibit thd kontr uterus. Prostaglandin inhibitor menurunkan secara signifikan gejala dismenore mel mekanisme : 1. Menghambat sint PG. 2. Aksi antagonis. 3. Berkompetisi dg ikatan PG.





  



NSAID ( indomethasin ) dan Aspirin dapat digunakan tetapi banyak efek samping. Propionik acid derifat ( Ibuprofen, naproksen , ketoprofen ) dan fenamat ( mef acid, fenfenamat dan meklofenamat ) merupakan obat yang efektif dengan ES yang minimal. Hampir 80 % wanita dg kel ini dapat disembuhkan dg tx tsb. Diberikan 2-3 hari sebelum haid. Pemberian PG inh dapat menurunkan darah dan perode haid. Jika dism dg NSAID tak dapat berkurang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan laparoskopik. Hal ini menentukan kel organik. Oral pil merupakan obat terbaik , mekanisme dg membuat Atrophy desidual Endometrium.

NB : Pada wanita belum pernah melahirkan uterus lebih padat dan cx nya masih “ menutup “. Perbedaan dism primer dan sek dapat secara Ax nyeri 1-2 tahun setelah menarche, sifat nyeri sebelum haid. Secundary dismenorhoe .  Terjadi bbrp tahun setelah timbulnya menarche, tidak bhbg dg umur timbulnya kel tetapi bhbg dg kel patol yg mendasari.  Nyeri dapat berlangsung 1-2 mgg sebelum haid sp bbrp saat stl haid.  Tidak sepenuhnya mech terjadinya sec amenorhoe diket.  tata laksana sesuai dg kel yang mendasari.  Sebagai penyebab al Endometriosis, adenomyosis dan Intra uterine device. cervikal stenosis, hymen peforata, septum vag, ut leomyoma, asherrman syndr. ADENOMYOSIS.

44

    



 

Timbulnya jar endometrium pada myometrium. nyeri sejak 1 mgg sebelum haid dan bertahan sp setelah haid berhenti. Sering isertai dyspareunia, dyschezia dan metrorhagia. Sering bersama dg endometriosis dan Leiomioma. Gejala ; dapat asimptomatik, prolonnged/ excessive menstr,nyeri biasanya 1mgg sbl haid. Sign : Uterus membesar diffuse, lunak dan tegang, mobilitas uterus baik dan adnexa tak terganggu. Diagnosis : klinis dan USG. Terapi : seuai umur dan fertity. Dapat diberikan NSAID / COC.

DX: DL/urinalisis/test kehamilan. Coldosintesis USG abd CT scan Lap dx NB: Nyeri pada KET bersifat menyeluruh ok rangsangan peritoneum oleh darah , pola nyeri mula disebabkan desakan tuba, peritoneum visc teregang , kemudian pecah  menimbulkan nyeri yang hebat. Akut pain pada ginekologi : KE. INF, SUATU yg PECAH / TORSI.

STD DAN UG TRACT INFEKSI

 KEHAMILAN EKTOPIK . Transplantasi fetus diluar cav uterus, tersering di tuba fallopii. Symptom :  Nyeri disebabkan dilatasi tuba, bila ruptur kel nyeri turun sementara setelah itu nyeri menghebat pada pelvis dan abdomen secara menyeluruh, hal ini disebakan hemoperitoneum.  Reffered pain  bahu kanan ( n phrenikus ) , nyeri perut bag kanan dan iritasi diafr sesuai inerv C 3-5. Sign : Tanda vital ( T dan N ), cervik nyeri gerak, perut tegang dan nyeri terutama bag bawah. Diagnose :  test kehamilan.  USG : konfirmasi. RUPT FOL OVARIAN ( MITHELSCHMERZ )

  

,

toa

,

leiomioma



 







Midcycle pain. Nyeri dapat disebabkan ok perdarahan / regangan peritoneum. Fol fluid banyak mengandung PG sehingga dapat  nyeri pelvik.

torsi of adnexa. pid endometriosis ,git//ut







,

45

Normal sekresi kel vulva tdd kel sebasea, kel keringat, bartholin , dan kel skene. transudat vag, exfoliasi vag dan sel cx, cx mukus, endometrial dan cairan oviduktal , MO dan produk metabolik  dipengaruhi proses biokemik dan juga level hormon. Meningkat pada pertengahan siklus dan juga tdp terdapat peningkatan jumlah mukus cx. Tidak dipengaruhi oleh OC . Ep vag dipengaruhi E dan P , Spv -E, Intermediate pada fase luteal - P, Parabasal - P, pada postmenop yg tidak menerima HRT> Flora normal vag dominasi gol aerobik, sekitar 6 sp, laktobasilus menghasilkan hidrogen peroksidase. Mikrobiologi vag dpgrh berbagai faktor , al PH vag, gluk hal ini mpgrh survive dari bakt. Akibat prod aslaktat, PH vag dipertahankan N < 4,5. E  Stimulasi sel epithel  glikogen diubah mejadi monosacharida , oleh laktobasilus diubah menjadi as laktat. Pem sekr vag dg sediaan basah, N tdd sel spv, sedikit SDP, dan clue sel ( Ep sel spv vag dg gbr bakt pdu G. vaginalis ).

INFEKSI VAGINA. I.

Bakterial vaginosis.  Non spesifik vaginitis/ G. vaginitis.  Mempengaruhi flora normal vag penurunan hydrogenperoksidase dan peningkatan bakt an aerobik ( N < 1 % ).  peny ketidak seimbangan PH tidak diket, tetapi keadaan yang membuat suasana alkalis seperti frekw co yang sering dan penggunaan vag douche dapat menyebabkan ptbh BV.  dapat menyebabkan peningkatan resiko : PID, postaboral PID,inf post histerektomi, abn sitologi cx dan pada gravida meningkatkan resiko PRM, pers preterm , chor’is dan endometritis post SC.  Kriteria DX Al: 1. Lendir yang bau amis diket waktu co/ keluar sendiri. 2. sekr vag berwarna keabuan dan adanya lap tipis pada dinding vag. 3. pH > 4,5. 4. peningkatan clue sel, leukosit tak ningkat scr nyata. 5. whiff test  amine like odor.  Pengobatan :  Metronidazole 2x500 /7 hr atau single dose 2 gr per os.  Metroninazole gel 0,75 % , 5 gr ( aplikator ) 2x/ selama 5 hr.  Clindamisin cream 2 % 5 gr ( supp ) selama 7 hr , 1x malam hari, atau 2x300 mg per os / 7 hri.

4.

dapat ditemukan clue sel dan whiff test positive.

dapat meningkatkan resiko inf post op ( histerektomi ) , pada wanita hamil meningkatkan resiko kejadian PRM dan pers preterm. Sering bersama inf STD yg lain, GO, chlamidia trakhomatis, syphilis dan HIV juga perlu dipikirkan. pengobatan : 1. Metronidazole 2 gr ( single dose ) / 2x500 selama 7 hari. 2. Partner sexual harus juga di tx. 3. Bila tidak ada respon TX dapat diberikan 2 gr  3-5 hari.







III. Vulvo vagino candidiasis.  Faktor predisposisi terjadinya VVC : terapi AB, Gravide dan DM.  Diagnosis ; 1. Adanya rasa sakit pada vag, dyspareunia, vulvar burning dan iritasi. 2. External dysuria, Erytema dan edema labia dan kulit vulva. 3. PH vag normal. 4. ditemukan elemen fungal ( 80 % kasus ). 5. whiff test –

 Pengobatan :  Topically Azole.  Oral Antifungal.  Topikal Cortikosteroid adjuvant tx.

II. Trikomonas vaginitis.  Sering male- female transmisi,memp kemampuan membuat suasana an aerobik, sering bersama dg BV.  Diagnosis : 1. Adanya vag discharge Profuse, purulent, berbuih, mal odorous 2. Kel gatal/ nyeri, bisa didapatkan vag Erytema dan colpitis makularis. 3. PH > 5. Mikr ditemukan trikomonas dan peningkatan leukosit.





46

sebagai

Kronik vulvocandidiasis, kel pdu rasa terbakar pada vestibula dan vulva, dx berdasar temuan pada mikr dan biakan, sering bersamaan dg inf kronis jamur/ kronis dermatitis/ atrophic dermatitis. Terapi : ketokonazole 400mg/hr atau flukonazole 200mg/hr sp gx hilang, diberikan profilaksis

ketokonazole 100/ /mgg, selama 6 bl.

flukonazole

150



IV. Inflamatory Vaginitis.  Etiol tak jelas.  Gr pos basilus --- Gr + cocus.  Adanya Discharge purulent, iritasi/ rasa terbakar vulvovaginal, pruritus vulvar, dyspareunia, vag/ vulvar erytema, vulvovag echimotic spot,dan colpitis makularis.  PH > 4,5  Tx : Clyndamisin supp 1x/7 hr. pada post menop perlu HRT.

 





V. Atrophic Vaginitis. - Peranan E, menop/ post op ov” ect – inf vag ‘ is. Adanya vag discharge yg purulent, dtspareunia dsan PC bleding--- ep vulvar/ vag athrophi. Pem – atrophy gen ext , sedikit vag rugae, mikr dom ep parabasal dan peningkatan leu. VI. Cervicitis.  Ep servik tdd Ep Sq dan Gland, Ectocervical infl dapat berasal dari vag ‘is, ectocx sq ep continous dg vag ep, Trich- candida-HS  Infl ectocx, sebaliknya GO, clamidia tracomatis  ep gland.  mukopurulent endoservicitis ( MPC ).  DX ditemukan discharge purulent endocx , kuning kehijauan ( mukopus ), swab, edema, erytema dan friability pd zone ectopy ( gland Ep ), mudah berdarah, hap  peningkatan neutrophil, adanya gr - diplococ intrasel  GO, jka tidak Ch trach .  TX GO  Ceftriaxone 125 mg, Ofloxacin 400, Cefixime 400. Cipro 500, Ch Tr  Doxi, Azytr, Ofloxacin, dan Erytr. VII.

kel sangat bervariasi, kel klasik pelvik pain, servikal motion, adnexa tenderness dan fever. tenderness uteri dan / Adnexa, nyeri gerak servik, Evaluasi : genital sekr( leukorhea ), penigkatan PMN, endomtr biopsi, CRP,trecct,leukositosis, test GO/ chl, sonografi dan laparoskopi. MRS  pd px yang meragukan , sp pelvik abses, kegagalan perawatan pd outpatient. Kriteria DX : 1. Symptom : tak jelas/khas. 2. Sign : Pelvik organ tenderness, leucorhoe/ mukopurulent endocervisitis. 3. Kriteria dapat meningkatkan spec DX : endometrial biopsi, CRP, t > 38, leu >>, test + u/ GO/ Chl trach. 4. DDX : USG  TOA, Laparoskopi  Salpingitis.

VIII. TOBO OVARIAL ABSES.  End stage akut PID.  Reflect on aglutination pelvic organ.  masuknya kuman  ovulatory site.  Terapi : AB dan surgikal. IX.    

GENITAL ULCER. >> HSV / syphilis. Chancroid  LGV dan Gr Inguinale. >> resiko inf HIV. Non Infeksi : Abrasions, drug eruption, Ca, behcet’s dis.  Diagnosis : 1. Syphilis : sitologik test, dark field, imunoflourescent dirrect. 2. HSV : Ag test. 3. H. Ducreyi : culture.  DDX : a. Syphilis : ulkus tidak nyeri dan minimal tender, Lymph’ paty inguinal -.

PID Disebabkan kolonisasi ku pada endocx mengalami asending ke endometrium dan tuba.  sering disebabkan ku STD ( GO dan Chlamidia tr ), sebag kecil dapat disebabkan gr A strepp , pneumococ, H Infl dan BV dan ku An Aerobik( prevotella dan gard vag ). 

47

b. c.

Herpes : group vesikel dan small ucer. Chancroid : ulkus yang nyeri dan limph’paty ing. d. LGV : buboinguinale.  TX : 1. Chancroid : Azytromicyn 1 gr, ceftriaxone 250 mg (im ), erytr 4x500 ( 7 hari ). 2. HZ  Asiklovir 5 x 200 ( 7-10 hr ). 3. Syphilis  Benzathin pen G 2,4 juta unit. X.

CONDYL AKUMINATA.  Non onkogen HPV 6 dan 11.  Tersering daerah trauma co  post fourchet dan lat vulva , jarang vulvovaginal dan cx.  Minor trauma  kerusakan kulit vulva  viral partikel  lap basal epid  replikasi.  Ideal tx  hilangnya kel juga inf vi.  Rekurensi tinggi -> reaktifasi subkx  reinfeksi.  tx juga ditujukan ke sexual partner.  tx : Cryotx, podophylin, laser dan Interveron.

VIV :  Infeksi HIV - AIDS  10 th ( bbrp bl-12 th )  Terjadi peningkatan resiko inf TB dan pneumonia dan pneumocystis carinii pn ( PC).  wanita dengan STD / ulkus dan multiple partner  HIV test, HIV Ab deteksi > 95% kasus.  sering ko infeksi dengan HPV.  pengukuran CD4 T Limph  indikator progresifitas dan komprehensif management px inf HIV. CD4 count 200-500 perlu med intervensi sedang < 200 terjadi peningkatan resiko inf HIV dg komplikasi.  TX ; 1. Antiviral ( Zidovudin ) , sympt CD4 < 500, Asympt <300. 2. PCP profilaksis Trim-sulfametox dan pentamidin ( antiprotozoa, bekerja menghambat sintesa DNA/RNA , fosfolipid dan prot , folik acid antagonis.

ANATOMY, INCISIONS, AND CLOSURES. Ant abdominal wall 2 grup otot : 1. Berjalan transversal ; ext/int oblique dan Transversal abd. 2. Berjalan vertikal ; Rectus dan pyramidalis. Arteri dan Vena :  Excellent blood suply dan Excessive kolateral.  Medial  Berasal dari A. Epigastrika.  Lateral  Muskulophrenikus dan circum flexa iliaca ( dalam )  Pada linea relativ minimal vask.  A. Epigastrica Sup  Berasal A. Thoracis ant dan beranastosomose dg A Epig Inf.  A. Epigastrica Inf berasal dari A. Iliaca ext, pada incisi low transversal dapat merusak art tsb.  A. Muskulophrenikus berasal dari A. Thoracis ant dan mgdk anastomose dg A. Circumfleksa dalam. NERVUS  Thoraco abdominis, Iliohipogastrica, dan Ilio inguinal.  Thoraco Abd  Inervasi Obliq int/ext dan abd Transv. Bila dlkk incisi lat midline ( vertikal )  kerusakan N ini.  Iliohipogastrica/ ilioinguinal  sensoris, inervasi fibers ( bag bawah ) Int oblique/ Trans Abd  predisposisi hernia inguinalis.

WOUND HEALING.  Faktor yang mempengaruhi :  Malnutrisi,DM, Iradiasi/ khemotx, usia, alkoholisme, lama op, preop hospitalisasi, cukur pubis, penrose type drain, ascites, malignancy, imunosupresan dan obesitas. Predisposisi inf mis PRM dan persalinan yang lama.

48



 faktor lain misal; pemilihan benang, tehnik penutupan dan batuk,muntah , int obstr. 4 fase : 1. Inflamasi. 2. Migrasi. 3. Proliferasi. 4. maturasi.

JENIS INCISI  Midline, Pfanenstiel, Maylard dan Supraumbilikal.  Transversal lebih kuat, kosmetik, baik, infeksi, hernia dibanding vertikal. Trasversal Incisi :  Kosmetik lebih baik dan nyeri lebih minimal.  Yang tidak disenangi : Multipel layer resiko dead spaces, relatif butuh waktu, perdarahan >>, ggn nervus. PFANNENSTIEL.  Excellent cosmetic.  Tidak digunakan  exposure critical, obesitas women.  Incisi -> semieliptical, mulai dan berakhir 2-3 cm ant sup crista iliaca.  Ant fasc recti  incisi transversal. MODIFIED PFANNENSTIEL.  Subcutis dipisahkan fasia keatas dan kebawah ( resiko terjadi subcutis hematom ).  Fascia transversal dilakukan incisi vertikal.  Butuh drain. VERTIKAL INCISI.  ADA 2 Variasi : Midline dan para median.  Paramedian > kuat dibanding midline.  Tidak ada perbedaan kejadian Wound inf/dehisc dan hernia.  Keadaan yang tidak disukai Paramedian : resiko inf, perdarahan , waktu op, damage N dan atrophy rectus dan lebih nyeri.  Midline : cepat, mudah dan relatif perdarahan minimal dan dapat digunakan pada indikasi secara luas.  Pada keadaan px DM, Tx kortikosteroid,  resiko dehiscense

DILATASI DAN KURETASE. Tujuan Kuretase : 1. Diagnosis. 2. Terapi. Tindakan / urutan yang dilakukan : 1. Pre treatment :  Med Historical / Ax.  Physical Examination.  Laboratory. 2. Bila perlu dilakukan kuretase : a. Informed consent. b. Tindakan kuret : desinfektan, pemasangan doeck steril, pasang spekulum. Tenakulum, lakukan soundage, dilatasi ( bila perlu ), tindakan kuret. NB: 1. Spekulum diusahakan dengan bentuk mulut lebar dan jangan terlalu panjang. 2. Dilatasi yang dibutuhkan sesuai dengan pengukuran sonde yang didapat. 3. Asisten dibutuhkan untuk memegang spekulum ( bukan tenakulum ), dan tidak perlu untuk dilakukan fiksasi diatas fundus. 4. ‘’Busi’’ idealnya bentuknya dari ujung tangkai diameternya semakin besar dan berlubang ditengahnya ( mencegah tek yg meningkat di uterus ). KOMPLIKASI : 1. Perdarahan. 2. Perforasi. 3. laserasi cx. 4. Hematometra dan vasovagal simptom. 5. Kuret yang Incomplit. 6. Infeksi. 7. Lanjutnya buah kehamilan, DIC, Embolisme. NB : Bila terjadi perforasi, sadari dan hentikan. Beri uterotonika, bila kuret belum bersih dapat dilanjutkan dan bekerja didaerah yang bukan diduga tempat perforasi, beri AB, Observasi dan KIE. Laparotomi.

49

Pilihan tergantung atas : 1. Jumlah pemaparan yang diperlukan. 2. Daerah proses penyakit. 3. Keadaan ddg abdomen. 4. Terdapatnya jaringan parut dari pembedahan sebelumnya. 5. Kecepatan u/ operasinya/ tingkat kegawatan. 6. Indikasi/Macam operasi yang direncanakan. 7. Dapat diperluasnya suatu insisi. 8. Pertimbangan kosmetik. 9. Luka op dapat sembuh sempurna / tidak.

5. 6.

Macam - macam incisi pada laparotomi . al : 1. Transversal suprapubik ( Pfannenstiel ). 2. Longitudinal mediana. 3. Paramediana. 4. Trans interiliaka. I.

Incisi transversa mediana suprapubik. 1. Persiapan : cukur pubis, ps infus, dan AB profilaksis. 2. lapangan op dibersihkan dg lar antiseptik ( betadine 10 % ) dari atas umbilikus sp ½ atas paha, kemudian lap op dipersempit dg doeck steril. 3. Sebelum insisi sebaiknya diberi tanda / goresan vertikal kecil superfisial dg ujung skalpel ( membantu pd waktu penutupan kulit agar baik dan mencegah jar parut), setelah itu dilakukan insisi pd kulit tepat dibawah batas rambut suprapubik dg sedikit melengkung dg arah lengkungan keatas mulai dan berakhir 2-3 cm SIAS. Insisi diperdalam sp sarung ant M. rectus, perdarahan yg tampak berasal dari A. Pudenda ext dan epigastrika dirawat. 4. Setelah itu dilakukan insisi fascia transv, dimulai insisi kecil ( 1 cm ) menggunakan skalpel pada garis tengah sedikit diatas insisi kulit ( hal ini memungkinkan pada waktu insisi peritoneum berada diatas kuba ves Urinaria ), setelah itu dilakukan undermine bilateral mgnk gunting tertutup, kemudian insisi diperluas sp batas lat m rectus. Fascia kemudian dibebaskan dg ant m. rectus ( pdu fascia dapat dibebaskan dg

7.

mgnk jari, diseksi tajam hanya pd garis tengah /lin alba ). Kedua m. rectus dipisahkan secara tumpul kearah lateral dg hati- hati. tampak fascia superfisial yg pdu besatu dg peritoneum ( kecuali pd obesitas tdp lap lemak ) oleh karenanya dp dipotong bersama, ketika membuka peritoneum hati hati mencederai VU / usus subperitoneal, oleh karenanya insisi peritoneum ditempatkan sejauh mungkin kearah kranial. Peritoneum dipegang dg mgnk pinset secara superfisial oleh op dan asisten ( dilepaskan bergantian ), bila dipastikan tidak ada bag usus yang terjepit maka peritoneum dapat dibuka dg gunting dan diperluas kearah kranial - kaudal. ( Bila SC ) Setelah cav abdomen terbuka, tampak uterus gravida dibuat bladder flap dg menggunting plika ves uterina di dep SBR secara melintang, kemudian disisihkan secara tumpul kearah samping dan bawah, dibuat insisi pd SBR 1 cm dibawah irisan plika secara tajam 2 cm, kemudian diperlebar secara tumpul kearah melintang dg telunjuk op.

Penutupan : 1. ( pada SC ), Uterus dijahit 2 lapis g mgnk CCG 0 secara jelujur feston, kemudian dlkk retroperitonealisasi dg ccg 2-0 secara jelujur, setelah uterus tertutup, sisa perdarahan dibersihkan dari cav abd. 2. Dilakukan penutupan luka dinding abdomen :  Peritoneum mgnk CCG 2-0 dijahit secara continue.  Otot dijahit satu satu dg catgut.  fascia dijahit dg sintetik absorble secara jelujur.  Fat dijahit dg plain satu satu dg plain 2-0.  Kulit dijahit dg silk 3-0 satu satu. Incisi longitudinal mediana

50

1.

2.

3.

4.

Setelah persiapan, diberikan tanda/ goresan secara transversal, kemudian dilakukan incisi mengikuti lin alba ( PD << ), jika diperlukan diperluas sp diatas umbilikalis, biasanya insisi mengelilingi umbilikal insisi dilengkungkan kekiri untuk menghindari lig teres hepatis yg berjalan kekanan. Perdarahan dari subkutis berasal dari a. pudenda ext/ a. Epig ext dirawat. fascia transversal yg terlihat di insisi vertikal + 1 cm, pinggir fasia diangkat dg pinset, insisi diperpanjang kebawah menuju symphisis dan keatas sp umbilikus dg gunting. M. Rectus dipisah secara tumpul dg jari telunjuk melepaskan dari fasia transversal dan jar lemak preperitoneum. Peritoneum dibuka dimulai dari sudut atas luka, kemudian diperlebar ke caudal menuju lengkung puncak VU dan kearah atas ( umbilikal )

Insisi paramediana.  laparotomi untuk app’ tomi/ miomektomi, kolostomi.  3 cm lateral garis tengah pada pinggir lateral M rektus.



 



 

2.

Kekuatan regangan, mnjk berat beban bersih dlm kg yg menyebabkan benang akan putus. Kemungkinan terbukanya sompul,/ kemampuan memegang simpul. Konsistensi permukaan, disini mpgrh tehnik pengikatan dan tempat simpul akan ditempatkan. Elastisitas, kemampuan / kecenderungan u/ diregangkan dibawah tegangan. Distensibilitas, kecenderungan u/ mengasorbsi cairan. Efek penyumbuan, mempermudah lewatnya organisme lewat luka.

Biologik : Sterilitas, toeransi jaringan dan kemampuan diabsorpsi.

Benang yang dapat diabsorpsi.  Alamiah : Plain / chromic catgut.  Sintetik :  Poliglactin. ( VICRYL )  Asam poliglikolat. ( DEXON )  Polidiaxonone.

Insisi trans interiliaka.  Digunakan pada px gemuk, anatomi pendek umbilikal- simpisis.  Selebar satu tangan diatas simpisis.  dinding fasia spv tidak dibebaskan dari ddg ant M. rectus.  Setelah fasia dipotong, M rectus dipotong dg cauter.  Penyatuan kembali M. Rectus dg menggabungkan fasia superfisial dg jahitan matras “ Through and Through” dg bahan sintetik absorbsi.  Perlu drain ( M. rectus & fasia ).

Benang yang tak dapat diabsorpsi. 1. senyawa inorganik. Kawat logam. 2. Produk organik alamiah, Sutera, cotton. 3. bahan organik sintetik, Poliester ( MARSILENE ), poliamide( ETHILON ), polipropilen( PROLENE ).

BENANG Sifat sifat benang : 1. Fisik, dttk oleh senyawa yang digunakan u/ pembuatannya dan diameternya.

JENIS SIMPUL : 1. simpul dasar overhand sederhana. 2. Simpul setengah sentakan. 3. Simpul bedah. 4. Simpul granny. 5. Simpul persegi.

JARUM : Sifat/ bentuk dipertimbangkan berdasar : 1. Der kelengkungan. 2. Penampang melintang. 3. Ujung jarum. 4. Ukuran dan kekuatan. 5. Tempat pemasangan benang.

51

d.

e. f. g.

SQUARE

II. handling caracteristic.  Pliability . mudahnya benang u/ dibelokkan.  coefisient of friction  Kemampuan terbukanya simpul atau kemampuan memegang simpul. III. 

GRANNY Kriteria pemilihan benang : 1. Murah dan mudah diikat. 2. Sesuai dg waktu diperkirakan penyembuhan luka. 3. Reaksi yg ditimbulkan terhadap jar minimal. 4. Tidak mempengaruhi proses penyembuhan luka. 5. Resiko minimal terhadap kejadian infeksi. 6. Mempunyai tensile strength yang hebat. Untuk itu perlu diktetahui sifat suatu benang, yakni : I. Physical characteristik. a. Physical configuration  Menunjukkan konstruksi s/ benang apakah mono/multifilament hal ini mpgrh timbunan / masuknya kuman lewat luka operasi. b. capillarity/ fluid absorption ability yaitu kecenderungan mengabsorbsi cairan, hal ini mempengaruhi benang u/ menahan bakteri. c. Diameter.

Tensile strength.Berat beban bersih dalam kg yang menyebabkan benang akan putus, mpgrh lamanya benang memegang jaringan. Ex : catgut TS 0% setelah 2-3 mgg, asam poliglikolat 50% setelah 2-3 mgg. Elasticity. Plasticity. Memory.

karakteristik terhadap reaksi jaringan. reaksi alergi, potensial menimbulkan infeksi, absorpsi dan reaksi inflamasi.

Persiapan penderita yang dilakukan operasi untuk pencegahan infeksi : 1. Sebelum px MRS :  Eliminasi penyakit penyerta / pemberian terapi terhadap kuman yang potensial menyebabkan infeksi.  Perbaiki keadaan umum.  menjaga kebersihan kulit daerah operasi. 2. Setelah MRS :  Hindari pemeriksaan pelvis yg berulang ulang.  Px dirawat sedekat mungkin dg jadwal operasi.  Sebelum op px mandi bersih.  rambut pubis tidak perlu dicukur, apabila diinginkan hendaknya dilakukan 1-2 jam sebelum op dan jangan memakai pisau pencukur.  Px dibawa kekamar op dg pakaian operasi khusus dan memakai penutup kepala. 3 Dikamar Operasi.

52





 

Setiap orang yg memasuki OK harus memakai : penutup kepala, masker, pakaian khusus dan memakai sepatu. Sebelum melakukan operasi , operator + team mencuci tangan, setelah itu dikeringkan dg handuk steril. Setelah itu memakai baju operasi ( steril ) dan sarung tangan. Lapangan operasi dilakukan desinfeksi secara sirkuler dan ditutup dg doeck steril.

Servical mukous, cairan oviductal dan endometrial.  Mikroorganisme dan produk metaboliknya. ( Hal ini menyebabkan vagina selalu basah / “ teles “ ). 

 Sel-sel epitel vagina sangat responsif thd

Faktor lain yang mempengaruhi. Perawatan luka operasi, penggunaan elektro kauter, pemilihan benang dan waktu operasi. KUMPULAN SOAL Dr. LD : 1. Bagaimana patofisiologi DUB dan penanganannya. 2. Teori terjadinya endometriosis dan mengapa Endometriosis dapat menyebabkan infertilitas. 3. Patofisiologi terjadinya Dysmenrhoe primer dan penangananya. 4. PID dan penanganannya. 5. Bagaimana Insisi pfanenstiel dan modified ( optek ) , apa keuntungan dan kerugian insisi tersebut dibanding midline. 6. Bagaimana fisiologi vagina untuk mencegah infeksi. 7. Bagaimana kriteria pemilihan benang dan insisi, sebutkan sifat fisik benang. 8. Bagaimana persiapan penderita untuk pencegahan infeksi pasca operasi ( kira 2 gitu soalnya ) 9. Macam benang ( pembagiannya ) dan ikatan ( sketsakan dalam gambar ).

STD dan Infeksi Tract UG. NORMAL VAGINA  Sekret vagina dipengaruhi oleh kadar hormon. ( meningkat pada pertengahan siklus haid).  Normal sekresi vagina TDD :  Sekr. Kel vulva. ( sebaceus, sweat, bartholin dan skene )  Transudat ddg vag, exfoliasivag dan sel CX.



  



perbadaan kadar estrogen dan progesteron.  rangsangan estrogen  sel superfisial dominan.  rangsangan progesteron  sel intermediate dominan.  tidak ada rangsangan estrogen/progesteron ( menopause )  sel superbasal dominan. Normal flora : pdu aerobic, terutama lactobacilli yang memproduksi hidrogenperoksida. pH normal vagina : < 4,5 ( dipertahankan oleh produksi asam laktat ). Mikrobiologi kuman dipengaruhi pH dan glukosa. Epitel vagina dibawah pengaruh estrogen kaya akan glikogen yang akan dipecah menjadi monosakarida dan monosakarida ini dipecah oleh laktobasilus menjadi asam laktat. Sekret normal vagina bersifat flokuler, berwarna putih dan pdu di forniks posterior.

INFEKSI PADA VAGINA  Bakterial vaginosis  Dulu disebut non spesifik vaginitis atau Garnerella vaginitis.  Merupakan perubahan flora normal vagina, ok : a. Hilangnya laktobasilus yang menghasilkan hidroksi peroksida. b. Pertumbuhan bakteri anerobik yang berlebihan. ( N: hanya < 1%).  Penyebab : (?) Diduga ok proses alkalinisasi vagina yang berulang.  Meningkatkan terjadinya resiko :  PID, PID post abortus, Infeksi vaginal cuff setelah

53



histerektomi. Sitologi serviks yang abnormal.  Pada wanita hamil, bisa menyebabkan : KPP, Partus prematurus, Korioamnionitis dan endometritis setelah SC. Diagnosis :  Vagina berbau amis.  Sekret berwarna abu-abu dan pdu melapisi dinding vagina.  pH sekret > 4,5 ( pdu 4,7-5,7).  Mikros: clue cell meningkat.  Dgn pemberian KOH pada sekret : mengeluarkan bau amis.

bakt.vaginosis ). Test dgn KOH bisa positif. ( whiff test)  Cari juga kemungkinan infeksi : N.gonorrhoeae, C.trachomatis, Syphilis dan HIV.  Terapi:  Metronidazole 2 gr s.d atau 2 x 500 mg - 7 hari. Atau :  Bila belum sembuh bisa diulangi atau 2 gr Metronidazole - 3-5 hari.  Jangan pakai Metronidazole gel.  Partner seksual juga diobati.

 Vulvovaginal Candidiasis  

Terapi: tujuan menghambat bakteri anerob : 1. Metronidazole 2x500mg - 7 hari atau single dose 2 gr oral. Alternatif : 2. Metronidazole gel 0,75%, 2x5 gr intravaginal - 5 hari. 3. Clindamycin cream 2% , 5 gr intravaginal sebelum tidur - 7 hari. 4. Clindamycin 2 x 300 mg - 7 hari. ( Terpenting : partner seksual juga diobati.)







 Trichomonas Vaginitis 

 

75% wanita pernah terinfeksi VVC. 45% wanita mengalaminya 2 x/tahun. Faktor predisposisi :  Penggunaan antibiotika ( menyebabkan flora normal dan laktobasilus menurun, sehingga pertumbuhan jamur oportunis berlebihan ).

Disebabkan oleh Trichomonas vaginalis yang ditularkan secara seksual dan bersifat anerob yang mampu menggabungkan hidrogen dgn oksigen, sehingga membuat lingkungan menjadi anerob. Diagnosis :  Sering asimptomatik.  Sekret profus, purulen, berbau biasanya disertai pruritus vulva.  Bila organisma banyak : “strawberry Cx”.  pH sekret : >5.  Mikros : tampak Trichomonas dan peningkatan jumlah leukosit, kadang tampak clue cell ( ok pdu diserta dgn

54

DM dan hamil ( menyebabkan menurunnya status imunitas).

Diagnosis :  Pruritus vulva dgn discharge vagina yang khas : putih tebal, gatal dan rasa terbakar.  Dispareuni  Disuria ( ok air seni mengenai daerah inflamasi )  Eritema dan edema kulit vulva dgn lesi pustulopapular.  pH pdu normal  Whiff test (-).  Terapi :  Azole topikal 1-3 hari atau :  Fluconazole oral 150 mg s.d ditambah hidrokortison krem untuk me-ngurangi gejala iritatif.  Untuk VVC yang kronis :

Ketoconazole 400 mg/hr atau flconazole 200 mg/hr sampai gejala hilang, kemudian maintenance ( dgn Ketoc.100 mg/hr atau Fluc. 150 mg/mng ) selama 6 bulan.

 Inflamatory Vaginitis  Penyebab (?). (Hilangnya laktobasilus dan diganti dgn gram (+) - streptokokus

 pH pdu >4,5  Terapi : Initial : Clindamycin cream 2% 5g intravaginal 1 x sehari - 7 hari.  Bila berulang : tx tersebut diulang selama 2 minggu.  Vaginitis atropik  Estrogen berperan penting thd ekologi vagina. Sehingga pada wanita meno-pause atau BSO, resiko vaginitis inflamatori meningkat.  Gejala :  Dispareuni dan perdarahan pos koitus ( ok atropi epitel vagina dan vulva ).  Berkurangnya rugae vagina. 



Terapi :  Estrogen vaginal krem topikal ( conjugated estrogen intravaginal ) 1-2 minggu.  HRT untuk mencegah kambuh.

SERVISITIS  Tergantung bagian yang terserang :  Ektoservikal ( epitel skuamus ) pdu ok Trichomonas, Candida dan Herpes simpleks.  Endoservikal ( epitel glanduler ) pdu ok N.gonorrhoeae dan C.tra-chomatis.  Diagnosis :  Sekret mukopus ( purulen berwarna kuning atau hijau ).  Swab : pdu ok gonorea atau clamidia.  Terapi :  Gonorea : Ceftriaxone 125 mg im atau ofloxacin 400 mg oral, dll.  Clamidia : Doxycycline 2x100 mg oral atau Erytromycin 4x500mg - 7 hari.

PID

 Def : Inflamasi dan infeksi tr.genitalis atas.  Disebabkan ok mikroorganisme yang asending dari endometrium dan tuba. ( endometritis, salpingitis dan peritonitis. Pdu ok STD ( gonorea, clamidia )  Diagnosis :  Trias gejala ; nyeri pelvik, nyeri tekan adnexa dan demam. Diagsis PID harus difikirkan pd wanita dg gej.tractgenitourinari seperti nyeri perut bagian bawah, pengeluaran cairan pervaginam ygberlebihan,menoragi,metroragi,demam ,menggigil.  Beberapa wanita dpt menderita PID tanpa adanya gejala.  Kriteria klinik untuk Dx PID , tandatandanya, Gx : Nyeri pelvik, lekore dan atau endocervisitis mukopurulen. Kriteria tambahan untuk meningkatkan spesifisitas Dx : Biopsi End - Endometritis, CRP meningkat, atau peningkatan LED, Temperatur > 38 C, lekositosis, Tes (+) utk GO atau Clamidia. Kriteria ppemeriksaan yang canggih : Sonografi  TOA, Laparaskopi  Salphingitis.

 Pengobatan : Bersifat broad spectrum yang dapat mengenai kuman-kuman patogen seperti Neiserr ia gonorea, klamidia trachomatis, gram (-), anaerob dan streptokokus.  Perawatan Poliklinik : - Regimen A : - Cefoxitin 2 gr im + Probenisit 1 gr oral atau - Ceftriaxon 250 mg im atauyang sejenis dengan sefalosporin + Doxisiklin 2x100 mg /hr ( oral) selama 14 hari.  Regimen B : 

55



- Ofloksasin 2x400,mg/ hr (oral) selama 14 hari + Klindamisin 4x500 mg oral atau Metronidazol 2x 500ng/hr (oral) selama 14 hari Pasien yang dirawat :  Pasien dirawat bila DX belum pasti, diduga adanya abses pelvis, secara klinik penyakit tampak berat, atau tidak memungkinkan untuk rawat jalan. Px yang dirawat dapat dpulangkan bila : tem[peratur turun sel darah putih normal, nyeri (-), dan dengan pemeriksaan ulangan nyeri tekan membaik. Pasangan harus diobati saluran kencing akibat klamidia atau GO. 



 



Regimen A : - Cefoxitin 2 gr iv/ 6jam atau Cefotetan 2gr iv/ 12 jam + Doxisiklin 100 iv/oral tiap 12 jam. Regimen B : - Clindamisin 900 mg iv/8 jam + Gentamisin dosis awal iv/im ( 2mg/kg BB) , kemudian diikuti dosis pemeliharaan ( 1,5 mg/kg BB)/ 8jam .

T O A Definisi : adalah merupakan stadium akhir dari PID akut. DX : PID dengan Mass (+) pada pemeriksaan bimanual. TOA dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme melalui tempat ovulasi. Tx : Sesuai dengan TX yang diberikan di Rumah sakit ( Px yang dirawat / diatas ) 75% akan memberikan respon terhadap Tx AB saja, bila Tx medik gagal  diprlukan pembedahan dan drainase dari abses.

PENYAKIT INFEKSI LAINNYA ULKUS GENITAL. Sebagian besar px dengan ulkus genital didapatkan Herpes simplek Virus genital atau sefilis. Cancroid merupakan penyebab yang paling sering berikutnya

dari ulkus genital,, selanjutnya diikuti oleh LGV ( lymphogranuloma venerum ) dan Granuloma inguinale( Donovanosis ). Penyakit ini berkaitan dengan tingginya resiko untuk infeksi HIV. Faktor -faktor non infeksi yang dapat menyebabkan ulkus genital misalnya abrasi, erupsi obat , ca, dan penyakit Bechet,s  Dx : 1. Ulkus yang minimal dan tidak nyeri tan pa pembesaran kelenjar inguinal  sifilis kususnya jika uklkus ini indurasi. Untuk menegakkan DX diperlukan tes RPR ( non Treponemal Repid plasma Reagen ), atau tes VDRL dan tes FTA ABS ( Flourescent Treponemal antibody AB sorption ) atau MHA TP ( Microhem aglutinin Treponema pallidum ). Hasil tes non treponema biasanya berkaitan dengan aktifitas penyakit, dan dilaporkan secara kuantitatif. 2. Vesikel yang berkelompok disertai dengan ulkus kecil-kecil terutama bila didapatkan riwayat lesi yang sama sebelumnya merupakan patoknomonik untuk Herp[es Genital. 3. Jika terdapat 1 - 3 ulkus yang sangat nyeri, disertai dengan limphadenopati inguinal  kemungkinan yang lainnya kec. Canchroid. Tu bila didapatka adenopati yang fluktuasi. 4. Bubo inguinal disertai dengan 1 atau beberapa ulkus kemungkinan suatu Canchroid. Jika tidaK ada ulkus - LGV. Terapi : 1. Chancroid : - azythromycin 1gr oral dosis tunggal. - Ceftriaxon 250 mg im dosis tunggal atau - Erythromycin basa 4x 500mg/hr ( oral ) selam 7 hari. Px perlu periksa ulang 2-7 hr stl Tx awal U/ meyakinkan adanya perbaikan ulkus. Ulkus diharapkan menyembuh dalam 2 minggu. 2. Herpes Episode awal  Aciklofir 5x 200 mg/hr (oral) selam 7-10 hr. Atau Gx Klinik sembuh.

56

Terapi supresi : 2x400 mg/hari oral dpt m,engurangi rekurensi peny pd penderita dgn rekurensi peny 6x t atau lebih/tahun. Tx supresi dgn aasiklovir oral tdk menghilangkan gej secara keseluruhan atau masih potensial untuk menyebarkan virus . 3. Sifilis : Bensatin penisilin G : 2,4 juta Unit im dosis tunggal  pd sifilis std primer, sekunser,tersier atau sifilis laten awal. Reaksi Jarisch - Herxheimer ad suatu rx demam akut - disertai dgn sakit kepala, mialgia dan gej-2 lainnya - yg dpt trjd dlm 24 jam pertama setelah terapi sifilis ; px harus diberitahu dgn kemungkinan terjadinya rx ini. 4.Sifilis latent ad suatu periode setelah infeksi Treponema pallidum jika penderita seroreaktif tetapi tdk memperlihatkan adanya peny. Tx: Benzatin Penisilin G 7,2 juta Unit total, diberikan dgn 3 dosis masing-masing 2,4 juta unit setiap kali pemverian dgn interaval 1minggu. Semua px dgn laten sifilis harus diperiksa kemungkinan adanya peny lain seperti aortitis, neurosifilis, gumma dan iritis Test Serologi Nontreponema kuantitatif harus diulangi 6 bln dan diulang lagi 12 bulan . Titer awal yg tinggi (> 1:32) harus menurun plg sedikit 4x dalam 12-24 bln.

KUTIL PADA GENITAL 

  

Definisi : Condiloma acuminata merupakan manifestasi dari infeksi human papilloma virus (HPV). HPV tipe 11 dan 16 (non onkogenik) yug dpt menyebabkan genital warts. Tempat paling sering : fourchette posterior dan bagian lateral vulva. Seluruh permukaan vulva , vagina dan servix dpt juga terkena tapi jarang. Cara penularannya : melalui coitus  trauma minor akibat koitus menyebabkan kerusakan kulit vulva , sehingga terjd kontak lgs antara

 



 

partikel virus dari pria yg terinfeksi dgn lapisan basal epidermis partner sexualnya. Infeksi bisa laten atau virus dpt bereplikasi dan menyebabkan terdjnya wart. Wart yg berbentuk exophitic sangat infeksious  75% akan terjadi wart bila kontak dgn jenis ini. Tx : tujuannya yaitu menghilangkan wart (krn tdk mungkin untuk untuk menghilangkan virusnya. Rekurensi : sering tjd akibat reaktivasi dari infeksi sub klinik. Treatmen Option for external Genital and Perianal Wart Modality(%) Risk

Efficacy(%)

Recurent

Cryoterapy 63 - 88 21-39 Podophyllin 10-25% 32 -79 27 - 65 Podofilox 0.5% 45 - 88 33 - 60 Triochloroacetic 80-90% 81 36 Electrodesiccation atau cauter 94 22 Laser 43 - 93 29 - 95 interferon 44 - 61 0 - 67

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS  Diperkirakan 25% pdrt HIV aadalah wanita.  Resiko faktor : penggunaan obat-2 scr iv ( 50%) dan heterosexual (36%).  Gambaran inf HIV : asimptomatik sampai fullblown.  Waktu terjadinya inf dgn manifestasi peny adalah 10 thn.  Wanita yg menderita HIV dgn fungsi imun yg menurun mempunyai resiko tingi untuk menderita  tuberkulosis, pneumoni bakteri, pneumocytis carinii pneumonia (PCP).  Pemeriksaan HIV perlu dilakukan pd wanita yg di dx STD terutama ulkus genital, wanita2 yg memp resiko untuk terjd nya STD sep parnert sexual yg banyak, atau partnernya memiliki partnet sexual yg banyak.

57

 Dx : Pemeriksaan jumla CD4- T-Limfosit merupakan indikator yg paliong baik untuk progeri peny.  Strategi penanganan infeksi HIV secara menyeluruh berdasarkan pd jumlah CD-4 .  Bila jumla CD-4 : 200-500 /ul sangat mungkin untuk menderita HIV dgn gejala, memerlukan intervensi medik.  Bila jumlah CD4-Tsel <200/ul memp resiko tinggi untuk terjd HIV dgn komplikasi.  Tx : - Anti retroviral (Zidovudine /ZDV) untuk pdrt dgn jumlah CD4 < 500 cel/ ul dan untuk pendrt dgn tanpa gej dgn jumlah CD4 < 300 cel/ ul.  Penderita dgn CD4-Tcell kurang dari 200/ ul harus diberi profilaksis ( trimetoprim/sulfametoxasol atau pentamidin aerossol)

INFEKSI TRAKTUS URINARIUS SISTITIS AKUT  Gej infeksi sal kencing yg berat sepert : disuri ,frekuensi, urgensi, nyeri supra pubik atau low back pain .Pada pemeriksaan didapatkan nyeri supra pubik.  Pemeriksaan kencing didapatkan pyuria dan kadang-kadang hematuria.  Faktor-2 yg meninbgkatkan resiko terjdnya sistitis seperti hubungan sexual, penggunaan diafragma dan spermisid ,infeksi trac urinarius sebelunya .  Kuman yg paling sering ditemukan : E.coli (80%) kasus.  5-15% cistitis ditemukan Staphylocoocus saprophyticus.  Patofisiologi sistitis : terjadi kolonisasi bakteri koliform yg berasal dari rectum pada vagina dan uretra.  Tx : Trimetoprim / sulfametoksasol dosis : 160800 mg/ 12 jam atau. Trimetoprim saja dosis : 100 mg/ 12 jam.  merupakan pilihan yg optimal untuk

terapi sistitis tanpa komplikasi (selama 3 hari). Fluoroquinolon : seperti Ofloxasin dosis 200 mg/12jam selama 3 hr. Preparat ini biasanya diberikan untuk infeksi berulang, kegagalan pengobatan dan infeksi pada px yang alergi dgn obatobat lain dan infeksi yg disebabkan oleh mikroba yg resisten dengan antimikroba yg lainnya. Dx : Secara mikroskop didapatkan piuria dan dgn pemeriksaan esterase leukosit, kultur urin tidak perlu.Tx dengan AB diberikan dlm jangka pendek. SISTITIS BERULANG.  Ditemukan kira-kira 20% pd wanita pre menopause.  90% sistitis berulang disebabkan oleh reinfeksi eksogen.  Pemeriksaan kultur perlu untuk menyingkirkan mikroorganisme resisten.  Pengobatan dapat dilakukan dengan salah satu dari 3 strategi Sbb Profilaksis secara trus-menerus, profilaksis post coital atau tx awal oleh px jika ditemukan gx pertama kali.  Untuk px post menopause dgn sistitis berulang tx dgn HRT atau pemberian estrogen krim lokal + AB profilaksis URETRITIS  Gx : disuria, pengeluaran cairan vagina yg abnormal, perdarahan yg bersamaan dengan servisitis, pasangan sex yang baru atau adanya nyeri abdomen bawah.  Pemeriksaan fisik : servisitis mukopurulen atau lesi vagina yg menyerupai herpes.  Penyebab uretritis akut adalah : Clamidia trakomatis, Nesseria GO atau Herpes genitalis.  Pemeriksaan urin didapatkan piuria, Hematuria jarang didapatkan.  Tx :Gonoroea : - Ceftriaxon 125mg im dosis tunggal atau  Ofloxasin 400 mg oral dosis tunggtal atau

58

 

Cefixim 400 mg oral dosis tunggal atau Ciprofloxacin 500mg oral dosis tunggal.

 Jenis : dapat subserosa, intramural atau

 Clamidia Trachomatis :  Doxisiclin 2x 100 mg selama 7 hr (oral) atau  Azythromtycin 1gr oral dosis tunggal atau.  Ofloxasin 2x 300 mg oral selama 7hr atau  Erythromicin ethylsuccinate 4x 800mg oral selama 7 hr. PYELONEPHRITIS AKUT  Spektrum klinik pyelonephritis akut tanpa komplikasi pd wanita muda, berkisar antara septikemia gram negatif sampai penyakit yg menyerupai sistitis dgn nyeri unilateral.  80% kasus disebabkan oleh E coli,  Pemeriksaan mikroskiopik ditemukan piuria dan bakteri gram negatif  Kultur urin perlu dilakukan pd semua px yg dicurigai pyelonefritis  Kultur darah dilakukan pd semua px yg dirawat ( 15-20% kasus kultur (+)).  Px di MRS bila : didapatkan mual dan munt ah, peny. Ringan sampai berat dan wanita hamil.  Px poliklinik bila : mual muntah (-), dan peny. Tidak berat. Tx u/ px rawat jalan : - Trmetropim/ Sulfa metoxasol dosis 160-800/ 12 jam a/Quinolon ( Ofloxacin 200-300 mg /12jam ) selama 10-14 hr. Tx u/ px MRS : - Seftriaxon parenteral (1-2 gr/hr), Ampicillin 4x1gr pr, dan Gentamycin ( Tu jika penyebabnya diduga e nterokokus), atau Aztreonam (1gr/8-12jam). Gx menghilang setelah 48-72 jam. Jika nyeri unilateral dan demam menetap setelah tx 72 jam - USG tau CT Scan perlu dilakukan untuk menyingkirkan abses intrarenal, atau peri nephrik atau obstruksi ureter.0 Kultur untuk follow up dilakukan 2 mgg stelah TX. TUMOR JINAK Tr. GENITALIS

 









 

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS Mioma uteri  Nama lain : leiomioma atau fibroid.

59

submukosa dengan lokasi dapat pada uterus, serviks, lig.latum atau pedikel. Terdapat pada hampir 20% wanita usia reproduktif. 40-50% terdapat pada wanita usia > 40 tahun. Penyebab : (?) Diduga berasal dari satu sel neoplastik dalam otot polos miometrium ; meningkat dengan adanya keluarga mioma ; dipengaruhi oleh perubahan hormonal ( membesar selama hamil dan mengalami regresi saat menopause ). Mioma uteri dapat sangat keras ( seperti batu, bila mengalami kalsifikasi ) atau lunak ( bila mengalami degenerasi kisik ), namun pdu memiliki konsistensi kenyal. Mioma tidak memiliki kapsul yang sebenarnya, namun berbatas tegas, tidak berinfiltrasi, mendorong uterus dan biasanya dipisahkan dari miometrium oleh ‘pseudocapsule’ ( jar.ikat ), sehingga memudahkan saat enukleasi. 2/3 kasus mengalami degenerasi. Dengan meningkatnya jumlah sel mitotik, mioma menjadi beberapa bentuk : 1. Selama kehamilan atau wanita yang memakaipreparat progestasional. 2. Nekrosis. 3. Tumor otot polos yang berpotensi menjadi ganas secara tidak pasti ( bila terdapat 5-9 mitosis / lp tanpa sel-sel atipi atau ‘giant’ , atau 2-4 mitosis / lp dengan sel atipi atau ‘giant’ ) - 0,5% Leiomiosarkoma : jarang. Pdu usia 50-an dan terdeteksi saat PA setelah miomektomi. Definisi sarkoma : bila  10 mitosis / lp. Diagnosis : pembesaran uterus yang ireguler. Tindakan pembedahan diperlukan bila : menoragia, nyeri panggul kronis ( dismenorea, dispareuni atau akibat penekanan uterus. Nyeri akut disebabkan oleh ; torsi mioma subserosa datu infark dan degenerasi. Mungkin disertai dengan gejala tr.urinaria : sering kencing ( ok penekanan pd vesika ), obstruksi ureter patial ( pdu ureter kanan ok ureter kiri terlindung oleh

sigmoid ) atau total ( jarang, disebabkan oleh mioma servikalis / bag.bawah uterus yang menekan sfingter interna )  Mioma dapat menyebabkan infertilitas < 3%  Walaupun mioma membesar pada kehamilan, 90% penderita tidak menunjukkan adanya perubahan ukuran ( dgn USG serial ).  Kadang leiomioma menyebabkan : 1. Kompresi rektosigmoid. 2. Prolaps mioma sumukosa pedunculated melalui serviks, dgn gejala : kram hebat, kadang ulserasi dan infeksi. 3. Stasis vena ekstremitas bawah yang dapat menyebabkan tromboflebitis. 4. Polisitemia 5. Asites. Tumor jinak ovarium Pembagian :  Functional : follicular, Corpus luteum, theca lutein.  Inflamatory : TOA.  Neoplastik :  Germ cell : benign cystic teratoma.  Epithelial : Serous / musinous cystadenoma. Fibroma. Cystadenofibroma. Brenner tumor. Mixed tumor.  Other : Endometrioma. Tumor jinak ovarium.  Pada usia reproduksi, paling sering bersifat jinak. ( 80-85% ) dan 2/3 pdu pd usia 20-44 tahun.  Insiden tumor ganas ovarium pada usia < 45 tahun adalah 1 : 15.  Gejala pdu sedikit / ringan ok distensi dan ketidaknyamanan ok penekanan. Bila tumor bersifat aktif secara hormonal, maka dapat terjadi perdarahan pervaginam yang berhubungan dengan produksi estrogen. Nyeri akut disebabkan oleh kista yang mengalami torsi, ruptur atau perdarahan.

Jinak

: pada umumnya unilateral, kistik, mobile dan licin. Ganas : bilateral, solid, terfiksasi, ireguler dan berhubungan dgn asites, nodul pada cul-de-sac dan ptbh yang cepat.

MASSA OVARIUM YANG NONNEOPLASTIK  Kista fungsional ( kista folikuler, kista korpus luteum, kista teka lutein ). Pdu tidak membutuhkan pembedahan.  Tersering : kista folikuler. Pdu  < 8 cm ), dapat mengalami ruptur sehingga menyebabkan nyeri dan ‘peritoneal sign’ yang biasanya membaik dalam 4-8 minggu.  Lebih jarang adalah kista korpus luteum. Disebut kista bila diameter > 3 cm, dapat mengalami ruptur dan menimbulkan hemoperitoneum sehingga memerlukan pembedahan.  Paling jarang : kista teka lutein. Pdu bilateral dan terjadi dalam kehamilan, termasuk kehamilan mola. Kista ini terjadi pada 25% mola dan 10% koriokarsinoma. Sering pada kehamilan multipel, DM, sensitisasi Rh, akibat induksi ovulasi ( tx Klomifen sitrat atau HCG ) dan penggunaan analog GnRH. Kista ini dapat mencapai 30 cm, multikistik dan mengecil secara spontan.  Perokok memiliki resiko 2 x lipat untuk mengalami kista fungsional ( ok merokok mempengaruhi fungsi ovarium ).  Endometrioma / kista coklat : endometriosis dalam ovarium.  Polikistik ovarium ( PCO ) yang memiliki sindroma : oligomenorea, infertilitas, hirsutismedan obesitas. Kriteria diagnosis termasuk : hiperandrogenisme dan anovulasi kronik. MASSA OVARIUM YANG NEOPLASTIK

 Teratoma / kista dermoid  80% terjadi pada usia reproduksi.

60

 Merupakan 62% dari seluruh neoplasma

ovarium pada wanita < 40 th.  Malformasi maligna < 2% pada semua usia dan lebih dari ¾ terjadi pada usia > 40 th.  Resiko untuk mengalami torsi : 15%  Tindakan kistektomi hampir selalu berhasil, dengan meninggalkan sedikit korteks ovarium, sehingga tidak perlu mengangkat seluruh ovarium.

 Tumor epitel : Tumor serosa pdu jinak, 5-10% borderline dan 20-25% ganas.  Kistadenoma serosa sering multilokuler, kadang dengan papil-papil.  Permukaan epitel mensekresi cairan serous, sehingga menghasilkan kista yang berisi cairan.  Untuk membedakan jinak, borderline dan ganas harus dilakukan VC ok secara makroskopis sulit dibedakan.  Tumor musinosum : 5-10% ganas.  Tumor musinosum jinak memiliki sebuah lobul dgn permukaan licin dan multilokuler ( 10% bilateral ).  Tumor jinak lain : Fibroma ( tumor sel-sel stroma ), tumor Brenner dan tumor campuran ( kistadenofibroma ). 

DIAGNOSIS  Dengan pemeriksaan pelvik lengkap : termasuk pemeriksaan rektovaginal dan Pap test.  Setelah kemungkinan adanya kehamilan disingkirkan, kemudian dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah massa tersebut pada uterus atau adneksa.  Dilakukan biopsi endometrium atau D&C bila didapatkan adanya massa dan perdarahan yang abnormal.  Bila ada gejala urinarius dilakukan pemeriksaan tr. Urinarius termasuk sistometri ( bila ada inkontinensia ), sistoskopi ( untuk menyingkirkan adanya lesi intrinsik vesika ). USG atau IVP untuk melihat adanya deviasi, kompresi atau

dilatasi ureter, dan hal ini merupakan indikasi pembedahan.  Pemeriksaan lab. pada wanita dgn massa pelvik termasuk test kehamilan, Pap test, DL, LED dan FL untuk melihat adanya darah dalam feses. Bila perlu CA 125 ( Cat : CA 125 dapat meningkat pada mioma uteri, PID, hamil dan endometriosis, sehingga dapat menyebabkan intervensi pembedahan yang tidak perlu.  Pemeriksaan imaging :  USG pelvik dapat membantu untuk mengetahui asal massa ( uterus, adneksa atau Tr.GI ) dan juga ukuran dan konsistensi massa, sehingga membantu tindakan selanjutnya.  USG transvaginal dapat memberikan informasi tambahan mengenai arsitektur interna dan anatomi massa. Suatu massa heterogen yang pada USG transabdominal menunjukkan TOA, dapat dibedakan dengan USG vaginal, apakah massa tersebut piosalfing, hidrosalfing, kompleks tubo-ovarial atau TOA.  CT jarang sebagai prosedur primer.  Histeroskopi memungkinkan uintuk melihat langsung adanya kelainan intrauterin atau mioma submukosa. Histerosalfingografi akan menunjukkan kontur kavum endometrial, distorsi atau obstruksi tuba.  MRI mahal. MANAJEMEN Mioma Uteri Konservatif  Observasi dan follow-up adalah tindakan primer, sedangkan intervensi hanya dilakukan bila ada indikasi dan gejala spesifik.  Penggunaan GnRH agonis dapat mengurangi volume mioma 40-60%. Indikasi penggunaan GnRH agonis : 1. Persiapan untuk hamil pada wanita yang memiliki mioma yang besar, atau persiapan sebelum dilakukan miomektomi.

61

2. Persiapan pembedahan pada px yang anemis agar Hb kembali normal, sehingga kebutuhan untuk transfusi minimal. 3. Sebagai tx pada px mendekati saat menopause agar tidak operasi. 4. Sebagai tx preoperatif pada mioma yang besar yang akan dilakukan histerektomi vaginal, reseksi atau ablasi histeroskopi atau destruksi laparoskopik agar lebih mudah. 5. Tx mioma untuk px yang mendapat tx medis yang merupakan kontraindikasi pembedahan. 6. Tx mioma pada penderita yang mengalami penundaan operasi untuk alasan pribadi atau medis. ( NB : Pengobatan dg mgnk Gn RH bukan mrpk pengobatan definitif dan pemberian tidak boleh lebih dari 6 bl. )  Tx hormonal dgn senyawa progestasional dapat mengurangi ukuran mioma dan amenorea. PEMBEDAHAN Indikasi pembedahan : 1. Perdarahan yang abnormal dengan anemia yang tidak responsif thd tx hormonal. 2. Nyeri kronik dgn dismenorea hebat, dispareuni, atau nyeri / penekanan abdomen bagian bawah. 3. Nyeri akut, seperti pada torsi mioma pedunculated atau proplaps mioma submukosa. 4. Ada gejala urinaria : mis. hidronefrosis. 5. Pertumbuhan yang cepat saat premenopause atau makin membesarnya mioma saat postmenopause ok tidak dapat dibedakan dengan sarkoma uteri. 6. Infertilitas dgn adanya mioma sebagai satusatunya kelainan. 7. Mioma yang makin membesar sehingga menimbulkan gejala penekanan atau tidak nyaman.

Bentuk pembedahan :  Terutama histerektomi.  Miomektomi abdominal dilakukan bila masih ingin punya anak.  Miomektomi vaginal dilakukan pada mioma pedunculated submukosa yang prolaps.



Reseksi histeroskopi dilakukan pada mioma submukosa yang kecil.

Tumor ovarium  Wanita yang dicurigai memiliki kista fungsional sebaiknya diberi kontrasepsi oral, walaupun tampaknya tidak ada akselerasi resolusi, dibandingkan bila hanya dilakukan observasi. ( untuk kista fungsional yang disebabkan ok penggunaan klomifen sitrat atau gonadotropin menopause ). Walaupun demikian, pemberian kontrasepsi oral dapat menurunkan resiko terbentuknya kista yang lain.  Kista yang memberikan gejala sebaiknya dievaluasi dgn seksama. Bila gejala ringan, cukup dgn analgesi. PEMBEDAHAN :  Indikasi pembedahan bila : nyeri hebat atau curiga ganas ( kista yang besar, multilokuler, septa (+), papil (+), dan ada peningkatan aliran darah ). Bila ada kecurigaan ganas sebaiknya dilakukan laparotomi eksploratif.  Aspirasi secara USG atau CT seharusnya tidak dilakukan bila curiga ganas.  Pembedahan laparoskopi sebaiknya hanya dilakukan untuk diagnostik atau untuk penderita dengan resiko keganasan yang sangat rendah.  Hasil ‘jinak’ pada laparoskopi tidak menyingkirkan adanya keganasan, karena mungkin eksisi yang dilakukan hanya sebagian dan tidak lengkap, sehingga menyebabkan penundaan untuk dilakukannya suatu tindakan pembedahan yang definitif.  Operasi laparoskopi pada kista dermoid atau kista jinak lainnya, memerlukan keahlian untuk mencagah tercecernya / keluarnya isi kista, karena bila operasi ini bersih akan mengurangi masa tinggal di RS, waktu penyembuhan lebih cepat dan lebih sedikit menimbulkan nyeri post-operatif.

62

Dr. LD Sp OG :  bagaimana penanganan tumor jinak ovarium ?  Bisa konservatif/ operatif.  Apakah Bentuknya Solid / kistik. Bila solid dilakukan operasi, bila kistik berapa diameternya, bentuknya, dindingnya sehingga tindakannya apakah konservatif/ eperatif.  Bila curiga ganas/ Torsi / Infeksi  operasi

DM PADA KEHAMILAN Patogenesis : 1. DM Type I ( IDDM )  Kerusakan sel beta pankreas  Proses AI. HLA –D histokompatibility kompleks pada khromosome 6 2. DM Type 2 ( NIDM )  Gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin pada sel target GESTASIONAL DM. adalah Intoleransi KH diketahui pertama kali saat hamil I. Skrining :  Semua wanita hamil dg UK 24-28 mgg, yang sebelumnya tidak di diagnosa DM UK < 24 mgg.  Cara : O Sullivan Mahan.  Diberi beban 50 gr gluk PO.  1 jam kemudian diperiksa glukosa plasma - Vena.  Bila hasil GD plasma > 140 mg %  OGTT. WHO ( 1980 )  TTGO 75 gr ( puasa 8-12 jam )  Diabetus Melitus bila Gluk Plasma vena puasa > 140, 2 jam PP > 200. GTG  kadar gula Puasa 100-139 dan 2 jam PP 140-199 mg %. II. Diagnostik : A. wanita hamil dg resiko. B. Skrining GD > 140 mg %. Kapan : saat kontak I / UK < 28 mgg. Cara :

Px puasa 8-14 jam ( malam ) ,3 hr sebelumnya bebas diet dan olah raga.  Paginya diperiksa kadar gula darah plasma :  Puasa 105 mg %  Diberi beban 100 gr, periksa  1 jam 190, 2 jam 165, 3 jam 145 mg %.  Interpertasi : 1. GDP < 105, OGTT N  Normal. 2. GDP < 105, OGTT > 2 krit,  GDM / A. 3. GDP > 105, OGTT >2 krit,  BF. III. Management Mencapai sasaran normoglikemia selama kehamilan dan persalinan ( GDP < 105, 2 jam pp < 120 mgr% ). 

I. Kontrol diabet :  Diet 30-35 kal/kg ( 2000-2200 kal / hr ). Karbohidrat 55%, prot 20 %, lemak 25 %. Kebutuhan kal selama hamil / menyusui (TB – 100 ) X 30 + ekstra kalori ( 100-300 pada TM 1-3 ).  Insulin ( bila GDP > 100, 2 j PP > 130 ) OAD tiadak diberikan  teratogenik, hipoglikemia berkepanjangan dan fetal hiperinsulinimia. Pertahankan gluk darah  menurunkan perinatal morbidity, makrosomia, hypoglikemia fetal. Post prandial gluk jangan < 60 mg %.

DM + Kehamilan : GDP < 130 Perencanaan

63

GDP > 130

Diet 2 mgg. GDP < 105 2 j PP < 120

GDP > 105 2 j PP > 120

Tetap

Diet dan Insulin

Goal Terapi : Gula darah puasa Premeal 1 jam setelah makan 02.00 – 06.00

60 - 90 60 - 105 100 - 120 60 - 120

II. Treatment komplikasi : Ketoasidosis, Hydramnion, PE dan UTI. III.

Maternal evaluation : Sterilization, maternal komplikasi.

IV. Fetal - Plasental evaluation : USG, Fetal monitoring, Estriol. V.

Timing of Delivery.  Elektif SC : EFW > 3400, Floating, Breech pres, dg komplikasi.  Kala II : Infus D5%, insulin ¼ dosis, dan hati hati HPP.  TM III : Ev janin in utero, tentukan UK dg tepat dan FWB, NST, Estriol serial dan L/S rasio > 3.

VI. Tujuan :  Mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal.  Memperbaiki metab KH shg tak merugikan janin jangka pendek dan panjang.  menurunkan kejadian kel kongenital. VII.  

VIII.

Perawatan : metab KH. Kehamilan : ANC sering, Konsultasi internis, MRS TM II utk Ev DM nya, ketoasidosis sering timbul pada TM II dan III. Klasifikasi : White.

Evaluasi : A  UK 37 mgg. BC  UK 36 mgg. DR  UK 34 mgg. Pengaruh kehamilan dan persalinan thd DM. 1. Emesis dan Hyperemesis. 2. Pembesaran rahim memakai glikogen. 3. Janin butuh KH untuk pertumbuhannya. 4. Pankreas dan adrenal janin mpgrh metabolisme. 5. BMR meningkat. 6. Insulinase yang dihasilkan plasenta. 7. H. Plasenta : Choriosomatomamotropin Estrogen dan progesteron mengurangi khasiat insulin. 8. Persalinan mbtk enersi. 9. Laktasi mengambil dari ibu trtm hidrat arang. Pengaruh DM terhadap : I. Kehamilan :  Infertil, abortus, partus prematur, IUFD, hidramnion, PE/E, kel letak, insufisiensi plas, pyelonefritis. II. Persalinan :  Inertia uteri, HPP, distocia bahu, lahir mati ok asfiksia, CPD ( SC ), mudah infeksi. III. Nifas :  Infeksi sp sepsis, luka perineum / bekas operasi susah sembuh. IV. Terhadap anak :  Bayi besar, dysmatur, asfiksia terutama > 36 mgg - IUFD, kematian perinatal ok hipoglikemia, pers lebih sukar, kel saraf dan jiwa, resp. distres, hiperbilirubinemia,  Malformasi. ( caudal regresion, situs infersus, spina bifida, HC, anensephal, GIT , renal.  Hidramnion  Unexplained fetal demise. Diagnosis : 1. Riwayat obstetri yang jelek.

64

2. 3.

Pemeriksaan urine. TTG.

HbAic

Penanganan : I. Penanganan medik : 1. Diet trtm u/ klass A.  30-35 kal /kg.  Diet B1 ( KH 60 %, prot 20%, fat 20% ) dg tambahan 100 u/ TM I, 200 kal u/ TM II dan 300 kal u/ TM III. 2. Insulin trtm px sebelum hamil sudah menggunakan insulin. II. Penanganan obst :  Tgt keadaan ibu dan janin.  Monitor janin terus menerus UK 36 mgg. III.

Penanganan neonatus : dirawat sbg bayi prematur.

Tata laksana Obstetri : 1. TM I USG  awal kehamilan u/ konfirmasi UK dan periksa HbA 1C 2. TM 2  USG dan AFP ( 16-20 mgg ). 3. TM 3  USG  Makrosomia/IUGR. 4. Pemantauan kesejahteraan janin  NST . 1 mgg/1x UK > 28 mgg, 1 mgg/2x UK > 36 mgg. 5. Dopler velosimetri.

 

 



Tinggi

Tinggi

Tinggi

N

N

Tinggi

KETERANGAN Terkontrol 4-8 mgg terakhir. Tak terkontrol 4-8 mgg terkhir. Px tak disiplin/ diet saat diperiksa. Hiperglikemia temporer dg gluk terkontrol

Kegunaan : 1. Alat deteksi dan meramalkan hasil kehamilan. 2. Berhubungan erat dg tingginya insiden kel kongenital ( kel kong / abortus spontan meningkat bila kadarnya > 9,5%)

ULTRASONOGRAFI

  

Hb A1c pada DM Gestasional.  Senyawa hasil reaksi glikosilasi non enzimatik

antara Hb dg gluk pd darah. Pemeriksaan gula darah secara retrospektif 48 mgg terakhir. Terdapat korelasi erat antara derajat kematian perinatal dg gluk darah, angka kematian perinatal turun sp 3,8 % bila gula darah pd ibu hamil < 100 mg%. Pada kehamilan normal kadarnya < 7 %. ( pada DM Hb A1C < 6 ). Pengukuran selama TM I sp awal TM II dapat menggambarkan gluk darah selama fase organogenesis. Normalnya glukosa darah janin sedikit lebih rendah dari ibu (  < 20 mg % ).

N

KADAR GD N

Gestasional sac : 5 - 6 mgg. Djj : 8 mgg. Blighted ovum :  Kehamilan dg kantong janin > 2,5 ml, tanpa dapat dideteksi adanya fetal echo.  Atau vol kantung janin < 2,5 ml pd pemeriksaan pertama, tidak bertambah paling sedikit 25 % pada pem ulangan 1 mgg kemudian.

 CRL :

panjangnya janin dari kepala-bokong ( tanpa mengukur ekstremitas )  7-11 mgg.

 BPD :

 Paling terpercaya u/ UK 12-26 mgg. Setelah itu perlu parameter lain FL/ lingk abdomen.  Pengukuran : 1. Visualisasi diameter aksial pada tingkat septum pellusidum. 2. Bentuk kep harus oval.

Interpertasi :

65

3.

Echo garis tengah ( midline echo ) berada pada tepat ditengah. Kalipes ditempatkan pada bag luar proximal tl tengkorak dan bag dalam tl tengkorak distal.

4.



Lingkar Abdomen :  menentukan ggn ptbh.  Harus tampak v, porta dan bag umbilikal bentuk ellips.  Lingkaran abd ( a + b ) 1,57.  Kaliper pd tepi luar abdomen.  rasio K/A setelah 31-33 mgg > 1 curiga ggn ptbh.

 FL :  Panjang longitudinal dari tulang.  kaliper ditempatkan titik lat tl yang diukur.  untuk kehamilan lanjut tanpa data awal  prediktor terbaik UK.

 Screening : UK 18-20 mgg ok semua organ sudah dapat divisualisasi.

AMNIOTIK FLUID.

Berhubungan dg kesejahteraan janin. single pocket  Kantongan AF terluas secar vertikal ( MVP). Manning “ Rule 1 cm “ : < 1 = Oligo H. Chamverline : < 2 cm = Oligo H.  8 = Hidramnion.  AFI ( Phellan ,Hill ). Yaitu mengukur kedalaman vertikal kantong amnion terbesar yang terdapat pada 4 tempat dg lin nigra sbg axis vert dan umbilikal sbg axis horizontal, keempat hasil dijumlahkan :  <5 : Oligo hidramnion.  5-8 : Intermediate.  8,1-18 : N  > 18 : Hydramnion.  

PEMANTAUAN KES JANIN ANTENATAL DG TEKNOLOGI CANGGIH. 

Teknologi yang digunakan : USG, FHM, Analisa kromosome,dopler ultrasound.

Kesejahteraan janin intra ut dipengaruhi : Peny keturunan/ bawaan : Kel khromosome, metab bawaan. faktor lingk yang langsung berpengaruh pada ibu. Mis obat-obatan /rad. Peny inf Ibu : TORCH, ISK. Kel cardiovask : HT,DM, post matur.

 1. 2. 3. 4.

USG : Guna  : 1. Mendeteksi anatomi normal. Gestasional sac tampak pada 6 mgg kehamilan, embryo dan tanda kehidupan janin tampak setelah 7 mgg. TM III anatomi normal janin sudah sempurna. 2. Pengukuran biometri janin : Pada TM I menggunakan CRL yaitu jarak antara puncak kepala dg bokong janin. - Pada TM II paling tepat menggunakan BPD, pada TM III untuk menentukan usia kehamilan memakai FL. 3. Mendeteksi kehamilan abnormal : Hydr, kel letak, khml ganda dll. 4. Lokasi Plasenta. 5. Mendeteksi jumlah cairan amnion. 6. Mendeteksi kel kong pada janin : Hidr, anenceph,omphalokel, dll. 7. Mendeteksi gerak janin/ gerak nafas janin. II. Fetal Heart Monitoring. 1. Non stres Test. Suatu respon kardio akselerasi dari gerakan janin atau rangsangan lain pada janin. NST dibedakan 2 macam gerak janin, yi : Gerak individual dan gerak multipel. Karakteristik perubahan denyut jantung akibat gerak janin dikenal 4 macam : 1. Omega, bila terjadi peningkatan > 15 bpm dari denyut basal selama 30 detik. 2. Lambda, terjadi peningkatan 15 denyut disertai penurunan 10 bpm selama 40 detik.

66

3. 4.

Eliptik, terjadi peningkatan 20 bpm selama 90 detik. Periodik.

Syarat : 1. Usia kehamilan > 34 mgg ( EFW > 1500 ). 2. 2 jam setelah makan. 3. Ibu sudah istirahat + 1 jam sebelum diperiksa. 4. Tidak merokok / minum obat sedatif sebelumnya. 5. Sistim yang dipakai External toko dynamometer. 6. Ger janin ditandai oleh ibu sendiri setelah penerangan sebelumnya. 7. lama rekaman minimal 20 men, max 90 men.





INTERPRETASI : a.

Baseline rate : Rentangan frekw DJJ saat kontraksi uterus / perubahan yang terjadi secara berkala dalam 10 men. N : 120-160 bpm.  Takikardia : > 180 bpm.  Takikardia ringan : 161 - 180  Bradikardia ringan : 100 - 119.  Bradikardia : < 100. Takikardia dapat disebabkan imaturitas, ibu febris atau hipoksia ringan namun bila disertai hilangnya var atau adanya deselerasi menujukkan bahaya bagi janin. Bradikardia tanpa adanya deselerasi dapat disebabkan kel. Jantung Bawaan atau post matur, namun bila disertai deselerasi menandakan janin dalam keadaan gawat.

b. Variability :  Fluktuasi dari baseline rate ok perubahan setiap pola denyut jantung.  Variability menunjukkan interaksi dari syaraf simpatis dan parasimpatis.  Merupakan indikator menilai cadangan kerja jantung dan sistem sirkulasi fetoplasenta.  Absent / flat : 0-2.  Decrease : 3-5.  Average : 6-15.  Increase ; > 15.

Variabilitas > 25  Saltatory, menandakan bahwa janin perlu tambahab sirkulasi darah, bila disertai dengan dengan baseline rate menunjukkan gagalnya mekanisme kompensasi. Ada 2 komponen variability yaitu : Short term ( beat to beat var ) yakni perubahab tiap tiap detik jantung janin dan long term variability yakni suatu gambaran fluktuasi dari DJJ pd frekwensi tertentu mis 2-6 siklus/menit dg amplitudo perubahan 610 beat. Low var dapat disebabkan ok : obatobatan. Hipoksia. Prematuritas/ imaturitas, sleeping baby, tachicardia, kel jantung bawaan/SSP, arytmia dan takisistole uterus. 

-

c.

2.

Sinusoidal Pattern : ST var hilang, LT var nampak jelas. Hal ini bisa terjadi pada keadaan : Pengaruh obat-obatan. ( nisentil ) Kelainan janin, misal : Rh. Sensitized, erytroblastosis, chronic fetal anemia, hipoksia. Reaktivity : Adanya akselerasi 2 kali dg frekw > 15 bpm selama 15 det dan waktu rekaman minimal 20 men.

Stres test ( OCT/CST ).

INTERPRETASI STRESS TEST.

1.

Akselerasi : Respon FHR meningkat mengikuti rgs ger janin / kontr uterus. Ada bbrp macam akselerasi, al: Uniform akselerasi  menyertai akselerasi. Variabel akselerasi  menyertai gerakan janin/ rangsangan pada janin. 2. Deselerasi : A. Des dini :  Oleh karena penekanan kepala janin  djj lambat ok rangsangan vagus.

67





B.

Kontr rahim  tek kep janin  aliran darah keotak menurun  rgs vagus  DESELERASI DINI. Mulai dan berakhir bersamaan dg kontraksi rahim , sering tidak rendah 100 bpm dan tidak menyebabkan hipoksia pada janin.

Deselerasi lambat :  Aliran darah pd ruang intervillous menurun menyebabkan hipoksemia , disebut UPI. Secara klinis dapat terjadi secara akut yang ditandai fetal distres, asfiksia neonatorum atau intrapartum fetal death. Atau secara kronis sering disertai IUGR atau antepartum fetal death.  Klinis :  Mulai saat atau setelah puncak kontraksi rahim dan kembali kebaseline setelah kontraksi berakhir.  FHR normal atau < 100 bpm.  Menunjukkan hipoksia janin ok kontr rahim.  Cara mencegah : 1. Hentikan kontraksi rahim. 2. Akhiri persalinan per abd kec syarat pervag terpenuhi. 3. Pemberian O2 dan tidur miring.

Klinis :  Mulai dan berakhir tak tgt dari kontraksi rahim.  FHR lebih rendah dari 100 bpm.  Bila sering  fetal hipoksia.



Cara Mencegah :  Merubah posisi ibu  Dilakukan reposisi atau sc bila tjd TP numbung.  Pemberian O2.

Oklusi tali pusat

TD Janin 

Rgs baro res

Hipoksia janin

Rgs kemo res janin

Rsg Vagus.

III.

 Adrenergik respon. Fetal HT Tanpa asidosis

Rgs Baro reseptor.

C.



Hipoksemia myocard depr.

VARIABEL DESELERASI

Rgs chemo resptor.

Myocard depresion

Ok penekanan tali pusat yang dsbk kontraksi rahim / prbh posisi janin  aliran darah buntu.

Kontr rahim.

UPI

Dengan asidosis



Respon PS

Analisa Khromosome Indikasi : 1. Usia ibu / suami > 35 tahun. 2. Riwayat kel. Khromosome pd persalinan lalu. 3. Perkawinan antar keluarga. 4. Ada kecurigaan kel. Bawaan pada pemeriksaan terdahulu. Tenik yang dipakai : A. Cordocentesis : Pengambilan sampel dari darah tali pusat ( dekat insersi/ masuknya kejanin dg tuntunan USG ).

LATE DESELERASI.

Variabel Deselerasi.

68

B.

C.

Amniosentesis : Pengambilan sampel cairan amnion trans abdomen, dilakukan pd kehamilan + 15 mgg. Biopsi Chorion ( chorion villous sampling ). Ada 2 cara ,yi transervikal CVS ( dilakukan UK 9-11 mgg ), trans abdominal CVS ( komplikasi abortus lebih kecil, dilakukan pd UK 13 mgg ).

IV. Dopler ultrasound. Mengukur blood flow  paling sering umbilikal /serebral blood flow  keuntungan menentukan secara dini peningkatan vaskuler resisten.

Oksitosin Challenge test ( OCT ) Adalah Prosedur pemeriksaan dengan mengusahakan terbentuknya 3 kontraksi rahim dalam 10 menit. Indikasi : 1. DM. 2. Pre eklamsia. 3. HT Khronis. 4. PJT. 5. Post matur. 6. Pernah mengalami janin lahir mati. 7. Ketagihan narkotika. 8. Sickle sel hemoglobinopathy. 9. Peny. Paru kronis. 10. Peny. Jantung. 11. Rh. Isoimunisasi. 12. Cairan ketuban mekoneal. 13. NST non reaktif. Interprestasi : 1. Negatif apabila ; Tidak terjadi deselerasi lambat, variabilitas janin baik, terjadi akselerasi pada gerakan janindan frekwensi denyut jantung normal. 2. Positif, apabila : Terjadi dselerasi lambat, hilangnya variabilitas janin dan tidak adanya akselerasi pada gerakan janin. OCT positif menunjukkan adanya insufisiensi utero plasenta. 3. Suspicious, apabila terdapat deselerasi tetapi tidak persisten/konsisten, dalam 10 menit

4.

tidak positif maupun negatif, adanya desc. Variabel pada oligohidramnion dan adanya takikardia. Pemeriksaan harus diulang 1-2 hari kemudian. Tidak memuaskan.

PENILAIAN KESEJAHTERAAN JANIN ( dengan sistem skoring ). Pemeriksaan janin menggunakan variabel biofisik tinggal belum memberikan prediksi tepat tentang kesehatan janin maka perlu gabungan variabel biofisik.

1.

Skore evaluasi antenatal ( Sadovsky ). Parameter Nilai OCT positif 2 NST non reaktif 2 Gerak janin berkurang 2 Pola denyut jantung 3 patologis Maturitas paru 1 Bila nilai > 5 kehamilan harus diakhiri.

Keterangan: ad. Terdapat 3 desc lambat dalam 10 men. Dalam 20 menit kurang dari 2 gerak. Gerak janin perhari < 10 / 12 jam. Movement alarm signal bila gerak janin tidak ada / <3 per 12 jam. Adanya : frekw < 100 / > 180, adanya desc lambat/ variabel, hilangnya variabilitas dan adanya pola sinusoidal yang menetap. L/S 2 atau lebih.

2.

69

Skoring biofisik menurut Manning.

Variabel

Nilai 2

Nilai 0

Gerak nafas

+ ( berlangsung selama 30 det )

-

Gerak janin Tonus

+ 3 gerak Gerak

Ekstensi

<3 -

NST reaktif Cairan amnion

diikuti fleksi/ gerak membuka / menutup tangan 2 akselerasi

<2

Kantong dg Uk vertikal > 1 cm.

<1 cm.

CTG ( menurut FIGO 1987 )

Tata laksana : Nilai 10

 Janin normal, pemantauan dapat diulang/ minggu.

Nilai 8



Nilai 6

 Kecurigaan asfiksia kronik, pem diulang tiap 4–6 jam.

Nilai 4

 Curiga asfiksia kronis. Bila UK > 36 mgg terminasi kehamilan, bila UK < 36 periksa L/S ratio  kecurigaan kuat asfiksia kronik akhiri kehamilan.

Nilai 02

Janin normal, jika ada oligohidramnion terminasi kehamilan.

ALADJEM mengusulkan protokol evaluasi janin antepartum. 1. Pada KRT NST dilakukan setelah UK > 30 mgg. 2. Bila NST reaktif pemeriksaan diulang tiap minggu. 3. Bila reaktivitas berkurang, periksa estriol dan HPL, ulangan NST tiap hari. Bila tetap lakukan OCT. 4. Bila 2 kali pemeriksaan janin gawat, lakukan pemeriksaan maturitas paru. 5. Bila dapat diingkirkan, pemeriksaan dapat diulang 1 minggu. 6. Bila terjadi hasil non reaktif/ pola sinusoidal janin dipersiapkan u/ dilahirkan.

A. Normal : 1. Baseline rate 110-150. 2. Variablity 5-25 bpm. 3. Adanya 2 atau lebih akselerasi > 15 bpm selama 15 detik dalam 20 men. 4. Tidak ada deselerasi. B. Suspicious : 1. Baseline rate 110-100 / 150-170 bpm. 2. Variability : 5 – 10 bpm ( > 40 ‘ ). 3. Tidak ada akselerasi ( > 40 ‘ ) 4. Baseline var > 25 bpm tanpa adanya akselerasi. 5. Adanya var descelerasi tanpa gambaran yang ominous. C.

Abnormal: 1. Baseline rate < 100 / > 170 bpm. 2. Variability < 5 bpm ( 40 ‘ ) 3. Tidak ada akselerasi. 4. Adanya sinusoidal pattern. 5. Repeated late, prolonged, severe variabel  deselerasi.

Normal FHR Pattern Baseline : 120-160. Variability : > 6 bpm. Periodic pattern : Absent or early desc/asc Fetal outcome : Vigorous AS >7.

Abnormal FHR Pattern

stres patern Akut

sauste rP

Baseline Var Periodik .P

N/Abn

Prolonge d N/Abn

>6

<6

Absent

L/V desc

fetal outcome

AS>7

L/V Desc/ absent Poss Depr

severe L/V absent Usually depr

70

N/Abn

b. Sinusoidal FHR Pattern ( SFP )  Adalah diskripsi ttg gambaran / pola sinusoidal yang ditemukan.  Pattern ini bhbg dg janin hipoksia dan anemia berat.  Namun tidak setiap janin anemia berat mnjk pola sinusoidal/sebaliknya kadang pola sinusoidal ditemukan pada janin yang sehat.  SFP pathologi : 1. baselie rate 110 - 150 dg osilasi yang teratur dg amplitudo 5-15 bpm. 2. Frekw 2 - 5 siklus / men. 3. Baselin var yang datar ( flat ) 4. Tidak ada daerah normal FHR var dan tidak ada akselerasi. !!! 5. Dengan VAS  tidak ada reaksi akselerasi. SFP Fisiologik : 1. Berhubungan dg ger ger mulut janin yang ritmik ( terlihat pada USG ). 2. Dengan VAS akan didapatkan akselerasi dari pola FHR. TINDAK LANJUTNYA DAN BGA )

PERIKSA FBS

c. d. 1.

2.

3.

4.

a.

b. c.

( Hb

d.

PRETERM

e.

Prisip pengelolalaan persalina preterm : 1. Penundaan persalinan dengan tokolitik. 2. Mengatasi infeksi  desiduitis/ korioamniotis. 3. Memacu pematangan paru ( kortikosteroid ) untuk menurunkan morbiditas dan morbiditas BBL.

f.

Bahan tokolitik menunda persalinan. a.

Prinsip kerja bahan tokolitik : Mencegah sintesa / pelepasan merangsang kontraksi.

-

-

bahan

71

Mencegah penggabungan bahan yang merangsang kontraksi dengan reseptornya. Menghambat peningkatan kadar Ca bebas dl sitoplasma. Menghambat hantaran listrik antar sel. Efek samping bahan tokolitik. Gol Betamimetik  ggn toleransi glukosa pada px DM, Arytmia dan tachycardia. Magnesium Sulfat  mual/ muntah, depresi nafas dan odema paru. Pada anak  hipotonia serta ggn nafas. Gol. Antiprostaglandin  penutupan dini ductus arteriosus dan mengganggu fungsi ginjal janin. Gol ca Channel bloker ( nifedipin )  hipotensi dan ganguan aliran darah uteroplasenta. Bahan tokolitik  mekanisme kerja. Progestagen  menghambat hantaran antar sel miometrium  gap juntion menurun. Beta mimetik  mengaktifkan reseptor beta 2 pd miometrium. Ethhanol  menghambat sekresi oksitosin dari neurohipofise. NSAID  menghambat sintesa prostaglandin. Antagonis ca  menghambat Up take ca pada sel miometrium. Antagonis oksitosin  memblok reseptor oksitosin.

Antibiotika, oleh karena persalinan preterm spontan 70-80 % berkaitan dengan infeksi genitalia interna  pengobatan tokolitik disertai pemberian antibiotika meningkatkan efektifitas dalam menunda persalinan preterm. Obat pemacu pematangan paru  betamethason 12 mg/im sehari selama 2 hari atau deksamethason 20 mg/im tiap 12 jam selama 2 hari atau TRH 400 mikrogram tiap 8 jam selama 2 hari.

Konsep terjadinya persalinan preterm Kuman di vagina / cx ( keadaan tertentu )  menghasilkan enzim Sialidase dan musinase  penetrasi kuman melewati lendir cx  dalam sal cx menghasilkan enzim Kolagenase dan elastase  merusak membran korioamniotik  invasi kerongga rahim 1. Kuman ( penetrasi sal CX )  kerusakan membran amniotik ( korioamniotis )  kerusakan lisosome  lepasnya E. Pospolipase A2  beperan penyediaan asam Arakhidonat.

5.

6.

2. Kuman ( jar chrioamniotik) juga dapat menghasilkan PLA 2. 3 4.

kerusakan membran korioamnitik  PROM. Keadaan ini juga meningkatkan penyediaan AA. Kuman Gr negatif  endotoksin ( lipopolisakarida dan peptidoglikan ) 

72

meningkatkan biosintesa PG melalui aktifasi sel makrofage, desidua amnion untuk memproduksi sitokin IL 1 beta, TNF alfa, IL 6, IL 8 dan PAF  efek biologis mengatur metabolisme AA mel jalur siklo oksigenase dan lipooksigenase. Selanjutnya menghasilkan PGF 2 alfa dan PGE 2  bertanggung jawab kontraksi miometrium dan menurunkan resistensi CX. PGF 2 alfa bersama Estrogen  meningkatkan pembentukan gab junction dan reseptor oksitosin  penjalaran depolarisasi antar sel  peningkatan kadar Ca intraseluler  berperan pd kalmodulin  ca calmodulin  mengaktifkan MLCK yg berperan pada aktin dan miosin  pemendekan serat otot / kontraksi miometrium.

JALUR PERSALINAN PRETERM. Gliseropospolipid

desidua / chorion/ amnion

PLA2

bakteri +

Asam arakhidonat.

Indomethasin.

PGE 2

PGF 2 alfa Res oksitosin  Gab juntion  ca intraselular 

Kolagenase

Beta mimetik/ MgSO4

Bakt + PERLUNAKAN CX

KONTRAKSI MIMETRIUM

KONSEP TERJADINYA PERSALINAN PRETERM. Vaginitis. Sialidase dan Musinase. Servisitis Collagenase dan Elastase.

TK I ( antibiotika )

Desiduitis dan Korioamniotis. Kerusakan membran

Endotoksin

Kerusakan lisosom makrofage

PLA 2

IL 1, TNF, PAF, IL 6.

PROM Asam arakhidonat. Siklooksigenase

TK II ( antiprostaglandin )

PGF 2 alfa

PGE 2

Estrogen

MCSF, CSF, IL8 fibroblast, WBC

73

Sel to sel gab junction Oksitosin reseptor

kolagenase meningkat. Kolagen menurun

Ca release.

Servix ripening

Aktin dan miosin.

Kontraksi miometrium meningkat

Pembukaan dan pendataran serviks

PERSALINAN PRETERM

7.

8.

9.

Selanjutnya menghasilkan PGF 2 alfa dan PGE 2  bertanggung jawab kontraksi miometrium dan menurunkan resistensi CX. PGF 2 alfa bersama Estrogen  meningkatkan pembentukan gab junction dan reseptor oksitosin  penjalaran depolarisasi antar sel  peningkatan kadar Ca intraseluler  berperan pd kalmodulin  ca calmodulin  mengaktifkan MLCK yg berperan pada aktin dan miosin  pemendekan serat otot / kontraksi miometrium. PGE2 bersama makrofage koloni stimulating faktor ( MCSF / CSF 1 ) dan IL 8 berperan sbg kemokin  mengerahkan PMN dan fibroblast pada CX merangsang sintesa / pelepasan kolagenase  kadar kolagen servik menurun  turunnya resistensi dan pelunakan servik  pembukaan dan pendataran serviks

CORTICOTROPIN RELEASINGHORMON 







Konsep pengunaan obat menunda persalinan preterm. Antibiotika  Eradikasi kuman penyebab infeksi pada tingkat I dimana infeksi terbatas pada vagina, CX, desidua dan selaput korioamniotik. Tokolisis  menghambat kontraksi uterus. Pengobatan ini ditujukan pada tingkat II dimana terjadi sintesa prostaglandin ( obat anti prostaglandin ) dan tingkat III dimana terjadi kontraksi uterus ( obat betamimetik dan antagonis ca ).

 





74

CRH dibentuk terutama di plasenta ( sinsitio trofoblast ) dan hipotalamus, kadarnya meningkat sesuai dg usia kehamilan. CRH meningkat pada keadaan keadaan HDK, partus preterm, asfiksia janin, PJT dan kehamilan kembar. Glukokortikoid menghambat pembentukan CRH di hipotalamus ( UB negatif ), sedangkan di plasenta merangsang pbtk CRH. CRH ( plasenta )  masuk sirkulasi janin akan merangsang aksis kel hipofise – kel adrenal janin ( HPA ) untuk memproduksi ACTH. Ini akan merangsang kel adrenal janin u/ memproduksi kortisol. Kortisol yang ada akan masuk ke plasenta dan merangsang produksi CRH. CRH pada janin juga merangsang hipofise untuk mengeluarkan CRH. CRH juga dirangsang oleh NE, E, asetil kolin, angiotensin II, IL I oksitosin. Pada keadaan stress ( janin + ibu )  merangsang pembentukan glukokortikoid, NE, angitensin II dan asetyl kolin  peningkatan kadar CRH  partus prematur. CRH-BP mengurangi aktifitas CRH dg jalan mengikat CRH. Kadar CRH – BP meningkat sesuai dg usia kehamilan dan kadarnya menurun drastis saat UK 38 – 40 mgg. CRH merangsang aksis HPA sehingga menghasilkan kortisol dan DHEA. Kortisol yang dihasilkan berfungsi sebagai maturasi organ, sedang DHEA merupakan bahan baku estrogen di plasenta.



CRH dan inisiasi persalinan : Peningkatan CRH  peningkatan kadar kortisol, DHEA dan estradiol oleh plasenta. Peningkatan kadar estradiol diikuti peningkatan kadar PG, oksitosin, reseptor oksitosin dan gap junction yang berperan penting proses persalinan. CRH juga akan memperkuat efek oksitosin, merangsang pembentukan PGE 2 alfa dan PGE.

-

Explorasi penyebab / kemungkinan rekurensinya.

KBJ dan terminasi kehamilan. Setelah diagnosis ditegakkkan keputusan terminasi / tidak diserahkan pada pihak keluarga setelah diberikan penjelasan secara rinci. Problem  Ada perbedaan pendapat dari segi etika, ulama dan hukum perundangan.

KELAINAN BAWAAN JANIN

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT.

Penanganan KBJ : 1. Terminasi kehamilan. 2. Pembedahan dalam rahim dan Tx genetik. 3. Dilahirkan dengan persiapan orang tua / keluarga dan disiplin ilmu lain.

Penurunan patologis tk ptbh janin, yang mengakibatkan fetus tidak mendapat potensi ptbh inherennya, mengakibatkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal. Terdiri 3 macam bentuk : 1. Simetrik : lingk abd/kep menurun scr proporsional. Gangguan tjd pd ptbh janin fase I, Penyebab : kel kromosom, inf kongenital ( bersifat intrinsik ). 2. Asimetrik : Lingk abd/ kep menurun scr disproporsional ( head sporring ), ggn tjd pd ptbh fase III, Penyebab : Penyakit ibu ( ekstrinsik ). 3. Intermediate.

Usulan Penanganan KBJ. I. Penanganan antepartum. Penapisan biokimiawi ( triple screning ) atau USG. Bila kel diket, maka ditentukan penyebab, kemungkinan mempengaruhi hidupnya dan rekurensinya, dengan cara : 1. Ax tentang silsilah keluarga, obatobatan dan penyakit selama hamil. 2. USG. 3. Pemeriksaan Ketuban u/ deteksi infeksi dan kelainan genetik. 4. Konsultasi dengan disiplin ilmu lain ttg kemungkinan korektibilitasnya. Perecanaan persalinan ( trauma seminimal mungkin untuk ibu ).

Fase Pertumbuhan Janin : 1. Fase I : Selluler hiperplasi = jumlah sel meningkat ( 0-16 mgg ). 2. Fase II : Concomitant hiperplasia+hipertropia = uk + jumlah sel meningkat ( 16-32 mgg ). 3. Fase III : Selluler hipertrophi : uk sel meningkat ( 32- aterm ).

II.

Penanganan intra partum. Ditujukan untuk mengurangi trauma seminimal mungkin untuk ibu.

Penyebab IUGR : I. FETAL. Abn Kromosom ( trisomi 21,18,13 ). Infeksi ( vi, bakt, protozoa ) Malformasi ( mikrosepali, anensepal )

III. -

Penanganan post partus. Ditawarkan pemeriksaan genetik dan otopsi. Diberikan obat penekan laktasi.

II. Plasenta. Insersi abnormal , infark, kehamilan mutiple.

75

III.      

Maternal. Nutrisi ( kolitis ulserosa, hepatitis ). Hipoksia ( asma, cianosis heart diss ) vaskuler ( PE. HT kronis, Dm ). Renal ( Glomerulonefritis, nefrotik ). Hematologik ( Sickle sel ). Lingkungan ( alkohol, merokok )



B.

Bagaimana cara Diagnosa ?. I. mengenal faktor resiko tinggi yang bhbg dg PJT.  PJT  2/3 pada KRT, 1/3 KRR.  Faktpr resiko : 1. PJT sebelumnya. 2. Penyakit khronis ibu. 3. Kehamilan multipel. 4. malnutrisi. 5. HDK. 6. Perokok. 7. Pertumbuhan FU Tak adekuat. 8. Penambahan BB tak adekuat. 9. gerak janin. 10. oligohidramnion.

peny

khronis,

malnutrisi,

Setelah lahir :  Bayi kurus dan panjang, kulit kering, lap lemak tipis, otot hipotropi.  BB kurang dari seharusnya sesuai UK.  Hipoglikemia.

Sebab PJT : dibagi 4 kelompok : 1. Kel A  ok kggl ptbh janin ( 10-20 % )  Kel genetik, kongenital, inf intra uterine, efek teratogenik. 2. Kel B  ok kombinasi kel ibu dan genetik. ( 5-10 % )  malnutrisi, peminum/perokok berat, obat2 an. 3. Kel C  Peny ibu dan disfungsi plasenta. ( 30-35 % )  HDK, Penyakit ginjal, cardiovask, anemia berat, insuff plasenta, kehamilan mutipel. 4.

II. Mencari penyimpangan penyimpangan thd parameter ptbh janin normal . A. Evaluasi tumbuh kembang fetus. 1. Klinis : TFU, Ptbh BB ibu, ger janin menurun, peny kronis, malnutrisi. 2. USG : UK/FL/Lingk abd/ AFI ( FL/lingk abd > 24, N 22-24 ), TBJ, doppler s/d rasio > 1,5. 3. Biokimia : Estriol urine, HPL darah. B. Evaluasi kesejahteraan janin  CTG/NST.

Kel D  Penyebab tak diketahui. ( 40 % ).

Penata laksanaan PJT :  Secara umum ditekankan pada : 1. Diagnosis dini keadaan PJT. Pemantauan antenatal thd ptbh, kesejahteraandan maturitas janin secara intensuf dan sistematis. 2. Merencanakan persalinan pada saat yang tepat Evaluasi IUGR. 1. Gestasional Age : GS, CRL, BPD,FL. 2. Pertumbuhan : SerialBPD, ratio lingk abd/kep, jumlah air ket,gr plas,EFW. 3. Fetal activity : Biophisical profile. 4. Prosedur tndakan : Amnio/cordosintesis, corionic villous sampling.

Problem IUGR : a. Perinatal : Prematur,asfiksia,IUFD. b. Neonatal : Hipoglikemia, aspirasi mekoneum,kejang, ICH ) c. Jangka panjang : RM, ptbh tak sempurna. Diagnosis PJT : A. dalam kehamilan.  FU dan parameter umbilikal sesuai dg tuanya kehamilan.  Penambahan BB ibu yang kurang.  Penurunan ger janin.

Riwayat perokok.

Untuk type asimetris tx antepartum yang mungkin memperbaiki outcome janin meliputi : Mengurangi ancaman peny ibu. Tirah baring, pos miring. Perbaiki gizi ibu. Obat 2 an. dimulai sedini mungkin ,28-32 mgg )



tidak

1. 2. 3. 4. ( harus

76

DIAGNOSTIK IUGR ( MANNING ) DUGAAN IUGR PEMERIKSAAN USG

FETAL MORFOMETRIK

FUNGSIONAL ASSESMENT

Lingkaran kep/abd, EFW Indeks ponderal, anomali secreen

AFI, Profil Biofisik, dopler, intrafetal proportion.

LMP JELAS

LMP TAK JELAS

NORMAL

ABNORMAL

GOOD

FETAL ANOMALI

SERIAL ASSESMENT 2 MINGGU

EXCLUDED

PROVEN IUGR NORMAL GROWTH GOOD

ABNORMAL GR IUGR

PROVEN IUGR Fungsional Assesment Normal

Fungsional Assesment Abnormal

Serial Assesment

Abnormal Profil Biofisik (< 4 ) Oligohidramnion

Abnormal Ratio Lingk Abd / Kep Fetal Biofisik Frequently

Mature

Delivery ( Jika Uk < 25 Mgg )

Delivery Min Trauma

1.

ASUHAN ANTENATAL. Tujuan :

-

menjamin agar tiap kehamilan berakhir dg kelahiran bayi sehat tanpa mengganggu kesehatan Ibu. I.

KUNJUNGAN AWAL.

PERTAMA

ATAU

2.

77

Delivery menentukan resiko kehamilan ( KRR, KRT/ ST ), dengan cara : Melakukan Anamnesa secara cermat. Melakukan pemeriksaan fisik umum. Melakukan pemeriksaan obstetri. Pemeriksaan laboratoris. Mengisi dan menilai skor dr. Pudji R. Menentukan UK dengan cermat  dg rumus neegle, AX ulang ( bila ada perbedaan dg pemeriksaan, USG (KP )

3. -

-

II. -

Merencanakan rencana perawatan dan persalinan ( tergantung resiko dan UK ) Bila KRR : diberikan Fe dan Imunisasi, pemeriksaan USG / NST bila perlu, pemeriksaan tambahan – konsultasi dan tindakan, kunjungan berikutnya sesuai UK, KIE dan rencana persalinan. Bila KRT/ST  sesuai KRR ditambah penanganan sesuai polecy dan rencana persalinan.

-

Bila kehamilan akan dilakukan terminasi maka terminasi dilakukan pervaginam, terminasi per abdominam apabila ada kontra indikasi atau keadan khusus.

KUNJUNGAN BERIKUTNYA. Melakukan seperti kunjungan awal secara singkat. Melakukan langkah untuk memantau kesehatan ibu dan janin Melakukan KIE ( nutrisi, perawatan payudara, tanda persalinan dan tanda kelainan atau kegawatan.

II.

Penanganan intra partum. Melakukan observasi ketat selama proses persalinan, menilai nilai apgar, mencari tanda post matur ( clifford ), menilai jumlah dan kualitas air ketuban serta keadaan plasenta. III.

Penanganan post partum. Bekerja sama dg neonatologi apabila diperlukan tindakan resusitasi dan penilaian skor Dubowitz.

PENANGANAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU. Terminasi dilakukan jika : 1. Usia kehamilan 42 mgg atau lebih. 2. Pemantauan kesejahteraan memburuk. 3. Gerakan janin menurun. 4. Bila terjadi penyulit pada ibu.

HEPATITIS B PD KEHAMILAN

janin

VHB termasuk gol Hepadna virus. VHB secara utuh  partikel dane, tdd pembungkus luar HBs Ag ) dan nukleokapsid ( HBc Ag dan Hbe Ag ).  Cara penularan perinatal : Pemindahan inf VHB dari ibu hamil kpd anaknya dapat sebelum , saat atau setelah persalinan  penularan vertikal/ fetomaternal.  Manifestasi Klinis :  Keluhan : Anoreksia, nausea, vomitus, malaise, nyeri otot/kepala dan demam ringan, kel dapat 1-2 mgg sebelum timbul ikterus.  Jika ada kel : Ikterus, urine gelap dan hepatomegali  tegakkan diagnosa, terapi suportif dan penanganan lingkungan px.  Dapat menimbulkan partus prematur.  Tidak ada efek teratogenik maupun kondisi akut pada janin.  Efek TM I-2  Penularan verikal < 10 %, TM III 76 %.  

Problem  sekitar 50% HPHT tak tepat. Usia kehamilan dapat dipercaya apabila ada 2 kriteria berikut : 1. Tes kehamilan positif setelah 6 mgg HPHT. 2. Pem Bimanual pertama UK 10 mgg. 3. DJJ terdengar 12 mgg dengan doppler atau 30 mgg setelah DJJ terdengar. dan djj terdengar dg stetoskop de lee pada UK 20-22 mgg. 4. Gerakan janin terasa pertama UK 16-18 mgg. Atau UK dipastikan dg USG sebelum 28 mgg. PROTAP PENANGANAN KLW. I. -

test kehamilan, gerak pertama dan pem USG yang pernah dilakukan ). Memilah  UK dapat/ tidak dapat dipercaya. Melakukan penilaian kesejahteraan janin dg gerak janin. Pemeriksaan USG dan NST. Penilaian skor pelvik dan TBJ.

Penanganan Ante Natal. Menilai ulang UK ( HPHT, KB dan pola haid, pemeriksaan pertama kali atau

78



 

 



Mekanisme penularan : a. Kebocoran pada plasenta. b. Tertelannya cairan amnion yang infeksius. c. Adanya abrasi kulit selama proses persalinan. d. Tertelannya darah ibu selama persalinan. e. Penularan mel selaput lendir.



penularan Horisontal : Parenteral ( kulit) dan non parenteral ( mukosa ). Petanda serologik VHB :  HBs Ag  Petunjuk infeksi VHB.  Anti HBs  Ig G timbul setelah kontak HBs Ag, sembuh/ setelah imunisasi, muncul bbrp minggu setelah HBs Ag negatif, bila positif berarti terdapat kekebalan thd VHB, biasanya bersamaan dg anti HBc.  Hbc Ag.  Anti Hbc : - Adanya antibodi humoral thd Hbc Ag dan mnjk adanya kontak dg inf VHB, baik yg tjd saat ini ataupun masa lalu yang telah diikuti kesembuhan. - Biasanya disertai HBs Ag / anti Hbs Ag positif kec periode window.  Hbe Ag  bila positif mnjk infeksious dalam penularan baik vertikal/horisontal, penyakit masih aktif. Dan terjadinya serokonversi enjadi anti Hbe merupakan petanda peny mulai reda.  Anti Hbe  Adanya antibodi humoral thd Hbe Ag, bila timbulnya dg HBs Ag mnjk individu tersebut tidak infeksious.

 

HBIG  diberikan selambatnya 24 jam pasca pers 0,5 ml ( im ), diulang setiap bl 0,16 cc/kg sp 6 bl, vaksin diberikan selambatnya 7 hari pasca persalinan ( dianjurkan diberikan segera setelah lahir pada sisi berlawanan u/ mempercepat efektivitasnya), diulang 1 dan 6 bl. Kehamilan dan laktasi bukan merupakan kontra indikasi pemberian imunisasi He B  ok berasal dari surface Ag yang inert, bukan dari Vi hidup. Persalinan dilakukan sesuai indikasi obstetris. Penata laksanaan : Konservatif, hindari obat hepatotoksik dan jaga keseimbangan cairan/ elektrolit.

TORCH 

 





Bumil dg HBs Ag +, HBe Ag +  100% menular pd bayi, bila HBe Ag -  50 %. Pencegahan inf VHB perinatal : 1. Melakukan pemeriksaan secar rutin HBs Ag pada semua ibu hamil. 2. Imunisasi segera setelah bayi lahir. 3. Bumil dg HBs Ag +, periksa HBe Ag, bila +  beri HBIG dan vaksin setelah lahir. 4. Bumil HBs Ag +/-, HBe Ag -  imunisasi aktif. Pencegahan inf VHB pada neonnatus saat persalinan .



Infeksi Toxo, Rubella, citomegalo vi, HS  menyerang CNS janin  cacat fisik dan mental. wanita hamil inf TORCH  janin / bayi. Pd TM I  Abortus, IUGR dan kel kongenital , TM II  Prematuritas, kel fungsi organ. Mempengaruhi Infertilitas dg cara mpgrh lingk mikro zalir peritoneal infertilitas idiopatik. Akibat pada janin/ bayi bila bumil inf TORCH : 1. Toxoplasmosis : Hidro/mikro cephali, chorioretinitis, kalsifikasi intrakranial ( Trias ). 2. Rubella : Katarak, tuli dan kel jantung bawaan. 3. CMV : mikrocephali, tuli. 4. HS : Mikrocephalus.

Faktor resiko : 1. Bayi : IUFD, IUGR, kel cong,kematian bayi baru lahir. 2. Ibu : Inf saat hamil, def imunitas.

TOXOPLASMOSIS PD BUMIL.

79

 Manifestasi Klinik : 1. Kongenital , TM I  abortus, TM II-III  Prematur, IUFD/lahir mati, hidro/mikrocephalus, chorioretinitis, dll. Bila bertahan hidup  RM, Epilepsi, syndroma sabin ( Convulsi, Hydrocephalus, chorioretinitis, calsifikasi serebral ). 2. Acquired ( didapat ) : lymfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tengkorak, rash kulit dll.



Abortus,IUGR, Lahir mati, Prematur. Pengaruh kehamilan  Toksoplasmosis : Kehamilan terjadi supresi imunologis  multiplikasi. Pengobatan : 1. Spiramisin. 2. Sulfonamide + Pirimetamine. 3. Klindamycin 

Diagnose : 1. Klinis : Antepartum , mis kel kong. 2. Laboratoris :  Langsung dg sentrifuge cairan tubuh  imunoflourescent.  Biopsi kel limfe.  Pem. Gram.  Kultur.  Serologis.

Penatalaksanaan : 1. Ig. M +  Spyramisin 2-3 gr selama 3 mgg, diulang dg interval 2 mgg sp melahirkan. 2. Ig M - dan Ig G +  ulang interval 2-3 mgg, jika titer Ig G meningkat di TX, jika tetap/ menurun TX - . 3. Ig M dan ig G neg  ulang/bl, jika serokonversi  TX.

I. Toxoplasmosis 1. Etiologi dan Epidemiologi :  Toxoplasma Gondii.  Okista : diusus kucing ( host def ), dieskr mel tinja.  Trophozoit  kista yg termakan pecah.  Kista  berada di organ seumur hidup. 

Pencegahan :  Memutus rantai hidup toxopl gondii.  Membekukan / mendinginkan daging.  Hindari kontaminasi.  Ibu dg riwayat BOH  cari kemungkinan toxoplasma.

Prevalensi : 2-51%.

2.

Patogenesis .  Infeksi pd manusia  Transmisi oral, transplasenta dan transfusi/transplantasi.

3.

Manifestasi klinis :  Ibu : Asimptomatis. Simptom : Kelelahan, malaise, nyeri kep ,limph’paty. Serologis > dominant.  Janin : Asimpt ( 60 % ), Trias, abortus/ lahir mati/IUGR.  Pengaruh Toxoplasmosis  Kehamilan .  F. primer  mulai timbul Ab.

F. Sekunder  Peningkatan Ab. F. Tersier  Inf kronik

Diagnosis : 1. Gejala klinis  Ibu dan janin. 2. Isolasi  trop, parasit, biopsi kel. 3. Serologis.

II. Rubella. A. Diagnosis :  Inkubasi : 14-22 hr.  isolasi virus.  Limph’pty, makulopapular, panas.  Serologis. B. C.

80

Terapi  simptomatis. Pencegahan :  Imunisasi pasif/aktif.  vaksinasi wanita ( 15 bl )



Sebelum hamil ( 2-3 bl ).

III.

Citomegalovirus. Epidemiologi : DNA vi, 50-80% manusia dewasa memiliki Ab, Penyebaran dapat secara sex/transfusi.  Gejala : Asimptomatis. Infeksi intrauterin 95% lahir asimpt. Hanya 5% timbul Gx mis tuli dll. IV. Herpes Simplex. A. Epidemiologi :  Type 1 inf mulut, type 2  genitalia.  PMS  inkubasi 2-12 hr.  90 % subklinis, inf pd wanita hamil  IUFD, Abortus, prematur.

3.



B.

4. 5.

Ada 3 Periode penting pengaruh obat terhadap janin : 1. Periode Ovum ( preembrionik ) : sejak fertilisasi sp implantasi. 2. Periode Embrio ( mudiqah ) : paling rentan ok terjadi organogenesis  kel kong mayor. Terjadi pd mgg 2-8. 3. Periode fetus : Akhir mgg ke 8 sp aterm, pengaruh pd periode ini  kel kong minor.

Gejala klinis :  Ibu : Uretritis, vulvitis, servicitis dll menyebabkan :  Infeksi pd janin ( mel plas, vag, kontak saat persalinan )  Abortus/ prematuritas.  Infeksi neonatal.

C. D.

Golongan/ nama prep. Anti MO Nitrofurantoin TMP

Diagnosis : Gx klinis, pasti isolasi vi dari lesi. Terapi : Perawatan lesi, Asiklovir, PAN  sering u/ menentukan infeksi aktif. Seksio jika inf aktif, KPP < 12 jam.

Erytr Aminoglikosida Gentamisin kanamisin/str eptomisin/ tobramisin Khloramph Anti jamur Mikonazole, Nistatin, klotr. Amfoterisin B. Griseofulvin Anti parasit Metro, spiramisin Kinin Kloroquin Anti virus Asiklovir Tx Cardio vask

OBAT OBATAN DALAM KEHAMILAN 



 1. 2.

resiko pada binatang tetapi belum terbukti pd manusia. kategori C : Ada efek berbahaya pada binatang, tetapi pd janin manusia belum terdata. kategori D : Terbukti resiko bagi janin manusia, namun manfaatnya lebih besar. Kategori X : Jelas menimbulkan resiko pada janin.

Teratogen  Unsur/faktor apapun pd janin akan menimbulkan perubahan permanen thd bentuk/ fungsi pd janin. Efek obat teratogen  Abortus,malformasi, ggn ptbh, karsinogenesis/ mutagenesis. Klasifikasi obt menurut FDA : Kategori A : Penelitian pada janin manusia tidak mnjk resiko. Kategori B : Penelitian pd manusia maupun binatang tidak mnjk resiko yang berarti/ mnjk efek pd binatang tapi tak terbukti pada janin manusia/ tidak

81

Katego ri

B C B D

Efek samping

An. Hemolitik. Antagonis as folat

C D

Pendengaran

D

Grey baby syn

B B B C C C X C C

Digoksin Propanolol verapamil/ nifedipin. Warfarin Heparin Anti asma Anti kejang Fenitoin Phenobarb carbamazep As. vaproat Anti diabet OAD Insulin Diuretika Lasix/HCT Antimuntah Vit A Anti thyroid PTU radioiodine Hormonal Andr/Estr Klomifen kortikostr DES OC

B/C C C C C D B/C

  walfarin syndr 

D D-X D-X D

Hidantoin syn 

sindr carbazp



D B



C X D X

TEORI TERJADINYA PE. 1. Genetik. 2. Imunologik. 3. Ischemia plasenta. 4. Radikal bebas. 5. Kerusakan sel endothel. 6. Thrombosit. 7. Diet.

mulai mgg 14

D X B X D

Pathogenetik/ patofisiologi. 1. Penurunan kadar Angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler.  Peningkatan tonus pembuluh darah  vasokontriksi pembuluh darah. 2. Penurunan kadar prostasiklin. Pada PE terjadi : a. Penurunan kadar prostasiklin. ( Prostasiklin bersifat vasodilator dan mencegah agregasi thrombocyt ). b. Dengan akibat meningkatnya Thromboksan. c. Mengakibatkan menurunnya sintesis Angiotensin II. d. Vaskuler peka terhadap bahan vasoaktif. e. AKHIRNYA TERJADI HT. 3. Hipovolemia intravaskuler. Pada kehamilan normal terjadi kenaikan vol plasma s/d 40 %, pada PE terjadi penyusutan hemokonsentrasi

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN Klasifikasi / batasan. a. Berhubungan langsung dg kehamilan  PE/ E. b. Tidak berhubungan langsung dg kehamilan  HT kronik. c. PE/E pd HT kronik / superimposed. d. Transient HT. e. Tak dapat dikasifikasikan. 



istirahat 12 jam/ kenaikan BB 2½ / minggu. Proteinuria adalah Prot dalam urine > 0,3 gr/lt dl 24 jam. Pre eklammpsia adalah Hipertensi disertai proteinuria dan edema dalam kehamilan setelah khml 20 mgg / segera setelah kehamilan. Eklampsia adalah Adanya kejang atau koma pd PE dan bukan disebabkan kelainan neurologis. HT Kronik adalah HT yg ditemukan pd kehamilan 20 mgg dan menetap setelah 6 mgg pasca persalinan. Superimposed PE / E adalah timbulnya PE/E pd HT kronik. Transient HT adalah Timbulnya HT pd kehamilan tanpa adanya gejala PE/E, gejala hilang setelah 10 hari post partus.

Hipertensi adalah Kenaikan desakan darah sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg, dan/ TD > 140 / 90 mmHg. Edema adalah Akumulasi cairan ekstravaskuler secara menyeluruh bersifat independent mempunyai nilai 1 + pitting odema setelah

82

dan peningkatan viskositas darah hpoperfusi jaringan / organ penting. 4. Vasokontriksi pembuluh darah.

 EKLAMPSIA Adalah kelainan pada wanita hamil , dalam persalinan / nifas yg ditandai dg timbulnya kejang ( tonik klonik = grandmall ) dan / koma yg sebelumnya menunjukkan gx PE.

PREEKLAMPSIA.  Penyulit kehamilan akut dapat terjadi ante, intra / post partus.  Dibagi : PEB dan PER.  Dikatakan PEB bila ditemukan 1 / lebih gejala sbb : 1. Desakan darah > 160/110 mmHg. 2. Proteinuria > 5 gr / lt atau + 4. 3. Oliguria ( < 500 cc/ 24 jam. ) 4. Gangguan visus atau serebral. 5. Nyeri epigastrium/ kuadrant kanan atas. 6. Edema paru dan cyanosis. 7. Thrombositopenia berat. 8. Kerusakan hepatoseluler. 9. Terjadi PJT.

Prinsip Penanganan : 1. Hentikan kejang dan cegah kejang ulangan. 2. Mencegah dan atasi komplikasi. 3. Perbaiki KU ibu dan anak seoptimal mungkin. 4. Akhiri kehamilan. Ad 1. Obat obatan digunakan adalah : 1. MgSO4. Dengan kadar 4-7 mEq/L sudah cukup mengatasi dan mencegah kejang dg cara memblokir atau mencegah pengeluaran astyl kolin pada NMJ. cara pemberian : a. Dosis awal : 4 gr 20 % ( iv ) pelan selama 3 menit, disusul 10 gr ( im ) 50 % terbagi Bo ka/ki. b. Dosis ulangan : 5 gr 40 % ( im ) tiap 6 jam, diteruskan s/d 24 jam PP atau bebas kejang. c. Apabila ada kejang ulang dapat diberikan 2 gr 20 %, diberikan hanya sekali. Apabila kejang ulang diberikan diphenil hidantoin 100 mg bolus ( dilarutkan dalam aqua 20 cc ) selama 7 menit, bila kejang ulang diberikan pentotal 5 mg/kg BB/iv pelan.

Perubahan histopatologik pd organ penting. A. Otak. B. Ginjal. C. Perfusi uteroplasenta. D. Sistem hematologik. 1. Hipovolemia. 2. Hematologik. 3. Thrombositopenia. Tujuan perawatan PE : 1. Mencegah kejang. 2. Mencegah pdrh intrakranial. 3. Mencegah ggn fungsi organ vital. 4. Melahirkan bayi sehat. Predisposisi PE/E. 1. Primigravida. 2. Hiperplasentosis ( Mola, gemelli, DM, bayi besar, hydrops ). 3. Umur ekstrim. 4. Riwayat keluarga PE/E. 5. Penyakit ginjal/ HT sebelumnya.

2.

Prediksi dini terjadi PE/E.  Cold presor test.  Flicker fusion test.  Isometric exercise test.  Roll over test.  Infuse catecholamine.  Infuse vasopresin.

83

Syarat pemberian SM : - Reflex patella positif. - Tidak ada depresi nafas ( RR > 16 x/menit ) - Produksi urine tidak kurang 25 cc/jam. - Ada kalsium glukonas ( sebagai antidote ). Diazepam. Diberikan hanya apabila MgSO4 gagal mengontrol kejang. Cara pemberian sbb : 1. dosis awal : 20 mg ( iv ) pelan selama 4 menit, disusul 40 mg dalam 500 ml D5 % dg tetesan 30 tts/men. 2. Pengobatan diberikan s/d 12 jam PP atau 12 jam bebas kejang. 3. Kalau sudah diberikan pengobatan diazepam diluar :

-

-

-

apabila kurang 3 jam, maka pengobatan diazepam diperhitungkan dan dapat dilanjutkan. Apabila lebih dari 3 jam, maka diberikan tx MgSO4 / diazepam dosis penuh. Apabila diazepam tidak tersedia, tx dapat diteruskan dg MgSO4 10 gr 50% ( im ), apabila timbul kejang ulang dapat diberikan MgSO4 2 gr 20% ( iv ).

Ad 2. Mencegah dan mengatasi komplikasi a. Obat anti hipertensi. Diberikan apabila tensi penderita dg Diastolik > 110 atau T 180/110, penurunan tidak boleh lebih dari 25 % dari tensi awal. Pemberian antihipertensi untuk cegah komplikasi neurologis ( kejang, ICH, edema otak dan ggn penglihatan )  Dengan cara menurunkan TD diastolik s/d < 110 dan sistolik < 180. Obat yg dapat digunakan sbb : 1. Hydralazine hidroklride. 2. Labeolol. 3. Nitrogliserine. 4. Sodium nitropruside. 5. ACE inhibitor ( captopril , 12.5 . 25 mg ) 6. Nifedipin. Merupakan Ca channel blocker yg mempengaruhi otot polos arteriol, sehingga tahanan vaskuler menurun. Dosis awal 10 mg, pemberian 10-20 mg ( PO ) dapat diberikan setiap 3-6 jam kalau dianggap perlu. b. Diuretika, diberikan apabila didapatkan edema paru. ( 1-2 amp IV, dilanjutkan 4x1 amp iv ). c. Kardiotonika., diberikan bila didapatkan payah jantung. ( Nadi > 120 x/men ). Lanoksin ( tab 0.25 )  2 tab  diulang 3-4 jam kemudian 1 tab. Dubutamin 2.5 mikrogr/kg/men. d. Apabila didaptkan tanda / edema otak dapat diberikan manitol 20 %, 1.5 – 2 gr/kg/hr dibagi dalam 4 dosis, dimasukkan setiap dosis selama ½ jam.

a.

setelah px tenang, sekitar 15 menit setelah pemberian obat antikejang, dilakukan pemeriksaan : 1. laboratorium ( sesuai protap ), psg DC, GCS, pemeriksaan status obstetri dan pemberian obat lain yg perlu. 2. Apabila syarat mengakhiri persalinan dipenuhi, maka persalinan diakhiri dg syarat yg ada dg trauma seminimal mungkin. 3. Apabila px belum inpartu / pada fase latent dilakukan amniotomy + OD. 4. Apabila sudah dalam fase aktif, dilakukan amniotomi selanjutnya diikuti sesuai kurva friedman. 5. Tindakan SC dilakukan apabila : - 12 jam setelah induksi belum masuk fase aktif atau ada kontra indikasi OD. - Adanya kemacetan persalinan setelah dilakukan tindakan diatas. - Ada fetal distres ( janin aterm ).

b.

pada penderita dg ggn kesadaran pengakhiran persalinan didasrkan pada kondisi ibu sbb ( sesuai VS ) :

Skor Vital ( VS ). Kriteria 1

2

3

TD Diastolik Sistolik

110-150 > 200

90-110 140-200

50-90 100-140

Nadi

> 120

100-119

80-99

T rect

> 40

38.5 -

< 38.4

RR

40 x < 16 x

Ireggular

16 - 29

GCS

3-4

5-7

>8

Skor total dan tindakan :

Ad 3 : ps infus RD% 5 ( 60 – 125 cc / jam ) dan pasang CVP. Ad 4 : Akhiri kehamilan.

84

10 / lebih

Saat optimal persalinan.

akhiri

9 atau nilai 1 sebanyak 2

Pertimbangkan perlunya terminasi atau tidak

atau lebih. 8 atau kurang

Gejala klinis :  Malaise.  Nyeri ulu hati/ perut kanan atas.  Gejala viral syndrome like simptome  HT/ Protein urine -/ + ringan.  Peningkatan berat badan yg berarti.  Gejala lain : Kejang , tenesmus, Hematemesis/melena, kejang, hematuria, perdarahan gusi, hipoglikemia berat ( akibat akut fatty liver ) sp koma.

Persalinan ditunda, jika 6 jam tidak ada perbaikan persalinan dipertimbangkan untung ruginya.

HELLP SYNDROME Suatu kehamilan dg pre eklampsia disertai gejala hemolisis, peningkatan enzim hati dan rendahnya platellet. Ditandai dg adanya :  Hemolisis, ditandai adanya Bilirubin total > 1,2), Gambaran darah tepi ( + Burrcell, Schistosit dan Fragmented sel ) dan penurunan kadar haptoglobulin.  Elevated liver enzime . ( SGOT > 18, SGPT > 22, LDH > 600, Aspartat aminotrans-ferase > 70 U/L )  Low Platelled count. ( < 100,000 )

Patogenesa  tak jelas.  Normalnya pada kehamilan terutama pada TM II akan terjadi : Penurunan TD, sedang Renin, A II, Prostasiklin dan vol darah akan meningkat.  Pada PEB terjadi TD yang meningkat, Renin, Angiotensin II dan Prostasiklin menurun.  Prostasiklin  Penurunan vasokontriksi, pltelled agregation, uterine aktivity dan peningkatan uteroplasenta blood flow. Thromboksan  bekerja sebaliknya. ( Aspirin dosis rendah 1-2 mg, bersifat asetilasi pd enzim siklooxigenase yg menyebabkan kadar Thromboksan A2 berkurang produksinya

Angka kejadian :  5-10% ( PEB ) dan 10-30 % pada Eklampsia. Primi pd UK 32,5 mgg, multi 33,2 mgg. Sekitar 70% terjadi pada antepartum. Komplikasi perawatan Syndrome Hellp : Hipoglikemia berat, GGA, Hiponatremia, akut fatty liver, ruptur hepar dan DIC. Angka kejadian DIC pada sindroma Hellp sekitar 15 %. Hellgren dkk mengunakan sistem skoring untuk mendiagnosis DIC, sbb: 1. Jumlah Thrombocyt < 100.000. 2. Pemanjangan waktu protrombin ( > 14 det ) dan thromboplastin partial ( > 40 det ). 3. Kadar fibrinogen < 300 mg/dl. 4. Fibrin split product + ( > 40 mg/L ) atau Ddimer ( > 40 ug / dl ). 5. Aktifotas antitrombin III < 80 %. NB : Jika didapatkan 3 kelainan tsb diagnosis DIC manifest dan jika ditemukan 2 kelainan  dugaan DIC. Sibai  DIC : Thrombositopenia, Fibrinogen < 300, FDP > 40 mikrogram/ dL. ( Peningkatan thrombin time ).

85



Kerusakan sel Endothel PD  Aktivasi proses pembekuan darah  Pemakaian thrombocyt meningkat  Jumlah Thrombocyt menurun  Gangguan faal hemostatik ( Konsumptif coagulopaty ).



Akibat penurunan prostasiklin  Thrombosis lokal pd uteroplasenta.



Pengendapan Fibrin pd Liver  Nekrosis sel Liver  Peningkatan enzim liver.



Hemolisis dapat terjadi akibat mikro Angiopaty hemolitik anemia  Burr sel, Spherocyt dan

Triangular sel  Mudah pecah / Hemolisis. 

b.

Doppler USG dapat digunakan u/ mengetahui ada/ tidaknya hellp syndrome dg cara mengukur pulsatility indeks ( PI ) dari arteri Hepatika kmunis. PI kehamilan Normal ( 24 - 36 minggu )  1,17, Pada preeklampsia PI : 1,63, sedang pada PE + Hellp sindrome terjadi peningkatan yang berati ( PI : 1,83 ).

Konservatif : apabila tidak didapatkan tanda tanda DIC, paru janin belum matur dan sindroma HELLP yg ringan.

ANALISA GAS DARAH 



Empat parameter pokok u/ dx keadaan akut dan memulai terapi adalah : pO2, pH, pCO2 dan BE. Harga normal penilaian analisa gas darah adalah sbb:

Penggunaan kortikosteroid untuk memperbaiki sindroma HELLP melalui mekanisme : 1. menurunkan perlekatan thrombosit pd endotel pembuluh darah yg mengalami jejas. 2. Menurunkan pemecahan thrombosit di limpa. 3. Efek langsung terhadap endotel pembuluh darah ( mekanisme reologi ). 4. Memperbaiki pergerakan trombosit.

p O2 pH pCO2 BE HCO3 

Komplikasi yg serius terhadap ibu, al : 1. DIC. 2. Solusio plasenta. 3. GGA. 4. Ruptur hematome hepar. 5. Efusi pleura. 6. Edema paru. 7. Ablatio retina. 8. Kematian ibu.



80 - 100 7,35 - 7,45 35 - 45 -2 - +2 21 - 25.

pO2 < 80 mmHg menunjukkan keadaan hipoksia yang menyebabkan sel mengalami metabolisme anaerobik, sebaliknya jika p O2 > 100 menunjukkan hiperoksia, hal ini jika berlangsung lama dapat menimbulkan oksigen toxicity. Gambaran penyimpangan hasil analisa gas darah apakah sudah terjadi kompensasi atau tidak dapat mgnk diagram ERS

pH Acidosis < 7,35 - 7,45 > Alkalosis. PCO2 Hiperkarbia 45 - 35 Hipokarbia. BE Asidosis < -2 - 2 > Alkalosis.

Penanganan Penderita Dg Sindroma HELLP : Setelah mengadakan penilaian dan stabiliasi KU ibu, evaluasi kesejahteraan janin, pemerksaan laboratorium, kemudian membuat keputusan tindakan : a. Terminasi : UK > 34 MGG. Paru janin sudah matur. UK < 34 mgg tetapi kondisi ibu atau janin memburuk. Sindroma HELLP disertai DIC. Perabdominam jika : UK < 32 mgg dg PS jelek, malpresentasi, riwayat operasi sesar sebelumnya, OD gagal, PS jelek, kondisi ibu cenderung memburuk.

 Cara membaca data : Tentukan asidosis / alkalosis. Penyebab primer, kuncinya baca pCO2 : jika menyimpang searah dg pH  respiratorik, baca BE : jika menyimpang searah dg pH  metabolik. 3. Tentuka sudah terjadi kompensasi / tidak, jika pCO2 / BE sudah menyimpang kearah yang berlawanan dg pH, berarti sudah ada usaha kompensasi.  Pemberian nabic digunakan pada kasus Asidosis metabolik sedangkan proses sekunder 1. 2.

86

peningkatan BE ( < 2 ) akibat proses kompensasi tidak perlu nabic.  Bahaya gangguan asam basa  asidosis dapat menyebabkan kadar kalium darah naik dan hiperkalemia diperberat oleh asidosis. Perubahan ECG muncul jika kadar K > 6 m Eq/L.  pH < 7,20 dan BE < - 5 perlu segera mendapatkan koreksi nabic, dosis yang diberikan 1/3 x BB x selisih BE = ….. dosis diberikan secara IV dibagi dalam 2 dosis dan diulang selang 30-60 menit.  pCO2 yang tinggi dapat menyebabkan koma, arytmia ventrikuler serta vasodilatasi PD otak  menyebabkan aliran darah dan tek darah intrakranial meningkat.  pCO2 yang rendah dapat menyebabkan vasokontriksi PD otak dan penurunan aliran darah keotak dan menyebabkan hipoksia otak.  Penyebab ggn keseimbangan asam basa : A. Asidosis respiratorik: Hipoventilasi, gagal nafas akut dan obstruksi jalan nafas. B. Asidosis metabolik : shock, hipoksia jar dan gagal ginjal akut. C. Alkalosis respiratorik : Hiperventilasi. D. Alkalosis metabolik : muntah berlebih dan drainase cairan lambung > 1000 ml.

Dilatatif ( paling sering dan dapat terjadi pada kehamilan ) 2). Hipertrofik dan 3). Restriktif/ infiltratif. 











 

 KARDIOMIOPATY PERIPARTUM PPCM Adalah keadaan adanya payah jantung yg tidak dapat dijelaskan dan terjadi pd wanita akhir bulan kehamilan atau sesudah melahirkan ( tanpa riwayat sakit jantung sebelumnya serta tidak diket penyebab lain sakit jantungnya ). Cardiomiopati diklasifikasikan berdasar faktor penyebab maupun secara fungsionalnya. Berdasar penyebab ada 2 yi Primer ( etio tak diket ) dan sekunder ( yi akibat penyakit sistemik ) sedangkan berdasar klasif fungsional dibagi yi: 1).

 

87

Frekwensi kejadian tertinggi pada 2 bl antepartum sp 6 bl post partus ( tu 2 bl ) dan hanya 7-15% terjadi pada antepartum. Etilogi tidak jelas. Beberapa faktor predisposisi al : Multiparitas, malnutrisi, beri-beri, alkohol, glomerulonefritis, infeksi virus, obatobatan saat persalinan, diet, PE, riwayt keluarga serta HT dan faktor imunologis. Teori populer saat ini : didasarkan pd keadaan overload cairan, infeksi virus ( coxsackie / echo vi ) dan mekanisme autoimune. Teori lain mengatakan bahwa miokarditis mrpk faktor primer terjadinya PC. Gejala klinis : DOE, Orthopnea, palpitasi, PND, Odema tungkai, asites, nyeri dada dan hemoptisis. Pemeriksaan Fisik : Cardiomegali, Peningkatan CVP, adanya ronchi pulmonal basal, H >, Asites, gallop dan Hipertensi serta disrytmia. Gambaran ECG tidak spesifik. gambaran Rotgenologis : berupa pembesaran jantung, kongesti vena pulmonalis sp odema paru dan kadang didapatkan edema paru. Gambaran Echocardiografi : Didapatkan dilatasi rongga jantung ( diameter diastolik maupun sistolik ), penurunan fungsi ventrikel kiri ( Ejection fraction maupun mean fractional shortening ), LV out flow tract meningkat dan kadang didapatkan thrombus pd ventrikel kiri. Denagn echo two dimensional dapat terlihat jelas dilatasi rongga jantung, hipokinetik menyeluruh dinding ventrikel, penutupan katub mitral maupun tricuspid yg tak sempurna ( akibat dilatasi anulus katub ). Gambaran Laboratoris maupun patologi anatomik tak spesifik. Kriteria Diagnosis ( Demakis ) :

1. 2. 3.

Adanya payah jantung diakhir bulan khml sp 5 bl post partus. Adanya payah jantung yang tak diket sebabnya. Tidak didapatkan kel jantung sebelumnya.





WHO menambahkan adanya kriteria echo yi adanya dilatasi rongga jantung, penurunan fungsi ventrikel kiri dan kadang kadang didapatkan adanya thrombus ( LV ).

PERTANYAAN PERTANYAAN UJIAN PERINATOLOGI 1.



Bagaimana cara cara menentukkan umur kehamilan, keuntungan serta kerugian masing masing 2. Apakah perbedaan Prematur dan Preterm 3. Apakah komplikasi Prematuritas dan penanganannya 4. Sebutkan obat obat yang digunakan dalam Partus Prematurus Iminens dan cara 5. Jelaskan macam macam deselerasi ( Variabel, Early dan Late ) 6. Apakah perbedaan PGE dan PGF 7. Sebutkan macam macam PAN dan manfaatnya ( pemeriksaan klinis dan canggih ) 8. IUGR : Bagaimana menegakkan diagnosanya, patofisiologi dan penanganannya. 9. Jelaskan mengenai Antenatal Diagnostik dan di RSDS sudah sampai sejauh mana ? 10. Jelaskan mengenai Postdate, penaganannya dan jelaskan mengenai biophysicalprofile. 11. Jelaskan manajemen DM pragestasional dan klasifikasinya. 12. Bagaimana pengaruhnya wanita hamil dg kelainan jantung

Penata laksanaan : I. Antepartum.  Optimalisasi fungsi hemodinamik maternal dg menaikkan fungsi miokard seperti preload ( dengan furosemide ), kontratilitas dan afterload. Tirah baring dg posisi setengah duduk/penuh , Pemberian oksigen, antibiotika serta obat mukolitik juga diperlukan.  Penggunaan digitalis  meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi miokard, reduksi afterload dg Hydralazin / captopril, adanya thrombo emboli dapat diberikan profilaksis heparin. II. Intrapartum.  Pemberian oksigen, diuretika, agen inotropik dan vasodilator.  Persalinan dipercepat kala II nya. III. 

  Prognosis :

Sebagian besar mengalami eksaserbasi saat kehamilan berikutnya. Demakis  bila 6 bl ukuran jantungnya belum kembali ke ukuran normal dilarang hamil lagi. Dan Angka kematian 5 th mencapai 30 — 60 %.

Postpartum. Terjadi peningkatan CO sp 65 %, hal ini disebabkan hilangnya penekanan/ obstruksi vena cava oleh uterus gravid, autotransfusi dari darah uteroplasental dan penurunan resistensi vaskuler. Pemakaian Elastic support stocking perlu.

88

FISIOLOGI - HAID.

-

Haid adalah Perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan ( deskuamasi ) endometrium. Darah haid tak dapat membeku disebabkan adanya fibrinolisin.

-

Aspek - aspek endokrin dalam siklus haid : A. Hubungan Timbal balik Hipotalamus – Hipofose - ovarium. Haid / ovulasi yang teratur mrpk kerjasama yang kompleks antara hipotalamus, hipofise, ovarium dan uterus. Kelainan / gangguan salah satu organ  ggn haid atau fx reproduksi, dg manifestasi klinik : Oligomenore, amenore, perdarahan, anovulasi dan infertilitas. Hipotalamus mengeluarkan GnRH secara pulsasi dg amplitudo dan frekwensi konstan ( dalam kritikal range )  sehingga merangsang hipofise  mengeluarkan gonadotropin ( FSH / LH ) secara pulsasi pula  merangsang folikel pada ovarium untuk tumbuh dan ovulasi. Hub timbal balik antara sentral – ovarium mempunyai pola yg baku  menghasilkan ovulasi yang teratur. E merupakan hormon steroid yang sangat berperan pada kelangsungan hub timbal balik secara normal. Saat haid E/P sangat rendah, endometrium sangat tipis yang hanya terdiri dari stratum basalis saja. Pada saat haid ok korpus luteum atresia  kadar E dan P menjadi sangat rendah. Kadar E yang rendah merangsang hipofise untuk mengeluarkan gonadotropin ( FSH dan LH ), sehingga kadarnya meningkat perlahan  pertumbuhan folikel.

-

-

-

-

-

94

Kadar E yang rendah merangsang pusat penyimpanan, sehingga perlahan lahan jumlah FSH dan LH dalam pusat penyimpanan yang semula sedikit akan menjadi banyak. Hal ini untuk mengantisipasi / persiapan lonjakan gonadotropin pada pertengahan siklus. Sebaliknya kadar E yg masih sedikit naik ini tidak merangsang pusat sekresi tetapi malah menghambat. Sehingga walaupun jumlah gonadotropin dalam pusat penyimpanan sudah mulai banyak tetapi jumlah yg di sekresi hanya sedikit. Akibat peningkatan kadar FSH dan LH ini menyebabkan primordial folikell tumbuh. Kenaikan FSH pada awal siklus ini mengakibatkan : 1. Proliferasi sel granulosa. 2. Aromatisasi androgen menjadi E. 3. Bersama E akan membentuk reseptor LH. Pada hari ke 5 Peningkatan kadar E sudah cukup  UB negatif terhadap FSH ( tidak pada LH )  FSH turun. Menurunnya kadar FSH  Sebagian besar folikel atresia, hanya 1 folikel ( dominan ) saja yang tetap tumbuh ( terbentuk hr 5-7 hr ) yang akhirnya mengalami ovulasi. Setelah folikel dominan terbentuk pertumbuhan folikel kurang tergantung kadar FSH. Folikel dominan mengandung banyak E dan oleh karena E berperan dalam pembentukan reseptor FSH  folikel ini banyak mengandung reseptor FSH, sehingga walaupun kadar FSH mulaii menurun folikel ini tetap tumbuh ( = pertumbuhan folikel disini tak dipengaruhi lagi oleh gonadotropin ).

HUB HORMON STEROID THD PUSAT PENYIMPANAN DAN SEKRESI

POLA h. STEROID DAN GONADOTOPIN SELAMA SIKLUS HAID

95

-

-

-

-

-

Folikel yang mengalami kegagalan dalam merubah lingkungan mikro dari Androgen dominan menjadi Estrogen dominan ia akan mengalami atresia. Pada akhir fase folikuler dimana E dengan kadar yang cukup tinggi ( 200 pg/ml ) yang dipertahankan selama 50 jam  rangsangan positif ( pusat sekresi ), sehingga terjadi loncatan LH, FSH dan sedikit kenaikan Progesteron  terjadi ovulasi ( sekitar 34 36 jam setelah kenaikan LH dan 12-14 jam setelah puncak LH ) Pada akhir fase folikuler, Estrogen yg semula menghambat pusat sekresi berbalik menjadi merangsang ( UB positif ) pada pusat penyimpanan ( dimana sebelumnya gonadotropin sudah banyak terkumpul ) sehingga terjadi lonjakan LH  sedikit luteinisasi pada folikel sehingga terjadi sedikit peningkatan P. Peningkatan progesteron sedikit ini akan merangsang terjadinya lonjakan FSH, hal ini penting ok bersama Estrogen berperan dalam pembentukan reseptor LH ( pada sel teka ) untuk persiapan lonjakan LH. Kenaikan LH, FSH dan Progesteron pada pertengahan siklus ini  Peningkatan sintesa prostaglandin, aktifasi peru bahan plasminogen – plasmin  pecahnya dinding folikel dan terjadinya ovulasi, osit keluar dari folikel.

-

-

B. -

-

-

-

-

-

-

Perubahan endometrium selama satu siklus haid. Pada ovarium ada 2 fase yaitu fase folikuler ( sebelum ovulasi ), dimana E yang dominan dan fase luteal dimana E/P yang berperan. Pada endometrium terdapat 4 fase : 1. Fase menstruasi. 2. Fase proliferasi. 3. Fase sekresi. 4. Fase implantasi.

Siklus haid normal berkisar 21-35 hari, dengan lama perdarahan 5 -7 hari dan jumlah darah yang keluar 30 - 80 cc. Secara mudah / klinis dikatakan haid itu banyak apabila darah tersebut didapatkan bekuan/ bergumpal. 

-

Pada fase luteal folikel menjadi korpus luteum. Luteinisasi granulosa sel dalam korpus luteum  peningkatan kadar P dan akibat luteinisasi teka sel  peningkatan kadar E  peningkatan kadar E dan P pada fase luteal. Mulai 10-12 hari setelah ovulasi korpus luteum mengalami regresi  diikuti penurunan P dan E. Pada kehamilan  hidup korpus luteum diperpanjang ok adanya rangsangan hCG yg dibuat sinsitio trofoblast. HCG memelihara steroidogenesis pada corpus luteum hingga 9-10 mgg kehamilan, kemudian fungsinya diambil alih oleh plasenta.

LH akan menghambat OMI sehingga meiosis I yg berhenti selama fase folikuler berjalan kembali sehingga oosit yg keluar dari folikel saat ovulasi cukup masak. Segera setelah ovulasi kadar progesteron dg cepat meningkat. Peningkatan progesteron tsb akan menyebabkan UB negatif pada gonadotropin  kadar FSH dan LH menurun. LH yang tinggi dan menetap sekitar 24 jam dan menurun pada fase luteal dg mekanisme yg belum jelas. Kenaikan P diikuti dg kenaikan E yg mencapai puncaknya pada pertengahan fase luteal  kemudian turun secara perlahan dan pd akhir siklus kadarnya cukup rendah  menstruasi. Beberapa jam setelah peningkatan LH  estrogen menurun. Mungkin penurunan LH akibat UB negatif yg pendek dari LH terhadap hipotalamus. Progesteron yg tinggi akan memblokir E di pusat penyimpanan dan sekresi.









96

Dengan meningkatnya E pd awal siklus  endometrium tumbuh menjadi tebal, stroma sembab, tebal dg susunan yg renggang. Kelenjar dan pembuluh darah ikut tumbuh, semakin tinggi dan berkelok. Pada saat menstruasi kelenjar ini dangkal dan kurus, ok pengaruh E epitel kelenjar mengalami proliferasi, berdesakan ketepi dan kelenjar ini menjadi mendekat satu sama lain. Setelah ovulasi  terjadi peningkatan P yg cukup tinggi, pertumbuhan endometrium dihambat ok pengaruh E-P pasca ovulasi  lapisan atas endometrium menjadi padat. Selain itu akibat pengaruh P  perubahan kelenjar, yaitu timbulnya vakuol subnuklear. Pada epitel kelenjar mengalami distensi dan berkelok-kelok. Pembuluh darah spiral menjadi dominan dan berkelok. Pada saat premenstruasi  Endometrium dapat dibedakan menjadi 3 lapis : 1. Stratum basalis  bagian yg menempel pd myometrium, bagian ini tidak terlepas saat haid.

2. 3. 



Str. Spongiosum  bagian endometrium yang longgar. Str. Kompaktum  Bagian yg padat.

-

Pada akhir fase luteal terjadi vasokontriksi  iskemia  stasis dan ekstravasasi  merupakan awal terjadinya haid. Kejadian ini terjadi serentak pada semua bagian endometrium, sehingga apabila terjadi pelepasan juga terjadi serentak pada seluruh endometrium.

-

-

E-P withdrawal bleding ( haid N )  pelepasan endometrium paling stabil, cepat berhenti ok : 1. terjadinya kolaps jaringan serentak pada seluruh kavum endometrium 2. Terjadi pembekuan darah. 3. Terjadi vasokontriksi.

3.

endometrium akan tumbuh lagi tetapi terjadi pelepasan ditempat lain. Pelepasan endometrium lokal dan tidak simultan pada seluruh kavum uteri menyebabkan tidak terjadinya kolaps jaringan. Akibat tidak terjadinya ovulasi  P tidak ada  stratum kompaktum tidak terbentuk, sehingga tidak terjadi reaksi vasomotor dan vasokontriksi. Terjadinya kolaps jaringan dan Vasokontriksi merupakan mekanisme penting terjadinya penghentian perdarahan pada siklus haid normal. Folikel Persisten  paparan E yg terus menerus  Hiperplasia endometrium( simpel, adenomatosa dan atipik )

Jadi Perdarahan yang terjadi ok : 1. Pelepasan endometrium yang tidak simultan. 2. Tidak terjadinya kolaps jaringan. 3. Endometrium yang tebal, longgar, rapuh dan banyak pembuluh darah  perdarahan banyak. 4. Tidak terjadi vasokontriksi yg ritmik.

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI

Adalah Perdarahan uterus ( abnormal ) baik di dalam maupun diluar siklus akibat gangguan fungsinya sebagai organ akhir dari seks hormon yang dikeluarkan ovarium. PUD banyak dijumpai pada usia remaja, perimenopause dan wanita infertil. Pada usia remaja  disebabkan hub. Timbal balik belum berjalan dengan baik, karena pusat hub. Timbal balik belum tumbuh sempurna. Pada Perimenopause terdapat 2 golongan yaitu dengan kadar E yang rendah dimana didapatkan siklus haid yang memanjang/ oligomenore, dengan jumlah darah haid yang normal / sedikit dengan perdarahan yang normal / memendek dan kadar E yang tinggi. Wanita infertil, obesitas atau sindroma PCO sering disertai PUD.

Gejala PUD yang timbul dapat terjadi gangguan siklus, perdarahan lama dan ganguan jumlah. Perawatan PUD : 1. perbaiki keadan umum. 2. Hentikan perdarahan. 3. Mencegah agar tidak kambuh lagi ( atur siklus haid ). I. Perbaiki KU ( jelas ). II. Hentikan Perdarahan. a. Kuret  tx dan dx. b. Obat hormonal. 1. Progestin. - merubah endometrium dari fase proliferasi hebat menjadi fase sekresi sempurna, sehingga setelah obat dihentikan terjadi E-P withdrawal bleeding yang stabil dan cepat berhenti. - Dapat digunakan MPA 10 mg/ hr selama 10-14 hr. diharapkan terjadinya stroma predesidual yg stabil.

Patofisiologi PUD. 1. Ovulatorik corpus luteum persisten ( E rendah dan P yg tinggi ). 2. Anovulatorik  E yg tinggi dan P yg rendah ) perdarhan yg terjadi ok ; E yang tinggi tanpa hambatan P menyebabkan Endometrium mengalami proliferasi yang hebat. Endometrium menjadi tebal, kaya akan kelenjar dan pembuluh darah tetapi dengan stroma yang longgar, rapuh dan tidak mempunyai stratum kompaktum. Perdarahan yang terjadi akibat terlepasnya endometrium secara lokal pada satu tempat, akibat E yang tinggi

97

2.

OC kombinasi. Diberikan 2 x 1 selama 7 hr, diharapkan perdarahan akan berhenti 12-24 jam kemudian.

3.

E diikuti progestin. - Terapi E digunakan endometriumnya tipis.

PUD

yg

diduga

Perdarahan yang hebat : 1. OC kombinasi dapat diberikan dua kali satu tab selama 5-7 hari. 2. 25 mg estrogen konjugated ( iv ) setiap 4 jam s/d perdarahan berhenti atau 12 jam, bersamaan dengan pemberian preparat progestin 10 mg ( po ) selama 10 hari atau OC kombinasi. Perdarahan yang tidak hebat : 1. Diberikan 1,25 mg E conjugated ( po ) setiap 4 jam selama 24 jam, selanjutnya satu kali sehari selama 7- 10 hari, kemudian diikuti pemberian progestin 10 mg selama 10 hari. 2. Bila perdarahan minimal diberikan 1,25 mg E conjugated satu kali sehari, diikuti pemberian P 10 mg / hari selama 10 hari.

-

Target organnya adalah Hipofise dan disalurkan melalui 2 jalur : 1. Tract. Tubero Infundibuler  secara aksonal  mencapai pembuluh darah portal  lobus anterior hipofise. 2. Peredaran darah portal.

-

Dikeluarkan secara pulsasi dg frekw ( x per menit ) dan Amplitudo ( dosis per kali keluar ) yg baku dalam kritikal range. Ia akan menghasilkan fungsi reproduksi yg normal bila pada / dalam kritikal range. Agar dalam keadaan kritikal range melalui 3 mekanisme UB ( umpan balik ). Pada fase folikuler frekwensi pendek dan amplitudo panjang sedang pada fase luteal amplitudo pendek dan frekwensi panjang. Di Hipotalamus tidak ada reseptor E, sehingga diperlukan zat perantara yg disebut Neurotransmiter (dopamine dan NE ).

-

-

Mencegah PUD tidak berulang. 1. Wanita muda / gadis. Diberikan preparat progestin 10 mg selama 10 hari terakhir siklus haid atau OC kombinasi selama 3 siklus. 2. Wanita yang tidak ingin anak. Dapat diberikan OC kombinasi atau depot ( DMPA ). 3. Wanita yang infertil. Dapat diberikan CC 50 mg/hari, selama 5 hari mulai hari ke 5 siklus haid. Kalau terjadi oligomenore pada siklus berikutnya berarti terapi CC gagal, untuk ini dapat diberikan preparat progestin 10 mg/ sehari selama 10 hari, setelah terjadi with drawal bleeding terapi dapat diulang dan dapat ditingkatkan s/d 100 mg /hari.

HIPOFISE Dulu disebut sebagai master, saat ini diketahui merupakan subsistem dari hipotalamus. Terdapat 2 pusat : 1. Pusat penyimpanan. 2. Pusat sekresi. Dan diatur akibat pengaruh / rangsangan steroid. pada awal haid akibat E yg rendah, di pusat penyimpanan gonadotropin kosong. Dg kadar E yg rendah pusat penyimpanan akan dirangsang dan pusat sekresi akan dihambat  sehingga produk Gn banyak yg disimpan. Hal ini penting untuk persiapan lonjakan Gn pd midsikcle. Mekanisme lain loncatan Gn adalah self priming reaction yi terjadi delate reaksi / rangsangan yg berikutnya lebih besar dari rangsangan sebelumnya  sensitisasi  dg begitu loncatan LH lebih mudah dicapai. Pada mid sckle kadar E yg tinggi berubah sifat merangsang pusat penyimpanan dan sekrei, rangsangan tersebut dibantu akibat kenaikan P sedikit  sehingga trjadi LH dan FSH surge  Gn yg di pusat penyimpanan dukuras habis. Setelah ovulasi kadar P akan meningkat akan memblokir Gn sehingga FSH dan LH turun.

NEUROENDOKRIN Yaitu sel syaraf yg bekerja sebagai kelenjar Buntu. Endokrin : kelenjar yg produksinya dikeluarkan melalui pembuluh darah. Produk nya disebut Hormon. Hormon : adalah zat yg dapat mempengaruhi organ lain yg jauh dimana hormon tersebut diproduksi. Parakrin : mempengaruhi organ sekitarnya. Autokrin : mempengaruhi dirinya sendiri. Ada 5 neurohormon yi : 1. TSH RH. 2. GH RH. 3. ACTH RH. 4. GnRH. 5. PIF ( prolaktin Inhibitor Hormon = diduga dopamin )

GANGGUAN OVULASI -

GnRH

98

Anovulasi, oligo ovulasi dan defek fase luteal. Anovulasi di definisikan bila dalam 3 siklus berturut turut tidak keluar sel telur. Ovulasi hasil kerja sama antara otak ( H Tal – Fise ), hubungan timbal balik dan ovarium.

-

-

-

H Tal mengeluarkan GnRH secara pulsasi dg frekwensi dan amplitudo yg konstan dlm range tertentu ( kritikal range ), merangsang Fise mengeluarkan FSH-LH scr pulsasi pula. Jadi untuk terjadinya ovulasi diperlukan : 1. Pusat ( TAL/FISE ) dg sekresi GnRH yg selalu dlm kritikal range dan sekresi gonadotropin yg adekuat sesuai siklusnya. 2. HTB dg irama dan pola yg sudah baku. 3. Perifer. Ovarium cukup peka thd rgs Gn dan Proses intrafolikuler ( autokrin /parakrin ) yg berjalan normal setelah rangsangan gonadotropin shg folikulogenesis terjadi dan berakhir dg ovulasi.

Dampak klinis anovulasi : 1. gangguan haid ( oligomenore, amenore dan PUD ). 2. Infertilitas. 3. Dampak sistemik akibat Hipo E. 4. Akibat anovulasi dg Hiper E  PUD, Ca. Mama dan payudara.

LANGKAH EVALUASI PENDERITA ANOVULASI ( = Amenore ) :

Langkah Pertama : Singkirkan kemungkinan suatu kehamilan, galaktore, hirsutisme atau kel bawaan. Meskipun galaktore sudah disingkirkan, namun kemungkinan hiperprolaktinemia tetap ada. Hal ini ok ; 1. Hanya sepertiga wanita hiperprolaktinemia  galaktore. 2. Galaktore terutama disebabkan prolaktin molekul kecil, sedangkan yg diperiksa total prolaktin serum. Periksa TSH, prolaktin, bila ada galaktore foto tengkorak untuk lihat sella tursica ( bila ada kelainan CT scan  prolaktinoma + ) dan testosteron. Pada px dg kadar prolaktin dan TSH yg normal dapat diberikan preparat progestagen ( Progesteron Test ) selama 5 – 10 hari, kemudian 7 hari setelah obat habis.  Bila ada perdarahan berarti terdapat disfungsi ovulasi dg kadar E tinggi.  Bila tidak terdapat perdarahan  langkah kedua.

Anovulasi / oligo ovulasi berdasar tempat kelainan / status hormon dibagi : 1. Ggn pd sentral ( Hipogonadotropinhipogonadisme ). Kelainan terjadi pd Tal-Fise shg menyebabkan kadar gonadotropin dan sex steroid menjadi rendah. Contoh : Prolaktinoma. Anorexia nervosa.

2. Gangguan hubungan timbal balik ( disfungsi ovulasi ). Terdapat 2 macam : a. Gangguan rangsangan FSH : hal ini akibat kadar E yg tinggi, shg tidak rangsangan sekresi FSH. E yg tinggi dapat berasal dari ovarium maupun dari luar. Contoh : Obesitas, ggn hepar, ggn tiroid, ggn adrenal, PCO dan tumor yg prod E. b. Gangguan rangsangan LH : hal ini diakibatkan kadar E tidak cukup tinggi, shg timbal balik positif terhadap LH tidak ada  yg menyebabkan tidak terjadinya lonjakan LH, sehingga tidak terjadi ovulasi. Contoh : Perimenopause, gonadal disgenesis.

Langkah kedua : Penderita diberikan preparat E dan P, dianjurkan penggunaan EE 0.05 mg atau Conjugated E 0.625 – 1.25 mg / hari selama 21 hari dan ditambahkan preparat aktif progesteron misal MPA dosis 10 mg / hari 5 hari terakhir. Bila tidak terdapat perdarahan maka kelainan pada uterus dan/ vagina, bukan ggn pd ovulasi maka periksa HSG atau histeroskopi, kuret, histo PA ( DD ashermann sy, TBC Endometrium ). Bila terdapat perdarahan maka dilanjutkan pada langkah ketiga.

3. Gangguan pd ovarium ( hipergonadotropin- hipogonadisme ). Pd kelainan ini ovarium tak peka thd rangsangan gonadotropin. Jadi ok tidak ada pertumbuhan folikel sehingga kadar E selalu rendah dan oleh karena UB negatif tidak ada  gonadotropin meningkat ( hiper-hipog ).

Langkah ketiga : Periksa kadar FSH dan LH 2 minggu setelah langkah 2 hal ini menghilangkan efek UB negatif setelah langkah 2.

99

1.

2.

Terdapat 2 kemungkinan : Gonadotropin tinggi  maka tunggu 2 minggu, hal ini membedakan adanya kenaikan pd midsickle. Bila px haid setelah 2 mgg berarti kenaikan LH / FSH terjadi pada masa preovulasi, jika tidak terjadi perdarahan maka memang kadar gonadotropin tinggi  hal ini akibat kegagalan ovarium ( misal menopause prekoks, SORG, Turner sy dll ) dan TFS. Bila usia px < 30 th periksa karyotiping u/ menyingkirkan mosaik Y kromosome yg potensial menjadi ganas ( gonadektomi setelah pubertas + HRT ). Penderita ini prognosisnya jelek u/ fx reproduksinya. Bila usia masih muda perlu tx HRT. Gonadotropin normal atau rendah  hal ini berarti kelainan pada sentral ( hipotal / hipofise ). Periksa foto tl tengkorak / CT scan u/ mencari kel sekitar hipofise  kelainan yg sering prolaktinoma bila Fise tak ada kelainan  mungkin kel pd TAL ( = Amenore Hipotalamik  stres, anoreksia nervosa, BB yg sangat kurang dll ).



Hipotyroid dan Anovulasi. Mekanisme : Hiptyroid akan menurunkan kadar dopamin dalam hipotalamus  rangsangan TRH pada sel hipofise yg menghasilkan prolaktin  prod prolaktin tidak ada yg menghambat  prolaktin meningkat  keseimbangan gonadotropin terganggu  FSH/ LH turun  anovulasi  infertil. Perawatan anovulasi – Infertilitas : Berdasar kelainan dimana anovulasi tersebut terletak. PCOS merupakan 75 % kasus infertilitas anovulasi. Anovulasi yg jelas etilogisnya  tx spesifik. Pemberian picu ovulasi dan bila gagal dilakukan teknik reproduksi dibantu. PCOS Patofisiologi Suatu anovulasi kronis yg hiperandrogenik, terjadi ok gangguan hubungan Umpan balik dg kadar E yg selalu tinggi, sehingga tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yg cukup adekuat. Kenaikan LH merangsang sintesa androgen, kenaikan kadar androstenedion ini selanjutnya diubah di jaringan perifer menjadi Estrogen. Kenaikan testosteron dapat menekan sekesi SHBG yang menyebabkan kadar Testosteron dan Estradiol bebas meningkat. Kenaikan estron dan estradiol bebas akan memberikan UB positif terhadap LH, sehingga kadar LH lebih meningkat lagi. Kadar FSH tetap rendah namun masih terjadi pertumbuhan folikel sampai stad. Anthral dg diameter 8 mm sehingga terjadi penumpukan folikel kecil berjajar ditepi ovar.

Bagaimana DX Anovulasi secara sederhana : 1. Menanyakan siklus haid. 2. Mengukur temperatur basal tubuh. 3. Biopsi endometrium. 4. USG. 5. Periksa kadar H. Reproduksi secara serial.

Obesitas dan Anovulasi Mekanisme : 1. Aromatisasi dari androgen ke Estrogen perifer meningkat.  Orang gemuk  timbunan jaringan lemak banyak  konversi androstenedion menjadi E meningkat  terjadi UB negatif  FSH menurun  ggn folikulogenesis  anovulasi. 2.

3.

Obesitas terjadi resistensi insulin  insulin meningkat  merangsang sel teka  sekresi androgen  hiperandrogen  anovulasi.

Definisi : 1. Struktural  USG. 2. Fungsional :  gejala klinis.

Penurunan kadar SHBG.  Menyebabkan peningkatan kadar Estradiol dan testosteron bebas.  Peningkatan kadar testosteron bebas menekan pembentukan folikel dominan pd ovarium dan atresia folikel  anovulasi.

Kemungkinan terjadinya PCOS dapat dijelaskan dari : 1) Hipersekresi LH ( sentral ). Pada px PCOS dijumpai penurunan aktifitas dopamine, sehingga terjadi peningkatan frekwensi sekresi GnRH, yg diikuti peningkatan sekresi LH ( ok dalam lingk E yg tinggi ).

Peningkatan kadar insulin yang mana akan merangsang stroma ovarium memproduksi androgen ( = DM dan anovulasi )

100

2) Gangguan sistem leptin ( suatu prot yg disekresi oleh adipocyt ). Di hipotalamus leptin menekan sintesa dan sekresi neuropeptide Y (  berfungsi menghambat GnRH ) sehingga terjadi peningkatan GnRH  sekresi LH. PCO Leptin Neuropeptida Y Gonadotropin

   LH

-

Gangguan pada adrenal ( CAH / Cushing ) dapat menyebabkan anovulasi hiperandrogen kronik. 90% CAH disebabkan defisiensi 21 OH, yaitu enzym yg dibutuhkan sintesa kortisol sehingga adrenal lebih banyak memproduksi androgen.

5) Kel. Ovarium. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa klinis PCO dapat sejak prepubertas dan tidak tergantung lingkungan hormon lain.

Anoreksia Nervosa   

Diagnose : 1. USG. Didapatkan folikel dg diameter 2-8 mm ditepi ovarium berjajar seperti untaian kalung mutiara. Dg USG vag  bila ditemukan > 15 folikel dan apabila dg USG abd ditemukan 10 15 folikel. 2. Gejala klinik : -Bervariasi, dari normal s/d gangguan haid. 50% kasus amenore, 30 % kasus perdarahan. -Infertilitas. -Obesitas, acne dan hirsutisme. 3. Pemeriksaan Lab: Terdapat peningkatan hormon LH ( 40 % ), Testosteron ( 30% ), prolaktin ( 15 % ) dan Def 21 OH ( 5 % ). 17 OHP, DHA– DHAS, androstenedion.

3) Hipersekresi Insulin. ada 2 jenis yaitu kelompok wanita gemuk/obese ( ok Resistensi insulin ) dan yang tidak gemuk ( ok Genetik ). Pada wanita non obese  Hiperinsulin disebabkan karena gangguan pasca pengikatan reseptor, dimana pada keadaan normal insulin memicu autophosphorilasi tirosin  serin, sehingga terjadi gangguan pd transduksi isyarat insulin. Hiperinsulin dapat  Hiperandrogen melalui : a. Insulin berikatan IGF-I, yg bersama LH akan merangsang sel teka untuk menproduksi H androgen. b. Hiperinsulin akan menekan sintesa SHBG dan IGFBP-I di Hepar sehingga sex steroid ( A dan E ) dan IGF-I bebas akan meningkat.

NB : Berbeda dg ovarium multikistik dimana secara USG folikel tersebar dg penampang yg berbeda-beda dan stromanya tipis.

4) Kelainan kel Adrenal.

101

LH 

Androstenedion 

+

Estrone 

Testosteron 

SHBG 

Atresia

Testosteron bebas 

Kanker Endometrium

Estradiol bebas 

Dampak Klinis: A. Infertilitas, hal ini dikaitkan oleh 2 hal yaitu oligoovulasi/anovulasi ( dikaitkan dg peningkatan insulin ) dan kenaikan LH ( kenaikan kadar LH pd fase folikuler menurunkan angka konsepsi 83  63 % dan peningkatan angka abortus 12  65 % ) . B. Kanker Endometrium dan payudara. C. Akibat kenaikan Androgen  HDL menurun dan tensi akan naik  15-20 th  DM ( prev 15 % ) dan HT ( prev 40 % ).

Hirsutisme

Penatalaksanaan : 1. Hilangkan kelainan penyerta ( obesitas )  diet dan OR. 2. Induksi ovulasi ( CC ). Bila setelah gagal pemberian CC, pd wanita yg non obese dg kadar LH yg rendah dapat diberikan gonadotropin, sedangkan untuk px obese dan kadar LH yg tinggi dilakukan drilling / cauterisasi atau pemberian GnRH dg long protokol. 3. Terapi Hiperandrogen : Flutamide, siproteron asetat, spironolakton. 4. Depeletion.

102

Berat badan



SHBG Insulin 



IGFBP-I 

Gangguan reseptor Insulin Atresia

LH  FSH 

Sel Teka (IGF I )

Androstenedion 

Estron 

+

Testosteron 

Carsinoma Endometrium

Testosteron bebas 

Hirsutisme

Estradiol bebas

INDUKSI OVULASI A. FOLIKULOGENESIS.  Hormon yg berperan adalah GnRH, Hipotalamus mengeluarkan GnRH scr pulsasi dg amplitudo dan frekuensi yg selalu konstan dlm “ kritikal range “, melalui 3 mekanisme ; 1. HTB lengkung panjang, yi kendali ovarium ( steroid sex ) thd TAL / FISE. 2. HTB lengkung pendek, yi kendali Hipofisis ( gonadotropin ) terhadap hipotalamus. 3. HTB sangat Pendek, yi kontrol/ kendali TAL thd sekr GnRH sendiri.  Gangguan pada hub Timbal balik dapat mengakibatkan gangguan fungsi reproduksi.  Di Hipofise terdapat 2 pusat yang mengatur sekr gonadotropin selama siklus haid yi pusat penyimpanan dan sekresi.  Ada 2 neurotransmiter pokok yaitu : Norepinefrin yang bersifat merangsang dan dopamin bersifat menghambat.  GnRH berfungsi merangsang sint/sekr FSHLH dari hipofise ant, selanjutnya merangsang ovarium utk ptbh/pkbg folikel dan pbtk corp luteum, biosint E dan P.  Ptbh folikel di ovarium dibagi 3 fase yi ; Folikuler, ovulasi dan luteal. Pada fase folikuler ptbh folikel tdd ; 1.   

2. 

 



Folikel primordial. Mengandung 1 Oosit berada dalam stad diploten ( profase ). Terdiri lapisan sel granulosa yang tipis tanpa ada sel teka. Terletak dekat korteks ovarium, mrpk 97 % seluruh fol wanita muda, berukuran 50 um, tumbuh terus sepanjang masa dan tidak tergantung gonadotropin. Folikel preantral. kelanjutan fol primordial, ukuran 200 um, tdd sel granulosa yg berlapis lapis dan sel teka terbentuk dari jar sekitarnya. Granulosa menghasilkan A, P dan E ( paling dominan ). Oleh proses aromatisasi A  E, dan merangsang terbentuknya reseptor FSH ( sel gran ). Peran A pada ptbh fol kompleks. Pd konsentrasi rendah meningkatkan Aromatisasi, namun pada konsentrasi yg tinggi kapasitas aromatisasi rendah dan folikel menjadi androgenik dan akhirnya atresia.



3. 













Keberhasilan ptbh folikel sangat tgt kemampuannya merubah lingkungan mikro yg androgenik menjadi estrogenik. Folikel antral. Fol ini berukuran 200 um, dikelilingi lap granulosa dan teka. Pd sel teka banyak reseptor LH, sedang sel granulosa reseptor FSH. Oleh pengaruh LH sel teka menghasilkan A, oleh pengaruh FSH tjd konversi  E. sehingga fol dominan menghasilkan E berlebihan dan berakhir pada ovulasi. Folikel yang gagal sehingga androgen tetap dominan akan mengalami atresia Melalui UB negatif E menekan prod FSH dan terjadi UB positif thd LH shg meningkatkan kualitas / kuantitas dan bioaktifitas pd tengah siklus. Kadar LH meningkat terus dan merangsang prod androgen dari sel teka. Fungsi FSH awal fase folikuler adalah ; 1. Proliferasi sel granulosa. 2. Aromatisasi A  E. 3. Bersama E  terbentuknya reseptor FSH ( sel gran ) E  UB negatif thd FSH juga oleh pengaruh inhibin  Penurunan FSH akan menyebabkan fol yg kurang matang pertumbuhannya akan terhambat / atresia dan hal ini tidak terjadi pada fol dominan. Saat kadar E mencapai 200 pg/ml yg bertahan lebih 50 jam maka terjadi UB positif thd LH, karena E yg tinggi merangsang baik pusat penyimpanan maupun sekresi. Ovulasi terjadi 24-36 jam dari mulainya lonjakan LH.

Pada pertengahan Siklus, Peran : LH : - Merangsang sekresi prostaglandin yg penting dalam “ memecah” ddg folikel. - Menghancurkan OMI, sehingga oogenesis ( meiosis I ) selama fase folikuler berhenti berlangsung kembali. - Luteinisasi sel granulosa  terjadi sedikit kenaikan P. PROGESTERON : - Bersama LH dan FSH memperbesar aktifitas E Proteolitik ( bersama PG ). - Menyebabkan peningkatan FSH.

FSH : - Bersama E membentuk reseptor LH. - Merubah plasminogen menjadi plasmin, membantu pelepasan oosit dari folikel. 4.

Folikel preovulasi.

OBAT STIMULASI OVULASI. 

Clomifen Sitrat.  Tujuan TX CC pd Infertil : 1. Gangguan ovulasi ( oligo/anovulasi ), 2. mengatur masa subur dan 3. Super ovulasi pd tehnk reproduksi dibantu. 



Syarat pemberian : 1. Poros Tal – Fise – Ovarium baik. 2. Singkirkan kel hipofise, adrenal, tiroid yg perlu tx spesifik. 3. Ada produksi E endogen  test dg P, bila haid  ada E endogen, bila tak haid periksa FSH. 4. Prolaktin, FSH dan LH normal. 5. LFT normal. Mekanisme kerja ( SENTRAL )  Struktur mirip E  berikatan dg res E. CC mempengaruhi aktifitas hipotalamus dg mpgrh intrasel res E.  kapasitas res E menurun  sekr GnRH meningkat  kadar gonadotropin diperedaran darah meningkat  ovulasi. CC bersifat anti E di hipotal  menurunkan dampak UB negatif E ke sentral  sekresi FSH meningkat.



Dampak sentral  dlm lingk E hipofisis lebih peka thd GnRH terutama sekr FSH,



dampak perifer ( ovarium ) pada lingkungan tidak adanya E lokal ( bukan disirkulasi )  CC bekerja mirip Estrogen  membantu FSH di sel granulosa merangsang terbentuknya res LH ( sel Gran ).

Cara Pemberian : mulai hr ke 5 ok dimana fol dominan telah terseleksi, bila dimulai lebih dini maka merangsang maturasi folikel secara berganda. Pemberian tidak melebihi hr ke 9 karena tidak ada gunanya. Ovulasi terjadi setelah hari ke 510 terapi habis. Mulai dg dosis 50 mg dan

dapat dinaikkan s/d 200-250 mg/hr atau tx gabungan dg preparat lain.  Indikasi : - semua jenis anovulasi, disebabkan prolaktin tinggi. - disfungsi ovulasi dg E tinggi. - Defek fase luteal. - Anexplained infertility.

kecuali

 Efek samping : Vasomotor flushes, ketegangan abdomen, mual/ muntah, rasa tidak enak pd buah dada, ggn usus, sakit kepala dan rambut rontok, pembesaran ovarium.  Kontra indikasi : ggn hepar, kehamilan, kista ovarium dan kel organik hipofise, ovarium atau alat reproduksi lainnya.  Kombinasi hCG : bila dengan dosis tinggi, ovulasi tetap tidak terjadi. Diberikan 7 hr setelah obat habis atau penampang folikel > 20 mm. Koitus dianjurkan malam hari, diulangi 2 hari kemudian.  Kombinasi DEX : Bila didapatkan kadar androgen tinggi atau terdapat kadar DHAS tinggi. Pemberian 0.5 mg per hari pada malam akan menurunkan ACTH sehingga menurunkan kadar androgen pada lingkungan mikro. Pemberian tiap hari s/d terjadi kehamilan.  Kombinasi Bromokriptin : menanggulangi kenaikan prolaktin sesaat ( masih kontroversi ).  Supresi sebelum pengobatan : diberikan pada anov dg kadar LH/ testoteron tinggi, dg pemberian OC / GnRH selama 6 bl, kemudian diberikan CC. NB : Eskresi sangat lambat, + 51 % yg dieskresi dari tubuh setelah 5 hr dan sisanya masih dapat dijumpai ditinja 6 mgg setelah pemberian  hati hati efek akumulasi.

Indikasi Penggunaan CC al : 1. gangguan fungsi ovarium/ picu ovulasi pd siklus anovulatoir. 2. Amenore sekunder dg kadar ; FSH. LH dan prolaktin normal. 3. Pada siklus ovulatoir CC digunakan u/ : a. Tx DFL.

b. c. d.

Meningkatkan kemampuan konsepsi wanita dg ovulasi tak teratur. Mengetahui saat ovulasi pd px rencana IUI. Tujuan fertilisasi infitro ( super ovulasi ).

-

b.

CC – DFL. rasionalitas tx CC pada DFL  meningkatkan sekresi FSH, kenaikan FSH awal siklus  memperbaiki fase folikuler  terbentuk fase luteal yg sempurna. Keuntungannya  tak mempengaruhi siklus haid. Pemberian CC selama 5 hr ( mulai hr ke 5 ) akan dijumpai bentuk aktifnya didarah lebih dari 1 bl  pada lingkungan E cc bersifat anti E, shg keberadaan CC melewati akhir fase folikuler dan fase luteal  mengganggu pembentukan reseptor LH.

c.

Dampak teratogenik  binatang ( tikus ) terdapat peningkatan kejadian kel. Bawaan.

d.

CC-abortus.  perubahan degenerasi oosit / kel khromosome  peningkatan prevalensi abortus, mola dan KE.

e.

CC dan keganasan ovarium. ( belum ada data )



Hormon Gonadotropin.  HMG ( humegon / pergonal ) mengandung FSH 75 UI dan LH 75 UI.  HCG ( Pregnyl / profasi ) mengandung 1500, 5000 / 10000 UI HCG yg menyerupai khasiat LH.  Bekerja langsung pada ovarium, HMG menstimulasi ptbh folikel sedang HCG menstimulasi pelepasan ovum serta luteotropic.  Indikasi : 1. Amenore sekunder dg Gn normal dan gagal dg induksi ovulasi. 2. Siklus anovulasi dg kegagalan induksi ovulasi.

Kelemahan CC pd tx PCO : 1. Adanya hiperstimulasi. 2. Kualitas oosit jelek ok LH tinggi sejak awal haid. 3. Multiple pregnacy. Terbaik usahakan penurunan LH dg GnRH agonis / pil KB kemudian picu ovulasi dg CC. Kontroversial penggunaan CC :  CC mempunyai bentuk mirip E, bersifat biologik E lemah. Dampak CC dapat terlihat di sentral ( Tal/ Fise ) maupun perifer ( ovarium, endometrium dan Cx ).  Sentral :  Tal  menurunkan konsentrasi reseptor intrasel ( walaupun kadarnya tingi tak terbaca )  kenaikan sekresi FSH o/ Fise.  Fise  cc langsung dapat merangsang sekresi Gn dan dalam suasana E tinggi  hipofise lebih peka thd rgs GnRH u/ sekr FSH. Perifer :  Ovarium  suasana E rendah  bersifat seperti E, pd midsikle bersama FSH merangsang pembentukan reseptor LH.  Uterus, CX dan endometrium  CC bersifat anti E  lendir serviks lebih pekat dan endometrium kurang baik u/ implantasi dan pertumbuhan awal embrio. NB : untuk mengurangi efek LS yang pekat dapat diberi EE hr 10 – 16.

Pengaruh CC thd Fungsi reproduksi : a. CC terhadap endometrium. ketebalan endometrium akhir fase proliferasi lebih tipis ( secara bermakna ) setelah tx Cc, namun tidak bermakna pd pertengahan fase sekresi. Derajat Echogenik endometrium pertengahan fase sekresi mempunyai gradasi yg lebih rendah post tx CC. Peningkatan kadar estradiol ( akhir fase Prolif ) post tx CC.

Ketebalan endometrium tidak berkorelasi positif dg kadar estradiol pst TX CC. Kadar reseptor estradiol post tx lebih rendah secara bermakna.



Syarat : 1. Tidak ada Kegagalan ovarium. 2. Semua faktor infertilitas lain normal. 3. Tidak ada tumor hipofise.



Kontra Indikasi : 1. Kegagalan ovarium dan makroadenoma hipofise. 2. Pembesaran ovarium yg jelas.

3. Adanya kelainan sistemik menyebabkan KI u/ hamil. 

Efek samping : 1. OHSS. 2. Kehamilan ganda. 3. Adenoma hipofise tumbuh cepat. 4. Superovulasi. 5. Alergi/ hipersensitivitas.



Dosis HMG 1-2 amp /hari tgt reaksi ovarium. Pd BATAB pemberian mulai hr ke 3 dg dosis 2 amp/ hr / 2 hr, sambil dipantau kadar E2 dan besar folikel. HCG diberikan 10000 UI ( dosis tunggal ) bila diameter fol dominan > 1,7 cm atau kadar E2 serum 1000 – 1500 pg/ml. ES ; SHO, kehamilan ganda dan peningatan angka abortus. Pencegahan ukur E baik urine atau darah setiap hari.



 



yg

Pelepas Gonadotropin ( GnRH ).  Suatu decapeptida, disintesa di nukleus arcuatus dan dikeluarkan secara pulsatil tiap 60 menit, mempunyai waktu paruh 5.5 – 8 menit.  Cara kerja : 1. merupakan pendekatan fisiologik untuk reaktivasi dari sumbu Tal –Fise – ovarium. 2. Merangsang secara pulsatil hipof  FSH dan LH dg cara menduduki reseptor GnRH. 







Pemberian GnRH secara berdenyut akan merangsang FSH dan LH secara berdenyut pula  menstimulasi ovulasi. Pada pemberian dosis besar  sekr gonadotropin berkurang  steroidogenesis ovarium terhambat  berhentinya maturasi folikel. Sekresi GnRH diatur dg mekanisme umpan balik yaitu : UB lengkung panjang, pendek dan sangat pendek. Melalui neurotransmiter Dopamin ( merangsang ) dan NE ( menghambat )  sehingga amplitudo dan frekwensi selalu konstan  sekresi GnRH selalu dalam kritikal range. Seleksi px : 1. Fol. Ovarium harus berfungsi. 2. Jangan diberikan wanita amenore dg withdrawal ( - ). 3. Tidak efektf pd PCO.



Indikasi GnRh : 1. Penderita infertil dg anovulasi akibat disfungsi hipofise – Tal. 2. Kegagalan hipotalamus. 3. Kegagalan ovulasi post Tx CC. 4. Pengobatan azoospermia / oligospermia yg hipogonadotropin.



Penggunaan klinis : 1. Stimulasi fungsi hipofise gonad. Tujuan membuat suasana Hiper-hiper. Contoh digunakan pada : a. Hipogonadotropin masa nifas. b. Delayed puberty. c. Cryptocismus. d. Induksi ovulasi. e. Hipog-Hipog pada pria.







2.

Inhibisi hipofise gonad. Tujuan membuat suasana Hipog – hipo E. dalam klinik digunakan pada : a. Pubertas precox. b. Endometriosis. c. Myoma uteri. d. Suprese ekses androgen ( PCO ). e. Sindroma premenstrual dan DUB.

3.

Kontrasepsi.

Pada BATAB digunakan dg tujuan menekan kadar gonadotropin endogen  mencegah lonjakan LH dini. Ada 2 metode yi short protokol dimana GnRHa dan gonadotropin diberikan dg tujuan peningkatan sekresi gonadotropin bekerja scr sinergis dg gonadotropin eksogen  memaksimalkan pengambilan oosit, dan long protokol dimana pemberian GnRH dg tuj menekan hipofise  kadar H gonadotropin mencapai basal. ( RSDS penekanan s/d kadar E2 < 50 pg/ml ). Efek samping : tidak ada dan OHSS tidak ada.

B.

PROTOKOL STIMULASI ( program BATAB )

OVULASI



CC + HMG + HCG.  CC 100 mg/hr mulai hr ke 3, HMG mulai hr ke VI 2 amp/hr dapat dinaikkan tergantung respon E2/ besar fol.  Monitor kadar E2, LH dan USG mulai hari ke 6-7.

 Suntikan HMG dihentikan bila kadar E2 > 250 pg/ml dan 2 folikel / > dg uk 17 mm. Kemudian diberikan HCG 5000-1000 ui ( iv ) pd malam hari. OPU dilakukan 34 -36 jam setelah itu.  Keuntungan ; relatif murah , kurang didapatkan SHO serius. Kerugian ; pemantauan terus, timbulnya lonjakan LH endogen dan derajat populasi folikel yg berlainan. 



HMG + HCG.  HMG diberikan mulai hr ke 3 dg dosis 2 amp/hr. pematauan kadar E2, LH dan USG mulai hr ke 6-7. Pemberian HCG diberikan sesuai protokol 1.  Keuntungan ; lebih banya folikel yg didapat. Kerugian ; lebih mahal dan resiko SHO lebih besar. GnRH + HMG + HCG.  Short Protokol  Buserelin 500 ug ( sc ) / hari mulai hr I/II dan HMG mulai hr ke II/III 2 amp/hr. pemberian dihentikan dan diberikan HCG sesuai protokol 1.  Long Protokol  diberikan mulai hr ke 21, pemantauan dimulai setelah 7-14 hari pemberian, monitor kadar E2 dan USG. Bila kadar E2 < 50 dan tidak ada kista  disuntikkan HMG 2 amp / hr. pematauan USG mulai hr ke 3 terapi.

BROMOCRYPTIN. Indikasi : 1. Infertil/ anoulasi dg PRL meningkat / galaktore. 2. Kasus infertil dg anovulasi yg belum berhasil dg tx CC. Cara Kerja : 1. Bekerja pd reseptor dopamin dlm hipofise anterior yg mengeluarkan prolaktin. Mula mula menghambat pelepasan PRL akhirnya menghentikan sintesa. 2. Pada hipoTal bekerja sebagai suatu dopamin agonis  PIF   sekresi PRL . DEFEK FASE LUTEAL Definisi : Suatu keadaan dimana pada fase luteal corpus luteum tidak tumbuh secara sempurna, sehingga tidak dapat memproduksi hormon - hormon terutama progesteron secara optimal pula. Akibatnya fase luteal yang terjadi tidak optimal.

Merupakan kelanjutan kelainan fase folikuler dimana kadar E atau FSH kurang adekuat  Reseptor LH kurang  fase luteal kurang sempurna. Gejala Klinis : Akibat fase luteal yang tidak optimal menyebabkan fase sekresi di Endometrium menjadi tidak optimal, sehingga gejala utamanya berupa gangguan haid yakni ; 1. Polimenore. 2. Metrorrhagia. Hubungan dg fungsi reproduksi adalah terjadinya Infertitas, hal ini diakibatkan : 1. Terjadinya fase luteal yg tidak optimal, sehingga fase sekresi yg terjadi di Endometrium tidak optimal pula, akibatnya desidualisasi endometrium tidak terjadi dg baik  buah konsepsi tidak dapat nidasi /implantasi dg baik ( tidak pernah telat haid ). 2. Yang “ mempertahankan” buah kehamilan adalah hormon yang dihasilkan oleh korpus luteum  bila tak adekuat  maka akan terjadi abortus. Diagnose DFL : 1. BBT  hitung BBT ( Biphasik = saat ovulasi ) sampai dg haid. Bila < 11 hari  DFL ( subyektif ). 2. Biopsi Endometrium ( untuk dating )  bila selisih > 3 hari ( Obyektif ). 3. Pemeriksaan H. Progesteron, bila < 10 ng /ml  DFL. Atau periksa dari zalir peritoneum. 4. USG  untuk melihat ada/ tidak Corpus Luteum. Terapi DFL : Prinsip terapi DFL adalah memperbaiki pada fase proliferasi, mid sickle dan luteal. Obat yang dapat dipilih, al : 1. Clomiphen Sitrat  hal ini bertujuan memperbaiki folikulogenesis yang terjadi sehingga fase proliferasi menjadi baik  fase luteal baik. Hal ini sesuai pemikiran CC yg diberikan pd awal siklus bekerja sebagai anti Estrogen, sehingga akan merangsang hipothalamus  sekresi gonadotropin ( FSH )  folikulogenesis yg terjadi optimal.

Kentungan : memperbaiki folikulogenesis proliferasi, mudah dan murah.

dan

fase

Yang perlu diperhatikan adalah faktor usia, Faktor lain adalah keluhan misal adanya oligo M / amenore hal ini dapat mempengaruhi definisi infertilitas.

-

Kerugian : Pemberian CC secara jangka panjang ( berulang ) akan berakibat pula pada mid sickle  sehingga efek anti estrogennya tetap ada. Hal ini akan mengakibatkan pembentukan reseptor LH ( akibat pengaruh kerja estrogen + FSH pd mid sickle ) tidak optimal  fase luteal menjadi jelek/ tidak optimal  DFL ( Istilah yang dipakai dr. SHD adalah seperti pisau bermata dua ). 2.

Gonadotropin ( FSH )  adalah terapi spesifik, dimana pemberian pada awal siklus akan memperbaiki fulikulogenesis  fase proliferasi menjadi sempurna. Kerugian : dapat terjadi hiperstimulasi, mahal dan butuh pengamatan yang jeli.

3.

Estrogen ( mid Sickle )  pemberian pada mid sickle ( hr 10-16 ) dg tujuan memperbaiki pembentukan reseptor estrogen. Kerugian : Tidak tahu kadar LH cukup/tidak.

4.

Progesteron  pemberian progesteron pd fase luteal merupakan terapi seperti “ imunisasi pasif”. Kerugian : dapat mengacaukan siklus haid.

5.

Beta hCG ( pemberian LH )  pemberian pada mid sickle merupakan terapi spesifik, tetapi syarat pemberiannya reseptor LH harus cukup.

INFERTILITAS. Definisi : Satu pasutri yang sah, berusaha ingin hamil dalam waktu 1 th / > tak mendapatkan keturunan, dg co teratur tanpa alat kontrasepsi. Mengapa harus 1 tahun ? 5 bl 50 % 75 %

15 bl 87.5 %

Fecundity rate wanita 1 siklus sekitar 15

%. -

10 bl

Apakah harus 1 tahun apabila pasutri mengeluh ada keluhan infertilitas ? jelas tidak. Jadi apabila ada pasutri belum 1 tahun menikah tetapi didapatkan keluhan / kelainan, misal agenesis genitalia maka sebelum 1 tahun penderita sudah harus dilakukan follow up.

Yang mempengaruhi Infertilitas / kesuburan : 1. Umur. Baik  wanita 21-24 th ( pria 2425 ), diatas 35 th menurun setengahnya. 2. Gizi  obese / kakeksia. 3. Frekw Koitus. Sebaiknya CO 48 jam sekitar ovulasi. Berapa frekw co nya  23 X / mgg. 4. Kebiasaan.  Merokok. Nikotin  Vasokontriksi pembuluh darah ovarium.  Alkohol  ggn Spermatogenesis dan Ovulasi.  Obat obatan : Kortikosteroid, Dilantin, narkoba.  Pemakaian jelly/ pelumas saat co. 5. Lama kawin. Bila lebih 3 th prognosisnya jelek. 6. Operasi berat daerah panggul. 7. Pekerjaan dan Emosi ( frekw co menurun, menyebabkan rangsangan simpatis /PS  peristaltik tuba terganggu. ACTH meningkat  androgen meningkat  ggn ovulasi. 8. Penyakit lain : misal Endometriosis, keradangan panggul, gangguan hormon ( DM, hipertiroid ) Penyebab Infertilitas : 1. Faktor laki-laki ( sperma ) 2. Faktor wanita.  Faktor vagina.  Faktor serviks.  Faktor Uterus  Merupakan 5-10 % penyebab infertilitas. Kelainan meliputi kelainan bawaan ( septum ), tumor ( myoma ), it is ( TBC ), asherman. DX : VT, HSG, histeroskopi, Laparoskopik, Kuret ( PA ).  Faktor tuba dan peritoneum.  Ovulasi ( 25 – 40 % ) 1.

Faktor laki laki. ( + 35 % penyebab Infertil ). - Keadaan semen dan kemampuan menempatkan spermatozoa ke fornix post. - Pemeriksaan meliputi : 1. Anamnesa : - Frekwensi Co, pemakaian pelicin, teknis co, apakah ada retrograde ejakulasi, ejakulasi precox.

- Pekerjaan dan Riwayat penyakit. 2. Pem. Fisik : Impotensia, hipospadia, penis yang kecil atau adanya obese.

B.

Pemeriksaan Spermatozoa ( SA ) : - Jumlah : Normal 60-80 juta, minimal > 20 jt. bila jumlah kurang  Oligo/ Azospermia. - Gerak : N : > 50 % gerak aktif. Kelainan  Asteno. - Bentuk : N : > 50 % bentuk baik. Kelainan  Terato. - PH : 7.0 – 7.8. - Volume ( + semen ) 2-3 cc. - Bau : seperti bunga akasia.

C. D. E.

Catatan : pada pemeriksaan SA sebaiknya abstinensia 3 - 7 hr ( mengapa ? ). Kualitas spermatozoa fluktuasi, sangat dipengaruhi kondisi saat itu, ok itu jika kualitas sperma nya jelek diulang 3 – 4 mgg kemudian, jika 3x berturut turut pemeriksaan jelek ya berarti kualitas spermanya jelek. Bila Azoospermia cek FSH, bila naik  jelek, bila normal  Obstruksi. II. Faktor Istri, Pemeriksaan meliputi : Anamnesa : - Penyakit yang pernah diderita, riwayat operasi, abortus atau riwayat KB, obat obatan yg diminum. - Kebiasaan : teknis co, frekw Co atau pembilasan langsung post co. Pem Umum, genitalia ext, sex sekunder dan gen interna. Pem Khusus. A. B.

3.

A.

Faktor Vagina  jarang. Dapat ok sumbatan  kel anatomik, itis, frigid. Serviks sebagai kausal infertilitas ( + 2 % ) : 1. Anatomis/ malposisi. 2. Sumbatan pd can servikalis. Kel. Lendir serviks  Infeksi. Imunologi dan Hormonal

Kelainan 1. 2. 3. 4. 5.

tsb dapat diket dg pemeriksaan : Pem. Fisik ( VT, Inspekulo, sonde ). Pem. Lendir cx. PCT/ Sim’s Huhner test. Pemeriksaan/ kultur Lendir cx. Test imunologi.

Fungsi serviks :

Pintu gerbang  hanya sperma yg baik saja yg dapat masuk. Klep biologis  dimana pada masa subur lendir servik menyilahkan masuk, sedang masa tak subur menjebak sperma. Reservoire --> sperma dapat bertahan 2 hari. Depo makanan. Filter.

Test Yang digunakan u/ menilai faktor serviks : a. Test lendir serviks. dilakukan sekitar ovulasi. Dipengaruhi : hormon sex ( E  lendir encer dan banyak makanan, sedang P  pekat dan miskin makanan ) dan keadaan lokal serviks ( it is )  akut ( keruh ok banyak lekosit ), kronis  encer ok banyak mengandung epitel shg tak bisa menghasilkan lendir cx baik. Bila dalam penilaian serial baik terus  artinya jelek ok Estrogen tinggi terus ( anovulasi ) Bila hasil LS jelek  cari kelainan dari hormon atau lokal. Pemeriksaan lendir servik sangat dipengaruhi status hormonal saat itu, untuk menghindari hal tersebut dapat diberikan EE ( dosis 0.05 ) diberikan selama 21 hr, mulai hr ke 5 haid. Mengapa ???.  pemeriksaan dilakukan setelah > 7 hr minum obat. b. Interaksi sperma dan lendir serviks  UPS / SH test. Penilaian lendir serviks ( Mogissi ).

Vol. Fern. Spinbarkeit Sel viskositas

0 0 0 > 11 4+

1 0.1 +1 1-4 6-10 3+

2 0.2 +2 5-8 1-5 2+

3 0.3/ > +3/4 >9 + 1+

SKOR : < 5  Tak bisa ditembus. 5-10  sulit/ kurang baik. 10-15  Bagus. Penilaian secara WHO no 5 diganti diameter serviks. Penilaian lendir serviks sebaiknya dilakukan pada masa subur, oleh karena mntk saat subur sulit maka sebaiknya dilakukan secara serial. Lendir servix mulai encer hr ke 9 dan maks hari ke 13-14 haid.

PCT ( UPS ) Syarat : 1. Spermatozoa ( SA ) harus baik. 2. Harus pada masa subur ( sekitar ovulasi ). 3. Abstinensia 2-3 hari. 4. Dikerjakan 6-8 post co ( mogissi ), ok selain untuk mengetahui interaksi/ penetrasi sperma dlm lendir cx juga u/ lihat fx serviks sbg reservoir, daya tahan sperma dan . 5. Diambil didaerah canalis servikalis dg tuberkulin spuit. Interprestasi : 1. Jika baik, maka cari faktor lain infertilitas. 2. Jika jelek, maka evaluasi :  Penentuan saat masa subur salah.  Hormonal.  Kel Spermatozoa.  It is.  Imunologi.  Sebab yl.

kausa

Latar belakang pemberian EE pada UPS adalah : 1. Lendir serviks mengikuti siklus haid. 2. Menentukan saat ovulasi tidak mudak mudah sehingga sering tidak tepat. Faktor Tuba dan Peritoneum.  35-50 % penyebab infertilitas.  Penyebab : endometriosis, infeksi, post operasi.  Fungsi : 1. OPU. 2. Transportasi sperma, telur dan embrio. 3. Tempat fertilisasi. 4. Tempat pertumbuhan embrio secara dini.  Untuk keperluan ini diperlukan : 1. Fimbriae yg baik. 2. Tuba harus paten. 3. Dinding tuba harus baik. 4. Harus tidak ada perlekatan. Mukosa dan peredaran darah harus baik  sebagai penyediaan makanan maka lendir tuba juga harus baik. 

Pemeriksaan yang diperlukan : 1. Rubin test. 2. HSG. 3. Laparoskopik dx.

Karakteristik pemeriksaan tersebut :

Patensi tuba. Anatomis Tuba. Perlekatan. Patologi. Ovulasi Lumen tuba dan Uterus.

RT + -

HSG + +

Lap.DX + + + + + -

Infertilitas Wanita Kategori Diagnosis ( berorientasi tx ). 1. Kelainan Ovulasi. 1.1. Kegagalan ovarium primer. 1.2. Kegagalan hipot – fise. 1.3. Sindr. PCO. 2. Kelainan Tuba / Pelvik. 3. Endometriosis. 4. Kelainan Uterus. 5. Kelainan Serviks. 6. Kelainan Kongenital. 7. Yg tak dapat diklasifikasikan. 8. Infertilitas An Explained. Pemeriksaan Infertilitas : 1. Anamnesa : Riwayat haid, kehamilan/ persalinan lalu, kontrasepsi, penyakit lalu, pembedahan daerah pelvik, coitus Umur. Berapa lama kawin. Pemakaian obat tertentu. Kenaikan / penurunan berat badan. Aktifitas fisik / pekerjaan. Stres Emosional. Hirsutisme, galaktore. 2. Pemeriksaan Fisik. Apakah ada Hirsutisme/ galaktore, klitoromegali. Palpasi kel. Tyroid. Inspeksi Cx, kualitas lendir ?. Pem. Vagina dan rekto vagina. 3. Analisa Sperma. 4. Uji Pasca sanggama.

jerawat,

-

-

-

tujuan mengetahui fungsi reproduksi cx. Terganggu bila didapatkan kelainan anatomis, infeksi atau kel imunologi. Dilakukan 6-8 jam post co. Dikatakan baik jika : lendir serviks jernih, encer, daya membenang > 10 cm dan memberikan gambaran daun pakis jika dikeringkan ( Tes Fern ) dan didapatkan > 10 sperma motil / lap pandang besar. Bila jelek kemungkinan salah menentukan saat ovulasi, maka ulangi ( siklus berikutnya ) dg pemberian terapi EE 0.05 mg/ hr. mulai hari ke 5 siklus selama 20 hr ( tuj menekan ovulasi ) dan UPS dilakukan hr ke 7 setelah tx. Bila gagal dapat dg IUI.

-

5. -

-

6. -

-

-

7. -

Deteksi Ovulasi. Dengan cara sederhana s/d canggih. Ax. Siklus Haid. Pem. Badan basal ( BBT )  didapatkan pola biphasik. Lendir Serviks. Biopsi Endometrium  dilakukan menjelang haid / hr 1 haid  untuk melihat adanya ovulasi / tidak dan menilai “ dating “ disesuaikan dg siklus haid ( ada / tidak DFL ). Siklus ovulatoir bila didapatkan gambaran endometrium fase sekresi sedang anovulatoir didapatkan gambaran fase prolif/ hiperplasia glandulare. USG. Ovulasi terjadi 6-10 jam bila penampang folikel dominan 18-24 mm atau ovulasi terjadi 36-38 jam mulainya lonjakan LH, atau dg pemeriksaan LH urine ovulasi 24 jam setelah positif. Histerosalpingografi. Hal ini u/ mengetahui infertilitas yang disebabkan faktor tuba, uterus dan patensi tuba / lokasi buntu, tetapi tak dapat melihat kelainan ddg tuba, fimbriae, perlekatan dan keadaan patologi genitalia interna lain ( dapat mengetahui kelainan Patologi kavum uteri atau lumen tuba ). Dilakukan pada fase proliferasi. ( Sekitar 3 hari haid bersih ) dan sebelum perkiraan ovulasi. Kontra Indikasi : Kehamilan, perdarahan, infeksi aktif genitalia dan keganasan.

Laparoskopi. mengetahui gambaran secara nyata genitalia interna dan menyeluruh, juga untuk

-

mengetahui gambaran peritoneum yang mungkin berpengaruh dalam infertilitas. Indikasi Laparoskopi : 1. kecurigaan adanya Endometriosis. 2. Kecurigaan adanya perlekatan pada panggul. 3. HSG normal, tetapi 6 bl tak terjadi kehamilan. 4. Saat pemeriksaan dalam ditemukan kelainan pada uterus. 5. Adanya kelainan pada pemeriksaan HSG. 6. Perkawinan sudah lama ( 3 th ) atau umur pasutri sudah lanjut ( > 35 ). 7. Bila px dari luar kota. Kontra Indikasi Idem dg HSG ditambah dengan kel jantung/ paru, pasca laparotomi luas dan obesitas. Dikerjakan pada fase luteal ( melihat adanya korpus luteum ). Apabila lap DX dikombinasi dg HSG  missed 15 % u/ test patensi.

Penanganan : 1. Medikamentosa  Obat Pemicu ovulasi dan antibiotika ( infeksi suami/istri ). Kriteria gagal pada Tx picu ovulasi ada 2 yi kasus an/oligoovulasi  bila dosis max tak terjadi ovulasi, sedang bila ovulasi sudah baik 4-6 siklus tetap tak hamil. 2.

Bedah rekontruksi ( bedah mikro dan bedah laparoskopik ) Syarat Bedah Mikro  Faktor lain tak ada kelainan yang absolut. a) Faktor Infertilitas lain baik. b) Usia < 37 th. c) Tidak ada infeksi. d) Tidak ada TBC genitalia. e) Dinding tuba tidak sklerotik atau terdapat perlekatan hebat pd gen. Interna. Kontra Indikasi bedah Mikro ( Gomel ) : 1. Frozen Pelvis ( didapatkan perlekatan hebat pelvis ). 2. Infeksi panggul aktif. 3. Dinding tuba kaku/ sklerotik. 4. Umur > 37 th. 5. Bila ada TBC  dapat terjadi fisteling. 6. Didapatkan pembuntuan pada distal dan proksimal. NB :

3.

Bedah Mikro dikatakan gagal apabila setelah 18-24 bl dilakukan tindakan belum hamil.



Tehnik Reproduksi Buatan. Inseminasi. Gamet Intrafalopian transfer ( GIFT ). Zygote Intrafallopian transfer ( ZIFT ). In vitro Fertlization – embryo transfer ( IVF-ET ). Tubal embryo transfer.

 

Pemeriksaan 2-3 hari setelah haid ( fase Proliferasi ) sebelum ovulasi / bersama PCT. Pada tuba patent bahu px terasa nyeri. Penilaian :

Inseminasi Intra Uterine ( IUI ) Indikasi : 1. Kelainan servik, dimana lendir cx tak dapat dilalui sperma ( utama ) 2. Oligozoospermia, faktor imunologi, ggn ovulasi ( dg picu ov ) dan Unexplained infertility. Syarat : 1. Kualitas sperma tak terlalu jelek. 2. Ovarium masih mampu ovulasi. 3. Tuba falopii patent. 4. Tidak ada faktor peritoneum. NB : dinyatakan gagal 3-6 siklus tak hamil. Fertilisasi Invitro - ET. Apabila Perawatan infertilitas terakhir setelah semua program gagal. Syarat : 1. Uterus baik, 2. Ovarium masih mampu ovulasi. 3. Sperma > 5 juta. ( ICSI hanya dibutuhkan sperma < 1 juta ). Sedang pd kasus azoospermia dapat dg tehnik PESA dan TESE. - Indikasi : 1. Gangguan fungsi organ reproduksi yg berat. Kel faktor tuba/peritoneum berat yg tak bisa dlkk bedah mikro/ ada KI bedah mikro dan adanya extrem oligo yg gagal dikoreksi / azoospermia. 2. Perawatan jenis lain mengalami kegagalan. 3. Unexplained Infertility ( gagal dg superovulasi dan IUI ). Rubin test ( Pertubasi ) :  Dg. memakai CO2  affinitas lebih kuat shg emboli lebih kecil. Gas CO2 digunakan s/d tek 200 mmHg  Kontra Indikasi : It is daerah panggul, perdarahan, hamil dan Ca.

Test Imune Antibodi. Dilakukan apabila didapatkan hasil PCT yg jelek. Anti sperma antibodies dapat pada semen ataupun dalam lendir cx. Ada 2 tehnik : 1. Sperm Cervical Mucous Penetration Test. Ada 2 metode : a. Capillary tube metode. b. Slide metode ( miller kurzrok test )  bila ada Ag-Ab ekor sperma pada permukaan lendir cx, hanya kepalanya saja yg goyang  Ab di sperma, namun bila kepala nempel di perm lendir  Ab pada lendir cx. 2. Sperm Cervical Mucous Contact test. Indikasi AIH : 1. Unknomn Infertility. 2. Oligozoospermia. 3. Faktor Imunologi. 4. Kel bid androlog. Gangguan Tuba Pasca operasi dapat ok : 1. Infeksi. 2. Materi yg dipakai. 3. Benda asing ( talk ). 4. Kerusakan jaringan. Untuk menghindari : 1. Cegah infeksi ( AB ). 2. Menghilangkan kerusakan ( atraumatik ), tehnik basah. 3. Hindari benda asing.

jaringan

4. 5.

Hindari bahan yang menyebabkan reaksi radang. Mengurangi reaksi jaringan dan perlekatan ( kortikosteroid, dextran )

PERANAN LAPAROSKOPIK pd Infertility ; 1. Lap. DX tanpa tindakan operasi : a. Melihat kel. Alat gen. Interna. b. Kecurigaan endometriosis. c. Infertil usia > 30 th. d. Sebelum AIH. e. Sebelum dan evaluasi setelah tx hormonal. f. Pre Op dan follow up post rekontruksi.

b) c)

d) e) f) g)

 

2.

3.

lap. DX dg tindakan Operasi : a. Biopsi ovarium. b. Hidrotubasi. c. Punks kista ovarium. d. Biopsi cairan peritoneum ( sitologi ). Lap. Op: a. salpingolisis. b. Cauterisasi endometriosis. c. Insuflasi obat. d. Reseksi partial ovarium. e. Punksi kista ovarium. f. Kehamilan Ektopik.

Indikasi Lap Op : 1. infertilitas. 2. Endometriosis. 3. Kistoma ovarii. 4. Myoma Uteri. 5. Chronik Pelvik Pain. ENDOMETRIOSIS Definisi : Adanya jar endometrium ( kel dan stroma ) diluar uterus. Etiologi : Sp saat ini belum diket, Ada 3 teori : 1. Teori transplantasi. 2. Teori Metaplasi coelomic. 3. Teori Induksi. Teori regurgitasi ( darah haid dapat menjalar dari cav uteri mel tuba fall / transplantasi jar endometrium yang disebabkan o/ regurgitasi transtubal saat menstruasi ) dari Simpson : a) Asumsi ini didukung  70 - 90 wanita mengalami retrograde menstr dan adanya jar endom dalam cav peritoneum dilaporkan 59 79% wanita selama haid.



Adanya aliran menstr dari ujung fimbriae ( laparoskopi ). Endometrium  ditemukan pada bag bhbg dg pelvis ( ov, ant/post douglass, lig ut sakral, post ut dan post lig latum ). Endometrial fragment berasal dari menstrual dapat timbul dalam kultur jar ). Kemungkinan endomtriosis >> jika cx ditutup. ( pada binatang coba ) Insiden >> pada obstr aliran menstr. Resiko >> pada siklus yang pendek dan waktu pengeluaran yang lama. Endometriosis yang jauh melalui vaskuler dan lymphatik. Pada paru  gejala dari asimptomatik sampai pneumo thorax, hemoptisis selama haid. Dapat terjadi pada pria yang mendapat tx estr, hal ini mungkin disebabkan transformasi koloemik.

Teori Metaplasia ( metaplasi pada sel koelomik yang berubah menjadi endometr ) : a) Endometriosis dapat terjadi pada wanita muda , dg tidak adanya anomali mullerian, dapat ditemukan setelah menarche sebelum menstrual siklus. b) Pernah dilaporkan pada wanita prepubertal. c) dapat terjadi pada wanita yang tidak pernah haid. d) Dapat terjadi pada ibu jari, lutut, paha, yang mungkin berasal dari ep koelomik yang berdekatan selama embryogenesis. e) Dapat ditemukan pada pria. TEORI INDUKSI : 1. Menyatakan faktor biokimia endogen merangsang sel sel peritoneal undiff berubah menjadi jar endometrial. 2. teori ini kelanjutan teori metaplasi. 3. terbukti pada kelinci, tapi tidak terbukti pada primata dan wanita. 







ok tidak semua debris pada cav peritonei berasal dari menstr  endometriosis, jadi kemungkinan faktor imunologik/ genetik berperan. Secara imunologik  endometriosis terjadi  penurunan imunitas seluler dan sel mediated citotoxicity. Genetik faktor , resiko kejadian 7x pd kel yg mglm endometriosis. 75 % pada kembar HZ, lebih tinggi pada px yang memiliki peny AI. Imunologik faktor, didapatkan penurunan imunologik clearence of viable endometrial sel



 

dari cav pelvis, sel mediated citotoxiity toward autolog dihubungkan dg endometriosis. Rendahnya aktivitas NK sel juga dapat dtmk pd endometriosis ( kontroversi ). Peningkatan basal aktivasi makrofage peritoneal  menurunkan motilitas sperma dan meningkatkan fagosit sperma  mempengaruhi fertilitas. Alfa TNF  fasilitator implantasi endomterial ektopik. Macrophage, epid growth faktor, macrofage derifat gr fx ( MDGF ) , fibronektin  promote ptbh endometrial sel.

3. 4.

USG. Biopsi.

CA - 125 :

Ag permukaan sel ditemukan der epitel koloemik , merupakan mx ov Ca jenis epitelial. Sering ditemukan meningkat pada px dg endometriosis , mempunyai hub pkbg peny dan respon tx. Sensitivitasnya rendah utk skrening, spesifitas 80%, dapat digunakan sebagai marker respon tx dan rekurensi. Kenaikannya pada terapi bhbg dg rekurensinya. Dapat meningkat pada : hamil muda, akut PID, Leiomioma dan haid. Pemeriksaan serial prediksi rekurensi setelah tx danazole, GnRH analog/gestrinon , tetapi tidak pada tx MPA. Kadar : N 8-22, Minimal 14-31 , Mod/severe 13-95.

 





PREVALENSI : 3-10 % terjadi pada wanita usia reproksi, 25-35% pada wanita infertil. DIAGNOSA : sering ditemukan pada wanita dg kel infertilitas, dismenore, nyeri pelvik khronis dan dispareunia.





Symptoms dan Sign :  dapat Asimpt.  Dysmenorhoe  after years relatively pain free mens.  Nyeri tidak bhbg dg luas lesi, tetapi bhbg dg dalamnya infiltrasi endometriosis.  Nyeri dapat diffuse, sering daerah rectum, uretral dan bladder. Dapat disertai LBP.

KLASIFIKASI SECARA AFS ( American society ) : STAGE

I. II. III. IV.

Minimal : Mild : Moderate : Severe :

1-5. 6-15. 16 -40. > 40.

NB : Penilaian berdasar daerah yang terkena ovarium dan peritoneum ( Spf / dalam ), perlekatan ( ov,tuba dan cav douglass )

Pemeriksaan : 1. Fisik. 2. Laparoskopik.

Klasifikasi Endometriosi secara AFS : Endometriosis Peritonum

: Superfisial Dalam Ovarium kanan : Superfisial. Dalam. Ovarium kiri : Superfisial. Dalam.

1 cm 1 2 1 4 1 4

Nilai 2-3 cm 2 4 2 16 2 16

> 3 cm 4 6 4 20 4 20

1/3 1 4 1 4 1 4 1 4

Bagian. 1/3 – 2/3 2 8 2 8 2 8 2 8

> 2/3 4 16 4 16 4 16 4 16

Perlekatan. Ovarium kanan : Tipis. Tebal Ovarium kiri : Tipis. Tebal Tuba kanan : Tipis. Tebal Tuba kiri : Tipis. Tebal

fertility

Cavum Dougalas ( CD )

Sebagian

seluruhnya

4

40  

Klasifikasi secara acosta : Ringan : Implantasi yg menyebar tanpa jar parut / retraksi pd bag ant atau post CD, peritoneum pelvis atau permukaan. Tak ada perlekatan



 

Sedang : Endometriosis ovarium dg parut dan retraksi atau endometriosis kecil. implantasi di CD dg jar parut dan retraksi. Perlekatan minimal periovarium, perituba atau CD. Berat : Endometriosis dan perlekatan terbatas meliputi tuba, ovarium dan CD. Endometrioma 2x2 cm. Keterlibatan yg bermakna dari usus dan tr. Urinarius. Obliterai CD dg penebalan sakrouterina. TERAPI : TUJ TX  Eliminasi lesi endometriosis, mengobati “cacat “ ( pain dan subfertil ). 1. SURGICAL :  Koagulasi bipolar, CO2 laser, potasium titany PO4 laser  min damage, ASPIRASI bila diameter < 3 cm.  Severe  Tx hormonal 3-6 bl  menurunkan vask dan ukuran nodul  surgikal tx. Hysterektomy / ov ektomi , perlu HRT.  Pregnancy succes rate : Moderate 60% dan severe 35%.  Minimal dan Mild  surgical tx masih kontroversi, kumulative pregnacy after 5 years  90% ( tanpa tx ).

2. MEDIKAL TX : Prinsip tx : merubah situasi hormonal tubuh seperti wanita hamil / menopause. Estrogen dapat mrs ptbh endometriosis, dg menekan E menyebabkan jar endom ektopik menjadi athropy. A. Progestin.



B.

Anti endometriosis  endometrial tissue atrophy ( ps gravid ) Prep : MPA 30, Megestrol asetat 40 , Linestrenol 10 , Dydrogesteron 20-30 / hari. Efektif menurunkan AFS dan nyeri, lebih efektif/murah dibandingkan danazole. Tidak untuk Infertil  Amenorhoe dan Anovulasi. Starting dose 30 mg/hr atau 150mg/3bl, Meggestrol 40, Dydrogestr 20-30/hr. SE: Nausea, Ret cairan, BB > , breakthrough bleding dan Hipo E.

Anti pogestin ( Gestrinon 1,25-2,5 \ 2x/mgg , Danazole 400 /hr ). 1. Gestrinon :  Der androgen, anti progestagen/estr/ anti gonadotropik.  Dosis : 1,25-2,5 mg / 2x per mgg.  ES : Nausea, muscle cramp, androgenik efek ( bb> , akne, kulit berminyak ), KI : gravid  musk fetus. 2. Danazole :  Supresi GnRH / gonadotropin secretion, inhibition steroidogenesis, Increase metabolic clearance estradiol dan P, direcct antagonis dan agonis interaksi dg androgen dan P res dan efek imunologis.  SE ; sfat androgenik dan Hipo E.  KI: Px dg liver diss, HT, CHF, ggn Renal Fx, Pregnancy. 3. GnRH Agonis.  Berikatan dg res GnRH  stimulasi LH dan sintesis/ release LH  menurunkan res hipofise dan menurunkan reg GnRH aktifitas  menurunkan level FSH dan LH  supresi steroid yang dihasilkan ovarium  ps menopouse.  Penekanan sintesa LH dan FSH  Penekanan sintesa H steroid ovarium  perubahan endometrium spt wanita post menop.  Pematangan folikel dihambat oleh kurangnya H. FSH  lesi endometriosis akan kehilangan rsg estr

 



C.

dan tidak berproliferasi  regresi  keluhan berkurang. im, sc, intranasal. Leuprolide 500 ug/hr\sc atau 3,75/bl \im , Gosereline 3,6 mg/bl\sc, Buserelin 3x300ug/hr\in, 1x200 ug/hr\sc, Nafarelin2x200ug/hr\in,Tryptorelin 3,75 mg/bl\im. SE : Hypo Estr ( hot flushes, kering vag, libido menurun, kep pusing ) dan Osteoporosis.

ORAL KONTRASEPSI. COC ( monophasic ). Jar endometrium  pseudopregnancy ( amenorhoe dan desidualisasi jar endometrium ).  Dapat menurunkan perkembangan / recurensi endometriosis.  Terjadinya Amenorhoe  potensial menurunkan retrograde menstr dan progresitas der penyakit.

2.

 

Pembedahan : 1. Definitif ( histerektomi + bilateral ovarectomi ). 2. Konservatif ( Kistectomi, cauterisasi  baik dg lap op maupun laparotomi ) tujuan tindakan tsb : a) menghilangkan sarang sarang endometriosis semaksimal mungkin. b) Memulihkan fungsi reproduksi. c) Mencegah kerusakan jaringan atau timbulnya perlekatan akibat tindakan pembedahan.

3.

4.

Defek Fase Luteal. Didapatkan insidens sebesar 9-45 %.

5.

Inflamasi intra peritoneal, perubahan seluler dan prot zalir peritoneal. - Pada px endometriosis dijumpai proses inflamasi steril intraperitoneal sbg respon adanya haid yg mglm regurgitasi / implantasi endometrium ektopik  terjadi peningkatan zalir peritoneum, jumlah leukosit, jumlah dan aktifitas makrofag, produksi antibodi, serta faktor faktor yg disekresikan oleh sel radang. - Peningkatan jumlah / aktifitas ( peningkatan sekresi enzm proteolitik ) makrofag dlm lumen uterus maupun dalam zalir peritoneum  menggangu interaksi Spermatozoaovum, memfagositosis spermatozoa  kemungkinan konsepsi menurun.

6.

Perubahan sistem imune  pada px endometriosis ditemukan adanya antibodi antiendometrium dan antibodi antiovarium. Antibodi antiendometrium

ENDOMETRIOSIS  INFERTILITAS :  Pada Endometriosis yg sedang dan berat penyebabnya adalah gangguan mekanis terhadap fungsi reproduksi memainkan peranan penting. Adanya perlekatan pelvik dg jaringan parut yg luas melibatkan ovarium dan tuba falopii dan adanya endometrioma dapat menjelaskan mekanisme infertilitas.  Pada kasus yang ringan mekanisme terjadinya infertilitas dapat ok ; 1. Disfungsi tuba dan ggn mek pengangkutan /penangkapan ovum. Adanya peningkatan kadar prostaglandin dalam zalir peritoneum menyebabkan perubahan kontraktilitas dan motilitas

otot tuba dan uterus  mengganggu pengangkutan ovum dan implantasi. Siklus haid Abnormal dan syndr Luteinizing unruptured folikel ( LUF )  Anovulasi. Brosens dkk menemukan insiden LUF sebesar 70-79 %. Sindroma LUF menggambarkan suatu siklus haid dimana semua parameter ovulasinya tampak normal termasuk peningkatan kadar progesteron pada midsickle dan pkbg endometrium. Jadi disini folikel tidak pecah secara fisik dan oositnya terperangkap diantara sel granulosa ovarium. Kriteria dx LUF adalah tiadanya korpus luteum ( Lap DX ), tidak adanya folikel yg kolaps pasca ovulasi (USG ) atau rendahnya kadar steroid pasca ovulasi dalam zalir peritoneum. Perubahan hormonal.  Ditemukan 2 puncak LH urine yg tidak sinkron  menunjukkan tidak adekuatnya mekanisme umpan balik.  Adanya Hiperprolaktinemia relatif.  Adanya peningkatan kadar prostaglandin dan prostanoid.  Perubahan nisbah progesteron luteal terhadap estradiol ( P/E2 )  Luteolisis dan tingginya insidens DFL.

akan bereaksi dg endometrium  mencegah nidasi – implantasi sedangkan adanya antibodi antiovarium mengganggu perkembangan folikel dan terjadinya ovulasi. 7.

8.

Abortus spontan. Resiko terjadinya abortus spontan sebesar 40-60 %. Abnormalitas pada fase luteal diduga penyebab terjadinya abortus spontan. Koeksistensi dan interaksi endometriosis dg infeksi subklinis TORCH, Chl Tr dan Mikoplasma.

REKURENSI :  5 - 20 %  Kumulatif rate 40% setelah 5 Th.  37  minimal, 74  severe , post tx 5 Th.

HORMON REPLACEMENT THERAPY Tujuan : untuk mengatasi masalah yg ditimbulkan o/ menurunnya fungsi ovarium. Hal ini dapat memberikan dampak / keluhan al : 1. Vasomotor. 2. Atropi epitel penutup/ mukosa. 3. Osteoporosis. 4. Kelainan kardiovaskuler. Definisi :  Menopause  Suatu titik waktu dimana haid berhenti u/ selamanya ok hilangnya fungsi ovarium atau sudah tak mendapatkan haid selama 1 th.  Perimenapouse  Kurun waktu segera sebelum dan sesudah menopause.  Klimakterium  Masa peralihan seorang wanita dari masa subur kemasa pasca menopause. pada masa peralihan menjelang menopause, fungsi ovarium sudah mengalami gangguan  siklus haid kacau. Sebagian wanita didapatkan anovulasi dg kelebihan E shg didapatkan PUD, sebagian lagi didapatkan oligomenore dg didapatkan tanda menurunnya E. Keadaan yg dijumpai pd menopause : 1. Anatomis ( ovarium dan uterus kecil ). 2. Endokrin  E rendah dan FSH tinggi ( > 40 m IU ). 3. Klinis / keluhan akibat hipo E. Tujuan HRT :

1.

Pengobatan simptomatis  ditujukan terutama u/ keluhan psikomotor, atrofi urogenital dan keluhan Siklus haid pd perimenopause, juga mengurangi keluhan masa klimakterium dan perimenopause al : palpitasi, sakit kepala, susah tidur dll.

2.

Pencegahan  Penyakit al : osteoporosis dan PJK.

Alzheimer,

Osteoporosis : Batas kadar E untuk mencegah 40-50 pg/ml atau 150-180 pmol/l. Dosis terapi yg digunakan 0.625 mg estrogen konjugat /hr atau 0.3 mg + 1500 mg kalsium. Hanya ¼ dosis yg digunakan untuk OC. Dosis E yg kecil bertujuan mencegah efek samping, namun memberikan efek pencegahan thd osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler. Beberapa mekanisme E mencegah osteporosis sbb : 1. Memperbaiki absorpsi kalsium. 2. Merangsang sintesa kalsitonin  menghambat resorbsi tulang. 3. Meningkatkan reseptor vit. D di osteoblast. 4. Mengatur produksi IL I dan 6 yg merupakan bone resorbing dan merangsang bahan pembentukan tulang spt ILGF I. II serta growth faktor beta. Kardiovaskuler. HRT dapat mempengaruhi metabolisme lemak, KH dan faktor hemostatik  Peran penting terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler. Metab. KH  menopause sering mengalami peningkatan resistensi thd insulin  hiperinsulinemia  atherosklerosis. Estrogen berfungsi memperbaiki kepekaan thd insulin. Metab Lemak  Estrogen dapat meningkatkan HDL ( bahan yg dapat mencegah terjadinya plaque dan menurunkan kemungkinan terjadi koagulasi ), menurunkan penumpukan LDL di dinding arteri, serta melawan oksidasi LDL sehingga memperbaiki fungsi endotel. Hemostasis  pemberian E merangsang fibrinolisis, menurunkan resistensi pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah ( shg perfusi jaringan lebih baik ) dan E juga dapat mencegah terjadingya atherosklerosis.

Cara Pemberian : 1. Terus menerus, setiap hari minum 0.625 E. konj / estrone sulfat, 1 mg meronized estradiol dan tiap hari ditambahkan preparat Progestagen 2.5 mg NWA / 0.35 norethidrone. Digunakan pada wanita yang tidak menginginkan lagi datangnya haid dan kadar TG yg tinggi. 2.

Sekuensial, minum obat selama 25 hr, dimana pemberian Estr. Konj 0.625 selama 25 hr dan pada 10 hr terakhir ditambahkan 10 mg MPA.

Cara Pemberian : 1. Siklik. ( combined dan sekuensial  P mulai 16-25 )  disini ada periode tak minum obat. 2. Continous ( combined dan sequensial  P mulai hr 1-14 ). 3. Continous estrogen interupted progesteron ( E diberikan terus menerus dan P 3 hr ya dan 3 hr stop ). Tujuan penambahan Progesteron pd HRT adalah progestagen bersifat antagonis thd estrogen shg menekan pengaruh E yg berlebihan pada endometrium  mencegah ca endometrium dan ca payudara ( belum jelas ) Terdapat 2 gol Progestagen sintetik : 1. C. 21 progestagen yg merupakan derivat progesteron, termasuk disini : siptroteron A, dydrogesteron, MPA dll. 2. C. 19 Progestagen yg merupakan derivat testosteron, termasuk disini : Tibolon, NE, norgestrel, lynestrenol dll. Kerugian P sintetik turunan testosteron adalah : 1. Mempunyai khasiat biologik setelah diaktifkan di hepar  beban Hepar. 2. Mempunyai sifat androgenik  acne, hirsutisme. 3. Menurunkan kadar HDL  resiko PJK meningkat. Keuntungan Progesteron alamiah ( = MPA ) : 1. Sedikit mempengaruhi metabolisme HDL. 2. Menghambat Enzim 5 alfa reduktase  penurunan testosteron. 3. Tidak dijumpai penurunan kadar estradiol serum yg berarti. 4. ES rendah. Dosis Estrogen yg direkomendasikan sebagai HRT adalah :

17 Estradiol Estrgen konjugasi Estradiol valerat Etynil estradiol

1-2 mg. 0.625 mg. 1-2 mg. 15-20 mcg.

Dosis progesteron yg direkomendasikan sebagai HRT : Siproteron asetat 1 mg. Didrogesteron 10 mg. Levonergestrel 30 mcg. MPA 2.5 mg. Noretisteron 0.35 mg. Indikasi pemberian HRT adalah : Penderita Hipoestrogenik al ; a. Kegagalan ovarium ( SORG, syndr Turner, menapouse precox ). b. Amenore Hipotalamik. c. Pasca gonadectomi. d. Pada Wanita Tua.

AMENORE

Batasan : a. Belum haid s/d usia 14 th disertai tidak berkembangnya sex sekunder. b. Belum haid s/d usia 16 th walaupun sex sekunder tumbuh. c. Wanita yg pernah haid, kemudian tidak haid selama 3 siklus berturut turut / tidak haid selama 6 bl. Pembagian sistim amenore sbb : a. Kompartemen I b. Kompartemen II c. Kompartemen III d. Kompartemen IV

kompartemen

evaluasi

dx

Kelainan pada sal keluar atau uterus. Kelainan pada ovarium. Kelainan pada hipofise Kel pd hipotal dan SSP

Kelainan pada kompartemen I, al : anomali sal muller dan insensivitas androgen. Anomali sal muller dibagi 3 kelompok yi : a. Agenesis ( RKH ). b. Ggn Fusi Vertikal ( sept vag vertikal ) yg obstr/ non obstr. c. Ggn fusi lateral. Kelainan Kompartemen II bisa terjadi amenore sekunder maupun primer.

Termasuk lesi disini al : Turner, Mosaicism, abn struktur khromosom X atau bisa juga dg karyotpe normal.

Kelainan Kompartemen III ( sering tumor hipofise = >>> jinak ). Kel Kompartemen IV amenore hipotalamus ( Hipogonadotropik – hipogonadisme ).

PRIMER AMENORE I Buah dada +

II Uterus +

Buah dada +

FSH dan LH N / Rendah ( sentral )

foto skull Anosmia tes

Rendah

BBT Karyotiping

Tinggi

Karyotiping

LAP

HRT

vaginoplasty HRT

Kel mungkin pd Fise/ Tal. ( sentral )

Cek FSH, LH, TSH dan PRL.

TFS Angkat testis

IV BD - & ut +

XY FSH/LH tinggi Testeosteron( female )

Lap DX RKH

Tinggi

Karyotiping

XY

XY

Testosteron

Rendah

III Buah dada / uterus -

Testosteron

Tinggi ( gonadal disgenesis

XX

Uterus -

Gonad +

Neg

Angkat

HRT Contoh : Sweyer Syndr

Evaluasi Seperti Amenore Sekunder

Langkah Penanganan : Sesuai langkah penanganan pada anovulasi.

-

Yang termasuk pada kelainan ini al :

Payudara

Rambut sex * Vagina Uterus

Hormonal Testost * Progest Karyotiping Herediter * Other anomali * Gonadal malignancy * FSH LH Karyot *

RKH Normal Puting susu gelap Normal

TFS Normal Putting susu pucat T’ ada / 

- / Hipo plasi Rudimenter

- / Hipo plasi

N (wanita ) N XX ? +

N / ( pria )

-

5%

-

Pemberian pd wanita muda ( < 12 th ) hati hati. Penggunaan HRT disini u/ pertumbuhan tinggi badan. Bila dosis terlalu tinggi akan terjadi penutupan epifise terlalu cepat, bila terlalu rendah tak bermanfaat. Dosis E 0.3 mg diberikan selama 1-2 th secara kontinue, setelah itu diberikan P. Pertumbuhan tl dapat dimonitor dg Ro dari phalanx. Setelah terjadi penutupan epifise pertumbuhan tulang sangat lambat, sehingga HRT diberikan dg tujuan lain.

Pembagian Sex sekunder ( Tanner )

Tak terbentuk Klitoris >>>

XY + Jarang

T1

Prepubertal

Prepubertal

T2

Breast bud

Presuxual hair

T3

Breast elevation

Sexual hair

T4

Areolar mound

Mid escutcheon

T5

Adult contur

Female escutheon.

N/  XX

NB : * beda penting RKH Kuster Hauser ) & TFS.

XY ( Mayer Rokistanky

Sindroma Turner Klinis : Amenore. Seksual sekunder tak tumbuh. Tubuh Pendek ( < 147 cm ). Webbed Neck. Cubitus Valgus. Dada perisai dg jarak kedua putting susu melebar. Infantilitas seksual. Hormonal : Gonadotropin lebih dari N. Karyotiping 45 X0. Penanganan : HRT ( E + P ) Tujuan : 1. Membuat siklus menstruasi. 2. Menumbuhkan payudara dan sex sekunder. 3. Melindungi dari osteoporosis dan kardiovaskuler. KUMPULAN SOAL UJIAN SENIOR PATHOL ;

NB :

123

A.

B.

ENDOKRIN 1. Apa yang kamu ketahui ttg DFL, bagaimana dampak klinisnya dan pengaruhnya thd reproduksi ? 2. Bagaimana DX DFL dan sebutkan 3 macam terapinya ?? 3. Bila tahap III evaluasi amenore didapatkan hasil tinggi, apa kemungkinannya dan bagaimana sikapnya ? 4. Apa untung ruginya IUI ?? 5. Apa efek samping dan KI penggunaan CC ? 6. Kapan CC diberikan bersama kortikosteroid, prolaktin, bagaiman mekanisme dan cara pemberiannya ? 7. Bagaimana mekanisme terjadinya infertilitas pada PCOS ?? Bagaimana dampak klinis PCOS ?? 8. Bagaimana Obesitas menyebabkan infertil ?? 9. Induksi dg hMG bagaimana cara pemberian, ES dan Indikasinya ?? 10. Hub antara CAH dg PCOS ??? 11. Sebutkan indikasi lap DX dan IUI. 12. Endometriosis  Infertilitas, bagaimana penanganannya. 13. Terapi danazol pada PUD ??

7.

ONKOLOGI. 1. Ca Servix II B / I B / II a definisi, terapi dan prognosisnya.apa yang mempengaruhi prognosis Ca serviks. 2. Apa yang dimaksud dengan ; a. Staging laparotomi. b. Second Look laparotomi dan Indikasnya ??? c. Terapi paliatif. d. Adjuvant maupun neo adjuvant terapi. e. Komplit / Partial respon. f. Tumor marker. 3. Chorio Ca stad III, definisi, pembagian berdasar apa dan jelaskan. 4. Choro Ca st II, def, ada kelompok rendah, sedang dan tinggi hal tsb berdasar ? apa terapi masing masing kelompok tsb. 5. Kasus wanita 20 th, tumor ovarium kiri, diameter > 10 cm, asites +, oleh SpOG telah dilakukan SOD, PA EST. bagaimana penatalaksanaan selanjutnya. 6. Kasus wanita 16 th dngan kistoma ovarii 20 x 20 cm ( kiri ), asites +, bagaimana tatalaksana selanjutnya.

19.

8. 9.

10.

11. 12. 13. 14.

15.

16.

17. 18.

20.

Kasus nona 20 th, kistoma ovarii diameter 10 cm, telah dilakukan SOD, asites +. Bagaimana tatalaksana selanjutnya. Nn 16 th Post SOD PA teratoma maligna apa tindakan saudara selanjutnya. Apa itu Borderline malignancy pd kanker jenis epitel ovarium dan bagaimana tatalaksananya ??? Sebutkan secara lengkap pembagian Ca ovarial menurut histo PA dan sebutkan masing masing tumor markernya. Beda prinsip GTD dan non GTD. Apa terapi selanjutnya dengan hasil PAP test menunjukkan klas V. Gadis 20 th  Disgerminoma ??? Chorio Ca  staging dan skor WHO, kapan dilakukan pembedahan dan kapan dinyatakan sembuh. Sebutkan macam macam penyakit trofoblast yg anda ketahui dan karakteristik masing masing. Pada pemberian MTX dosis tinggi diberikan folinic acid apa alasannya dan bagaimana cara pemberiannya ?? Ca Cx I b, tumor sebesar 5 cm, PA adeno sq Ca bagaimana pengobatannya ???. Apa yang dimaksud petanda tumor dan sebutkan PT pd tumor ganas ovarium !! Faktor faktor resiko Ca CX ???. Apa peranan kemo tx pd Ca CX ??? Apa yg dimaksud dg kurva Gompertz pada onkologi.

RADIOTERAPI

Difinisi :

124

Suatu cara pengobatan dengan menggunakan sinar pengion, yang bertujuan merusak sel-sel abnormal tanpa menimbulkan kerusakan atau gangguan yang berat dan irreversibel pada jaringan sehat disekitarnya.

1.

Pembagian Radiasi pengion :  Elektromagnetik yaitu Sinar X dan sinar gamma, sinar x timbul bila terjadi benturan elektron, sedangkan sinar gamma timbul sebagai akibat desintegrasi inti atom suatu radioisitop.  Partikel yaitu energi partikel baik elektron , alpha,neutron, proton dan meson

2. 3. 4.

5. 6.

Cara kerja : Sinar pengion yang mengenai sel atau jaringan hidup dapat menimbulkan perubahan somatik dan perubahan genetik. Sebagai akibat interaksi sinar pengion dengan molekul - molekul dari sel terbentuk pasangan - pasangan ion yang menimbulkan reaksi biokimiawi dan yang akhirnya dapat menyebabkan gangguan atau berakhirnya proses biologik sel tersebut.

Persiapan pemeriksaan meliputi : a. HB, Leko, Tombosit, LED, hitung jenis. b. gula darah. c. LFT,RFT, bilirubin, kadar elektrolit. d. EKG. e. Urinalisis Anemia dikoreksi lebih dahulu ( kadar minimal 10 g % RSUD Dr. Soetomo ). Bila ada infeksi lokal di terapi dahulu. Pemeriksaan IVP untuk menetapkan fungsi ginjal dan mengetahui apakah ureter terkena proses atau tidak. Pemeriksaan Photo Thorak untuk mengetahui proses metastase. Mempersiapkan mental penderita, tentang penyakitnya, cara radiasi, efek samping, lama dirawat dirumah sakit

Prosedur Perawatan Radioterapi Setelah persiapan radiasi lengkap, maka penderita dikirim ke unit Radioterapi, untuk didaftar. Bila keadaan umum baik , maka radiasi dilakukan secara berobat jalan, sedangkan bila keadaan kurang baik, maka penderita dirawat dulu untuk perbaikan keadaan umum.

Perubahan tingkat seluler yang mungkin timbul ialah sebagai berikut : 1. Kematian langsung sel. 2. hambatan pembelahan sel. 3. Hambatan pertumbuhan. 4. Perubahan kromososm sebagai pembawa keturunan.

Persiapan Pada Hari Radiasi.  Radiasi eksterna : lapangan operasi digambar lebih dahulu sebelumnya atau pada hari radiasi, dan penderita disuruh datang pada jam yang telah ditentukan tanpa persiapan khusus.  Radiasi intrakaviter : a. Pasien di MRSkan di RK 1 hari sebelum pemasangan. b. konsultasi anastesia sehari sebelumnya ( di RSUD Dr. Soetomo tak rutin ). c. Pasien dipuasakan sejak malam hari dan diberikan laxans ( Dulcolax 2 tablet ) dan disuruh buang air besar pada pagi hari sebelum pemasangan radium.

Teknik Radiasi 1. Radiasi Lokal / intrakaviter dapat memberikan dosis yang tinggi pada serviks dan korpus uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan disekitarnya, sehingga dosis ke rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai batas-batas daya toleransinya. 2. Radiasi eksternal. Untuk dapat memberantas metastasis kelenjar dengan efek sampingan ringan diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan distribusi dosis yang merata pada daerah yang lebih luas

KOMPLIKASI RADIASI I. Reaksi Akut 1. Kulit jarang terjadi berupa gambaran folikulitis, deskuamasi disertai keluar cairan. 2. Sistitis diatasi dengan analgesik, antispasmodik, minum banyak. 3. Progtosigmoiditis gejala berupa diare, kramp, tenemus terapi diit rendah serat, antispasmodik, supositoria steroid.

PERSIAPAN SEBELUM RADIOTERAPI

125

4. Enteritis gejala mual, diare. Terapi antispasmodik, antiemetik, untuk sementara penyinaran dihentikan. 5. Sumsum tulang gejala berupa lekopenia dan trombositopenia, biasanya tidak berat

Disesuaikan dengan tujuan terapi yi : kuratif atau paliatif. Tujuan Terapi kuratif adalah : mematikan sel kanker serta yang telah menjalar kejaringan atau KGB sekitarnya, dg tetap mempertahankan sebanyak mungkin keutuhan jaringan shat sekitarnya. Bila sel kanker telah menyebar keluar dari rongga panggul maka radiotx bersifat paliatif. Untuk tujuan kuratif diperlukan metode radiasi gabungan yi : brakhiterapi ( intrakaviter ) dan teleterapi ( rad eksterna ).

II. Reaksi lambat. 1. Proktitis timbul 6 - 24 bulan sesudah radiasi disertai dengan sigmoiditis gejala nyeri tenemus, diare dan konstipasi yang hilang timbul gejala ini bisa timbul bertahun-tahun. Pengobatan diit rendah serat, metamucil, antispasmodik dan analgesik dapat juga enema steroid atau supositoria Belladonna - Opium, bila pengobatan ini tak berhasil atau ada perdarahan perlu dilakukan kolostomi. 2. Fistula rektovaginal diagnosis perlu ditegakkan dengan Ba enema pengobatan dengan kolostomi, diharapkan sesudah kolostomi fistula kecil - kecil akan menutup spontan. 3. Striktura rektum timbul sesudah 5 - 10 tahun post radiasi, karena fibrosis yang progesif pengobatan kalau hebat dengan kolostomi. 4. Sigmoiditis gejala nyeri-kramp pelvis, diaere dan konstipasi yang bergantian pengobatan bila ringan dapat diberikan diit rendah serat, metamucil, minyak mineral, antispasmodik, bila berat perlu dipertimbangkan kolostomi. 5. Nekrosis puncak vagina gejala nyeri hebat, badan lemah, penurunan berat badan, dapat disertai dengan fistula pengobatan bila ada fistula dilakukan operasi dahulu pemberian anlgesik-narkotik. 6. Displasia vagina dapat timbul beberapa tahun yang dapt berkembang menjadi karsinoma insitu dan kanker. 7. Sititis hemoragik jarang terjadi, timbul 10 - 20 tahun post radiasi, biasanya ringan dan dihubungkan dengan infeksi bakteri pengobatan dengan antibiotika, irigasi vesika urinaria dengan asam cuka 0,25% atau larutan AgNO3 encer, bila ada perdarahan perlu dilakukan elektrokauter dengan bantuan sistoskopi. 8. Fistula pada kasus-kasus tertentu dilakukan reparasi umunnya yang diakibatkan oleh radium, sedangkan karena eksternal radiasi dilakukan conduit diversion.

BRAKHITERAPI ( Intra kaviter ) Memberikan radiasi dosis tinggi pd tumor primer,sedang radiasi pd rektum / VU dipertahankan dalam batas toleransi. Metode yang digunakan : A. Konvensional  disini diginakan radium / cesium dg intensitas radiasi rendah. Ra/Ce dipasang secara langsung oleh petugas. Yang termasuk disini : 1. Metode Paris : 2. Stockholm. 3. Manchester. 4. Implantasi interstisial. B. Afterloading. TELETERAPI. Radiasi ini ditujukan terutama pd KGB dan penjalaran parametria kearah dinding panggul. SITOSTATIKA / KEMOTERAPI.

Adalah : segala bahan atau obat yang dapat menekan pertumbuhan ataupun mematikan sel kanker secara fraksional. Dalam Kemoterapi ada bbrp prinsip yang harus diperhatikan : 1. Pertumbuhan kanker, kanker yang berukuran kecil untuk mencapai besar 2 kali ukuran semula / doubling time memerlukan waktu yang lebih singkat daripada tumor ukuran besar ( sesuai kurva Gompertz ). 2. Fraksi pertumbuhan ( growth fraction ) atau sel yang aktif membelah merupakan bagian yang dipengaruhi obat kemotx. Sel yang mempunyai GF besar lebih sensitif drpd sebaliknya, 3. Sel membelah menurut siklus tertentu. 4. Jenis / macam obat dapat bekerja sesuai dengan siklus pertumbuhan sel.

Metode radioterapi pada Ca Serviks :

126

5.

6.

7. 8.

9.

Prinsip pengobatan kemoterapi adalah berdasarkan kurva pertumbuhan menurut Gompertz. Sel tumor yang mati pada pengobatan dg kemotx menurut proporsi yang tetap, sehingga diperlukan pemberian yang berulang. Jadwal pemberian perlu diperhatikan, yakni saat sel normal pulih sedang sel tumor belum. Interval antar seri juga diperhatikan, interval pemberian yang pendek mengakibatkan sel normal belum pulih sedangkan bila terlalu panjang maka sel tumor sudah tumbuh lagi. Kemoterapi berhasil baik bila memenuhi kriteria berikut ini : a. Hanya obat yang aktif terhadap tumor yang diberikan. b. Mempunyai mekanisme yang berbeda untuk mengurangi resistensinya. c. Mempunyai spektrum toksisitas yg berbeda shg dapat diberikan dalam dosis penuh. d. Diberikan secara intermiten dg pengobatan yang intensif.

1. Obat dengan komponen alkil. Cyclophosphamide ( endoxan ), Melphalan ( Alkeran ) Cis dischlorodiaminoplatinum ( Cisplatin ), Carboplastin. 2 Obat Antibiotik anti tumor. Actinomycin D ( cosmogen ). Bleomycin, Mitomycin, Adriamycin, Mithamycin. 3 Obat Anti Metabolit. Methotrexate, 5- Fluorouracil, Hydroxyurea. 4 Obat Alkaloid. Vincristine ( Oncovin ), Vinblastine PERSIAPAN PEMBERIAN CHEMOTX Pemeriksaan yang meliputi dibawah ini :  Darah tepi : HB, Leko, Hitung jenis, Trombosit.  Fungsi Hepar : SGOT, SGPT, Bilirubin, Alkali phospat.  Fungsi Ginjal : Ureum, Kreatinin, Creatine clearence test bila serum creatinin naik.  Audigram terutama yang mendapat cis Platinum ( di RSUD. Dr. Soetomo tak rutin dilakukan ).  EKG terutama Adriamycin ( di RSUD. Dr. Soetomo tak rutin dilakukan )

Obat-obatan sitostatika terutama bekerja pd DNA, cara kerjanya pd sel adalah sbb : 1. menghambat / mengganggu sintesa DNA dan atau RNA. 2. Merusak replikasi DNA. 3. Mengganggu transkripsi DNA oleh RNA. 4. Mengganggu kerja gen.

Syarat pemberian chemoterapi : 1. Keadaan umum cukup baik. 2. Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek samping yang akan terjadi. 3. Faal ginjal dan hati baik. 4. Diagnosis histopatologik. 5. Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi. 6. Riwayat pengobatan ( radioterapi atau kemoterapi ) sebelumnya. 7. Pemeriksaan laboratorium menunjukan HB > 10 g%, Lekosit > 5000/mm. Trombosit > 150.000/mm

Sel tumbuh melalui tahap tertentu dan disebut sebagai siklus sel. Siklus pertumbuhan sel dapat dibedakan menjadi dua, yi : a. Siklus pertumbuhan morfologi : terbagi dalam interfase, pro-meta-ana-telefase. b. Siklus pertumbuhan biokimiawi : terbagi fase G1,S,G2 dan fase M. Penggolongan : Berdasarkan farmakokinetik dibagi 3 yaitu : 1. Obat - obat non spesifik yaitu golongan obat yang mematikan semua sel pada semua siklus. 2. Obat - obat fase spesifik yaitu golongan obat yang mematikan sel-sel dalam fase tertentu dari masa proliferasi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel dalam fase Go. 3. Obat spesifik yaitu golongan obat yang dapat mematikan semua sel, terutama dalam masa proliferasi

Syarat Untuk pemberi pengobatan chemoterapi : 1. Mempunyai pengetahuan chemoterapi dan manajemen kanker pada umumnya. 2. Dilengkapi sarana laboratorium yang lengkap. 3. Mengetahui efek samping yang mungkin terjadi dan dapat mengatasinya. Kontra Indikasi Pemberian KemoTX : Absolut : 1. Kehamilan. 2. KU yang jelek. 3. Infeksi akut / Sepsis.

Berdasar komponen yang dikandung yaitu :

127

4.

Gangguan sistem Hemopoitik.

Obat antiemetik ( primperan inj ) saat sebelum pengobatan sampai 24 jam sesudahnya. Alopesia, penerangan pada penderita 8- 10 minggu akan tumbuh lagi, untuk mengurangi dapat dipakai torniket kepala ½ jam atau pembalut es pada kepala. Stomatitis, timbul hari ke 4 - 14 setelah pengobatan. Diberikan lidokain lokal 2 % atau Nystatin 3x/hari bila disertai infeksi kandida. Alergi, dapat diberikan antihistamin dan kortikosteroid sebelum dan sesudah pengobatan. Toksisitas lokal, Pemberian obat distop, lalu diisap 3-5 ml darah pada tempat suntikan dengan jarum yang sama . suntikan kortikosteroid lalu jarum suntik dilepas kompres hangat selama 60 menit pada daerah ekstravasasi, debrideman dan pembedahan rekontruksi perlu dipertimbangkan bila tetap ada keluhan 2 - 3 minggu setelah ektravasasi.



Relatif : 1. Usia lanjut. 2. Gangguan ringan fungsi organ. 3. Penderita tak kooperatif.

3.

Tujuan : A. Kemotx Penyembuhan atau remisi berlangsung lama. B. Kemotx tambahan ( adjuvant ) adalah kemotx yang diberikan pasca operatif hal ini bertujuan u/ mencapai penyembuhan yang sempurna / mencegah timbulnya residif. C. Paliatif kemotx adalah kemotx yg biasanya diberikan pada kasus yang sudah diobati secara operatif/ radiotx tetapi tidak berhenti malah timbul residif.

4.

5.

6.

Bentuk KemoTX : a. Kemotx tunggal. b. Kemotx kombinasi. Obat obatan yg diberikan diketahui mempunyai efek yang baik diberikan secara tunggal, tetapi bekerja pada siklus sel yg berbeda sehingga banyak sel yg terbunuh. Syarat : 1. Efektif pada tx tunggal. 2. Mempunyai efek spesifik fase siklus yg berbeda. 3. Tidak mempunyai efek samping sama.

Faktor yg Mempengaruhi respon KemoTX : 1. KU ( skor karnofsky ). 2. Stadium penyakit. 3. Lokalisasipenyakit. 4. Sensitifitas terhadap obat obatan. 5. Timbulnya resistensi obat 6. Pengobatan sebelumnya. 7. Adanya ganguan fx organ.

Komplikasi. Komplikasi yang sering pada chemoterapi untuk kanker ginekologi yaitu :  Efek supresi sumsum tulang  Efek gatrointestinal  Efek pada Hati dan Ginjal  Efek pada paru -paru  Efek Alopesia  Efek Toksisitas lokal dan reaksi alergi

Evaluasi Pengobatan dapat dinilai dari lamanya hidup, Simptom dan respon obyektif

KARSINOMA SERVIK Suatu keganasan yang mengenai epitel serviks baik pada ektoserviks ataupun endoserviks I. Angka kejadian : Kanker serviks masih menduduki peringkat pertama diantara tumor ganas ginekologik. umur rata - rata terkena yaitu 30 - 60 tahun, terbanyak 45 - 60 th

Penanganan Komplikasi. 1. Anemia , lekopenia dan trombositopenia dapat diberi kortikosteroid dan androgen. tranfusi darah, pemberian trombosit bila trombosit < 20.000. 2. Mual dan Muntah.  ruangan harus tenang , penderita tak melakukan aktivitas sesaat sebelum pemberian pagi hari, makan dalam jumlah kecil, bila perlu obat antasida dan es krim.

J.

128

Etiologi : Tidak diketahui, diduga penyebabnya adalah :  Sperma yang mengandung komplemen histone  Air mani yang bersifat alkalis  Mycoplasma  Chlamydia

 

Virus herpes simplex tipe 2 Virus papiloma -

K.

Faktor Resiko : 1. Hub. Sex pertama usia muda. 2. Ganti ganti partner sex. 3. Perokok. 4. Usia > 40 th. 5. Banyak anak. 6. Wanita dg penyakit kelamin. 7. Infeksi HPV. 8. Sosek Rendah. 9. Wanita dg suami tak disunat. 10. Suami dg istri yg lalu penderita Ca. cx.

-

M. Diagnosis : Anamnesa. Gejala klinis, Keputihan, Perdarahan, Rasa nyeri, Gejala lanjut oleh karena penyebaran sel kanker pada organ lain - Pemeriksaan Pemeriksaan ginekologis Pemeriksaan pap smear Pemeriksaan Biopsi Pemeriksaan Kolposkopi Sitologi Konisasi D and C. Lain lain : Ro, Lab, Rectoscopi dan sigmoidoskpi.

L. -

Patogenesis : Pengaruh PH vagina yang bersifat asam pada daerah squamo - columnar juntion  metaplasia ( squamous metaplasia ). Bagian lapisan ini akan menjadi daerah yang disebut daerah transformation zone yang rawan untuk terjadinya keganasan. Karena pengaruh bahan - bahan karsinogenik daerah ini akan mengalami displasia ( ringan sampai berat )  anaplasia maka terjadilah karsinoma serviks. NIS/CIN adalah gangguan diferensiasi sel pd lapisan epitel skuamosa cx ,dan mempunyai potensi menjadi karsinoma invasif. Displasia dibagi menjadi 3 tingkatan : 1. Displasia ringan ( NIS I ) : kel. Epitel terbatas pd lapisan basal. 2. Displasia sedang ( NIS II ) : lesi melebihi ½ lapisan epitel. 3. Displasia Berat ( NIS III ) : seluruh lapisan epitel terkena. Sulit dibedakan dg KIS. Catatan : Cervikal intraepitelial neoplasia ( CIN ) dan Neolasia Intraepitel Serviks ( NIS ). 15 % D -R 

-

-

-

Dapat juga perluasan ke uterus dan kavum uterus ( 10-30 % ). Penyebaran ke KGB al : para servikal / para metria, obturator, iliaka eksterna dan hipogastrika. Penyebaran secara hematogen melalui pleksus vena dan vena para servikal ( jarang / sering pd st. lanjut ). Penyebaran secara hematogen melalui pleksus vena dan vena para servikal : Paru, KGB mediastinum dan supraklavikular, tulang dan hepar.

- Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis, klasifikasi histologik sbb : 1. Squamousa karsinoma  Keratinizing dan Non Keratinizing ( small dan large cell ) 2. Adenokarsinoma  Endoservikal, endometrioid, clearsell, serous dan Intestinal. 3. Mixed Ca. Adenosquamous, Glassy sell, adenoid cistic. 4. Undiff Ca. 5. Carcinoid tumor. 6. Malignant melanoma. 7. Malignant non epitelial Tumor.

30 % 45 % 100 % D - S  D-B  KIS  Kanker invasif.

F. Staging klinis dan Penatalaksanaannya : Stad klinis ( FIGO 1976 ) : 1. Klinis. 2. Rontgen ( Paru, tulang, ginjal ). 3. Kuretase endoservix. 4. Biopsi.

Proses keganasan dapat menembus membran basal dan menginvasi stroma serviks. Bila invasi < 3 mm disebut mikro invasi, bila 3-5 mm disebut karsinoma invasif occult. Kejadian karsinoma in situ menjadi invasif sekitar 30-70 % dibutuhkan waktu 10-12 th. Perluasan lesi dapat kedaerah kanalis servikalis, forniks, jaringan Para servikal, parametria, rektum dan vesika urinaria.

Ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan utuk memilih cara terapi, al : 1. Umur penderita. 2. Besarnya tumor. 3. Ada/tidak perluasan ke parame-trium.

129

4. 5.

Ada/tidak perluasan pelvis. Adanya kebutuhan fungsi seksual.

penyakit

diluar

mikroskopik yang mungkin masih tertinggal. Misal : kemotx, hormon tx, radio tx dan pembedahan. c. Terapi Neo adjuvant : terapi tambahan yang diberikan terlebih dahulu sebelum terapi utama dan bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan terapi utama. d. Terapi komplikasi : ditujukan untuk mengatasi komplikasi yang biasa terjadi. Misal obstruksi Tr urogenital, perdarahan, infeksi dsb. e. Terapi Sekunder : terapi untuk penyakit yang menyertai keganasan itu sendiri

mempertahankan

G. Penata laksanaan Ca servik pdu : a. Terapi Utama : terapi yang ditujukan kepada penyakit kanker itu sendiri. Misal : Pembedahan, radiotx, kemotx dan hormon tx. b. Terapi Tambahan ( Adjuvant ) : terapi tambahan pada terapi utama untuk menghancurkan sel sel kanker

STAD 0

I

II

PENATALAKSANAN KIS / NIS / sel ganas belum menembus membrane basale / selaput basal utuh.

Kanker masih terbatas pada serviks ( perluasan ke korpus uteri diabaikan ). Ia: ca preklinik, di Dx secara mikroskopis I a 1 : Invasi stroma minimal. Ia 2 : sudah menembus membrane basale < 5 mm dan penyebaran horisontal tidak lebih 7 mm.. Ib : Lesi yang berukuran lebih besar dari Ia, baik tampak secara klinik maupun tidak.

1. 2.

Konisasi atau histerektomi total

Operasi radikal. Bila KGB + diberikan Eks. Radiasi 5000 rad / sitostatika kombinasi.

Kanker keluar dari cx, tetapi belum mencapai dinding panggul, mencapai vagina namun 1/3 distal masih bebas. IIA : parametrium masih bebas.

Idem I b.

IIB : Sudah terkena parametrium.

1.

2.

III

IV

Konisasi : Usia muda atau perlu fungsi reproduksi. Simple histerektomi : Usia tua atau tak perlu fungsi reproduksi.

Kanker sudah mencapai 1/3 distal vagina dan mencapai dinding panggul atau semua kasus dg hidronefrosis / afungsi ginjal. III a : Belum mencapai ddg panggul. III b : Mencapai ddg panggul. kanker sudah metastase diluar genetalia interna, baik masih didalam panggul maupun sudah metastase jauh. a. Proses mencapai organ sekitarnya. b. Telah terjadi metastase jauh.

130

Pemasangan rad intrakavitar dan ovoid 4000 mgh 2 seri dilanjutkan eksternal radiasi. Pengobatan neo adjuvant ( BOM / PVB ) 4 seri dikombinasi dengan radium, dievaluasi bila operabel  operasi, bila tidak  ekst. rad.

Radiasi eksternal / Sitostatika

- Radiasi paliatif ( 4000 cgy )  lengkap ( bila respon baik ) / dilanjutkan kemotx bila jelek. - Pengobatan paliatif dan suportif

2. Catatan : Prosedur rad. Histerektomi modifikasi wertheim yi pengangkatan uterus dan kedua adneksa, parametrium kurang lebih 3 cm, kgb regional dan seluruh jaringan lemak yg tdp atr for. Obturator s/d percabangan aorta, pembersihan selaput ureter mulai persilangannya dg a. iliaka komunis sp muara ureter pd VU, jaringan para servikal, paravaginal dan 1/3 sampai ½ bagian atas vagina.

Radioterapi pada ca. Serviks bertujuan sebagai terapi kuratif dan paliatif. Tujuan terapi kuratif adalah mematikan sel ganas pd seriks dan yg menjalar pada jar. Parametrium serta KGB pelvis dg tetap mempertahankan keutuhan jaringan sehat disekitarnya. Untuk tujuan ini dapat diberikan rad. Intrakaviter dan RE. Bila sel kanker sudah keluar dar panggul maka radioterapi bersifat sebagai paliatif. Kemoterapi pada Ca. Serviks Bertujuan untuk merusak sel sel tumor ganas melalui intervensi daripada proses molekuler dalam sel sel tumor ganas tampa merusak terlalu banyak sel normal. Kemoterapi pd ca. Serviks dapat berperan sebagai terapi adjuvant dan paliatif. H. Perawatan Penderita. Rawat Inap :  Penderita yang dipersiapkan untuk operasi radikal.  Penderita yang dilakukan konisasi maupun simple histerektomi.  Penderita yang akan dipasang radium.  Penderita yang mendapat sitostatiska.  Penderita yang akan transfusi atau untuk perawatan efek samping obat atau komplikasi yang lain. Rawat jalan :  Penderita baru yang dilakukan staging.  Penderita follow up.  Penderita yang mendapat eksternal radiasi. I. Komplikasi  Yang berhubungan dengan penyakitnya misalnya : obstruksi ileus, Vesiko vaginal fistel, rectovagina fistel obstruksi ureter dan hidroneprosis.  Yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan 1. Operasi : perdarahan, infeksi, lesi pada ureter, buli - buli atau usus.

3.

J.

Radiasi : berak darah, cytitis radiasi, hematuria, proctitis radiasi Sitostatika : Mual muntah, diare, alopesia, BB turun, nekrosis pada daerah suntikan.

Prognosis Tergantung beberapa faktor  Stadium penyakit kanker  Tepat atau tidaknya pengobatan  Respon terhadap pengobatan  Status imumologi penderita  Gizi, HB, Albumin  Faktor psikologis

Rad Histerektomi kapan dilakukan ? 1. Stad klinik IB-IIA. 2. Umur, belum menopause atau bila kondisi baik < 65 th. 3. Obesitas. Penderita dengan indeks obesitas ( IO ) < 0.7, sedangkan > 0.7 sebaiknya dilakukan ER. IO = BB ( Kg ) + lingk Perut (cm ) / 2 Tinggi badan ( cm ) 4. Tanpa penyulit umum.

KANKER SERVIKS Histerektomi total ) -

-

-

-

( Post

Pada kanker mikro invasif yang telah mengalami histerektomi ekstrafasial dg cuff luas tak perlu tx lanjutan. Bila tidak diberikan intravag 6000 rad ke mukosa vagina. Bila ada residual tumor baik tampak secara mikroskopis / ma  Radiasi eksterna seluruh panggul 2000 rad, parametria 3000 dan intra kaviter 6000 rad. Bila ada residual tumor pada puncak vag  Radiasi ekst seluruh panggul 4000 rad, parametria 2000 dan intra kaviter 6000 rad. Prognosis baik bila diberikan kurang dari 1 tahun setelah tindakan dilakukan.

Pengawasan lanjut. Sering 2 th pertama , jarang setelah 5 th. Morrow dan Townsend menganjurkan pemeriksaan berkala post tx ca serviks : Setiap 2 bl selama 2 th, 4 bl pd th ke 3 dan 6 bl sekali setelahnya. Tes PAP setiap kunjungan. Foto Thorax setiap 12 bl. IVP 6 bl dan 2 th post Tx. CEA.

-

Pada setiap kunjungan perlu diketahui adanya perdarahan, nyeri, fungsi GI dan UT, Berat badan. Pem fisik meliputi perabaan KGB inguinal, perabaan abdomen ( hepar ), asites dan pemeriksaan ginekologik.

RESIDIF. Sering terjadi pada stad lanjut yg mendapatkan tx Radiasi. 50% terjadi pada th I dan 75 % pada th ke II. Daerah residif yang sering tekena : 1. sentral ( vag, Cx, uterus, parametrium, VU dan rectum ). 2. Dinding panggul. 3. KGB ( supraklav, inguinal ). 4. Paru paru. 5. Vagina distal. 6. Skelet aksial. Gejala Klinis : 1. Penurunan berat badan. 2. Nyeri. 3. Batuk/hemoptisis. 4. Edema tungkai. Diagnosis : 1. test Pap. 2. Sitologi. 3. Biopsi. 4. Radiologik:

IVP, Ba Enema, sigmoidoskopi.

sitoskopi/

Terapi : 1. Eksenterasi. 2. Radiasi lokal. 3. Reseksi. 4. Radiasi luar.

KARSINOMA SERVIKS DG KEHAMILAN Penanganan tergantung : 1. Usia Kehamilan. 2. Stadium Klinik. 3. Keinginan penderita dan tipe histologi Penanganan berdasar stad Klinis, sbb : 1. KIS  tunggu s/d aterm dan persalinan pervaginam, kemudian dilakukan histerektomi. 2. ISD  Konisasi setiap waktu masa kehamilan.

3.

Invasif  Pengobatan dilakukan tanpa mempertimbangkan janin kecuali jika janin > 29 mgg. a. Ia :  TM I abortus provokatus + TX ca, TM II awal dilakukan Histerektomi + radiasi atau rad histerektomi.  TM II akhir “ konservatif “ b. Ib - II b : Bila dipilih operasi maka :  Trimester I / awal TM II : Op radikal janin inutero.  Akhir TM II  Tunggu s/d janin viabel kemudian dilakukan SC + Hist Rad + Limph’ tomi.  TM III : SC + Hist Rad + Limph’ tomi.  NIFAS : Hist Rad + Limph’ tomi. Bila dipilih radiasi : a. Trimester I / awal TM II  Rad intra caviter/ ext rad 3000 rad dan tunggu s/d abortus spontan. Atau histerotomi dilanjutkan dg rad intra cav / ER. b. TM III  janin sudah matur dilakukan SC kemudian ER – Rad Intra cav. c. Nifas  ER – Rad Intra cav.

PETANDA GANAS ( TUMOR MARKER ). zat yg diproduksi secara abnormal oleh sel kanker pdu memiliki ikatan polipeptida, sebagai kelanjutan aparat genetik, melalui proses transkripsi dan translasi. Secara bikimiawi dapat berupa : antigen, enzim dan hormon. PG yg diproduksi sel neoplasma dapat non spesifik / spesifik. Manfaat : diagnosis, monitor respon terapi dan meramalkan kemungkinan terjadinya residif pasca terapi. PG dalam kanker serviks : 1. Carsino Embrionik Antigen ( CEA ). 2. Human Chorionik Gonadotropin. 3. TA- 4. LESI PREKANKER ( = NIS ). Gangguan diferensiasi sel lap. Ep skuamosa serviks dan mempunyai potensi menjadi karsinoma invasif. tidak semua NIS menjadi karsinoma invasif, sebagian berkurang tingkatannya, sebagian menetap bertahun tahun.

A.

B.

Diagnosis. 1. Sitologi. 2. Kolposkopi. 3. Biopsi. 4. Kuretase Endoserviks. 5. Konisasi. Penanganan. Tergantung pada : letak dan luas lesi, Usia, paritas, keinginan menambah anak, patologi lain pada uterus, sosek dan fasilitas. 1. NIS I – II  bila lesi kecil / terbatas pd ektoserviks maka dilakukan krioterapi selama 3 menit, jika lesi luas / mencapai canalis Servikalis dilakukan diatermi Elektrokoagulasi. Pada lesi yg kecil dan tampak keseluruhan dg kolposkopi penggunaan elektro kauter cukup efektf. 2.

NIS III. a. Konisasi  dianggap cukup bila batas konus bebas. Perlu pengamatan lanjut yg ketat, insiden reidu tumor 15.4 – 50 %. b. Histerektomi total  di indikasikan pada penderita yang tidak ingin penambahan jumlah anak atau bersamaan dg patologi pada uterus lain dan menunjukkan adanya

c.

C. -

NIS pada konus setelah tindakan konisasi. Krioterapi  bila ada kontra indikasi operasi, dilakukan selama 5 menit.

Pengawasan lanjut. Pemeriksaan sitologi / kolposkopi setiap 6 bl, setelah pengobatan lokal dan 3 bl/sekali pada tahun I, 6 bl/ sekali pada th berikutnya apabila dilakukan konisasi/ histerektomi. 5 YSR hampir 100 %.

SKEMA PENANGANAN NIS

SITOLOGI ABNORMAL Terapi Infeksi/ radang. Kolposkopi Tidak memuaskan

Normal

Sitologi mencurigakan/ Abnormal

Abnormal

Sitologi N / mencurigakan / Abnormal

Biopsi + Kuretase endoserviks.

NIS I-II

NIS III

Krioterapi/ elektro koagulasi

cukup anak

ingin anak

Histerektomi

Konisasi

Konisasi diagnostik

NIS I-II

Konisasi diagnostik

NIS III

CIN

Observasi

NIS III

Op/ Radiasi / kemo tx Ingin anak

cukup anak

Ingin anak

Observasi

Hist. Total.

Observasi

NIS I-II Observasi

cukup anak Hist. Total

Prosedur Diagnostik : A. Sitologi. Klasifikasi hasil test PAP. Saat ini dikenal 3 sistem klasifikasi sitologi yi : 1. Klasifikasi / sistem papancolaou. Klas : I : sel normal. II : sel atipik bukan karena keganasan. III : sel curiga keganasan, tetapi tidak khas. IV : sel abnormal sangat mencurigakan ganas. V : dijumpai sel ganas / kanker. 2 3.

Sistem WHO displasia / NIS. Sistem Berthesda.dikenal istilah LSIL = low grade sq intraepetelial lesion meliputi codyloma accuminata dan NIS I, HSIL = High grade squamous IL yg meliputi NIS II, III dan karsnoma Insitu.

B. Kolposkopi : Kriteria Diagnostik : Ada 5 hal yang harus diperhatikan dalam penilaian kolposkopi : 1. Pola pembuluh darah. 2. Jarak antar kapiler. 3. Pola permukaan epitel. 4. Kegelapan jaringan. 5. Batas batas proses. Gambaran Kolposkopi : 1. Normal. 2. Abnormal ( daerah transformasi atipik )  dapat ditemukan epitel putih, punktasi, mosaik atau pembuluh darah abnormal. 3. Gambaran tak memuaskan. 4. Distropi. Indikasi Biopsi : 1. Lekoplakia. 2. Punktasi. 3. Mosaik. 4. Pembuluh darah abnormal. 5. Erosio Vera. 6. Regenerasi epitel dg pembuluh darah tak teratur. 7. Papiloma. 8. Teleangiekasi. Sebagai tindak lanjut temuan test PAP adalah menyingkirkan lesi invasif. Kalau konfirmasi sitologi – kolposkopi – biopsi telah dapat menyingkirkan lesi infasif, maka prosedur diagnostik dianggap sudah cukup. Namun pada

keadaan dimana terdapat diskrepensi sitologi – histo PA maka diperlukan tindakan konisasi diagnostik. Indikasi konisasi dx : 1. Diskrepensi sitologi-histo PA. 2. Kolposkopi dg pandang tak memuaskan. 3. Sitologi adeno ca insitu. 4. Kuretase endoservik positif. 5. Hasil sitologi atau biopsi mikro invasi.

PENYAKIT TROFOBLAST KEHAMILAN. Insiden : 1 : 40.000 dari seluruh kehamilan, Di AS 1 dari 40 mola H akan berkembang menjadi chorio karsinoma. Data yang lain 50 % Chorio ca berkembang dari Mola H, 2,5 % dari KE, 25 % dari abortus dan 22.5 % berasal dari hamil normal. Etiologi : Tidak jelas. Pemeriksaan sitogenetik MH sebagian terbesar mempunyai khromosome 46 XX, dimana 2 khromosome X berasal dari paternal. Hal ini terjadi hasil pembuahan 1 ovum yg abnormal dengan 1 sperma yg haploid kemudian mengalami duplikasi ( diploid ) atau hasil pembuahan 1 ovum abnormal dg 2 sperma ( triploid ). Faktor Resiko : Faktor ras. Umur dan paritas : resiko meningkat dg bertambahnya umur dan paritas. Nutrisi : kurang protein dan As. Folat. Penggunaan Hormonal/ kontrasepsi oral. Penyakit infeksi dan sanitasi yg jelek. Gol darah ( ABO sistem ) HLA. Riwayat Obstetri. Klasifikasi WHO : 1. Peny. Trofoblast jinak ( Mola H ),diagnose berdasar adanya proliferasi trofoblast dan gambaran vili yg hidropik. Kehamilan ada 2 bentuk yg berbeda yi komplit dan parsial. 2. Tumor trofoblast gestasional. a. Mola Invasif ( Koriokarsinoma villosum ). Gambaran umum didapatkan adanya invasi ke miometrium akibatnya dapat terjadi perforasi atau perdarahan hebat dari uterus. Dibedakan dg koriokarsinoma dari adanya gambaran

b.

c.

villi, secar histo pa mayoritas tdd sel sel trofobast intermediate. Korio carsinoma. Pada korio ca terdapat elemen sinsio maupun sitotrofoblast, namun tidak terdapat gambaran villi. Plasental site throfoblastik tumor ( PSTT ). Berasal dari jaringan pd tempat implantasi plasenta dan terutama terdiri atas kelompok sel monomorfik yg dibentuk oleh sel sel trofoblastintermediet dan sebagian kecil sitotrofoblast serta sedikit sekali sinsiotrofoblast, sehingga gambarannya

berbeda dg korio ca dimana PSTT kadar hCG rendah walaupun masa tumornya besar. Terapi utamanya histerektomi karena PSTT relatif resiten thd kemoterapi.

Klasifikasi klinis : 1. Penyakit Trofoblastic Gestasional ( GTD )  Termasuk disini Mola hidatidosa, Mola invasive, Koriokarsinoma dan PSTT. 2. Tumor trofoblast Gestasional ( GTT ). 3. Metastatic Trofoblastic disease.

DD : Mola Hidatidosa ( MH ) Kompit dan Partial. MH Komplit Karyotiping

46 XX / 46 XY

Villi

Semua villi hidrops

Pembuluh darah villi

Jarang ditemukan, jika ada tak ditemukan sel darah janin. Hiperplasia difus dg berbagai derajat

Jaringan janin. Sel Trofoblast

NB :

MH Partial 69 XXX, kadang trisomi, jarang diploid Villi normal dapat ditemukan. +

+ Hiperplasia partial.

ringan

dan

Resiko keganasan setelah mola komplit sebesar 15 – 20 %, sedangkan pd parsial mola 5 %. Diagnosis dan Pengelolaan : I. Mola Hidatidosa.  Diagnosa :  Klinis : Amenorhoe, perdarahan pervaginam, uterus lebih besar dari usia kehamilan, tidak ditemukan tanda pasti kehamilan / tampak gelembung mola, kista lutein, hiperemesis, hipertyroid, gangguan nafas.  USG.  Pemeriksaan lanjutan  cari kemungkinan adanya komplikasi lain misal HDK / Tyrotoksikosis. Dugaan tirotoksikosis dapat berdasar gejala klinis : 1. nadi istirahat > 100 x/men. Tanpa ada sebab lain misal hb <7 atau febris. 2. Besar uterus > 20 mgg dan kadar hCG > 300.000 mlU/ ml. Dugaan tirotoksikosis dapat mggnk rumus D = 6.73126 + 0.5250820 x FU – 01926827 x Nadi  bila hasil D < 0 berarti ada tirotoksikosis ( syarat FU < 20 mgg, Kadar Hb < 7 dan tak ada penyakit sistemik lain ).  Laboratorium : beta Hcg, T3/4, TSH, DL/UL dan Foto Thorax.  Konsult bagian lain ( komplikasi + ) dan persiapan operasi bila ada indikasi.  Pengelolaan : 1. Perbaiki keadaan umum dan atasi penyulit. 2. Evakuasi  langsung kuretase tanpa/ dengan pemasangan laminaria, tanpa pembiusan, dan dilakukan pemeriksaan PA. 3. Transfusi darah. 4. Histerektomi totalis ( px gol resiko tinggi, dilakukan dg mola intoto / beberapa hari paska evakuasi ) 5. Terapi profilaksis : kebijakan pemberian kemotx profilaksis pada px dg resiko tinggi al usia > 35 th, Fu > 20 mgg, hasil PA didapatkan proliferasi berlebihan dan beta hCG pra evakuasi > 100.000 mlU/ml atau penurunanan beta hCG sangat lambat, kadar beta hCG yg semula turun kemudian meningkat lagi atau menetap ( plateau )  MTX 20 mg/hr i.m dan Folic Acid 5 mg/hr im diberikan

6.

selang 12 jam, selama 5 hari, ( ada yg mgnk dosis 50 mg / hr ) atau  Act-D 0,12 / kg BB / hr im selama 5 hari ( 0.5 mg / hr ).  Kemoterapi profilaksis diberikan 1 seri. Follow Up : dilakukan selama 12 bulan. 1 th paska evakuasi px dianjurkan jangan hamil mggnk Kondom / sistem kalender, pil dgnk setelah fungsi haid/kadar B Hcg normal.

II. Penyakit Trofoblast Ganas.  Diagnosis :  Klinis : Px paska mola , abortus/ khml aterm dtmk perdarahan tak teratur, Subinvolusio, Benjolan kebiruan di Vulva / vagina, sesak/ batuk darah/ ggn SSP.  Penyimpangan Laboratorium paska evakuasi mola :  4 mgg  > 1000 m IU/ml.  6 mgg  > 100 m IU/ml.  8 mgg  > 30 mIU/ml. ( atau kadar B Hcg menetap / tidak turun atau meningkat selama 3 mgg berturut-turut )  Pemeriksaan Histo PA.  Pem radiologi : foto thorax, HSG, USG abd dan Ct scan. 

Gambaran Patologis : Makroskopis : Tumor berbentuk noduler, konsistensinya lunak, berwarna ungu dan tidak rata. Invasinya sangat cepat sehingga dapat menyebabkan nekrosis dan perdarahan. Lesi dapat ditemukan di vagina, parametrium dan lig. Pelvis.



Stadium penyakit Koriokarsinoma ( FIGO ) 1992 : Stad I : Terbatas uterus. Stad II : Metastasis ke vagina dan parametrium / keluar dari uterus tetapi terbatas organ genitalia. Stad III : Metastasis ke Paru paru. stad IV : Metastasis ke organ lain.

 

 

A : tanpa faktor resiko. B : Satu faktor resiko. C : Dua faktor resiko.

Faktor resiko : 1. HCG > 100.000 m IU/ml. 2. Durasi penyakit > 6 bl sejak terminasi kehamilan. 

Skor Prognosis menurut WHO : Resiko rendah : < 4 Resiko sedang : 5 - 7 Resiko Tinggi : > 8  Pengobatan A. Khemoterapi. 1. Resiko rendah : ( kemo tx tunggal )  MTX dosis rendah/tinggi.  Act-D  Etoposide. 1.

1.

Resiko sedang : kemo tx ganda.  MTX /folic acid + Act-D ( MA ).  Act-D + Etoposide.( AE )  ME.

Resiko Tinggi : ( > 8 )  EMA.  EMA + Siklopospamide + Onkovin ( EMACO ).  MA + Klorambusil.  MA + Siklopospamide. Catatan : Respon yang adekuat suatu terapi didefinisikan sebagai adanya penurunan beta hCG sebesar 1 log setelah satu seri tx tsb. Pemberian

dilanjutkan hingga beta hCG normal dan ditambahkan 1 seri lagi ( after coarse ). B. Pengobatan tambahan : 1. Operasi  Histerektomi pada px uterus > 14 mgg terutama usia > 35 th, perdarahan pervaginam yg tak teratasi, sitostatika gagal. 2. Radiasi  Atas indikasi perdarahan yang disebabkan metastasis ke vag / cx yg tak teratasi. Pengawasan : dilakukan selama 12 bl. Pengwasan dilakukan secara berkala setiap 2 mgg s/d 12 mgg, kemudian tiap bulan s/d 6 bl dan tiap 2 bl s/d bl ke 12. Foto Thorax dilakukan bl 6 dan 12. Dinyatakan tidak ada pertumbuhan jaringan trofoblast baru apabila dengan menggunakan IRMA selambat-lambatnya mulai minggu ke 12 pasca evakuasi s/d 12 bulan pasca evakuasi kadar beta hCG serum penderita < 5 mIU/ml Sampai dengan 1 th px dianjurkan jangan hamil dulu dg KB kalender/ kondom. Pil digunakan jika haid/ hcg telah normal dan penggunaan suntikan atau IUD tidak diperbolehkan. Prognosis : Angka kesembuhan pada korio ca non metastase setelah mendapatkan terapi yg intensif mencapai 100 %, sedangkan pada kasus yg mengalami metastase 65 – 90 %.

SISTEM SKOR BERDASAR FAKTOR PROGNOIS .

SKOR FAKTOR PROGNOSIS

0

1

Umur Kehamilan sebelumnya. Periode latent ( bl )

<39

> 39

MH

ABORTUS

ATERM

4

4-6

7 - 12

> 12

104 - 105

> 105

Beta Hcg ABO ( wanita x pria ) Besar tumor

< 10 3

103 - 10

2

4

3

AXA/AXB/AXAB

OXA/OXA

B /AB

<3

3 - 5 cm

>5

Limpa / ginjal

usus / hati

Otak

1-4

4-8

>8

Tempat metastasis Jumlah metastasis Tx / sitostatika sebelumnya

Tunggal

2 / lebih.

Protokol terapi menurut NETDC ( New England Trophoblastic Disease Center ) Stage

Risk

Initial

I

: kemotx tunggal atau Histerektomi + kemotx.

Resisten : kemotx tunggal histerektomi + kemotx, reseksi lokal. Rendah

II dan III

Treatment

Tinggi

Initial IV Resisten

Initial : kemotx tunggal. Resisten : kemotx tunggal Initial : kemotx kombinasi. Resisten : second line kemotx kombnasi. Kemotx kombinasi, Otak : whole heat irradiation 3000 cGY, kraniotomi u/ manajemen komplikasi dan reseksi liver u/ manajemen komplikasi. Second line kemotx kombinasi, hepatik arterial infusion.

KANKER OVARIUM. Etiologi ??? Faktor Resiko : 1. Umur. 2. Ras dan etnis. 3. Paritas. 4. Fertilitas. 5. Riwayat haid. 6. Pemakaian hormon. 7. Lain lain mis : radiasi, bahan kimia, asbes dll. Klasifikasi : I. Tumor non Neoplastik  bhbg proses ovulasi disebut sbg kista fungsional. Termasuk disini : Kista folikel, kista corpus luteum, kista lutein dan kista stein levinthal. II. Tumor Neoplastk Klasifikasi Tumor Ovarium menurut WHO : 1. Epitelial. 2. Tumor stroma sex cord. 3. Tumor Sel lipoid. 4. Tumor sel germinal. 5. Gonadoblastoma. 6. Tumor jar lunak unspec ovarium. 7. Tumor unclasif. 8. Tumor sekunder/ metast. 9. Kondisi mirip tumor.

Epidemiologi : 90 % Ca. Ovarial jenis epitelial, sedangkan menurut histologis 40 % jenis serosum, 20 % endometrioid, 10 % musinosum, jenis lain sekitar 15-20 %.

Stadium kanker menurut FIGO. STA D

Keterangan

I Ia Ib Ic

Terbatas pada ovarium. 1 ovarium, kapsul utuh, asites ovarium, kapsul utuh, asites diatas, + asites, kapsul pecah dan jar tumor pada permukaan ovarium.

II

Pada 1 atau 2 ovarium dengan ekstensi pada pelvis. a. metastase ke uterus dan / tuba. b. Ekst jar pelvis lain. c. diatas, + asites, kapsul pecah dan jar tumor pada permukaan ovarium Didapatkan penyebaran pada kavum abdoment meliputi permukaan hepar, pelvis, usus atau KGB para aorta dan omentum.

III

IV

Didapatkan penyebaran pada parenkim hepar , paru ( efusi ) atau penyebaran diluar abdomen lain.

Kriteria respon terapi : 1. Respon komplit : hilangnya secara menyeluruh penyakit baik visual / gross ataupun dengan sitologi cairan peritoneal negatif. 2. Respon parsial : berkurangnya minimal 50 % dari sisa masa tumor atau hilangnya seluruh masa tumor namun ditemukan sel ganas pada secara sitiologi. 3. Tidak berubah/ stabil : bila didapatkan perubahan masa tumor namun kurang 50 %. 4. Progresif : bila volume tumor membesar lebih dari 25 % Atau timbul tumor baru. Pola penyebaran KO : 1. Ekstensi secara langsung . 2. Penyebaran mel. Kel. Limfe. 3. Penyebaran intraperitoneal. Gejala klinis : Sering asimtomatik. Gejala klinis pdu ok :

1. 2. 3.

pembesaran abdomen ( ok massa tumor/ asites ). Gejala penekanan dg struktur sekitarnya. Gejala bhbg dg komplikasi tumor misal torsi, ruptur/pecah, syok ok perdarahan tumor, gejala akibat sekresi hormon.

Penatalaksanaan terapi : 1. Terapi bedah. 2. Kemoterapi dan radioterapi. Sewaktu Staging laparotomi harus dilakukan : 1. Palpasi alat alat dalam pelvis dan abdomen. Hepar dan Diafragma. Permukaan pelvis, peritoneum, mesenterium dan mesokolon. Kel. Pelvis dan para aorta. Permukaan usus halus dan usus besar. 2. Cucian peritonel ( daerah CD, parakolon dan subdiafragma ) 3. Biopsi permukaan peritoneum ( daerah atipik dan yang tang tampak normal ) Pemeriksaan kel. Pevis dan Paraorta ( biopsi ) Pemeriksaan diafragma, biopsi bila ada kelenjar dibawah difragma. Hepar ( dilakukan bila tampak metastase ) Omentektomi ( daerah gastrokolon, suprakolon dan infrakolon ) Monitoring terapi : A. Second Look laparotomi. Dilakukan setelah pemberian kemotx 6-12 seri, hal ini u/ mntk apakah telah terjadi respon komplit dipandang dari sudut bedah maupun patologi

Indikasi SLL : a. melihat komplit respon post kemotx. b. Post op kesulitan dalam menilai sisa masa tumor. c. Untuk menilai stable disease maupun partial respon terhadap kemotx, jika sisa tumor masih mungkin dapat diambil. d. Pada kasus KO selain Stad I grade I dimanan dalam mntk staging laparotomi pd awal pembedahan belm optimal. Keuntungan SLL :  dapat segera menghentikan meneruskan pengobatan.

ataupun

  

Dapat memberikan keterangan ttg prognosis penyakit. Dapat melakukan pengangkatan sisa masa tumor. Dapat menyusun strategi tx selanjutnya.

Prosedur SLL : 1. Explorasi abdomen dan abdomen secara cermat dan metodik. 2. Pengambilan jar peritoneum daerah pelvis/ abdomen u/ patologi. 3. Biops semua target lesi. 4. Pengambilan residual omentum. 5. Reseksi pangkal ovarium beserta peritoneum. 6. Appendektomi. 7. Diseksi partial Nn 11 pelvis dan aorta. 8. Pengangkatan sisa uterus dan kedua adneksa. 9. Reseksi sisa Ca. 10. Mencari reseptor hormon pada sisa tumor. 11. Reseksi cul de sac peritonem, perlekatan pd usus besar dan sedikit peritonem dari paracolik. B. Tumor marker. Dapat digunakan skrening / penapisan, management dan monitoring keganasan.

dx,

Tumor Jenis Epitelial CA 125, CEA. Non Epitelial : hCG, AFP, HPL , LDH Prognosis : Tergantung faktor stadium, jenis dan grade histologi dan respon tx. Faktor lain usia, ras, jumlah asirtes, sisa tumor, lateralitas dan kualitas penanganan. FIGO 1988 5 YSR : rata rata 34.9 % St I : 72.8. St II : 46.3. St III : 18.6. St IV : 4.8 KO. Usia muda : Tersering jenis sel germinal, menyusul endodermal sinus tumor atau jenis teratoma imatur dan jenis Epithelial. 1. Dysgerminoma. merupakan “ ovarian embrional tumor”. Jenis Germ sel tersering ( 40 % ) dan 35 % keseluruhan keganasan ovarium.

-

-

-

-

Sering terjadi pada stadium awal dan terbatas pada 1 ovarium. Hanya 16 % saja yang bilateral. ¾ kasus ditemukan pada stad. I. Kadar LDH meningkat, sedang AFP/hCG tak ditemukan. Bersifat Radio sensitif, penyebaran secara limfatik dan prognosisnya memburuk jika diameter > 10 cm. Tumor ini bersifat extrem radiosensitif. Pengobatan : Unilat. Overektomi, Unilat overektomi + radiasi, terapi radikal dengan atau tanpa radiasi. Pada wanita yang menginginkan fungsi reproduksi : pembedahan konservatif + khemotx ( adjuvant ). Tidak ada perbedaan angka ketahanan hidup antara tx konservatif dan radikal. Jika telah dilakukan USO untuk mempertahankan fx reproduksinya, pengangkatan uterus dan ovarium kontralat setelah mempunyai anak cukup.

2. Endodermal sinus tumor. merupakan tumor ekstra embrional. 22 % dari keganasan jenis germ sel. Dapat terjadi dari usia 14 bl – 45 th, rata rata 19 th. Hampir selalu unilat, 30% stad Ia, 84 % mengalami metastase. Bersifat kemosensitif, relatif radioresisten. Hampir semua px meninggal setelah 2 th tumor terdiagnosa. Menghasilkan AFP 100 % kasus (  Petanda Tumor ). Angka kesembuhan terapi bedah konservatif dan terapi radikal tanpa kemotx tidak dapat dibedakan. Terapi ideal:TAH - BSO + appendektomi + omentektomi dilanjutkan sitostatika kombinasi 12-18 bl. ( USO mungkin dapat tx pilihan ). Sebaiknya second look lap. 3. Teratoma imatur. - 15-20 % dari keganasan jenis germ sel. - Dapat terjadi usia 14 bl-40 th. Hampir selalu unilat dan tidak memiliki aktifitas hormonal. - Biasanya solid dan derajat keganasan ditentukan dg pemeriksaan histo PA. - Terapi seperti EST. Kemo TX : PVB.

4. 5. 6.

Malignant musinous tumor. Boerderline malignancy. Granulosa sel tumor. Paling sering prepubertas, dan dapat menyebabkan pubertas precox. 95 % kasus unilat dan 85 % dalam stad. I. Tumor ini menghasilkan estrogen sehingga dapat menimbulkan gejala perdarahan pervaginam ataupun dapat menimbulkan pubertas praecox. Terapi : pada wanita u > 35 tah bso, appendektomi dan omentektomi. Pada wanita muda dilakukan uso dan biseksi dan biopsi ovarium kontrlat. Tindakan radikal dilakukan bila sudah mempunyai anak cukup. Tumor ini bersifat radiosensitif dan terapi VAC cukup efektif.

KANKER OVARIUM EPITEL BORDERLINE Gambaran Histopatologi. Suatu neoplasma tanpa mengadakan invasi pd stroma, tapi menunjukkan tingkat proliferasi yg lebih besar dari kista ovarium yg jinak. Juga tampak derajat stratifikasi sel epitel yg tidak normal, peningkatan aktifitas mitosis, inti yg abnormal, sel yg atipik tanpa disertai adanya invasi pada stroma. Gambaran klinis. Sering ditemukan terbatas pada satu atau kedua ovarium ( Stad. I ), dan cenderung tetap terbatas pada 1 ovarium saja untuk waktu yg lama. KOEB sering terjadi pada usia “pre menopause” ( 30 – 50 th ). Penatalaksanaan. Prinsip terapi  pembedahan tumor primer. -

Bila penderita sudah berusia ( tak membutuhkan fungsi reproduksi ) dilakukan TAH + BSO, omentektomi, pembasuhan rongga peritoneum, biopsi multipel ( daerah yg di standarisasi ) serta debulking tumor. Untuk jenis musinosum direkomendasikan appendektomi.

-

Pada penderita yg masih memerlukan fungsi reproduksi bila tumor diyakini masih terbatas hanya pada 1 saja dapat dilakukan USO, asal disertai prosedur penentuan stadium pembedahan yg adekuat. Sedang bila tumor

telah mengenai kedua ovarium dipertimbangkan bilateral ooferektomi. Pengobatan Pasca Bedah. Pada KOEB st I setelah pembedahan definitif tidak ada perbedaan yg bermakna antara mendapatkan pengobatan adjuvant maupun yg tidak.

KO yg menggunakan diantaranya : 1. KO jenis Epitel : a.

PT

u/

pengelolaannya

CA-125. -

Sensitivitas CA 125 sebagai PT hanya + 60 % pd KO st I-II, namun bila diukur secara serial atau dikombinasi dg USG akan menjadi lebih baik.

Pada kasus KOEB st lanjut pasca bedah ( debulking ), saat ini belum ada protokol baku untuk terapi ajuvan selanjutnya. Pemberian berupa adjuvant trapi berupa kemoterapi maupun radiasi tidak jelas meningkatkan survival.

-

Douglass, menggunakan RIA mendapatkan kadar CA 125 diatas 35 IU/ml sekitar 80 % kasus dg KO, 26 % pada tumor jinak ovarium dan 66 % pd kondisi bukan keganasan, 3 % pada wanita yg sehat.

Kekambuhan KOEB Untuk jenis musinosum, biasanya lebih sering terbatas pada 1 ovarium saja, sehingga pd waktu relaparotomi jarang stadiumnya meningkat bila dibandingkan jenis serosum.

-

Sebagai skrining Ca 125 masih banyak keterbatasannya, namun apabila digabungkan dg pemeriksaan serial, USG dan pemeriksaan ginekologi hasilnya lebih baik.

-

-

Kekambuhan KOEB serosum st I yg dilakukan tindakan kistektomi unilateral, sebesar 8 – 15 % dalam waktu 2 - 8 th kemudian.

-

Kekambuhan relatif sering terjadi pd kasus yg pd penanganan pertamanya memang dalam st lanjut.

PREDIKSI KEGANASAN PRABEDAH KANKER OVARIUM A. Secara Klinis. 1. Faktor Umur. 2. Besar tumor. 3. Wanita beresiko tinggi. a. Site specific familial ovarian cancer. b. Hereditary breast / ovarian familial cancer syndrome. c. Lynch II syndrome. B. Secara Ultrasonografi. C. Petanda tumor. Pada KO substansi yg dapat digunakan sebagai PT adalah :  Antigen onkofetal : AFP, CEA  sering digunakan pd KO jenis sel germinal.  Hormon Plasenta : hCG  pd KO jenis sel germinal dan trofoblast.  Enzym : LDH.  Glikoprotein, terutama yg berada dipermukaan sel : CA 125, CA 72-4, SCC pada KO epitel.

b. CA 19-9. Ditemukan peningkatan kadarnya pd KO epitel terutama jenis musinosum, namun sedikit kaitannya dg jenis histo PA yg lain. CA 72-4. Pemeriksaan dg CA 125 dapat mengurangi hasil positif palsu. CA 72-4 memiliki sensitivitas lebih tinggi dg CA 125 terhadap KO epitel musinosum. c. Carcino Embrionic Antigen ( CEA ). Peningkatan CEA sering dijumpai pd adenokarsinoma musinosum baik dari ovarium maupun digestif atau adenokarsinoma serviks. d.

LASA – P ( Lipid Associted Sialic Acid ). Berguna keperluan pemantauan pengobatan KO epitel bila digabung dg PT lain.

2. Tumor sel germinal. a.

Alfa Feto Protein ( AFP ). Dapat meningkat baik pd tumor ginekologi maupun non ginekologi. Pada kasus ginekologi terutama digunakan dalam menangani tumor ganas germinal jenis sinus endodermal dan kanker sel embrional. Sensitvitas pd st awal ( I – II a ) 60 % dan untuk st selanjutnya 65-80 %. Untuk memantau hasil tx, AFP berkorelasi dg respon terapi ( residu

tumor ) sehingga dapat dipertimbangkan perlunya tindakan operasi second look.

granulosa ( 100 % ), adeno ca musinosum ( 89 % ) dan adeno ca serosum ( 18 % kasus ). Sepertiga kasus tumor jinak ovarium kadarnya dapat meningkat. Alfa inhibin dapat digunakan untuk pemantauan setelah terapi pd karsinoma sel granulosa.

b. Beta hCG. 3. Karsinoma sel granulosa. a.

Estradiol.

b.

Alfa Inhibin. Kadar meningkat ( > 122 U/l ) pada wanita dg karsinoma sel

c.

Anti Mullerian Hormon (AMH)

Tata laksana tumor ganas ovarium Epitelial St dan Gradasi tumor Tumor Borderline St I, II a St II b-III

Karsinoma St I a, grade 1, adhesi – St I lainnya, II a-b yg dapat dilakukan operasi. Kasus lainnya

Tata laksana terapi USO / TAH BSO tergantung status reproduksi. Operasi reduksi masa tumor. Jika didapatkan implantasi  kemo tx. Pengawasan untuk terjadinya progresifitas. USO/ TAH-BSO tergantung status reproduksi. Tanpa tx adjuvant. 1.

CAP atau CP 6-8 siklus atau.

2.

Radiasi seluruh kavum abdoment atau.

3.

Intraperitoneal P32.

CAP atau CP 6 siklus  relaparotomi ( SLL ) Lanjutkan kemotx 6 siklus bila didapatkan surgical CR atau sisa tumor mikroskopis.

OBSTETRI SOSIAL Peran SPOG di daerah ?????  Beban SpOG : 1. Di Rumah Sakit  Menangani kasus obstetri/ginekologi dan mampu mengatasi kasus emergency. 2. Di Luar RS  Mengenal masalah diluar RS, hal ini untuk mencegah efek kumulatif dari luar RS. 

Di. Rumah sakit : 1. Benahi RS dengan memperbaiki Management unit kerja . Mengatur kaber, OK, poliklinik. Mengatur ketenagaan. Meningkatkan kemampuan / ketrampilan 2. Peningkatan kemampuan penanganan kasus dan fasilitas pelayanan. 3. Meningkatkan / melatih SDM. 4. Penelitian. 5. Dana.

Untuk ini harus diperhatikan lingkungan kerja : Dalam jam kerja  aturan aturan perda. Luar jam kerja  jasa medik. 

Diluar RS Memperbaiki sistem rujukan. Pengenalan wilayah.  kondisi / keadaan puskesmas ( tenaga, fasilitas, obat, jumlah penduduk, cakupan bumil dll ) Koordinasi dg mitra kerja  PKBI, LSM, PMI dll.

Secara umum tugas seorang SpOG adalah : 1. Sebagai dokter spesialis : bedah obstetri/ ginekologi. 2. Sebagai pelayanan kesehatan primer : pemeriksaan hamil, pertolongan persalinan dan pelayanan kontrasepsi. 3. Sebagai Social advocate : komunikasi, informasi dan edukasi. 4. Sebagai team leader : strategi pembinaan jaringan pelayanan, pembi -naan dukun.

ICD VII : Kematian ibu hamil + 90 hari post partum apapun penyebabnya.1 ICD IX : Kematian ibu hamil + 42 hari post partum kecuali ok sebab insidental dan kecelakaan. ICD 10 : Adalah kematian seorang wanita selama hamil atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa memperhatikan usia kehamilan atau tempat kehamilan, oleh sebab apapun yang berkaitan dg kehamilannya atau akibat penanganan / tindakan terhadap kehamilannya, tetapi bukan karena kecelakaan atau sebab sebab insiden lain. Sebab kematian maternal ada 2 yaitu : 1. Sebab obstetri langsung adalah akibat dari kehamilan atau komplikasinya selama hamil, persalinan dan masa nifas, atau akibat tindakan atas kehamilan /persalinannya atau usaha menghapus kehamilan tersebut atau pengobatan yg kurang tepat, atau kejadian lanjutan dari yg disebut diatas. 2. Sebab obstetri tak langsung adalah sebagai akibat penyakit yg sudah ada sebelumnya atau yg muncul pada saat kehamilan, yang bukan termasuk sebab obstetri langsung, melainkan yg diperburuk oleh adanya kehamilan itu.

Kematian Maternal Lambat adalah kematian seorang wanita akibat sebab obstetrik langsung maupun tak langsung, lebih dari 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, namun tak melebihi 1 tahun. Pregnancy Related Death  kematian s/d 42 post partum tanpa memperhatikan sebab kematian. AKI adalah jumlah kematian ibu selama 1 tahun per 100.000 kelahiran hidup. Sumber data kematian maternal antara lain berasal dari : 1. Registrasi vital. 2. Catatan pelayanan kesehatan. 3. Penelitian. 4. Berbagai sumber lain.

KEMATIAN MATERNAL Definisi :

1

A.

PENYEBAB.

c.

Secara medik penyebab kematian ibu berturut turut adalah perdarahan ( 67 % ), Eklampsia / preeklampsia ( 8 % ), Infeksi ( 7 % ) dan abortus ( 10 % ). Dilihat dari upaya mendapatkan pertolongan medik kematian ibu disebabkan 4 telat yaitu : 1. Keterlambatan dalam mengenali keadaaan gawat darurat. 2. Keterlambatan memutuskan untuk mencari pertolongan. 3. Keterlambatan tiba di fasilitas kesehatan. 4. Keterlambatan mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatan. B.

LATAR BELAKANG. Akar masalah yg melatar belakangi kematian maternal terletak masalah sosekbud, ketidaktahuan, rendahnya pendi-dikan, rendahnya status wanita, rendahnya jangkauan pelayanan obstetri, rendahnya kesadaran dan pelayanan KB. Upaya Menurunkan Kematian Maternal: 1. Meningkatkan status wanita. Melalui jalur hukum  Pengaturan hak dan kewajiban yg sama antara wanita dan pria atau UU perkawinan. Pemberantasan buta huruf. 2.

3.

Memasyarakatkan status NKKBS.  Tidak hanya ditujukan wanita reproduksi, tetapi juga menjangkau generasi muda. KB. Tersedianya alat kontrasepsi  sehingga jarak kehamilan/ jumlah anak yg diinginkan dapat direncanakan. Ad 1 dan 2 : mempunyai dampak mencegah terjadinya kehamilan resiko. Pelayanan kebidanan esensial. Pendekatan resiko merupakan upaya untuk deteksi dini adanya resiko tinggi  dapat dicegah komplikasi yg lebih buruk. Setiap petugas kesehatan atau setiap wanita hamil mengetahui tanda resiko pada kehamilan dan setiap wanita hamil wajib memeriksakan kehamilan minimal 4 kali. WHO menetapkan 7 fungsi sebagai pelayanan esensial ditingkat rujukan pertama, al : a. Kemampuan melakukan operasi. b. Kemampuan melakukan anestesi.

d. e. f. g. 4.

Kemampuan memberikan pengobatan medisinal ( atasi syok, infeksi dll ). Pemberian transfusi. Kemampuan melakukan tindakan dan membuat assesment. Kemampuan memberikan alat kontrasepsi. Manajemen kehamilan dg resiko tinggi.

Peningkatan pelayanan rujukan obstetri.  Memperbaiki sistem rujukan merupakan kunci keberhasilan penurunan kematian maternal, mengingat sebagian besar kematian maternal berasal dari kelompok rujukan. Prinsip merujuk pasien adalah diagnosa setepat mungkin, merujuk secepat mungkin dan merujuk dg cara / pengobatan setepat mungkin.

Pengalaman di negara maju menunjukkan dalam jangka panjang kombinasi antara pendidikan, peningkatan status karier wanita, peningkatan gizi serta keluarga berencana mempunyai dampak paling besar dalam penurunan AKI. Namun dalam jangka pendek , upaya penurunan AKI harus berupa intervensi terhadap pelayanan obstetri : 1. Semua persalinan ditolong oleh tenaga terlatih. 2. Pembinaan jaringan pelayanan kesehatan ibu. Peningkatan standart pelayanan ( asuhan antenatal ). Pendidikan dan Pelatihan yg berkesinambungan. Gawat darurat. Rujukan. 3. Pelayanan pasca keguguran 4. Audit kematian ibu.

C. MENURUNKAN AKI MELALUI OBSGINSOS Obstetri klinis jangkauannya terbatas ( sebatas RS )  tidak mengubah kunjungan kasus jelek yg datang ke RS, juga tidak dapat memperbaiki kesadaran dan sikap BUMIL khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap perlunya pemeriksaan antenatal yg baik, mencari pertolongan bila melahirkan kepada tenaga yg terlatih. Oleh karena itu perlu pendekatan secara obstetri dan ginekologi sosial yg berorientasi kepada komunitas / masyarakat diluar klinik. Masalah  kematian ibu bersalin sumbernya atau hulunya diluar RS / klinik. Rendahnya kesadaran untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini

sehingga pengenalan tanda – tanda resiko tinggi kehamilan tidak terdeteksi pada awal kehamilan. Faktor yg mempengaruhi rendahnya cakupan pemeriksaan ibu hamil dan frekwensi pemeriksaan disamping faktor medis juga banyak faktor nonmedis yg melatar belakanginya al : Sosekbud dan pendidikan. Upaya pendekatan melalui Obsginsos : 1. Meningkatan peran serta masyarakat. Peran masyarakat penting untuk menumbuhkan kesadaran dan dorongan merawat kehamilan sejak awal. Pengetahuan mengenai perlunya PAN dan pengetahuan tentang faktor Resti  meningkatkan cakupan antenatal dan skrining kehamilan Resti. Masyarakat dapat berperan lewat organisasi / paguyuban Bumil atau dapat pula dalam bentuk penyediaan dana bagi mereka yg tak mampu. 2. 3.

4.

5. 6.

Pemerataan pelayanan kebidanan. Menjalin kerja sama. Kerjasama antara SpOG di RS dengan Dinkes menjadi syarat utama agar dapat berperan, mengenal dan memecahkan masalah obstetri dihulunya diluar RS. Kerjasama memungkinkan terbentuknya forum untuk membahas masalah pelayanan obstetri, upaya peningkatan mutu pelayanan, menyusun program/ kegiatan yg terarah, melakukan superfisi dan evaluasi bersama. Pusat rujukan obstetri dan pusat pelatihan. RS dati II diharapkan menjadi pusat rujukan pelayanan obstetri, semua kasus obstetri ditangani sesuai dg POEK. Dengan mengadakan analisis atas kasus yg muncul, SpOG merencanakan intervensi serta pelatihan secara terpadu dan seyogyanya secara terus menerus. Inisiator dan teladan dana bantuan ibu hamil. Peran pusat pendidikan. Caranya : a. DSOG / dokter umum sudah terbiasa dan dipersiapkan sejak pendidikan dalam masalah obsginsos. b. Ada terus kerja sama dg : Pusat pendidikan, pusat rujukan dan dinas kesehatan setempat.

Upaya penurunan AKI ---- RS dan Luar RS. Rumah sakit  Meningkatkan kemampuan klinis. Cara  Perbaikan sarana dan

pelayanan, penambahan SpOG, bidan dan dokter umum, peningkatan kinerja PKM. -

Diluar RS  Pendekatan OBSGINSOS  yaitu upaya untuk mencegah munculnya dan memburuknya kasus. Caranya ( langsung ) memperbaiki sistem rujukan dan meningkatkan bidang Sosek, Dik, Bud dan status wanita dan secara tak langsung meningkatkan kesadaran wanita hamil untuk memanfaatkan sarana / pelayanan kesehatan.

RUMAH SAKIT SAYANG IBU Latar belakang : AKI merupakan tolok ukur untuk menilai keadaan pelayanan Obstetri  apabila AKI masih tinggi berarti pelayanan Obstetri masih buruk. -

AKI di Indonesia masih tinggi yaitu 421 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah bertekad menurunkan AKI dari 225 pada akhir pelita VI ( 1999 ) menjadi 80 pada akhir PJPT II ( 2019 ).

Tujuan Umum : Mempercepat penurunan AKI melalui peningkatan kesiapan RS terutama RS kabupaten dalam upaya penanganan ibu hamil dg potensi resiko, ibu hamil dg resiko dan gawat darurat obstetri secara terpadu dan paripurna. Tujuan khusus : 1. Menentukan RS terbaik dalam upaya penyelamatan ibu melalui lomba RSSI. 2. Memacu/ mendorong RS di Indonesia agar meningkatkan mutu pelayanan ibu dan bayi melalui penerapan 10 langkah menuju perlindungan ibu secara terpadu dan paripurna. 3. Mengembangkan standart pelayanan minimum. 4. Mengembangkan sistem akreditasi RSSI. 10 langkah menuju terpadu paripurna : 1.

perlindungan

ibu

secara

Ada kebijakan tertulis tentang manajemen yang mendukung pel. Kes. Ibu. a. Terdapat protap ( kedaruratan kebidanan, asuhan antenatal, persalinan aman, perawatan nifas, pelayanan KB dan pencegahan infeksi nosokomial )

b. c.

Ada program pelatihan petugas. Ada keringanan/ pembebasan biaya kasus dg resiko tinggi / gawat darurat obstetri yg tak mampu. Ada kebijakan tertulis mendukung sistem rujukan.

a.

RS mampu memberikan pelayanan Obstetri emergensi komprehensif ( POEK ). a. Terdapat prosedur pemeriksaan yg mudah dan cepat. b. Pelayanan transfusi. c. Tindakan operatif. d. Tindakan medis/ operatif sesuai indikasi. e. Ada dokter jaga.

d.

d.

2.

3.

Menyelenggarakan asuhan antenatal. a. PAN + TT + Fe. b. Melakukan penapisan dan pengenalan dini KRT. c. Penyuluhan laktasi d. Senam hamil e. Mempertimbangkan tindakan yg dilakukan berlatar  kepercayaan / agama dan tradisi.

4.

Menyelenggarakan pertolongan persa-linan aman. a. Melakukan penapisan resiko dan memantau persalinan misal dg partogram. b. Standart sterilisasi. c. Rawat gabung. d. Sikap petugas ramah, sabar, sopan dan membimbing pasien dan keluarga. e. Tersedia alat resusitasi bayi baru lahir. f. Dianjurkan keluarga menunggu.

5.

Menyelenggarakan pelayanan nifas yg adekuat. a. menyelenggarakan rawat gabung. b. Manajemen laktasi dan perawatan bayi. c. Penyuluhan higiene perineum. d. Memberi kesempatan keluarga untuk menengok.

6.

Menyelenggarakan pel. KB. - Konseling dan pelayanan KB.

7.

Penyelenggaraan penyuluhan kes. Ibu. - PGRS, PKMRS harus ada. - Poliklinik penyuluhan gizi harus ada.

8.

Menyelenggarakan pel. Rujukan dan membina jaringan rujukan.

9.

Audit maternal secara teratur.

dan

perinatal

dilaksanakan

b. c.

Membentuk tim AMP dan mengadakan pertemuan rutin. Informasi/ data kesakitan atau kematian dapat diperoleh secara tepat dan mudah. Menyelenggarakan program surveilens untuk pemantauan dan evaluasi kasus maternal/perinatal. Mencatat, melaporkan dan menyebarluaskan hasil AMP.

10. Meningkatkan mutu pelayanan dan pemanfaatan RS oleh masyarakat. AUDIT MATERNAL PERINATAL Suatu konsep dimana hal ini bertujuan untuk menurunkan AKI dan AKP yaitu dg cara meningkatkan mutu dan menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan. Ibu serta perinatal di tingkat pelayanan dasar dan pelayanan rujukan primer. Latar belakang kegiatan AMP adalah tingginya AKI dan AKP. AMP merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri kembali sebab kematian dan kesakitan ibu/perinatal dengan maksud mencegah kesakitan/ kematian di masa yg akan datang. Kegiatan AMP berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan dengan pendekatan pemecahan masalah. Batasan AMP adalah : Proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta penatalaksanaannya, dengan menggunakan berbagai informasi dan pengalaman dari suatu kelompok terkait, untuk mendapatkan masukan mengenai intervensi yg paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA di suatu wilayah. Tujuan umum : Meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh wilayah suatu dati II, dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan perinatal. Tujuan Khusus : 1. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara teratur dan berkesinambungan. (bagaimana man, methode, material, machine danenvironment ).

2.

Menentukan intervensi untuk masing- masing pihak yang diperlukan untuk mengatasi masalah yg ditemukan dalam pembahasan kasus. Misal : refreshing HPP, bagaimana penanga-nannya dan pemberian / melengkapi

3.

fasilitas penunjang menangani HPP ( mis infus, abocatth dlsb ). Mengembangkan mekanisme koor- dinasi antara din kes dati II, RS dati II dan PKM dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yg disepakati.

Faktor yg mempengaruhi kematian maternal dan perinatal : 1. Faktor Medik.  faktor resiko yg melatar belakangi al : a. Usia ibu pd waktu hamil terlalu muda / terlalu tua. b. Jumlah anak terlalu banyak. c. Jarak antara kehamilan kurang dari 2 th.

3. 4.

2.

5.

3.

Non medik. a. Kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal. b. Terbatasnya pengetahuan ibu ttg bahaya kehamilan resiko tinggi. c. Ketidak berdayaan bu-mil dalam pengambilan keputusan u/ dirujuk. d. Ketidakmampuan dalam membayar transport/ perawatan RS. Pelayanan kesehatan. a. Belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan penanganan kelompok resiko. b. Masih rendahnya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. c. Masih seringnya pertolongan persalinan dirumah oleh dukun.

Langkah dan kegiatan AMP 1. Pembentukan tim AMP. 2. Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP. 3. Menyusun rencana kegiatan ( POA ) AMP. 4. Orientasi pengelola program KIA dalam pelaksanaan AMP. 5. Pelaksanaan kegiatan AMP. 6. Penyusunan rencana tindak lanjut thd temuan dari kegatan audit. 7. Pemantauan dan evaluasi. Rincian kegiatan AMP adalah sbb : 1. Menyampaikan informasi dan menyamakan persepsi dg pihak terkait mengenai pengertian dan pelaksanaan AMP. 2. Menyusun tim AMP ( susunan disesuaikan dg sikon setempat ), secara umum susunan tim sbb : Pelindung : Bupati/ walikota kepala daerah.

Ketua : Kadinkes Dati II. Wakil ketua : Dir. RS Dati II. Sekretaris : SpOG dan DSA. Anggota : . a. Kasi Binkesmas / KIA. b. Kasi Pem-Kes. c. Kasi Yan Kes Mas Kandep. d. Dr umum di bag Obsgin. e. Unit lain yg terkait KIA. Tugas :  Mx, evaluasi dan pelaksanaan audit.  Menentukan tindak lanjut.  Menghimpun SDM.  Pertemuan 2 bl / sekali. Melaksanakan AMP secara berkala. Menyusun rangkuman hasil audit dan dibahas dalam pertemuan tim AMP. Melaksanakan kegiatan tindak lanjut yg telah disepakati dalam pertemuan Tim AMP. Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan audit, dan melaporkan hasil kegiatan ke Dinas/ Kanwil Tk I. Memanfaatkan hasil kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan program KIA secara berkelanjutan. -

6.

7.

Metode pelaksanaan AMP sbb : 1. Penyelenggaraan pertemuan ( sebaiknya Di RS Dati II ) 2. Kegiatan audit yg berupa pertemuan, pembahasan kasus kesakitan dan kematian ibu/perinatal, dilakukan secara berkala, sekitar sekali / bulan. 3. Kasus yg dibahas  Semua kasus yg meninggal di RS dati II/ puskesmas. 4. Audit yg dilaksanakan bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus dari sejak : Timbulnya gejala dan penanganan oleh keluarga, proses rujukan, siapa dan jenis pertolongan yg telah diberikan sampai kemudian meninggal. 5. Pertemuan bersifat Problem Solving Meeting dan tidak bertujuan menyalahkan / memberi sanksi. 6. Tiap pertemuan dibuat notulen dan rencana tindak lanjut. 7. RS dati II dan PKM membuat laporan bulanan kasus ibu dan perinatal ke Dinkes dati II.

PENCATATAN DAN PELAPORAN Pencatatan :

1.

2.

Tingkat Puskesmas. Selain rekam medis, ditambahkan pula : a. Form R ( formulir rujukan maternal dan perinatal ). b. Form OM dan OP ( Formulir otopsi verbal maternal dan perinatal ).

3.

RS dati II. Formulir yg dipakai : a. Form MP ( Formulir maternal dan perinatal ), untuk mencatat data dasar semua ibu bersalin/nifas dan bayi baru lahir yg masuk RS. b. Form MA ( Formulir Medical Audit ). Dipakai untuk mencatat hasil /kesimpulan audit maternal /perinatal.

Otopsi verbal : informasi ttg sebab kematian untuk menentukan jenis penyakit dg menggunakan informasi dari gejala penyakit melalui wawancara keluarga dari penderita yg meninggal.

PELAPORAN : Pelaporan dilakukan secara berjenjang, yaitu : 1. Laporan dari RS Dati II ke Dinkes Dati II ( Form RS ). Berisi laporan mengenai kesakitan dan kematian ( serta sebab ) ibu dan bayi baru lahir. 2. Laporan dari Puskesmas ke Dinkes Dati II ( Form Pusk ). Form seperti diatas dan jumlah kasus yg dirujuk ke RS dati II. 3. Laporan dari Dinkes Dati II ke Tingkat Propinsi. Merupakan laporan triwulan yg berisi rekapitulasi Form RS dan Pusk.

4. 5.

Perhatian : Tim AMP dati II pleno tiap 2-3 bl sekali. Tim kecil audit  tiap bulan bahas kasus. Persiapan pleno : data ( perjalanan partus ), kematian ibu, perinatal  AKI, AKP. Pilih kasus yg akan dipresentasikan dalam pleno 2 kasus ibu dan 2 perinatal. Data lengkap sejak hamil – partus – mati. Tugas tim kecil ANC – partus – rujukan RS dati II. Kasus yg dibahas yg mati dalam wilayah dati II tersebut ( bukan domisili pasien ). Dalam pembahasan ikutkan pihak yg terkait ( termasuk lintas batas ). Data di stensil, bagikan peserta pleno. RUJUKAN 

PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pemantauan : Dilakukan secara berjenjang dg tujuan menilai apakah kegiatan AMP ditindak lanjuti dg upaya peningkatan kualitas pelayanan dan pengelolaan program KIA di Wilayah Dati II. Dati I ke Dati II. 1. Pelaporan dari Dati II. 2. Superfisi ke dati II. Dati II ke Puskesmas. 1. Pelaporan dari Puskesmas. 2. Pertemuan konsultasi rutin di dati II. 3. Superfisi ke Puskesmas. Evaluasi.

1. 2.

Evaluasi dg menggunakan indikator : Trend Case Fatality Rate. Proporsi tiap jenis kesakitan ibu / perinatal yg dipantau.

Cakupan pelayanan Bumil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan neonatal. Frekwensi pertemuan audit di dati II dalam 1 tahun. Frekwensi pertemuan tim AMP di Dati II dalam 1 tahun.





Dalam rangka menurunkan AKI maka diarahkan untuk memperbaiki sistem rujukan dan ini merupakan tugas /tanggung jawab spesialis obstetri di RS dati II. Rujukan sebagai subsistem yg penting dalam pelayanan obstetri, ok berkaitan dg tindakan pencegahan. Kenapa di Obsteri demikian penting perbaikan sistem rujukan : 1. SDM beraneka ragam ( kemampuan klinis ) 2. Pengetahuan dan ketrampilan bervariasi. 3. Distribusi tenaga yang tidak merata. 4. Pasti ada hamil dan partus. 5. Pasti ada yg patologis dan emergency. 



 a.

Rujukan obstetri dapat diperbaiki dg cara : pengadaan/pengadaan sarana, pembinaan SDM dan meningkatkan peran serta masyarakat. Obstetri sosial dalam menilai tingkat keberhasilannya tidak melihat kemam- puan menangani kasus emergency, tetapi bagamana mencegah dan menurunkan kasus emergency. Sasaran yg hendak dicapai : Peningkatan cakupan PAN.

b. Semua faktor resiko terdeteksi saat PAN ( semua tenaga kesehatan tahu resiko tinggi ) c. Masalah diatasi  rujukan in Utero.  Macam rujukan yaitu Inutero dan Inpartu.

4. 5.

6. PARTOGRAF. Adalah grafik yg menggambarkan kemajuan persalinan dg merekam kemajuan pembukaan serviks, turunnya bagian terendah janin dan keadaan his. Selain itu pd partograf yg lengkap dicatat pula hasil pemantauan janin serta KU ibu berdasar waktu / lamanya persalinan. Partograf dapat dianggap sebagai sistem peringatan awal yg akan membantu pengambilan keputusan lebih awal kapan seorang ibu harus dirujuk, dipercepat atau diakhiri persalinannya. Partograf sangat berguna dan bermanfaat untuk mencegah persalinan lama dan persalinan kasep, mengurangi intervensi operatif dan meningkatkan hasil akhir neonatus. Partograf WHO spesifik sangat berguna mencegah partus lama dan merupakan teknologi tepat guna untuk mencegh partus kasep s/d tingkat bidan desa. Sebelumnya telah dikenal partograf menurut Friedman, dimana masih dibedakan adanya fase latent, fase akselerasi, fase pembukaan maksimum dan fase deselerasi. Juga dibedakan antara persalinan primigravida dan multigravida. Pemantauan yg dilakukan 6 jam pd fase laten dan 2 jam pd fase aktif. Pada partograf Friedman tidak didapatkan garis waspada dimana pasien harus dirujuk, tetapi hanya “ garis tindakan “ dimana harus dilakukan intervensi pada persalinannya. Sehingga partograf tersebut hanya dapat digunakan pd RS yg mempunyai fasilitas tindakan, sedangkan bila digunakan pd tempat pelayanan kesehatan yg masih memerlukan rujukan biasanya persalinan sudah terlambat. Untuk itu diperkenalkan partograf model WHO yg merupakan rangkuman dan penyederhanaan serta kompromi berbagai partograf yg ada, dg beberapa prinsip : 1. Fase laten seyogyanya tidak lebih 8 jam. 2. Fase aktif dimulai pembukaan 3 cm. 3. Selama fase aktif kecepatan pembukaan serviks tidak boleh kurang 1 cm / jam.

Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan sejarang mungkin, dianjurkan setiap 4 jam. Untuk memudahkan penolong persalinan sebaiknya memakai partograf yg sudah ada garis waspada dan garis tindakan Tenggang waktu 4 jam antara melambatnya persalinan dan diambilnya tindakan tidak akan membahayakan ibu atau janinnya dan untuk menghindari suatu tindakan yg tidak perlu.

Perbedaan antara partograf friedman dengan model WHO al : 1. hanya terdapat fase laten dan fase aktif. 2. Tidak dibedakan primi dan multigravida. 3. Fase latent tak melebihi 8 jam. 4. Fase aktif setiap 1 cm tidak melebihi 1 jam. 5. Pemeriksaan dilakukan setiap 4 jam. 6. Terdapat garis waspada dan garis tindakan yg merupakan saat u/ merujuk dan saat melakukan tindakan. Komponen partograf WHO yg lengkap terdiri dari 3 komponen : 1. catatan janin, terutama meliputi : a. Denyut jantung janin. Hitung segera setelah his selesai dan hitung selama 1 menit. b. Warna dan jumlah cairan ketuban. Apabila ketuban pecah dicatat apakah cairan ketuban jernih, mengandung mekoneum atau tidak. c. Perimpitan tulang kepala. Merupakan petunjuk seberapa jauh panggul dapat dilalui kepala janin. Penilaian ada 4 derajat : 0 : tulang terpisah / sutura dapat diraba dg mudah. + : Tulang berdekatan satu dg yg lain. ++ : Tulang tumpang tindih. +++ : Tulang tumpang tindih secara nyata. 2.

Catatan kemajuan persalinan. Ini meliputi : a. Pembukaan serviks. b. Penurunan kepala. - Palpasi perut : seperlimaan kepala janin yg teraba ( 5/5 berarti kepala masih melayang, dikatakan engaged bila kepala janin diatas PAP dirasakan oleh 2 jari atau kurang ). c. Frekwensi dan lamanya his. - Frekwensi / 10 menit dan lama lama digambar dg arsir ( < 20 det berupa titik-titik, 20-40 det berupa arsir dan > 40 det dihitamkan penuh ).

3.

Catatan ibu. Meliputi : a. Nadi, tekanan darah dan suhu badan. b. Urine : Volume, prot, aseton. c. Obat obatan dan cairan iv yg diberikan. d. Pemberian oksitosin.

KONSEP KEHAMILAN RESIKO TINGGI Dalam mewujudkan INDONESIA SEHAT 2010 dimana program kesehatan lebih ditekankan pada peningkatan kualitas. Indonesia sehat yg pada dasarnya bertujuan membangun SDM berkualitas berkaitan erat dg segala upaya kesejahteraan ibu ( safe motherhood ). Safe Motherhood dg 4 pilar yi : KB, Perawatan antenatal, persalinan bersih aman dan pelayanan obstetri esensial. Sesuai paradigma sehat maka dalam peningkatan kesejahteraan ibu dilakukan upaya promotif-preventif dan salah satunya menggunakan KONSEP POTENSI RESIKO/ Konsep Kehamilan Resiko Tinggi melalui pendekatan resiko pada semua ibu hamil. Sebagai target nasional adalah menurunkan AKI pada akhir PELITA VI dari 225/100.000 menjadi 80/100.000 KH pada akhir PJP II.

PENDEKATAN OBSTETRI

RESIKO

DALAM

BIDANG

Dalam obstetri modern terdapat pengertian POTENSI RESIKO dimana suatu kehamilan dan persalinan selalu terdapat kemungkinan adanya resiko baik resiko rendah maupun resiko tinggi untuk terjadinya komplikasi obstetri yg dapat menyebabkan kematian / kesakitan / kecacatan / ketidak puasan atau ketidak nyamanan. Pendekatan resiko sebagai strategi operasional untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan ibu dan bayinya adalah merupakan upaya promotip / preventif. Dengan mengetahui permasalahan / resiko tinggi pada kehamilan baik dari ibu dan / janinnya dapat ditemukan secara dini maka komplikasi obstetrik yg mungkin terjadi ditangani secara intensif dg cepat dan tepat sehingga resiko kematian / kesakitan pada ibu maupun bayi dapat dicegah. Resiko adalah ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan untuk terjadinya suatu keadaan gawat yg tidak diinginkan pada masa yad. Ukuran resiko dapat dituangkan dalam bentuk angka yg disebut skor, merupakan bobot prakiraan resiko yg

mudah diinformasikan pd bumil , suami atau keluarga untuk menentukan ukuran kebutuhan dalam mengupayakan tempat dan penolong menuju persalinan aman. Faktor resiko bumil adalah suatu keadaan atau ciri tertentu pd seseorang / kelompok bumil yg dapat menyebabkan peluang /kemungkinan terjadinya komplikasi obstetrik yg dapat memberi resiko kesakitan / kematian ibu dan / bayi. Ini merupakan suatu mata rantai dalam proses terjadinya komplikasi obstetrik dan kematian pd kehamilan Resti. Kombinasi dari beberapa faktor resiko dapat menimbulkan peluang persalinan yg lebih jelek. Kombinasi tersebut dapat berupa interaksi dari faktor resiko medik, biologik, Sosek, budaya maupun lingkungan. Hubungan faktor resiko dg komplikasi obstetrik dan persalinan ada 3 yaitu : 1. hubungan kausal.  hub faktor resiko pd Bumil thd keluaran yg bersifat kausal menyebabkan terjadinya komplikasi atau kelainan obstetrik 2. Hubungan kontribusi 3. Hubungan prediksi.  berdasarkan pengalaman dan statistik dimana ciri yg menjadi faktor resiko dihubungkan dg kausa penyebab yg mendasarinya. Berdasar kapan pengenalan adanya faktor resiko, sifat resiko dan kesempatan memberikan KIE, maka faktor resiko dapat dikelompokkan menjadi : I. Ada potensi resiko / potensi gawat. II. Ada resiko / gawat. III. Ada gawat darurat.

Skrining atau Deteksi Ibu Kehamilan Resti. Kehamilan resti dg faktor resikonya dapat diamati dan ditemukan sedini mungkin pd awal kehamilan melalui skrining pd bumil yg masih kelihatan sehat. Pada semua bumil harus dilakukan skrining secara proaktif dg tujuan menemukan bumil yg mempunyai faktor resiko ( kehamilan Resti ). Skrining pertama u/ memisahkan bumil memiliki faktor resiko atau tidak, skrining dilakukan berulang kali secara periodik sampai hamil cukup bulan.

Alat yg digunakan melakukan skrining adalah KARTU SKOR. Yg merupakan gabungan antara ceklist dari kondisi bumil / faktor resiko dan masing masing skornya, dg dikembangkan sbg teknologi sederhana, mudah, cepat diterima, cepat digunakan tenaga non profesional dg biaya terjangkau. Ada 5 fungsi kartu skor yi : Skrining, pemantauan, pencatat, pedoman penyuluhan dan validasi data dari kehamilan / persalinan / nifas mengenai ibu dan bayinya. Jumlah skor tidak akan berkurang walaupun gejala klinis dari faktor resiko tersebut itu tidak ada, karena resiko dari faktor resiko itu tetap ada dan gejalanya setiap saat dapat timbul kembali. Dalam pendekatan resiko pd bumil kartu skor merupakan adalah alat edukatif yg efektif sbg ukuran resiko akan kebutuhan rujukan untuk bumil resti dg rujukan dini berencana ketingkat pelayanan yg sesuai dg upaya promotip-preventip thd komplikasi obstetrik dg dampak kematian/kesakitan ibu dan / bayinya. Dalam tiap kontak jumlah skor bumil dikelompokkan dan 3 kelompok resiko yi : I. Kehamilan Resiko Rendah ( KRR ) dg jumlah skor 2. II. Kehamilan Resiko Tingi ( KRT ) dg skor 6 – 10. III. Kehamilan Resiko sangat Tinggi ( KRST ) dg jumlah skor > 12.

Pola Rujukan Terencana Berdasar paradigma sehat dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu, melalui sistem rujukan, dikembangkan 2 macam rujukan yi : 1.

2.

Rujukan Dini Berencana atau Rujukan dalam rahim ( RDR ) / Rujukan InUtero ( RIU ). Rujukan dilakukan pd ibu dg kelompok resiko I dan II, gawat obstetri bumil dan bayinya dirujuk dalam keadaan sehat. Rujukan Tepat Waktu ( RTW ). Dilakukan rujukan pada ibu dg gawat darurat obstetrik ( kelompok faktor resiko III ) dan ibu dg komplikasi obstetrik yg dini. Pada kehamilan resti yg masih sehat / belum mengalami komplikasi obstetrik, dilakukan rujukan terencana yg didukung o/ GERAKAN SAYANG IBU dg 2 pilar yi : Gerakan Kecamatan sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Ibu ( RSSI ) dg upaya pencegahan thd 4 terlambat. GKSI mencegah terlambat 1,2 dan 3 yi : skrining /pengenalan masalah / faktor resiko pd semua

bumil diikuti dg KIE, pengambilan keputusan merujuk oleh keluarga, Transportasi/ pengiriman rujukan dan RSSI terhadap terlambat 4 yi penanganan adekuat di PKM / RS.

HIDUP SEHAT MENGHINDARI KANKER Kejadian : WHO Kematian karena kanker 4.3 juta / th. ½ diantaranya di negara berkembang. 1/3 diantaranya dapat dicegah, 1/3 dapat disembuhkan dan 1/3 lainnya dapat dikurangi nyerinya. Indonesia 170.000 kasus baru/th. Hanya 10 persen berobat, 80-90 % datang pada stad lanjut. Sebagian besar pada Sosek rendah. Tenaga / fasilitas kesehatan terbatas. Istilah Istilah : Tumor – Neoplasma – Kanker. Tumor : Tiap benjolan pada tubuh yg tidak wajar apapun penyebabnya. Misal : andeng andeng, bisul, pembesaran kel limfe dll. Neoplasma : Pertumbuhan abnormal dari suatu bagian tubuh yg tidak dapat dikendalikan oleh tubuh sendiri dam merupakan jaringan baru. Neoplasma ada 2 yi : 1. Jinak : tumbuh lambat, ada kapsul, tidak berakar dan jarang membunuh. 2. Ganas = kanker. Kanker : Penyakit pada Gen ( DNA ), pembentuk kromosome yg terdapat pada inti sel. Siapa yg terkena kanker + Dimana ??? Semua orang, terutama > 30 th dan di semua bagian tubuh kecuali kuku dan rambut. Karsinogen : penyebab kanker atau pemicu kanker dapat berupa al : 1. Virus. 2. Bahan kimia. 3. Radiasi.

Faktor resiko : 1. Status kawin/tidak. 2. Jenis kelamin. 3. Suku bangsa / ethnis. 4. Sosial ekonomi rendah. Secara tak langsung mempengaruhi : gizi, kesadaran akan hidup ehat, kesadaran / kemampuan untuk memeriksakan diri jika sakit kurang. 5. Tempat kerja. 6. Gaya / cara hidup. Misal kebiasaan makanan kaleng, tidak meneteki setelah melahirkan dll. 7. Adat/ kebiasaan. Misal nginang, kawin usia muda, banyak anak dll. 8. Olah raga. 9. Kejiwaan. 10. Genetik. 11. Polusi. Baik berasal Udara, tanah dan air. Mencegah Timbulnya Kanker : Lebih Murah. Lebih mudah. Tidak menyakitkan. Macam pencegahan : WHO a. Pencegahan primer ( sebelum terkena/ sakit kanker ) b. Pencegahan Sekunder ( sudah terkena kanker tapi tahap dini, belum memberikan gejala sakit ). 1. Diagnosis dini. 2. Skrining massal. c. Pencegahan tersier ( sudah terkena kanker ). 1. Perpanjang hidup. 2. Kurangi penderitaan. 3. Rehabilitasi. Pencegahan Primer kanker : Tidak semua kanker dapat dicegah secara primer. Semua aktifitas yg dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko terjadinya kanker. Apabila berhasil akan menurunkan angka kesakitan, sehingga menurunkan angka kematian karena kanker. Upaya Pencegahan Primer Kanker : I. Umum. 1. Penataan lingkungan hidup  kendalikan pencemaran air, tanah dan udara. 2. Perlindungan ditempat kerja. 3. Pengaturan cara hidup sehat. Caranya hindari : klub malam, free sex, makanan dg pengawet, tidak meneteki setelah melahirkan.

4.

II.

Meingkatkan daya tahan tubuh. Dengan cara hidup tenang, penuh optimistis, gembira, menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Cukup makanan bergizi, olah raga dan ckup istirahat. Khusus. Ditujukan kepada masing masing jenis kanker. Kanker mulut rahim : 1. Karsinogen : HSV type II, HPV dan smegma. 2. Faktor resiko : ganti ganti pasangan sexual, sexual aktif usia < 20th, jumlah anak > 2 orang, kebersihan alat kelamin rendah dll. 3. Pencegahan : hindari faktor resiko, obati bila keputihan dan gunakan kondom.

Serial-serial soal Obstetri sosial ; 1. Bagaimana upaya penurunan AKI – AKP dalam dan luar RS. 2. Upaya pencegahan ca serviks di dati II, apa yg perlu dipersiapkan. 3. Pencegahan ca serviks secara obsginsos. Jawab melalui penyuluhan, deteksi dini dan rujukan. 4. Langkah AMP agar dapat berjalan dg baik. 5. Kehamilan dan persalinan bukan hanya fenomena medik tetapi fenomena sosial. Jelaskan !!

KELUARGA BERENCANA Kontrasepsi Hormonal Secara kontrasepsi mengandung E dan P atau P saja. Komponen estrogen : EE merupakan komponen E yg sering digunakan. Seks steroid pdu tidak aktif jka diberikan oral, penambahan gugus etynil posisi 17 menyebabkan estradiol tetap aktif walaupun diberikan oral. Mestranol komponen E lain yg digunakan pd kontrasepsi pil, namun mestranol harus diubah dulu menjadi EE sebelum berikatan dg reseptor E. Komponen Progestin : Pada umumnya merupakan derifat testosteron. Testosteron tidak aktif bladiberikan oral, substitusi gugus etynil akan menghasilkan etisteron, dan dg menghilangkan atom C nomer 19 maka akan terbentuk noretindrone

-

Noretidron tetap aktif diberikan secara oral, sifatnya akan berubah dari androgen menjadi bersifat progestasional.

Estrogen pada kontrasepsi hormonal berfungsi : 1. Menekan sekresi FSH pd awal siklus sehingga tidak terjadi pertumbuhan folikel. 2. Mencegah terjadinya perdarahan sedikit diluar siklus. E akan merangsang pertumbuhan endometrium, komponen P dapat bekerja dg baik di endometrium jika sebelumnya telah dipengaruhi E. 3. E akan membentuk reseptor P di endometrium. Peran Progestin : 1. Endometrium menjadi tidak layak untuk implantasi. 2. Lendir serviks menjadi lebih kental. 3. Mempengaruhi peristaltik tuba, sehingga mengganggu transportasi. 4. Meencegah terjadinya lonjakan LH.

Kontrasepsi Oral Adalah cara pencegahan kehamilan dg meminum pil yang berisi kombinasi hormon E dan P atau P saja. Macam Pil KB : 1. Pil Kombinasi atau jenis Monofasik. Mengandung 2 hormon sintetik yaitu E dan P. Cara kerja yaitu mencegah kehamilan melalui efek E dan P. Efek E adalah menghambat ovulasi dg menekan pengeluaran FSH dan LH, menghambat nidasi dan luteolisis. Khasiat lain mekanisme antikonsepsi melalui ; perubahan sekret serviks, pengaruh terhadap endometrium ( atrofi dan perubahan desidua dari stroma ) dan perubahan motilitas tuba. Preparat yg sering digunakan adalah gabungan antara levonorgestrel dan EE. Di pasaran preparat yg beredar adalah Microgynon/ Nordette ( Lev 150 mcg + 30 mcg EE ), Nordiol ( Lev 250 + 50 EE ), Ovostat/ Lyndiol ( Lynestrenol + EE ), Gynera ( Gestodene + EE ), Diane ( Siproteron Asetat + EE ), Marvelon 28 ( 150 mcg desegestrel + 30 mcg EE ), Mercilon ( 150 mcg desegestrel + 20 mcg EE ), Microgynon ( 150 levonorgestrel dan 20 mcg EE ). 2.

Kombinasi bertingkat.Tujuan mengu- rangi efek sampingan yg ditimbulkan gestagen. Ada 2 macam sediaan yaitu 2 dan 3 tingkat. Sediaan 2 tingkat berbeda dg kombinasi, dimana jenis

sediaan ini dosis gestagen berbeda antara paruh pertama dan kedua, sedangkan dosis E nya tetap. Contoh 3 tingkat : Triquilar ED dan Trinordiol. 3.

Jenis bifasik atau sekuensial. Terdiri dari hanya E pada fase pertama dan pada fase kedua ditambahkan gestagen. Khasiat kontrasepsi pada hambatan ovulasi oleh E pada fase pertama, efek gestagen pd fase kedua hanya berguna untuk menimbulkan perdarahan yg teratur.

4.

Pil Progestin atau mini pil. Mengandung progestin sintetik dalam dosis rendah. Cara kerjanya adalah merubah lendir serviks sehingga tak dapat dilalui sperma dan merubah lingkungan endometrium sehingga mencegah implantasi. Contoh : exluton ( 0.5 mg Lynestrenol ).

Indikasi : 1. Ingin kontrasepsi u/ menjarangkan kehamilan. 2. Nulipara. 3. Wanita postpartum yg tidak menyusui. 4. Ingin kontrasepsi yg dapat digunakan dalam jangka pendek maupun panjang. 5. Perlu kontrasepsi pasca sanggama. 6. Segera pasca abortus. 7. Perdarahan menstruasi haid banyak dan nyeri. 8. Riwayat keluarga dg kanker ovarium. Kontraindikasi : A. Absolut : 1. Riwayat / sedang menderita thromboemboli. 2. Riwayat / sedang menderita CVA. 3. Riwayat / sedang menderita penyakit jantung. 4. Curiga tumor ganas payudara. 5. Kehamilan. 6. Tumor hepar atau ada kelainan fungsi hepar. B.

Relatif : 1. Sakit kepala hebat / migraine. 2. Hipertensi. 3. Mononucleosis. 4. Perdarahan pervaginam yg belum diketahui penyebabnya. 5. Diabetes mellitus. 6. Usia > 35 th dengan perokok berat. 7. Usia > 40 th dan mempunyai resiko penyakit kardiovaskuler. 8. Penyakit sickle sel. 9. Penyakit kandung empedu dan ginjal. 10. Laktasi.

Keuntungan : 1. Sangat efektif, mudah dan aman. 2. Dapat mencegah kanker ovarium endometrium. 3. Mengurangi nyeri dan perdarahan haid. 4. Reversibel. 5. Mudah didapat.

dan

Kerugian : 1. Harus diminum setiap hari. 2. Kemungkinan terdapat komplikasi sistemik. 3. Tidak dapat mencegah PMS. 4. Kemungkinan efek samping seperti mual, sakit kepala dan breaktrough bleeding. KONTRASEPSI SUNTIKAN Cara pencegahan kehamilan dg cara menyuntikkan secara berkala hormon progesteron. Sediaan : 1. DMPA ( Depo provera ) 2. Norethindrone enantat ( Noristerat ). 3. MPA + Estradiol dipionat ( siklofem ). Cara Kerja : 1. Mencegah Ovulasi. 2. Menghambat penembusan lendir serviks oleh sperma 3. Mengganggu proses implantasi. 4. Menghambat transportasi hasil konsepsi. Kontra Indikasi : 1. kehamilan. 2. Keganasan payudara /tr genitalia. 3. Perdarahan abnormal uterus. Tidak dianjurkan diberikan pada : 1. Penderita dg gangguan fungsi hati. 2. Menderita / riwayat penyakit kardiovaskuler. 3. Diabetus mellitus. 4. Usia > 40 th. 5. Kongenital hiperlipidemia. Efek Samping : 1. Gangguan haid : amenore, perdarahan ireguler atau bercak. Penanganan : a. Singkirkan penyebab lain dari perdarahan ( organik ) / Amenore. b. Konseling. c. Bila perdarahan hebat / lama akibat suntikan, maka berikan estradiol tab 25 mcg 3 kali sehari selama 3 hari, atau pil KB kombinasi 1 tab perhari selama 14 hr atau

2. 3.

suntikan estrogen, bila masih belum dapat menolong dapat dilakukan kuretase. Penambahan berat badan. Sakit kepala.

ALAT KONTRASEPSI BAWAH KULIT Implant : terdiri dari 6 kapsul yg terbuat dari elastomer, polydimethylsiloxane dan berisi Levonergestrel ( @ 36 mg ). Batas waktu pemakaian s/d 5 th. Farmokinetik : Pada tahap awal levonergestrel dilepaskan dalam kadar s/d 85 mcg / hari dalam beberapa minggu pemakaian, kemudian kadarnya menurun s/d 50 mcg selama 9 bl dan menjadi 35 mcg / hari s/d 18 bl, selanjutnya dilepaskan dalam kadar 30 mcg/hr. Efektifitas : Angka kegagalan 0.2 % / th s/d tahun kedua, selanjutnya 0.9 % pada th ketiga dan 1.1 % pada th kelima. Daya guna dapat menurun apabila penderita mengunakan obat secara teratur dalam jangka lama misal : barbiturat, fenitoin, fenilbutazon dan rifampisin. ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM ( AKDR ) Adalah alat yg dimasukkan dalam rongga rahim pd masa reproduksi yg bertujuan mencegah kehamilan. Macam / jenis AKDR tersedia 2 type : 1. Inert : hanya tdd bahan dasar Poly ethilen. Contoh : IUD Lippes loop. 2. Medisinalis : terdiri dari bahan dasar poly ethilen dan zat bioaktif misal Mengandung tembaga : Cu.T 380 / 200, ML atau Mengandung Steroid, contoh : Progestasert. Cara Kerja : 1. Menyebabkan perubahan pada endometrium yang berakibat : - Menghambat nidasi. - Mematikan sperma. - Mematikan buah kehamilan. 2. Meningkatkan pergerakan tuba dg akibat tibanya hasil pembuahan terlalu dini dalam rongga rahim. 3. Menghambat perjalanan sperma. 4. Pengaruh zat bioaktif progesteron. - menghambat ovulasi.

- Menghambat nidasi. - Mempengaruhi lendir serviks. Efek samping : 1. Amenore. 2. Nyeri perut. 3. Kehamilan Ektopik. 4. Perdarahan banyak / gangguan siklus haid. 5. Keluhan saat sanggama. 6. Infeksi panggul. 7. Perforasi uterus.

Copper   

T 380 : Angka kehamilan kumulatif : 0,6-2,3. Sebagai metode kontrasepsi sp 8 Th. Bekerja mencegah terjadinya fertilisasi dg memblok bertemunya sperma dan ovum, mengurangi jumlah sperma mencapai tuba dan menginaktifkan sperma.  keuntungan : Sangat efektif, dapat proteksi jangka panjang, kesuburan pulih setelah lepas IUD, murah, cocok untuk ibu menyusui.  Kerugian : resiko PRP, bertambahnya darah haid.

Pemilihan Alat Kontrasepsi yg rasional Dapat digambarkan sbb : Masa Menunda Kehamilan I 20 th Pil AKDR Cara – sederhana

Masa Mengatur Kehamilan ( Menjarangkan Kehamilan ) II a IIB 3-4 30 th AKDR AKDR Pil Suntikan Suntikan Susuk KB Cara Pil -sederhana Cara -sederhana

Pada fase menunda kehamilan dipakai kontrasepsi yg efektivitasnya tinggi dan kembalinya kesuburannya cepat, fase menjarangkan kehamilan selain efektif kontrasepsi yg digunakan tidak menekan laktasi, sedang pada fase tidak hamil lagi kriterianya selain efektif juga jangka panjang. Klasifikasi WHO mengenai penggunaan KB : Klass Tidak didapatkan pembatasan I penggunaan alat kontrasepsi. Klass Suatu keadaan dimana keuntungan II pemakaian melebihi kerugiannya.

Masa Mengakhiri Kehamilan ( Tidak Hamil Lagi ) III a III b 35 th Kontrasepsi Kontrasepsi mantap mantap AKDR Susuk KB Suntikan Suntikan Pil Cara Cara -sederhana -sederhana Pil

Klass III

Suatu keadaan dimana resiko teoritis ataupun yg telah terbukti biasanya melebihi keuntungannya / metode yg tidak dianjurkan dan dipakai bila tidak tersedia yg lebih cocok.

Klass IV

Menunjukkan ada resiko kesehatan sehubungan dg pengunaan kontrasepsi.

Similar documents

Diktat FAI

anang - 869 KB

Diktat Onko Fai

anang - 204.7 KB

Diktat Tala Kurikulum

Yunita Rahmah - 1.7 MB

diktat kuliah mikroprosesor

Chindy Ariany - 433.1 KB

© 2024 VDOCS.RO. Our members: VDOCS.TIPS [GLOBAL] | VDOCS.CZ [CZ] | VDOCS.MX [ES] | VDOCS.PL [PL] | VDOCS.RO [RO]