ARTIKEL FILSAFAT - EVA NURUL H.S - 18381012051docx

  • Uploaded by: MOH SAPRIL TRIYANTO
  • Size: 113.7 KB
  • Type: PDF
  • Words: 1,480
  • Pages: 6
Report this file Bookmark

* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.

The preview is currently being created... Please pause for a moment!

Description

ARTIKEL ILMIAH FILSAFAT ISLAM “ PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN TUJUAN FILSAFAT ISLAM ” Oleh : EVA NURUL H. S NIM. 18381012051 MAHASISWA PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH IAIN MADURA 20211 ABSTRAK Periode Klasik (650 - 1250M) sejarah Islam merupakan zaman kemajuan dan dibagi ke dalam dua fase. Pertama, fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650 - 1000M). Di zaman inilah Islam meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur. Daerahdaerah itu tunduk kepada kekuasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damsyik dan terakhir di Bahgdad. Di masa ini pulalah berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun dalam bidang non-agama, dan kebudayaan Islam. Zaman inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar seperti Imâm Mâlik, Imâm Abû Hanîfah, Imâm Syâfi’î dan Imâm Ibn Hambal dalam bidang hukum, Imâm alAsy’arî, Imâm al- Maturidî, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil bin ‘Ata’, Abû al-Huzail, al- Nazzâm dan al-Jubba’i dalam bidang teologi, Zunnun al-Misrî, Abû Yazîd al- Bustâmî dan al-Hallaj dalam mistisisme dan tasawwuf, al-Kindi, al-Farâbi, Ibn Sinâ dan Ibn Miskawaih dalam filsafat, dan Ibn al-Haysam, Ibn Hayyan, al- Khawarizmi, al-Mas’ûdi dan al-Râzî dalam bidang ilmu pengetahuan. Kata Kunci : Ibn al – Razi, Filsafat, Ilmu Pengetahuan

Eva Nurul H. S, Mahasiswa Progam Studi Pendidikan Agama Islam IAIN Madura Semester Enam 1

PENDAHULUAN Perbincangan mengenai kenabian telah ramai diperdebatkan sekitar abad ke-8 M. Hal tersebut dikarenakan beberapa tokoh dan pemikir yang menentang adanya kenabian. Menurut mereka, kenabian merupakan konsep yang tidak perlu diyakini dan difahami secara akal manusia. Ibn Zakariya al-Razi misalnya, dalam bukunya Prof. Hasimsyah Nasution dikatakan bahwa peran Nabi telah digantikan oleh akal manusia.2 Oleh karenanya, manusia tidak lagi memerlukan Nabi sebagai pembimbing dan penyambung pemahaman ajaran Islam. Karena akal manusia sudah mampu mewakili Nabi dalam konsep ketuhanan.3 Hal serupa juga diungkapkan Ibn Ruwandi. Menurutnya, akal mampu menjadi sarana manusia untuk mengetahui baik dan buruk atas sesuatu. Maka, mengirimkan utusan khusus untuk manusia dengan tugas risalah kenabian dipandang tidak perlu lagi. Sehingga konsep kenabian menjadi tidak begitu perlu dalam keyakinan manusia. Dan pada akhirnya, mereka menolak adanya kenabian secara terang-terangan dan lebih anehnya, pendapat ini diikuti oleh beberapa Muslim sendiri. PEMBAHASAN A. BIOGRAFI FARKHRUDDIN AL - RAZI Nama lengkap beliau adalah Muh}ammad bin ‘Umar bin alH}usein bin al-Husein bin ‘Ali al-Tamimi al-Bakri al-Tabaristani al-Razi yang dikenal dengan “Farkhruddin al-Razi”.6 Kata al-Bakrī di akhir namanya adalah nisbah kepada Sayyidina Abu Bakar al- Siddiq khalifah pertama setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Maka, jika ditelusuri silsilah keturunannya, akan bersambung ke atas dari Farkhruddin al-Razi lalu ayahnya hingga sampai ke Abu Bakar al-Siddiq. 4 Ia hidup pada abad ke-6 Hijriyah, yaitu antara tahun 544-606 H. Tepatanya lahir pada tanggal 15 Ramadhan tahun 544 H di kota Ray yang merupakan salah satu daerah terkenal di Dīlm dekat dengan dengan Khurasan.5 Hamsyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta; Gaya Media Pratama, 1999), 34 Abdu al-Rahman Badwi, Min Tarikbi al-Ilhad fi al-Islam, (Kairo: Sina li al-Nasyr, 1945), 234 4 Syamsuddin Muhammad bin ‘Ali al-Diwudi, Tabaqat al – Mufassirin, (Kairo; Maktabah al – Madani, 1986), hlm 216 5 Ibid. 2 3

Ayah al-Razi bernama Diya’ al-Din yang merupakan salah satu dari ulama’ besar di daerah Ray dan khatib disana. Beliau juga seorang Faqih dalam madzhab Syafi’i yang sangat menguasai ilmu perbandingan madzhab dan us}ūl al-fiqh. Dari Ayahnya, al-Razi banyak belajar tentang ilmu madzhab fiqh sejak kecilnya, sehingga dari kecil beliau sudah hidup dalam lingkungan yang berpendidikan, disiplin, berbudi dan penuh fadhilah.9 Al-Razi wafat di Herat pada hari Senin, bulan Syawwal tahun 606 H/1209 M dikarenakan sakit hingga menjelang ajalnya. B. PERJALANAN DAKWAH AL - RAZI Ketika menginjak dewasa, al-Razi memulai perjalanan ke daerah Khawarizimi yang terletak di seberang sungai Khurasan dalam rangka menyebarkan ilmu tentang kebenaran-kebenran agama untuk memerangi kesalahan pemikiran dengan hujjah dan dalil-dalil. Keluasan ilmu al-Razi membuat orang lain ta’dzim dan menghormati beliau sehingga dibuatlah sekolah khusus untuk kajian-kajian ilmu dan penyebarluasannya. Para pendudukpun selalu siap menunggu kedatangan al-Razi seperti halnya menunggu turunnya hujan yang akan menyegarkan tanah yang telah lama tandus.6 Dakwah al-Razi terkenal dan mudah diterima orang. Selain karena kelantangan suara dan gaya berbicara yang lugas, isi kajian yang berbobot dan sesuai dengan permasalahan umat pada zamannya ternyata mempermudah al-Razi dalam berdakwah. C. PEMIKIRAN AL –RAZI Al-Râzî tidak memiliki sistem filsafat yang teratur, tetapi melihat masa hidupnya, ia mesti dipandang sebagai pemikir yang tegar dan liberal di dalam Islam, dan mungkin di sepanjang sejarah pemikiran manusia. Diantara pemikiran al-Razi, yaitu:7 1. Dengan akal, kita dapat memperoleh manfaat yang sebanyak-banyaknya; akal adalah karunia terbaik Tuhan kepada kita. Dengan akal, kita melihat segala yang berguna bagi kita dan yang membuat hidup kita baik, dengan 6

Muhammad Husain al-Dhahabi, Tafsīr wa al-Mufassir, (Kairo: Maktabah Wahbah al-Qāhirah, 2000), Juz 1, 207. 7 Syarif, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 51

akal kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh, dan yang tersembunyi dari kita. Dengan akal, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, suatu pengetahuan tertinggi yang dapat kita peroleh. Jika akal sedemikian mulia dan penting, maka kita tidak boleh melecehkannya; kita tidak boleh menentukannya, sebab Ia adalah penentu, atau mengendalikannya, sebab ia adalah pengendali, atau memerintahnya, sebab ia adalah pemerintah; tetapi kita harus merujuk kepadanya dalam segala hal dan menentukan segala masalah dengannya; kita harus sesuai dengan perintahnya. Hanya akal logislah yang merupakan kriteria tunggal pengetahuan dan perilaku. Tak ada kekuatan irasional dapat dikerahkan.8 2. Ia menentang kenabian dengan alasan-alasan, yaitu: a) Akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang berguna dan yang tak berguna. Dengan akal semata kita dapat mengetahui Tuhan dan mengatur kehidupan kita sebaik-baiknya. Lalu mengapa dibutuhkan nabi? b) Tiada pembenaran bagi pengistimewaan beberapa orang untuk membimbing semua orang, sebab semua orang lahir dengan kecerdasan yang sama; perbedaannya bukanlah karena pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan dan pendidikan; c) Para nabi saling bertentangan. Bila mereka berbicara atas nama Tuhan yang sama, mengapa terdapat pertentangan?11 Ia mengatakan bahwa tidaklah masuk akal bahwa Tuhan mengutus para nabi, karena mereka melakukan banyak kemudharatan. Setiap bangsa percaya hanya kepada para nabinya, dan menolak keras yang lain, yang megakibatkan terjadinya banyak peperangan keagamaan dan kebencian antar bangsa yang memeluk berbagai agama yang berbeda.9 3. Ia menentang kecenderungan berikir irasional.10 D. EKSISTENSI WAHYU, INJIL, DAN AL –QURAN MENURUT AL – RAZI. 1. Penentangan terhadap wahyu

Ibid. Hlm. 48 Ibid. Hlm. 48 10 Ibid. 8 9

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan wahyu? Mohammed Arkoun mengatakan bahwa sulit menerjemahkan kata wahy (wahyu – pen.) ke dalam bahasa-bahasa kita yang tidak sakral. Oleh karena itu, Arkoun tetap menggunakan kata wahyu.11 Kata “wahyu” secara etimologis adalah bentuk masdar dari kata “auhâ” yang berarti al-khafâ’ (tersembunyi, rahasia) dan al-Sur’ah (cepat). Artinya, wahyu adalah semacam informasi yang rahasia, cepat, khusus diketahui oleh pihak-pihak yang dituju saja. Sedangkan secara terminologis berarti kepada para Nabi dan Rasul-Nya12 2. Mengkritik Injil Injil ialah sebuah kitab suci yang didatangkan kepada Nabi Isa as oleh Allah SWT. Kitab Injil berisi wahyu Allah SWT kepada Nabi dan Rasulullah Isa Al- Masih Putra Maryam. Jadi Injil Allah berarti bukan Injil Barnabas atau Injil yang lainnya. Injil Allah itulah yang diberitakan oleh Nabi Isa as. al-Râzî mengkritik Injil karena isinya terdapat kejanggalan-kejanggalan, ketidakserasian, kesimpangsiuran, dan hal-hal semacamnya maka sikap tersebut sangat wajar, tetapi jika menolak Injil secara totalitas sebagai wahyu Allah SWT adalah sikap yang berlebihan. Dalam hal ini penulis tidak sepakat dengan sikap alRâzî tersebut. Bagaimanapun pada dasarnya Injil adalah wahyu Ilahi yang

kemudian

diselewengkan

oleh

pihak-pihak

yang

tidak

bertanggungjawab sehingga Injil yang kita kenal saat ini bukan lagi murni wahyu Ilahi.13 KESIMPULAN

Mengimani adanya Nabi dan Rasul merupakan hal wajib bagi manusia. karena Nabi dan rasul diutus agar manusia taat dan tidak membantah Allah SWT. Nabi dengan wahyu yang dibawanya tentu tidak dapat disamakan dengan akal yang dimiliki manusia. Wahyu berasal dari Allah SWT, Mohammed Arkoum, Rahinking Islam ( Colrado, United States, 1994). Hlm. 31 Manna’ Al –Qattin, Ulum al –Quran, (Beirut: Muasssasah, 1976), hlm, 23 13 Rahnip M, BA, Terjemah Injil Barnabas: Dengan Diberi Notasi Ayat-ayat Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, tt), h.288 11 12

sedangkan akal manusia terbatas karena berasal dari fikiran manusia itu sendiri. Sehingga kedudukan wahyu dan akal tidak pernah sama. Dan upaya menggantikan nabi dengan akal adalah Sesuatu yang tidak benar menurut syariat islam. Selain itu, dengan adanya Nabi manusia mampu memahami ajaran agama. Dan menjadikan kehidupan manusia menjadi baik dan harmonis

DAFTAR PUSTAKA Eva Nurul H. S, Mahasiswa Progam Studi Pendidikan Agama Islam IAIN Madura Semester Enam Hamsyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta; Gaya Media Pratama, 1999, Abdu al-Rahman Badwi, Min Tarikbi al-Ilhad fi al-Islam, Kairo: Sina li al-Nasyr, 1945 Syamsuddin Muhammad bin ‘Ali al-Diwudi, Tabaqat al – Mufassirin, Kairo; Maktabah al – Madani, 1986 Ibid. Muhammad Husain al-Dhahabi, Tafsīr wa al-Mufassir, (Kairo: Maktabah Wahbah al-Qāhirah, 2000. Syarif, Para Filosof Muslim, Bandung: Mizan, 1998 Mohammed Arkoum, Rahinking Islam Colrado, United States, 1994 Manna’ Al –Qattin, Ulum al –Quran, Beirut: Muasssasah, 1976 Rahnip M, BA, Terjemah Injil Barnabas: Dengan Diberi Notasi Ayat-ayat Qur’an, Surabaya: PT. Bina Ilmu, tt

Similar documents

Artikel Jurnal Filsafat Hukum

Fe Rafi - 123.2 KB

Artikel Jurnal Filsafat Hukum

Fe Rafi - 149.5 KB

Eva Recu10

Ed Riru - 138.1 KB

JURNAL NURUL 4

Inge Dwi Wahyunii - 107.3 KB

Artikel Keyla 1

hariyanto - 148.9 KB

SKRIPSI NURUL

sitinur haji - 255.1 KB

Resume Nurul Afni

D3KEPERAWATAN POLTEKKES - 1.6 MB

NURUL FITRI_A1B019255_UAS PO

Nurul Fitri - 804.1 KB

JURNAL 2 ARTIKEL

smpn4 timpeh - 1.2 MB

Artikel Jurnal Ilmiah

Ayudya Puti Ramadhanty - 468.3 KB

© 2024 VDOCS.RO. Our members: VDOCS.TIPS [GLOBAL] | VDOCS.CZ [CZ] | VDOCS.MX [ES] | VDOCS.PL [PL] | VDOCS.RO [RO]