Diktat Onko Fai

  • Uploaded by: anang
  • Size: 204.7 KB
  • Type: PDF
  • Words: 7,921
  • Pages: 23
Report this file Bookmark

* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.

The preview is currently being created... Please pause for a moment!

Description

RADIOTERAPI

PERSIAPAN SEBELUM RADIOTERAPI

Difinisi : Suatu cara pengobatan dengan menggunakan sinar pengion, yang bertujuan merusak sel-sel abnormal tanpa menimbulkan kerusakan atau gangguan yang berat dan irreversibel pada jaringan sehat disekitarnya.

1.

2.

Pembagian Radiasi pengion :  Elektromagnetik yaitu Sinar X dan sinar gamma, sinar x timbul bila terjadi benturan elektron, sedangkan sinar gamma timbul sebagai akibat desintegrasi inti atom suatu radioisitop.  Partikel yaitu energi partikel baik elektron , alpha,neutron, proton dan meson

3. 4.

5. 6.

Cara kerja : Sinar pengion yang mengenai sel atau jaringan hidup dapat menimbulkan perubahan somatik dan perubahan genetik. Sebagai akibat interaksi sinar pengion dengan molekul - molekul dari sel terbentuk pasangan - pasangan ion yang menimbulkan reaksi biokimiawi dan yang akhirnya dapat menyebabkan gangguan atau berakhirnya proses biologik sel tersebut.

Persiapan pemeriksaan meliputi : a. HB, Leko, Tombosit, LED, hitung jenis. b. gula darah. c. LFT,RFT, bilirubin, kadar elektrolit. d. EKG. e. Urinalisis Anemia dikoreksi lebih dahulu ( kadar minimal 10 g % RSUD Dr. Soetomo ). Bila ada infeksi lokal di terapi dahulu. Pemeriksaan IVP untuk menetapkan fungsi ginjal dan mengetahui apakah ureter terkena proses atau tidak. Pemeriksaan Photo Thorak untuk mengetahui proses metastase. Mempersiapkan mental penderita, tentang penyakitnya, cara radiasi, efek samping, lama dirawat dirumah sakit

Prosedur Perawatan Radioterapi Setelah persiapan radiasi lengkap, maka penderita dikirim ke unit Radioterapi, untuk didaftar. Bila keadaan umum baik , maka radiasi dilakukan secara berobat jalan, sedangkan bila keadaan kurang baik, maka penderita dirawat dulu untuk perbaikan keadaan umum.

Perubahan tingkat seluler yang mungkin timbul ialah sebagai berikut : 1. Kematian langsung sel. 2. hambatan pembelahan sel. 3. Hambatan pertumbuhan. 4. Perubahan kromososm sebagai pembawa keturunan.

Persiapan Pada Hari Radiasi.  Radiasi eksterna : lapangan operasi digambar lebih dahulu sebelumnya atau pada hari radiasi, dan penderita disuruh datang pada jam yang telah ditentukan tanpa persiapan khusus.  Radiasi intrakaviter : a. Pasien di MRSkan di RK 1 hari sebelum pemasangan. b. konsultasi anastesia sehari sebelumnya ( di RSUD Dr. Soetomo tak rutin ). c. Pasien dipuasakan sejak malam hari dan diberikan laxans ( Dulcolax 2 tablet ) dan disuruh buang air besar pada pagi hari sebelum pemasangan radium.

Teknik Radiasi 1. Radiasi Lokal / intrakaviter dapat memberikan dosis yang tinggi pada serviks dan korpus uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan disekitarnya, sehingga dosis ke rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai batas-batas daya toleransinya. 2. Radiasi eksternal. Untuk dapat memberantas metastasis kelenjar dengan efek sampingan ringan diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan distribusi dosis yang merata pada daerah yang lebih luas

KOMPLIKASI RADIASI I. Reaksi Akut 1. Kulit jarang terjadi berupa gambaran folikulitis, deskuamasi disertai keluar cairan. 2. Sistitis diatasi dengan analgesik, antispasmodik, minum banyak. 3. Progtosigmoiditis gejala berupa diare, kramp, tenemus terapi diit rendah serat, antispasmodik, supositoria steroid.

1

4. Enteritis gejala mual, diare. Terapi antispasmodik, antiemetik, untuk sementara penyinaran dihentikan. 5. Sumsum tulang gejala berupa lekopenia dan trombositopenia, biasanya tidak berat

Disesuaikan dengan tujuan terapi yi : kuratif atau paliatif. Tujuan Terapi kuratif adalah : mematikan sel kanker serta yang telah menjalar kejaringan atau KGB sekitarnya, dg tetap mempertahankan sebanyak mungkin keutuhan jaringan shat sekitarnya. Bila sel kanker telah menyebar keluar dari rongga panggul maka radiotx bersifat paliatif. Untuk tujuan kuratif diperlukan metode radiasi gabungan yi : brakhiterapi ( intrakaviter ) dan teleterapi ( rad eksterna ).

II. Reaksi lambat. 1. Proktitis timbul 6 - 24 bulan sesudah radiasi disertai dengan sigmoiditis gejala nyeri tenemus, diare dan konstipasi yang hilang timbul gejala ini bisa timbul bertahun-tahun. Pengobatan diit rendah serat, metamucil, antispasmodik dan analgesik dapat juga enema steroid atau supositoria Belladonna - Opium, bila pengobatan ini tak berhasil atau ada perdarahan perlu dilakukan kolostomi. 2. Fistula rektovaginal diagnosis perlu ditegakkan dengan Ba enema pengobatan dengan kolostomi, diharapkan sesudah kolostomi fistula kecil - kecil akan menutup spontan. 3. Striktura rektum timbul sesudah 5 - 10 tahun post radiasi, karena fibrosis yang progesif pengobatan kalau hebat dengan kolostomi. 4. Sigmoiditis gejala nyeri-kramp pelvis, diaere dan konstipasi yang bergantian pengobatan bila ringan dapat diberikan diit rendah serat, metamucil, minyak mineral, antispasmodik, bila berat perlu dipertimbangkan kolostomi. 5. Nekrosis puncak vagina gejala nyeri hebat, badan lemah, penurunan berat badan, dapat disertai dengan fistula pengobatan bila ada fistula dilakukan operasi dahulu pemberian anlgesik-narkotik. 6. Displasia vagina dapat timbul beberapa tahun yang dapt berkembang menjadi karsinoma insitu dan kanker. 7. Sititis hemoragik jarang terjadi, timbul 10 - 20 tahun post radiasi, biasanya ringan dan dihubungkan dengan infeksi bakteri pengobatan dengan antibiotika, irigasi vesika urinaria dengan asam cuka 0,25% atau larutan AgNO3 encer, bila ada perdarahan perlu dilakukan elektrokauter dengan bantuan sistoskopi. 8. Fistula pada kasus-kasus tertentu dilakukan reparasi umunnya yang diakibatkan oleh radium, sedangkan karena eksternal radiasi dilakukan conduit diversion.

BRAKHITERAPI ( Intra kaviter ) Memberikan radiasi dosis tinggi pd tumor primer,sedang radiasi pd rektum / VU dipertahankan dalam batas toleransi. Metode yang digunakan : A. Konvensional  disini diginakan radium / cesium dg intensitas radiasi rendah. Ra/Ce dipasang secara langsung oleh petugas. Yang termasuk disini : 1. Metode Paris : 2. Stockholm. 3. Manchester. 4. Implantasi interstisial. B. Afterloading. TELETERAPI. Radiasi ini ditujukan terutama pd KGB dan penjalaran parametria kearah dinding panggul. SITOSTATIKA / KEMOTERAPI.

Adalah : segala bahan atau obat yang dapat menekan pertumbuhan ataupun mematikan sel kanker secara fraksional. Dalam Kemoterapi ada bbrp prinsip yang harus diperhatikan : 1. Pertumbuhan kanker, kanker yang berukuran kecil untuk mencapai besar 2 kali ukuran semula / doubling time memerlukan waktu yang lebih singkat daripada tumor ukuran besar ( sesuai kurva Gompertz ). 2. Fraksi pertumbuhan ( growth fraction ) atau sel yang aktif membelah merupakan bagian yang dipengaruhi obat kemotx. Sel yang mempunyai GF besar lebih sensitif drpd sebaliknya, 3. Sel membelah menurut siklus tertentu. 4. Jenis / macam obat dapat bekerja sesuai dengan siklus pertumbuhan sel.

Metode radioterapi pada Ca Serviks :

2

5.

6.

7. 8.

9.

Prinsip pengobatan kemoterapi adalah berdasarkan kurva pertumbuhan menurut Gompertz. Sel tumor yang mati pada pengobatan dg kemotx menurut proporsi yang tetap, sehingga diperlukan pemberian yang berulang. Jadwal pemberian perlu diperhatikan, yakni saat sel normal pulih sedang sel tumor belum. Interval antar seri juga diperhatikan, interval pemberian yang pendek mengakibatkan sel normal belum pulih sedangkan bila terlalu panjang maka sel tumor sudah tumbuh lagi. Kemoterapi berhasil baik bila memenuhi kriteria berikut ini : a. Hanya obat yang aktif terhadap tumor yang diberikan. b. Mempunyai mekanisme yang berbeda untuk mengurangi resistensinya. c. Mempunyai spektrum toksisitas yg berbeda shg dapat diberikan dalam dosis penuh. d. Diberikan secara intermiten dg pengobatan yang intensif.

1. Obat dengan komponen alkil. Cyclophosphamide ( endoxan ), Melphalan ( Alkeran ) Cis dischlorodiaminoplatinum ( Cisplatin ), Carboplastin. 2 Obat Antibiotik anti tumor. Actinomycin D ( cosmogen ). Bleomycin, Mitomycin, Adriamycin, Mithamycin. 3 Obat Anti Metabolit. Methotrexate, 5- Fluorouracil, Hydroxyurea. 4 Obat Alkaloid. Vincristine ( Oncovin ), Vinblastine PERSIAPAN PEMBERIAN CHEMOTX Pemeriksaan yang meliputi dibawah ini :  Darah tepi : HB, Leko, Hitung jenis, Trombosit.  Fungsi Hepar : SGOT, SGPT, Bilirubin, Alkali phospat.  Fungsi Ginjal : Ureum, Kreatinin, Creatine clearence test bila serum creatinin naik.  Audigram terutama yang mendapat cis Platinum ( di RSUD. Dr. Soetomo tak rutin dilakukan ).  EKG terutama Adriamycin ( di RSUD. Dr. Soetomo tak rutin dilakukan )

Obat-obatan sitostatika terutama bekerja pd DNA, cara kerjanya pd sel adalah sbb : 1. menghambat / mengganggu sintesa DNA dan atau RNA. 2. Merusak replikasi DNA. 3. Mengganggu transkripsi DNA oleh RNA. 4. Mengganggu kerja gen.

Syarat pemberian chemoterapi : 1. Keadaan umum cukup baik. 2. Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek samping yang akan terjadi. 3. Faal ginjal dan hati baik. 4. Diagnosis histopatologik. 5. Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi. 6. Riwayat pengobatan ( radioterapi atau kemoterapi ) sebelumnya. 7. Pemeriksaan laboratorium menunjukan HB > 10 g%, Lekosit > 5000/mm. Trombosit > 150.000/mm

Sel tumbuh melalui tahap tertentu dan disebut sebagai siklus sel. Siklus pertumbuhan sel dapat dibedakan menjadi dua, yi : a. Siklus pertumbuhan morfologi : terbagi dalam interfase, pro-meta-ana-telefase. b. Siklus pertumbuhan biokimiawi : terbagi fase G1,S,G2 dan fase M. Penggolongan : Berdasarkan farmakokinetik dibagi 3 yaitu : 1. Obat - obat non spesifik yaitu golongan obat yang mematikan semua sel pada semua siklus. 2. Obat - obat fase spesifik yaitu golongan obat yang mematikan sel-sel dalam fase tertentu dari masa proliferasi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel dalam fase Go. 3. Obat spesifik yaitu golongan obat yang dapat mematikan semua sel, terutama dalam masa proliferasi

Syarat Untuk pemberi pengobatan chemoterapi : 1. Mempunyai pengetahuan chemoterapi dan manajemen kanker pada umumnya. 2. Dilengkapi sarana laboratorium yang lengkap. 3. Mengetahui efek samping yang mungkin terjadi dan dapat mengatasinya. Kontra Indikasi Pemberian KemoTX : Absolut : 1. Kehamilan. 2. KU yang jelek. 3. Infeksi akut / Sepsis.

Berdasar komponen yang dikandung yaitu :

3

4.

Gangguan sistem Hemopoitik.

Obat antiemetik ( primperan inj ) saat sebelum pengobatan sampai 24 jam sesudahnya. Alopesia, penerangan pada penderita 8- 10 minggu akan tumbuh lagi, untuk mengurangi dapat dipakai torniket kepala ½ jam atau pembalut es pada kepala. Stomatitis, timbul hari ke 4 - 14 setelah pengobatan. Diberikan lidokain lokal 2 % atau Nystatin 3x/hari bila disertai infeksi kandida. Alergi, dapat diberikan antihistamin dan kortikosteroid sebelum dan sesudah pengobatan. Toksisitas lokal, Pemberian obat distop, lalu diisap 3-5 ml darah pada tempat suntikan dengan jarum yang sama . suntikan kortikosteroid lalu jarum suntik dilepas kompres hangat selama 60 menit pada daerah ekstravasasi, debrideman dan pembedahan rekontruksi perlu dipertimbangkan bila tetap ada keluhan 2 - 3 minggu setelah ektravasasi.



Relatif : 1. Usia lanjut. 2. Gangguan ringan fungsi organ. 3. Penderita tak kooperatif.

3.

Tujuan : A. Kemotx Penyembuhan atau remisi berlangsung lama. B. Kemotx tambahan ( adjuvant ) adalah kemotx yang diberikan pasca operatif hal ini bertujuan u/ mencapai penyembuhan yang sempurna / mencegah timbulnya residif. C. Paliatif kemotx adalah kemotx yg biasanya diberikan pada kasus yang sudah diobati secara operatif/ radiotx tetapi tidak berhenti malah timbul residif.

4.

5.

6.

Bentuk KemoTX : a. Kemotx tunggal. b. Kemotx kombinasi. Obat obatan yg diberikan diketahui mempunyai efek yang baik diberikan secara tunggal, tetapi bekerja pada siklus sel yg berbeda sehingga banyak sel yg terbunuh. Syarat : 1. Efektif pada tx tunggal. 2. Mempunyai efek spesifik fase siklus yg berbeda. 3. Tidak mempunyai efek samping sama.

Faktor yg Mempengaruhi respon KemoTX : 1. KU ( skor karnofsky ). 2. Stadium penyakit. 3. Lokalisasipenyakit. 4. Sensitifitas terhadap obat obatan. 5. Timbulnya resistensi obat 6. Pengobatan sebelumnya. 7. Adanya ganguan fx organ.

Komplikasi. Komplikasi yang sering pada chemoterapi untuk kanker ginekologi yaitu :  Efek supresi sumsum tulang  Efek gatrointestinal  Efek pada Hati dan Ginjal  Efek pada paru -paru  Efek Alopesia  Efek Toksisitas lokal dan reaksi alergi

Evaluasi Pengobatan dapat dinilai dari lamanya hidup, Simptom dan respon obyektif

KARSINOMA SERVIK Suatu keganasan yang mengenai epitel serviks baik pada ektoserviks ataupun endoserviks A. Angka kejadian : Kanker serviks masih menduduki peringkat pertama diantara tumor ganas ginekologik. umur rata - rata terkena yaitu 30 - 60 tahun, terbanyak 45 - 60 th

Penanganan Komplikasi. 1. Anemia , lekopenia dan trombositopenia dapat diberi kortikosteroid dan androgen. tranfusi darah, pemberian trombosit bila trombosit < 20.000. 2. Mual dan Muntah.  ruangan harus tenang , penderita tak melakukan aktivitas sesaat sebelum pemberian pagi hari, makan dalam jumlah kecil, bila perlu obat antasida dan es krim.

B.

4

Etiologi : Tidak diketahui, diduga penyebabnya adalah :  Sperma yang mengandung komplemen histone  Air mani yang bersifat alkalis  Mycoplasma  Chlamydia

  C.

Virus herpes simplex tipe 2 Virus papiloma

Faktor Resiko : 1. Hub. Sex pertama usia muda. 2. Ganti ganti partner sex. 3. Perokok. 4. Usia > 40 th. 5. Banyak anak. 6. Wanita dg penyakit kelamin. 7. Infeksi HPV. 8. Sosek Rendah. 9. Wanita dg suami tak disunat. 10. Suami dg istri yg lalu penderita Ca. cx.

-

E. -

D. -

Patogenesis : Pengaruh PH vagina yang bersifat asam pada daerah squamo - columnar juntion  metaplasia ( squamous metaplasia ). Bagian lapisan ini akan menjadi daerah yang disebut daerah transformation zone yang rawan untuk terjadinya keganasan. Karena pengaruh bahan - bahan karsinogenik daerah ini akan mengalami displasia ( ringan sampai berat )  anaplasia maka terjadilah karsinoma serviks. NIS/CIN adalah gangguan diferensiasi sel pd lapisan epitel skuamosa cx ,dan mempunyai potensi menjadi karsinoma invasif. Displasia dibagi menjadi 3 tingkatan : 1. Displasia ringan ( NIS I ) : kel. Epitel terbatas pd lapisan basal. 2. Displasia sedang ( NIS II ) : lesi melebihi ½ lapisan epitel. 3. Displasia Berat ( NIS III ) : seluruh lapisan epitel terkena. Sulit dibedakan dg KIS. Catatan : Cervikal intraepitelial neoplasia ( CIN ) dan Neolasia Intraepitel Serviks ( NIS ). 15 % D -R 

-

-

Penyebaran ke KGB al : para servikal / para metria, obturator, iliaka eksterna dan hipogastrika. Penyebaran secara hematogen melalui pleksus vena dan vena para servikal ( jarang / sering pd st. lanjut ). Penyebaran secara hematogen melalui pleksus vena dan vena para servikal : Paru, KGB mediastinum dan supraklavikular, tulang dan hepar.

-

-

Diagnosis : Anamnesa. Gejala klinis, Keputihan, Perdarahan, Rasa nyeri, Gejala lanjut oleh karena penyebaran sel kanker pada organ lain Pemeriksaan  Pemeriksaan ginekologis  Pemeriksaan pap smear  Pemeriksaan Biopsi  Pemeriksaan Kolposkopi  Sitologi  Konisasi  D and C.  Lain lain : Ro, Lab, Rectoscopi dan sigmoidoskpi.

- Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis, klasifikasi histologik sbb : 1. Squamousa karsinoma  Keratinizing dan Non Keratinizing ( small dan large cell ) 2. Adenokarsinoma  Endoservikal, endometrioid, clearsell, serous dan Intestinal. 3. Mixed Ca. Adenosquamous, Glassy sell, adenoid cistic. 4. Undiff Ca. 5. Carcinoid tumor. 6. Malignant melanoma. 7. Malignant non epitelial Tumor.

30 % 45 % 100 % D - S  D-B  KIS  Kanker invasif.

F. Staging klinis dan Penatalaksanaannya : Stad klinis ( FIGO 1976 ) : 1. Klinis. 2. Rontgen ( Paru, tulang, ginjal ). 3. Kuretase endoservix. 4. Biopsi.

Proses keganasan dapat menembus membran basal dan menginvasi stroma serviks. Bila invasi < 3 mm disebut mikro invasi, bila 3-5 mm disebut karsinoma invasif occult. Kejadian karsinoma in situ menjadi invasif sekitar 30-70 % dibutuhkan waktu 10-12 th. Perluasan lesi dapat kedaerah kanalis servikalis, forniks, jaringan Para servikal, parametria, rektum dan vesika urinaria. Dapat juga perluasan ke uterus dan kavum uterus ( 10-30 % ).

Ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan utuk memilih cara terapi, al : 1. Umur penderita. 2. Besarnya tumor. 3. Ada/tidak perluasan ke parame-trium. 4. Ada/tidak perluasan penyakit diluar pelvis.

5

5.

Adanya kebutuhan fungsi seksual.

mempertahankan

tertinggal. Misal : kemotx, hormon tx, radio tx dan pembedahan. c. Terapi Neo adjuvant : terapi tambahan yang diberikan terlebih dahulu sebelum terapi utama dan bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan terapi utama. d. Terapi komplikasi : ditujukan untuk mengatasi komplikasi yang biasa terjadi. Misal obstruksi Tr urogenital, perdarahan, infeksi dsb. e. Terapi Sekunder : terapi untuk penyakit yang menyertai keganasan itu sendiri

G. Penata laksanaan Ca servik pdu : a. Terapi Utama : terapi yang ditujukan kepada penyakit kanker itu sendiri. Misal : Pembedahan, radiotx, kemotx dan hormon tx. b. Terapi Tambahan ( Adjuvant ) : terapi tambahan pada terapi utama untuk menghancurkan sel sel kanker mikroskopik yang mungkin masih

STAD 0

PENATALAKSANAN KIS / NIS / sel ganas belum menembus membrane basale / selaput basal utuh.

1. 2.

I

II

Kanker masih terbatas pada serviks ( perluasan ke korpus uteri diabaikan ). Ia: ca preklinik, di Dx secara mikroskopis I a 1 : Invasi stroma minimal. Ia 2 : sudah menembus membrane basale < 5 mm dan penyebaran horisontal tidak lebih 7 mm.. Ib : Lesi yang berukuran lebih besar dari Ia, baik tampak secara klinik maupun tidak.

Konisasi atau histerektomi total

Operasi radikal. Bila KGB + diberikan Eks. Radiasi 5000 rad / sitostatika kombinasi.

Kanker keluar dari cx, tetapi belum mencapai dinding panggul, mencapai vagina namun 1/3 distal masih bebas. IIA : parametrium masih bebas.

Idem I b.

IIB : Sudah terkena parametrium.

1.

2.

III

IV

Konisasi : Usia muda atau perlu fungsi reproduksi. Simple histerektomi : Usia tua atau tak perlu fungsi reproduksi.

Kanker sudah mencapai 1/3 distal vagina dan mencapai dinding panggul atau semua kasus dg hidronefrosis / afungsi ginjal. III a : Belum mencapai ddg panggul. III b : Mencapai ddg panggul. kanker sudah metastase diluar genetalia interna, baik masih didalam panggul maupun sudah metastase jauh. a. Proses mencapai organ sekitarnya. b. Telah terjadi metastase jauh.

Pemasangan rad intrakavitar dan ovoid 4000 mgh 2 seri dilanjutkan eksternal radiasi. Pengobatan neo adjuvant ( BOM / PVB ) 4 seri dikombinasi dengan radium, dievaluasi bila operabel  operasi, bila tidak  ekst. rad.

Radiasi eksternal / Sitostatika

- Radiasi paliatif ( 4000 cgy )  lengkap ( bila respon baik ) / dilanjutkan kemotx bila jelek. - Pengobatan paliatif dan suportif

seluruh jaringan lemak yg tdp atr for. Obturator s/d percabangan aorta, pembersihan selaput ureter mulai persilangannya dg a. iliaka komunis sp muara ureter pd VU, jaringan para servikal, paravaginal dan 1/3 sampai ½ bagian atas vagina.

Catatan : Prosedur rad. Histerektomi modifikasi wertheim yi pengangkatan uterus dan kedua adneksa, parametrium kurang lebih 3 cm, kgb regional dan

6

    

Radioterapi pada ca. Serviks bertujuan sebagai terapi kuratif dan paliatif. Tujuan terapi kuratif adalah mematikan sel ganas pd seriks dan yg menjalar pada jar. Parametrium serta KGB pelvis dg tetap mempertahankan keutuhan jaringan sehat disekitarnya. Untuk tujuan ini dapat diberikan rad. Intrakaviter dan RE. Bila sel kanker sudah keluar dar panggul maka radioterapi bersifat sebagai paliatif.

Rad Histerektomi kapan dilakukan ? 1. Stad klinik IB-IIA. 2. Umur, belum menopause atau bila kondisi baik < 65 th. 3. Obesitas. Penderita dengan indeks obesitas ( IO ) < 0.7, sedangkan > 0.7 sebaiknya dilakukan ER. IO = BB ( Kg ) + lingk Perut (cm ) / 2 Tinggi badan ( cm ) 4. Tanpa penyulit umum.

Kemoterapi pada Ca. Serviks Bertujuan untuk merusak sel sel tumor ganas melalui intervensi daripada proses molekuler dalam sel sel tumor ganas tampa merusak terlalu banyak sel normal. Kemoterapi pd ca. Serviks dapat berperan sebagai terapi adjuvant dan paliatif.

KANKER SERVIKS ( Post Histerektomi total )

H. Perawatan Penderita. Rawat Inap :  Penderita yang dipersiapkan untuk operasi radikal.  Penderita yang dilakukan konisasi maupun simple histerektomi.  Penderita yang akan dipasang radium.  Penderita yang mendapat sitostatiska.  Penderita yang akan transfusi atau untuk perawatan efek samping obat atau komplikasi yang lain.

-

-

Rawat jalan :  Penderita baru yang dilakukan staging.  Penderita follow up.  Penderita yang mendapat eksternal radiasi.

-

Pada kanker mikro invasif yang telah mengalami histerektomi ekstrafasial dg cuff luas tak perlu tx lanjutan. Bila tidak diberikan intravag 6000 rad ke mukosa vagina. Bila ada residual tumor baik tampak secara mikroskopis / ma  Radiasi eksterna seluruh panggul 2000 rad, parametria 3000 dan intra kaviter 6000 rad. Bila ada residual tumor pada puncak vag  Radiasi ekst seluruh panggul 4000 rad, parametria 2000 dan intra kaviter 6000 rad. Prognosis baik bila diberikan kurang dari 1 tahun setelah tindakan dilakukan.

Pengawasan lanjut. Sering 2 th pertama , jarang setelah 5 th. Morrow dan Townsend menganjurkan pemeriksaan berkala post tx ca serviks : Setiap 2 bl selama 2 th, 4 bl pd th ke 3 dan 6 bl sekali setelahnya. Tes PAP setiap kunjungan. Foto Thorax setiap 12 bl. IVP 6 bl dan 2 th post Tx. CEA.

I. Komplikasi  Yang berhubungan dengan penyakitnya misalnya : obstruksi ileus, Vesiko vaginal fistel, rectovagina fistel obstruksi ureter dan hidroneprosis.  Yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan 1. Operasi : perdarahan, infeksi, lesi pada ureter, buli - buli atau usus. 2. Radiasi : berak darah, cytitis radiasi, hematuria, proctitis radiasi 3. Sitostatika : Mual muntah, diare, alopesia, BB turun, nekrosis pada daerah suntikan. J.

Tepat atau tidaknya pengobatan Respon terhadap pengobatan Status imumologi penderita Gizi, HB, Albumin Faktor psikologis

-

Prognosis Tergantung beberapa faktor  Stadium penyakit kanker

7

Pada setiap kunjungan perlu diketahui adanya perdarahan, nyeri, fungsi GI dan UT, Berat badan. Pem fisik meliputi perabaan KGB inguinal, perabaan abdomen ( hepar ), asites dan pemeriksaan ginekologik.

Bila dipilih operasi maka :  Trimester I / awal TM II : Op radikal janin inutero.  Akhir TM II  Tunggu s/d janin viabel kemudian dilakukan SC + Hist Rad + Limph’ tomi.  TM III : SC + Hist Rad + Limph’ tomi.  NIFAS : Hist Rad + Limph’ tomi.

RESIDIF. Sering terjadi pada stad lanjut yg mendapatkan tx Radiasi. 50% terjadi pada th I dan 75 % pada th ke II. Daerah residif yang sering tekena : 1. sentral ( vag, Cx, uterus, parametrium, VU dan rectum ). 2. Dinding panggul. 3. KGB ( supraklav, inguinal ). 4. Paru paru. 5. Vagina distal. 6. Skelet aksial.

Bila dipilih radiasi : a. Trimester I / awal TM II  Rad intra caviter/ ext rad 3000 rad dan tunggu s/d abortus spontan. Atau histerotomi dilanjutkan dg rad intra cav / ER. b. TM III  janin sudah matur dilakukan SC kemudian ER – Rad Intra cav. c. Nifas  ER – Rad Intra cav.

Gejala Klinis : 1. Penurunan berat badan. 2. Nyeri. 3. Batuk/hemoptisis. 4. Edema tungkai. Diagnosis : 1. test Pap. 2. Sitologi. 3. Biopsi. 4. Radiologik:

IVP, Ba Enema, sigmoidoskopi.

PETANDA GANAS ( TUMOR MARKER ). zat yg diproduksi secara abnormal oleh sel kanker pdu memiliki ikatan polipeptida, sebagai kelanjutan aparat genetik, melalui proses transkripsi dan translasi. Secara bikimiawi dapat berupa : antigen, enzim dan hormon. PG yg diproduksi sel neoplasma dapat non spesifik / spesifik. Manfaat : diagnosis, monitor respon terapi dan meramalkan kemungkinan terjadinya residif pasca terapi.

sitoskopi/

Terapi : 1. Eksenterasi. 2. Radiasi lokal. 3. Reseksi. 4. Radiasi luar.

KARSINOMA SERVIKS DG KEHAMILAN

PG dalam kanker serviks : 1. Carsino Embrionik Antigen ( CEA ). 2. Human Chorionik Gonadotropin. 3. TA- 4.

Penanganan tergantung : 1. Usia Kehamilan. 2. Stadium Klinik. 3. Keinginan penderita dan tipe histologi

LESI PREKANKER ( = NIS ).

Penanganan berdasar stad Klinis, sbb : 1. KIS  tunggu s/d aterm dan persalinan pervaginam, kemudian dilakukan histerektomi. 2. ISD  Konisasi setiap waktu masa kehamilan. 3. Invasif  Pengobatan dilakukan tanpa mempertimbangkan janin kecuali jika janin > 29 mgg. a. Ia :  TM I abortus provokatus + TX ca, TM II awal dilakukan Histerektomi + radiasi atau rad histerektomi.  TM II akhir “ konservatif “

Gangguan diferensiasi sel lap. Ep skuamosa serviks dan mempunyai potensi menjadi karsinoma invasif. tidak semua NIS menjadi karsinoma invasif, sebagian berkurang tingkatannya, sebagian menetap bertahun tahun. A.

b. Ib - II b :

8

Diagnosis. 1. Sitologi. 2. Kolposkopi. 3. Biopsi. 4. Kuretase Endoserviks. 5. Konisasi.

B.

Penanganan. Tergantung pada : letak dan luas lesi, Usia, paritas, keinginan menambah anak, patologi lain pada uterus, sosek dan fasilitas. 1. NIS I – II  bila lesi kecil / terbatas pd ektoserviks maka dilakukan krioterapi selama 3 menit, jika lesi luas / mencapai canalis Servikalis dilakukan diatermi Elektrokoagulasi. Pada lesi yg kecil dan tampak keseluruhan dg kolposkopi penggunaan elektro kauter cukup efektf. 2.

C. -

NIS III. a. Konisasi  dianggap cukup bila batas konus bebas. Perlu pengamatan lanjut yg ketat, insiden reidu tumor 15.4 – 50 %. b. Histerektomi total  di indikasikan pada penderita yang tidak ingin penambahan jumlah anak atau bersamaan dg patologi pada uterus lain dan menunjukkan adanya NIS pada konus setelah tindakan konisasi. c. Krioterapi  bila ada kontra indikasi operasi, dilakukan selama 5 menit.

9

Pengawasan lanjut. Pemeriksaan sitologi / kolposkopi setiap 6 bl, setelah pengobatan lokal dan 3 bl/sekali pada tahun I, 6 bl/ sekali pada th berikutnya apabila dilakukan konisasi/ histerektomi. 5 YSR hampir 100 %.

SKEMA PENANGANAN NIS

SITOLOGI ABNORMAL Terapi Infeksi/ radang. Kolposkopi Tidak memuaskan

Normal

Sitologi mencurigakan/ Abnormal

Abnormal

Sitologi N / mencurigakan / Abnormal

Biopsi + Kuretase endoserviks.

NIS I-II

NIS III

Krioterapi/ elektro koagulasi

cukup anak

ingin anak

Histerektomi

Konisasi

Konisasi diagnostik

NIS I-II

Konisasi diagnostik

NIS III

CIN

Observasi

NIS III

Op/ Radiasi / kemo tx Ingin anak

cukup anak

Ingin anak

Observasi

Hist. Total.

Observasi

NIS I-II Observasi

cukup anak Hist. Total

Prosedur Diagnostik : A. Sitologi. Klasifikasi hasil test PAP. Saat ini dikenal 3 sistem klasifikasi sitologi yi : 1. Klasifikasi / sistem papancolaou. Klas : I : sel normal. II : sel atipik bukan karena keganasan. III : sel curiga keganasan, tetapi tidak khas. IV : sel abnormal sangat mencurigakan ganas. V : dijumpai sel ganas / kanker. 2 3.

Sistem WHO displasia / NIS. Sistem Berthesda.dikenal istilah LSIL = low grade sq intraepetelial lesion meliputi codyloma accuminata dan NIS I, HSIL = High grade squamous IL yg meliputi NIS II, III dan karsnoma Insitu.

B. Kolposkopi : Kriteria Diagnostik : Ada 5 hal yang harus diperhatikan dalam penilaian kolposkopi : 1. Pola pembuluh darah. 2. Jarak antar kapiler. 3. Pola permukaan epitel. 4. Kegelapan jaringan. 5. Batas batas proses. Gambaran Kolposkopi : 1. Normal. 2. Abnormal ( daerah transformasi atipik )  dapat ditemukan epitel putih, punktasi, mosaik atau pembuluh darah abnormal. 3. Gambaran tak memuaskan. 4. Distropi. Indikasi Biopsi : 1. Lekoplakia. 2. Punktasi. 3. Mosaik. 4. Pembuluh darah abnormal. 5. Erosio Vera. 6. Regenerasi epitel dg pembuluh darah tak teratur. 7. Papiloma. 8. Teleangiekasi. Sebagai tindak lanjut temuan test PAP adalah menyingkirkan lesi invasif. Kalau konfirmasi sitologi – kolposkopi – biopsi telah dapat menyingkirkan lesi infasif, maka prosedur diagnostik dianggap sudah cukup. Namun pada

keadaan dimana terdapat diskrepensi sitologi – histo PA maka diperlukan tindakan konisasi diagnostik. Indikasi konisasi dx : 1. Diskrepensi sitologi-histo PA. 2. Kolposkopi dg pandang tak memuaskan. 3. Sitologi adeno ca insitu. 4. Kuretase endoservik positif. 5. Hasil sitologi atau biopsi mikro invasi.

PENYAKIT TROFOBLAST KEHAMILAN. Insiden : 1 : 40.000 dari seluruh kehamilan, Di AS 1 dari 40 mola H akan berkembang menjadi chorio karsinoma. Data yang lain 50 % Chorio ca berkembang dari Mola H, 2,5 % dari KE, 25 % dari abortus dan 22.5 % berasal dari hamil normal. Etiologi : Tidak jelas. Pemeriksaan sitogenetik MH sebagian terbesar mempunyai khromosome 46 XX, dimana 2 khromosome X berasal dari paternal. Hal ini terjadi hasil pembuahan 1 ovum yg abnormal dengan 1 sperma yg haploid kemudian mengalami duplikasi ( diploid ) atau hasil pembuahan 1 ovum abnormal dg 2 sperma ( triploid ). Faktor Resiko : Faktor ras. Umur dan paritas : resiko meningkat dg bertambahnya umur dan paritas. Nutrisi : kurang protein dan As. Folat. Penggunaan Hormonal/ kontrasepsi oral. Penyakit infeksi dan sanitasi yg jelek. Gol darah ( ABO sistem ) HLA. Riwayat Obstetri. Klasifikasi WHO : 1. Peny. Trofoblast jinak ( Mola H ),diagnose berdasar adanya proliferasi trofoblast dan gambaran vili yg hidropik. Kehamilan ada 2 bentuk yg berbeda yi komplit dan parsial. 2. Tumor trofoblast gestasional. a. Mola Invasif ( Koriokarsinoma villosum ). Gambaran umum didapatkan adanya invasi ke miometrium akibatnya dapat terjadi perforasi atau perdarahan hebat dari uterus. Dibedakan dg koriokarsinoma dari adanya gambaran villi, secar histo pa mayoritas tdd sel sel trofobast intermediate.

b.

c.

Korio carsinoma. Pada korio ca terdapat elemen sinsio maupun sitotrofoblast, namun tidak terdapat gambaran villi. Plasental site throfoblastik tumor ( PSTT ). Berasal dari jaringan pd tempat implantasi plasenta dan terutama terdiri atas kelompok sel monomorfik yg dibentuk oleh sel sel trofoblastintermediet dan sebagian kecil sitotrofoblast serta sedikit sekali sinsiotrofoblast, sehingga gambarannya

berbeda dg korio ca dimana PSTT kadar hCG rendah walaupun masa tumornya besar. Terapi utamanya histerektomi karena PSTT relatif resiten thd kemoterapi. Klasifikasi klinis : 1. Penyakit Trofoblastic Gestasional ( GTD )  Termasuk disini Mola hidatidosa, Mola invasive, Koriokarsinoma dan PSTT. 2. Tumor trofoblast Gestasional ( GTT ). 3. Metastatic Trofoblastic disease.

DD : Mola Hidatidosa ( MH ) Kompit dan Partial. MH Komplit Karyotiping

46 XX / 46 XY

Villi

Semua villi hidrops

Pembuluh darah villi

Jarang ditemukan, jika ada tak ditemukan sel darah janin. Hiperplasia difus dg berbagai derajat

Jaringan janin. Sel Trofoblast

NB :

MH Partial 69 XXX, kadang trisomi, jarang diploid Villi normal dapat ditemukan. +

+ Hiperplasia partial.

ringan

dan

Resiko keganasan setelah mola komplit sebesar 15 – 20 %, sedangkan pd parsial mola 5 %. Diagnosis dan Pengelolaan : I. Mola Hidatidosa.  Diagnosa :  Klinis : Amenorhoe, perdarahan pervaginam, uterus lebih besar dari usia kehamilan, tidak ditemukan tanda pasti kehamilan / tampak gelembung mola, kista lutein, hiperemesis, hipertyroid, gangguan nafas.  USG.  Pemeriksaan lanjutan  cari kemungkinan adanya komplikasi lain misal HDK / Tyrotoksikosis. Dugaan tirotoksikosis dapat berdasar gejala klinis : 1. nadi istirahat > 100 x/men. Tanpa ada sebab lain misal hb <7 atau febris. 2. Besar uterus > 20 mgg dan kadar hCG > 300.000 mlU/ ml. Dugaan tirotoksikosis dapat mggnk rumus D = 6.73126 + 0.5250820 x FU – 01926827 x Nadi  bila hasil D < 0 berarti ada tirotoksikosis ( syarat FU < 20 mgg, Kadar Hb < 7 dan tak ada penyakit sistemik lain ).  Laboratorium : beta Hcg, T3/4, TSH, DL/UL dan Foto Thorax.  Konsult bagian lain ( komplikasi + ) dan persiapan operasi bila ada indikasi.  Pengelolaan : 1. Perbaiki keadaan umum dan atasi penyulit. 2. Evakuasi  langsung kuretase tanpa/ dengan pemasangan laminaria, tanpa pembiusan, dan dilakukan pemeriksaan PA. 3. Transfusi darah. 4. Histerektomi totalis ( px gol resiko tinggi, dilakukan dg mola intoto / beberapa hari paska evakuasi ) 5. Terapi profilaksis : kebijakan pemberian kemotx profilaksis pada px dg resiko tinggi al usia > 35 th, Fu > 20 mgg, hasil PA didapatkan proliferasi berlebihan dan beta hCG pra evakuasi > 100.000 mlU/ml atau penurunanan beta hCG sangat lambat, kadar beta hCG yg semula turun kemudian meningkat lagi atau menetap ( plateau )  MTX 20 mg/hr i.m dan Folic Acid 5 mg/hr im diberikan

6.

selang 12 jam, selama 5 hari, ( ada yg mgnk dosis 50 mg / hr ) atau  Act-D 0,12 / kg BB / hr im selama 5 hari ( 0.5 mg / hr ).  Kemoterapi profilaksis diberikan 1 seri. Follow Up : dilakukan selama 12 bulan. 1 th paska evakuasi px dianjurkan jangan hamil mggnk Kondom / sistem kalender, pil dgnk setelah fungsi haid/kadar B Hcg normal.

II. Penyakit Trofoblast Ganas.  Diagnosis :  Klinis : Px paska mola , abortus/ khml aterm dtmk perdarahan tak teratur, Subinvolusio, Benjolan kebiruan di Vulva / vagina, sesak/ batuk darah/ ggn SSP.  Penyimpangan Laboratorium paska evakuasi mola :  4 mgg  > 1000 m IU/ml.  6 mgg  > 100 m IU/ml.  8 mgg  > 30 mIU/ml. ( atau kadar B Hcg menetap / tidak turun atau meningkat selama 3 mgg berturut-turut )  Pemeriksaan Histo PA.  Pem radiologi : foto thorax, HSG, USG abd dan Ct scan. 

Gambaran Patologis : Makroskopis : Tumor berbentuk noduler, konsistensinya lunak, berwarna ungu dan tidak rata. Invasinya sangat cepat sehingga dapat menyebabkan nekrosis dan perdarahan. Lesi dapat ditemukan di vagina, parametrium dan lig. Pelvis.



Stadium penyakit Koriokarsinoma ( FIGO ) 1992 : Stad I : Terbatas uterus. Stad II : Metastasis ke vagina dan parametrium / keluar dari uterus tetapi terbatas organ genitalia. Stad III : Metastasis ke Paru paru. stad IV : Metastasis ke organ lain.

 

 

A : tanpa faktor resiko. B : Satu faktor resiko. C : Dua faktor resiko.

Faktor resiko : 1. HCG > 100.000 m IU/ml. 2. Durasi penyakit > 6 bl sejak terminasi kehamilan. 

Skor Prognosis menurut WHO : Resiko rendah : < 4 Resiko sedang : 5 - 7 Resiko Tinggi : > 8  Pengobatan A. Khemoterapi. 1. Resiko rendah : ( kemo tx tunggal )  MTX dosis rendah/tinggi.  Act-D  Etoposide. 1.

1.

Resiko sedang : kemo tx ganda.  MTX /folic acid + Act-D ( MA ).  Act-D + Etoposide.( AE )  ME.

Resiko Tinggi : ( > 8 )  EMA.  EMA + Siklopospamide + Onkovin ( EMACO ).  MA + Klorambusil.  MA + Siklopospamide. Catatan : Respon yang adekuat suatu terapi didefinisikan sebagai adanya penurunan beta hCG sebesar 1 log setelah satu seri tx tsb. Pemberian dilanjutkan hingga beta hCG normal dan ditambahkan 1 seri lagi ( after coarse ).

B. Pengobatan tambahan : 1. Operasi  Histerektomi pada px uterus > 14 mgg terutama usia > 35 th, perdarahan pervaginam yg tak teratasi, sitostatika gagal. 2. Radiasi  Atas indikasi perdarahan yang disebabkan metastasis ke vag / cx yg tak teratasi. Pengawasan : dilakukan selama 12 bl. Pengwasan dilakukan secara berkala setiap 2 mgg s/d 12 mgg, kemudian tiap bulan s/d 6 bl dan tiap 2 bl s/d bl ke 12. Foto Thorax dilakukan bl 6 dan 12. Dinyatakan tidak ada pertumbuhan jaringan trofoblast baru apabila dengan menggunakan IRMA selambat-lambatnya mulai minggu ke 12 pasca evakuasi s/d 12 bulan pasca evakuasi kadar beta hCG serum penderita < 5 mIU/ml Sampai dengan 1 th px dianjurkan jangan hamil dulu dg KB kalender/ kondom. Pil digunakan jika haid/ hcg telah normal dan penggunaan suntikan atau IUD tidak diperbolehkan. Prognosis : Angka kesembuhan pada korio ca non metastase setelah mendapatkan terapi yg intensif mencapai 100 %, sedangkan pada kasus yg mengalami metastase 65 – 90 %.

SISTEM SKOR BERDASAR FAKTOR PROGNOIS .

SKOR FAKTOR PROGNOSIS

0

1

Umur Kehamilan sebelumnya. Periode latent ( bl )

<39

> 39

MH

ABORTUS

ATERM

4

4-6

7 - 12

> 12

104 - 105

> 105

Beta Hcg ABO ( wanita x pria ) Besar tumor

< 10 3

103 - 10

2

4

3

AXA/AXB/AXAB

OXA/OXA

B /AB

<3

3 - 5 cm

>5

Limpa / ginjal

usus / hati

Otak

1-4

4-8

>8

Tempat metastasis Jumlah metastasis Tx / sitostatika sebelumnya

Tunggal

2 / lebih.

Protokol terapi menurut NETDC ( New England Trophoblastic Disease Center ) Stage

Risk

Initial

I

IV

: kemotx tunggal atau Histerektomi + kemotx.

Resisten : kemotx tunggal histerektomi + kemotx, reseksi lokal. Rendah

II dan III

Treatment

Tinggi

Initial

Resisten

Initial : kemotx tunggal. Resisten : kemotx tunggal Initial : kemotx kombinasi. Resisten : second line kemotx kombnasi. Kemotx kombinasi, Otak : whole heat irradiation 3000 cGY, kraniotomi u/ manajemen komplikasi dan reseksi liver u/ manajemen komplikasi. Second line kemotx kombinasi, hepatik arterial infusion.

KANKER OVARIUM. Etiologi ??? Faktor Resiko : 1. Umur. 2. Ras dan etnis. 3. Paritas. 4. Fertilitas. 5. Riwayat haid. 6. Pemakaian hormon. 7. Lain lain mis : radiasi, bahan kimia, asbes dll. Klasifikasi : I. Tumor non Neoplastik  bhbg proses ovulasi disebut sbg kista fungsional. Termasuk disini : Kista folikel, kista corpus luteum, kista lutein dan kista stein levinthal. II. Tumor Neoplastk Klasifikasi Tumor Ovarium menurut WHO : 1. Epitelial. 2. Tumor stroma sex cord. 3. Tumor Sel lipoid. 4. Tumor sel germinal. 5. Gonadoblastoma. 6. Tumor jar lunak unspec ovarium. 7. Tumor unclasif. 8. Tumor sekunder/ metast. 9. Kondisi mirip tumor.

Epidemiologi : 90 % Ca. Ovarial jenis epitelial, sedangkan menurut histologis 40 % jenis serosum, 20 % endometrioid, 10 % musinosum, jenis lain sekitar 15-20 %.

Stadium kanker menurut FIGO. STA D

Keterangan

I Ia Ib Ic

Terbatas pada ovarium. 1 ovarium, kapsul utuh, asites ovarium, kapsul utuh, asites diatas, + asites, kapsul pecah dan jar tumor pada permukaan ovarium.

II

Pada 1 atau 2 ovarium dengan ekstensi pada pelvis. a. metastase ke uterus dan / tuba. b. Ekst jar pelvis lain. c. diatas, + asites, kapsul pecah dan jar tumor pada permukaan ovarium Didapatkan penyebaran pada kavum abdoment meliputi permukaan hepar, pelvis, usus atau KGB para aorta dan omentum.

III

IV

Didapatkan penyebaran pada parenkim hepar , paru ( efusi ) atau penyebaran diluar abdomen lain.

Kriteria respon terapi : 1. Respon komplit : hilangnya secara menyeluruh penyakit baik visual / gross ataupun dengan sitologi cairan peritoneal negatif. 2. Respon parsial : berkurangnya minimal 50 % dari sisa masa tumor atau hilangnya seluruh masa tumor namun ditemukan sel ganas pada secara sitiologi. 3. Tidak berubah/ stabil : bila didapatkan perubahan masa tumor namun kurang 50 %. 4. Progresif : bila volume tumor membesar lebih dari 25 % Atau timbul tumor baru. Pola penyebaran KO : 1. Ekstensi secara langsung . 2. Penyebaran mel. Kel. Limfe. 3. Penyebaran intraperitoneal. Gejala klinis : Sering asimtomatik. Gejala klinis pdu ok :

1. 2. 3.

pembesaran abdomen ( ok massa tumor/ asites ). Gejala penekanan dg struktur sekitarnya. Gejala bhbg dg komplikasi tumor misal torsi, ruptur/pecah, syok ok perdarahan tumor, gejala akibat sekresi hormon.

Penatalaksanaan terapi : 1. Terapi bedah. 2. Kemoterapi dan radioterapi. Sewaktu Staging laparotomi harus dilakukan : 1. Palpasi alat alat dalam pelvis dan abdomen. Hepar dan Diafragma. Permukaan pelvis, peritoneum, mesenterium dan mesokolon. Kel. Pelvis dan para aorta. Permukaan usus halus dan usus besar. 2. Cucian peritonel ( daerah CD, parakolon dan subdiafragma ) 3. Biopsi permukaan peritoneum ( daerah atipik dan yang tang tampak normal ) Pemeriksaan kel. Pevis dan Paraorta ( biopsi ) Pemeriksaan diafragma, biopsi bila ada kelenjar dibawah difragma. Hepar ( dilakukan bila tampak metastase ) Omentektomi ( daerah gastrokolon, suprakolon dan infrakolon ) Monitoring terapi : A. Second Look laparotomi. Dilakukan setelah pemberian kemotx 6-12 seri, hal ini u/ mntk apakah telah terjadi respon komplit dipandang dari sudut bedah maupun patologi

Indikasi SLL : a. melihat komplit respon post kemotx. b. Post op kesulitan dalam menilai sisa masa tumor. c. Untuk menilai stable disease maupun partial respon terhadap kemotx, jika sisa tumor masih mungkin dapat diambil. d. Pada kasus KO selain Stad I grade I dimanan dalam mntk staging laparotomi pd awal pembedahan belm optimal. Keuntungan SLL :  dapat segera menghentikan meneruskan pengobatan.

ataupun

  

Dapat memberikan keterangan ttg prognosis penyakit. Dapat melakukan pengangkatan sisa masa tumor. Dapat menyusun strategi tx selanjutnya.

Prosedur SLL : 1. Explorasi abdomen dan abdomen secara cermat dan metodik. 2. Pengambilan jar peritoneum daerah pelvis/ abdomen u/ patologi. 3. Biops semua target lesi. 4. Pengambilan residual omentum. 5. Reseksi pangkal ovarium beserta peritoneum. 6. Appendektomi. 7. Diseksi partial Nn 11 pelvis dan aorta. 8. Pengangkatan sisa uterus dan kedua adneksa. 9. Reseksi sisa Ca. 10. Mencari reseptor hormon pada sisa tumor. 11. Reseksi cul de sac peritonem, perlekatan pd usus besar dan sedikit peritonem dari paracolik. B. Tumor marker. Dapat digunakan skrening / penapisan, management dan monitoring keganasan.

dx,

Tumor Jenis Epitelial CA 125, CEA. Non Epitelial : hCG, AFP, HPL , LDH Prognosis : Tergantung faktor stadium, jenis dan grade histologi dan respon tx. Faktor lain usia, ras, jumlah asirtes, sisa tumor, lateralitas dan kualitas penanganan. FIGO 1988 5 YSR : rata rata 34.9 % St I : 72.8. St II : 46.3. St III : 18.6. St IV : 4.8 KO. Usia muda : Tersering jenis sel germinal, menyusul endodermal sinus tumor atau jenis teratoma imatur dan jenis Epithelial. 1. Dysgerminoma. merupakan “ ovarian embrional tumor”. Jenis Germ sel tersering ( 40 % ) dan 35 % keseluruhan keganasan ovarium.

-

-

-

-

Sering terjadi pada stadium awal dan terbatas pada 1 ovarium. Hanya 16 % saja yang bilateral. ¾ kasus ditemukan pada stad. I. Kadar LDH meningkat, sedang AFP/hCG tak ditemukan. Bersifat Radio sensitif, penyebaran secara limfatik dan prognosisnya memburuk jika diameter > 10 cm. Tumor ini bersifat extrem radiosensitif. Pengobatan : Unilat. Overektomi, Unilat overektomi + radiasi, terapi radikal dengan atau tanpa radiasi. Pada wanita yang menginginkan fungsi reproduksi : pembedahan konservatif + khemotx ( adjuvant ). Tidak ada perbedaan angka ketahanan hidup antara tx konservatif dan radikal. Jika telah dilakukan USO untuk mempertahankan fx reproduksinya, pengangkatan uterus dan ovarium kontralat setelah mempunyai anak cukup.

2. Endodermal sinus tumor. merupakan tumor ekstra embrional. 22 % dari keganasan jenis germ sel. Dapat terjadi dari usia 14 bl – 45 th, rata rata 19 th. Hampir selalu unilat, 30% stad Ia, 84 % mengalami metastase. Bersifat kemosensitif, relatif radioresisten. Hampir semua px meninggal setelah 2 th tumor terdiagnosa. Menghasilkan AFP 100 % kasus (  Petanda Tumor ). Angka kesembuhan terapi bedah konservatif dan terapi radikal tanpa kemotx tidak dapat dibedakan. Terapi ideal:TAH - BSO + appendektomi + omentektomi dilanjutkan sitostatika kombinasi 12-18 bl. ( USO mungkin dapat tx pilihan ). Sebaiknya second look lap. 3. Teratoma imatur. - 15-20 % dari keganasan jenis germ sel. - Dapat terjadi usia 14 bl-40 th. Hampir selalu unilat dan tidak memiliki aktifitas hormonal. - Biasanya solid dan derajat keganasan ditentukan dg pemeriksaan histo PA. - Terapi seperti EST. Kemo TX : PVB.

4. 5. 6.

Malignant musinous tumor. Boerderline malignancy. Granulosa sel tumor. Paling sering prepubertas, dan dapat menyebabkan pubertas precox. 95 % kasus unilat dan 85 % dalam stad. I. Tumor ini menghasilkan estrogen sehingga dapat menimbulkan gejala perdarahan pervaginam ataupun dapat menimbulkan pubertas praecox. Terapi : pada wanita u > 35 tah bso, appendektomi dan omentektomi. Pada wanita muda dilakukan uso dan biseksi dan biopsi ovarium kontrlat. Tindakan radikal dilakukan bila sudah mempunyai anak cukup. Tumor ini bersifat radiosensitif dan terapi VAC cukup efektif.

KANKER OVARIUM EPITEL BORDERLINE Gambaran Histopatologi. Suatu neoplasma tanpa mengadakan invasi pd stroma, tapi menunjukkan tingkat proliferasi yg lebih besar dari kista ovarium yg jinak. Juga tampak derajat stratifikasi sel epitel yg tidak normal, peningkatan aktifitas mitosis, inti yg abnormal, sel yg atipik tanpa disertai adanya invasi pada stroma. Gambaran klinis. Sering ditemukan terbatas pada satu atau kedua ovarium ( Stad. I ), dan cenderung tetap terbatas pada 1 ovarium saja untuk waktu yg lama. KOEB sering terjadi pada usia “pre menopause” ( 30 – 50 th ). Penatalaksanaan. Prinsip terapi  pembedahan tumor primer. -

Bila penderita sudah berusia ( tak membutuhkan fungsi reproduksi ) dilakukan TAH + BSO, omentektomi, pembasuhan rongga peritoneum, biopsi multipel ( daerah yg di standarisasi ) serta debulking tumor. Untuk jenis musinosum direkomendasikan appendektomi.

-

Pada penderita yg masih memerlukan fungsi reproduksi bila tumor diyakini masih terbatas hanya pada 1 saja dapat dilakukan USO, asal disertai prosedur penentuan stadium pembedahan yg adekuat. Sedang bila tumor

telah mengenai kedua ovarium dipertimbangkan bilateral ooferektomi. Pengobatan Pasca Bedah. Pada KOEB st I setelah pembedahan definitif tidak ada perbedaan yg bermakna antara mendapatkan pengobatan adjuvant maupun yg tidak.

KO yg menggunakan diantaranya : 1. KO jenis Epitel : a.

PT

u/

pengelolaannya

CA-125. -

Sensitivitas CA 125 sebagai PT hanya + 60 % pd KO st I-II, namun bila diukur secara serial atau dikombinasi dg USG akan menjadi lebih baik.

Pada kasus KOEB st lanjut pasca bedah ( debulking ), saat ini belum ada protokol baku untuk terapi ajuvan selanjutnya. Pemberian berupa adjuvant trapi berupa kemoterapi maupun radiasi tidak jelas meningkatkan survival.

-

Douglass, menggunakan RIA mendapatkan kadar CA 125 diatas 35 IU/ml sekitar 80 % kasus dg KO, 26 % pada tumor jinak ovarium dan 66 % pd kondisi bukan keganasan, 3 % pada wanita yg sehat.

Kekambuhan KOEB Untuk jenis musinosum, biasanya lebih sering terbatas pada 1 ovarium saja, sehingga pd waktu relaparotomi jarang stadiumnya meningkat bila dibandingkan jenis serosum.

-

Sebagai skrining Ca 125 masih banyak keterbatasannya, namun apabila digabungkan dg pemeriksaan serial, USG dan pemeriksaan ginekologi hasilnya lebih baik.

-

-

Kekambuhan KOEB serosum st I yg dilakukan tindakan kistektomi unilateral, sebesar 8 – 15 % dalam waktu 2 - 8 th kemudian.

-

Kekambuhan relatif sering terjadi pd kasus yg pd penanganan pertamanya memang dalam st lanjut.

PREDIKSI KEGANASAN PRABEDAH KANKER OVARIUM A. Secara Klinis. 1. Faktor Umur. 2. Besar tumor. 3. Wanita beresiko tinggi. a. Site specific familial ovarian cancer. b. Hereditary breast / ovarian familial cancer syndrome. c. Lynch II syndrome. B. Secara Ultrasonografi. C. Petanda tumor. Pada KO substansi yg dapat digunakan sebagai PT adalah :  Antigen onkofetal : AFP, CEA  sering digunakan pd KO jenis sel germinal.  Hormon Plasenta : hCG  pd KO jenis sel germinal dan trofoblast.  Enzym : LDH.  Glikoprotein, terutama yg berada dipermukaan sel : CA 125, CA 72-4, SCC pada KO epitel.

b. CA 19-9. Ditemukan peningkatan kadarnya pd KO epitel terutama jenis musinosum, namun sedikit kaitannya dg jenis histo PA yg lain. CA 72-4. Pemeriksaan dg CA 125 dapat mengurangi hasil positif palsu. CA 72-4 memiliki sensitivitas lebih tinggi dg CA 125 terhadap KO epitel musinosum. c. Carcino Embrionic Antigen ( CEA ). Peningkatan CEA sering dijumpai pd adenokarsinoma musinosum baik dari ovarium maupun digestif atau adenokarsinoma serviks. d.

LASA – P ( Lipid Associted Sialic Acid ). Berguna keperluan pemantauan pengobatan KO epitel bila digabung dg PT lain.

2. Tumor sel germinal. a.

Alfa Feto Protein ( AFP ). Dapat meningkat baik pd tumor ginekologi maupun non ginekologi. Pada kasus ginekologi terutama digunakan dalam menangani tumor ganas germinal jenis sinus endodermal dan kanker sel embrional. Sensitvitas pd st awal ( I – II a ) 60 % dan untuk st selanjutnya 65-80 %. Untuk memantau hasil tx, AFP berkorelasi dg respon terapi ( residu

tumor ) sehingga dapat dipertimbangkan perlunya tindakan operasi second look.

granulosa ( 100 % ), adeno ca musinosum ( 89 % ) dan adeno ca serosum ( 18 % kasus ). Sepertiga kasus tumor jinak ovarium kadarnya dapat meningkat. Alfa inhibin dapat digunakan untuk pemantauan setelah terapi pd karsinoma sel granulosa.

b. Beta hCG. 3. Karsinoma sel granulosa. a.

Estradiol.

b.

Alfa Inhibin. Kadar meningkat ( > 122 U/l ) pada wanita dg karsinoma sel

c.

Anti Mullerian Hormon (AMH)

Tata laksana tumor ganas ovarium Epitelial St dan Gradasi tumor Tumor Borderline St I, II a St II b-III

Karsinoma St I a, grade 1, adhesi – St I lainnya, II a-b yg dapat dilakukan operasi. Kasus lainnya

A.

Tata laksana terapi USO / TAH BSO tergantung status reproduksi. Operasi reduksi masa tumor. Jika didapatkan implantasi  kemo tx. Pengawasan untuk terjadinya progresifitas. USO/ TAH-BSO tergantung status reproduksi. Tanpa tx adjuvant. 1.

CAP atau CP 6-8 siklus atau.

2.

Radiasi seluruh kavum abdoment atau.

3.

Intraperitoneal P32.

CAP atau CP 6 siklus  relaparotomi ( SLL ) Lanjutkan kemotx 6 siklus bila didapatkan surgical CR atau sisa tumor mikroskopis.

ONKOLOGI. 1. Ca Servix II B / I B / II a definisi, terapi dan prognosisnya.apa yang mempengaruhi prognosis Ca serviks. 2. Apa yang dimaksud dengan ; a. Staging laparotomi. b. Second Look laparotomi dan Indikasnya ???

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

c. Terapi paliatif. d. Adjuvant maupun neo adjuvant terapi. e. Komplit / Partial respon. f. Tumor marker. Chorio Ca stad III, definisi, pembagian berdasar apa dan jelaskan. Choro Ca st II, def, ada kelompok rendah, sedang dan tinggi hal tsb berdasar ? apa terapi masing masing kelompok tsb. Kasus wanita 20 th, tumor ovarium kiri, diameter > 10 cm, asites +, oleh SpOG telah dilakukan SOD, PA EST. bagaimana penatalaksanaan selanjutnya. Kasus wanita 16 th dngan kistoma ovarii 20 x 20 cm ( kiri ), asites +, bagaimana tatalaksana selanjutnya. Kasus nona 20 th, kistoma ovarii diameter 10 cm, telah dilakukan SOD, asites +. Bagaimana tatalaksana selanjutnya. Nn 16 th Post SOD PA teratoma maligna apa tindakan saudara selanjutnya. Apa itu Borderline malignancy pd kanker jenis epitel ovarium dan bagaimana tatalaksananya ??? Sebutkan secara lengkap pembagian Ca ovarial menurut histo PA dan sebutkan masing masing tumor markernya. Beda prinsip GTD dan non GTD. Apa terapi selanjutnya dengan hasil PAP test menunjukkan klas V. Gadis 20 th  Disgerminoma ??? Chorio Ca  staging dan skor WHO, kapan dilakukan pembedahan dan kapan dinyatakan sembuh. Sebutkan macam macam penyakit trofoblast yg anda ketahui dan karakteristik masing masing. Pada pemberian MTX dosis tinggi diberikan folinic acid apa alasannya dan bagaimana cara pemberiannya ?? Ca Cx I b, tumor sebesar 5 cm, PA adeno sq Ca bagaimana pengobatannya ???. Apa yang dimaksud petanda tumor dan sebutkan PT pd tumor ganas ovarium !! Faktor faktor resiko Ca CX ???. Apa peranan kemo tx pd Ca CX ???

17. 18. 19. 20. Apa yg dimaksud dg kurva Gompertz pada onkologi.

Similar documents

Diktat Onko Fai

anang - 204.7 KB

Diktat FAI

anang - 869 KB

Diktat Tala Kurikulum

Yunita Rahmah - 1.7 MB

diktat kuliah mikroprosesor

Chindy Ariany - 433.1 KB

© 2024 VDOCS.RO. Our members: VDOCS.TIPS [GLOBAL] | VDOCS.CZ [CZ] | VDOCS.MX [ES] | VDOCS.PL [PL] | VDOCS.RO [RO]