* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.
Description
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang semakin sering di jumpai di masyarakat seiring berubahnya pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular. Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan yang membebani masyarakat di era modern. Hipertensi adalah kondisi yang kompleks dimana tekanan darah secara menetap berada di atas normal. Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VIII 2013, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik 150 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg (Joint, G., & Committee, 2016). Menurut World Health Organization (WHO, 2018), hipertensi merupakan masalah kesehatan besar di seluruh dunia sebab tingginya prevalensi
dan
berhubungan
dengan
peningkatan
risiko
penyakit
kardiovaskular, disebutkan bahwa setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya. Data WHO, sekitar 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia. Prevalensi tertinggi terjadi di wilayah Afrika yaitu sebesar 30%. Prevalensi terendah terdapat di wilayah Amerika sebesar 18%. Secara umum, laki-laki memiliki prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Sekitar 1,13 milliar orang di dunia menderita hipertensi. Diperkirakan 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita
1
2
hipertensi, hanya 36,8% di antaranya yang minum obat. Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 milliar orang yang terkena hipertensi (WHO, 2018). Kerusakan organ target akibat komplikasi hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi
dengan
tekanan
darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus
meningkat (Kemenkes RI, 2017). Prevalensi hipertensi tahun 2018 di Indonesia (yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun) adalah sebesar 34,1% atau sebesar 185.857 kasus, dengan prevalensi tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%), dan terendah di Papua (22,2%) (Riskesdas, 2018). Prevalensi hipertensi tahun 2018 di Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥ 18 tahun adalah sebesar 29,75% (Riskesdas, 2018). Hipertensi dengan nilai tekanan darah yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan komplikasi bahkan sampai kematian. Penyebab tidak terkendalinya tekanan darah pada penderita hipertensi adalah tidak rutinnya penderita hipertensi untuk melakukan pengobatan
3
karena hipertensi seringkali tidak menunjukkan gejala atau tanda yang khas (Iswahyuni, 2017). Selain itu, kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh penderita hipertensi juga merupakan salah satu faktor penyebab tidak terkendalinya nilai tekanan darah pada penderita hipertensi (Maharani & Syafrandi, 2016). Aktivitas fisik sangat memengaruhi stabilitas tekanan darah. Seseorang yang tidak aktif dalam melakukan suatu kegiatan cenderung akan mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut akan mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan darah yang membebankan pada dinding arteri sehingga tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan tekanan darah. Kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat (Anggraini et al., 2018). Penelitian yang
dilakukan oleh (Iswahyuni, 2017) dengan judul
penelitian hubungan antara aktifitas fisik dan hipertensi pada lansia. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan hipertensi (baik sistole maupun diastole). Semakin aktif fisiknya semakin normal tekanan darahnya baik pada hipertensi sistole maupun diastole, dan semakin tidak aktif aktivitas fisiknya maka semakin tinggi tekanan darah baik
pada
hipertensi
sistole
maupun diastole. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Ningrum & Sudyasih, 2018) dengan hasil penelitian ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat menunjukkan p-
4
value 0,000 (p< 0,05). Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, karena dukungan keluarga merupakan salah satu dari faktor yang memiliki kontribusi yang cukup berarti dan sebagai faktor penguat yang mempengaruhi kepatuhan pasien. Keluarga memiliki peranan penting dalam proses pengawasan, pemeliharaan dan pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di rumah. Dukungan dari keluarga dan sahabat sangat diperlukan dalam penanganan penderita hipertensi. Dukungan dari keluarga merupakan faktor terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Dukungan keluarga akan menambah rasa
percaya
diri
dan motivasi untuk
menghadapi masalah dan meningkatkan kepuasan hidup. Dalam hal ini keluarga harus dilibatkan dalam program pendidikan sehingga keluarga dapat memenuhi kebutuhan pasien, mengetahui kapan keluarga harus mencari pertolongan dan mendukung kepatuhan terhadap pengobatan. Keluarga menjadi support dalam kehidupan penderita hipertensi, agar keadaan yang dialami tidak semakin memburuk dan terhindar dari komplikasi akibat hipertensi. Apabila hipertensi yang tidak terkontrol tidak ditangani secara maksimal akan mengakibatkan timbul kembalinya gejala hipertensi yang biasanya disebut kekambuhan hipertensi. Jika penderita
hipertensi
hipertensinya
secara
tidak
mencegah
maksimal,
mengalami komplikasi (Padila, 2013).
dan
mengobati
penyakit
penderita hipertensi akan beresiko
5
Profil kesehatan Sulawesi Tenggara (2020) menggambarkan bahwa dari 82.425 orang penduduk yang berusia lebih dari 18 tahun, diketahui 31.817 orang (38,60%) mengalami hipertensi setelah dilakukan pengukuran darah dimana pada laki-laki sebesar 50,32% dan perempuan sebesar 34,67% (R. P. Purnamasari & Indriastuti, 2020). Data Dinas Kota Baubau tahun 2018 jumlah penderita hipertensi yaitu terdapat 5.413 kasus tahun 2019 jumlah penderita hipertensi yaitu terdapat 4.708 kasus, sedangkan pada tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 4.529 kasus (Profil Dinkes Kota Baubau, 2021). Berdasarkan data pasien di Puskesmas Katobengke dari tahun 20172019 terjadi peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2017, yaitu sebanyak 451 penderita, pada tahun 2018 yaitu sebanyak 869 penderita sedangkan pada Tahun 2019 yaitu 870 penderita, tahun 2020 jumlah penderita hipertensi yaitu 911 penderita, tahun 2021 periode Januari-Juni penderita hipertensi yaitu sebanyak 146 penderita. (Profil Puskesmas Katobengke, 2020). Berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh dukungan keluarga dan pola aktivitas fisik terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Pengaruh dukungan
6
keluarga dan pola aktivitas fisik terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh dukungan keluarga dan pola aktivitas fisik terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021. b. Untuk mengetahui pengaruh pola aktivitas fisik terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021. D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat menjadi menjadi bahan referensi bagi masyarakat tentang pentingnya caring keluarga dan pola aktivitas
7
terhadap motivasi pasien hipertensi dalam melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas.
2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi puskesmas dalam menangani pasien hipertensi. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran bagi penderita hipertensi untuk dapat melakukan kunjungan di puskesmas sehingga dapat mengontrol hipertensi yang dideritanya.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hipertensi 1.
Pengertian Hipertensi Hipertensi juga dikenal sebagai tekanan darah tinggi. Hipertensi didefinisika sebagai tekanan darah tinggi ≥ 140/90 mmHg (Bell et al., 2015). Sedangkan menurut Kemenkes RI (2014) Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Hipertensi merupakan tanda klinis ketidakseimbangan Hipertensi
hemodinamik suatu
disebabkan oleh
beberapa
sistem
kardiovaskular.
faktor sehingga tidak bisa
terdiagnosis dengan hanya satu faktor tunggal (Setiati et al., 2014). 2.
Etiologi Menurut Tanto et al (2014), hipertensi
dibedakan menjadi dua
macam yaitu: a.
Hipertensi primer Hipertensi primer adalah hipertensi dengan penyebab klinis yang tidak diketahui secara pasti. Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi dewasa antara 80%-95% dari penderita hipertensi.
8
9
Hipertensi primer tidak bisa disembuhkan, akan tetapi bisa dikontrol dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini, faktor penyebab seperti genetik, usia, dan kurangnya aktivitas fisik mungkin berperan penting untuk terjadinya hipertensi primer. b.
Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah tekanan darah arteri yang tingginya bersifat sekunder akibat dari kondisi atau faktor yang sudah diketahui. Penyebab umum dari hipertensi sekunder antara lain penyakit perenkin ginjal dan renovaskular yang yang dapat mengganggu regulasi volume dan mengaktivasi sistem renin angiotensin aldosterone, gangguan endokrin yang seringkali terjadi pada korteks adrenal dan terkait dengan oversecretion aldosterone, kortisol dan juga katekolamin terakhir.
3.
Klasifikasi Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (≥ 18 tahun) didasarkan pada rata-rata pengukuran tekanan darah dari setiap kunjungan klinis. Tekanan darah diklasifikasikan menjadi satu dari empat kategori yaitu normal, prehipertensi, hipertensi tahap 1 dan hipertensi tahap 2. Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa (usia ≥ 18 tahun) Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Diastolik Normal < 120 < 80 Pre-hipertensi 120-139 80-89 Hipertensi Primer 140-159 90-99 Hipertensi Sekunder ≥ 160 ≥ 100
10
Sumber : (Bell et al., 2015)
4.
Manifestasi Klinis Hipertensi tidak memiliki tanda atau gejala khusus sehingga sulit untuk mendeteksi seseorang terkena hipertensi. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi pada gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak kemerahan, cepat marah, tinitus, sulit tidur, sesak napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang,
dan
epistaksis. Hipertensi
biasanya
bersifat
asimtomatik, sampai terjadi kerusakan organ target (Fauzi, 2014). Sebagian besar manifestasi klinis hipertensi dapat muncul setelah mengalami hipertensi selama bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium, langkah menjadi tidak seimbang karena kerusakan susunan saraf, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler, dan nokturi karena peningkatan aliran darah ginjal. Stroke atau serangan iskemik transien dapat timbul akibat adanya keterlibatan pembuluh darah otak yang bermanifestasi sebagai hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan (Nuraini, 2015). 5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi Adapun faktor risiko hipertensi yaitu sebagai berikut: a. Faktor yang tidak dapat di kontrol
11
Menurut Tjekyan & Zulkarnain, (2017) ada 2 faktor risiko yang tidak dapat di kontrol yaitu: 1) Usia Tingginya tekanan darah sejalan dengan bertambahnya usia, yang disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar sehingga lumen menjadi sempit dan dinding pembuluh
darah
menjadi
lebih
kaku
yang
dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistolik. Dengan meningkatnya
usia
didapatkan
kenaikan
tekanan darah
diastolik rata-rata walaupun tidak begitu nyata juga terjadi kenaikan angka prevalensi hipertensi tiap kenaikan kelompok dekade usia. 2) Keturunan atau Genetik Jika seseorang yang mempunyai orang tua yang salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut akan memiliki risiko dua kali lipat untuk terkena hipertensi dari pada orang tuanya yang tidak hipertensi. b. Faktor yang dapat di kontrol Menurut Tjay (2015), ada 2 faktor risiko yang dapat di kontrol yaitu: 1) Konsumsi garam berlebihan Ion natrium mengakibatkan retensi air sehingga menyebabkan volume darah bertambah dan menyebabkan daya tahan pembuluh
12
meningkat serta memperkuat efek vasokonstriksi dan efek noradrenalin. Secara statistik ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih
banyak
hipertensi
dibandingkan
dengan
kelompok
penduduk yang mengkonsumsi hanya sedikit garam. 2) Merokok Nikotin
dalam
rokok
menyebabkan
vasokontriksi
dan
meningkatkan tekanan darah. Merokok memperkuat efek buruk dari hipertensi terhadap pembuluh darah. 3) Stres Stres (ketegangan emosional) dapat meningkatkan tekanan darah
untuk sementara akibat pelepasan adrenalin dan
noradrenalin (hormon stres), yang bersifat vasokontriksi. Tekanan darah meningkat pula pada waktu ketegangan fisik (pengeluaran tenaga dan olahraga). Bila stres hilang, tekanan darah akan kembali normal. 6.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan
hipertensi
dapat
dilakukan
dengan
terapi
yaitu: a.
Terapi Non Farmakologi Terapi farmakologi dapat dimulai jika tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor resiko kardiovaskular yang lain (PERKI, 2015)
13
Pola hidup sehat yang dianjurkan antara lain: 1) Penurunan Berat Badan Bagi penderita
hipertensi yang memiliki
berat badan
berlebih maka dianjurkan untuk menurunkan berat badannya sesuai dengan indeks massa tubuh
normal.
Target
indeks
massa tubuh dalam rentang normal untuk orang Asia-Pasifik adalah 18,5-22,9 kg/m² (Tanto et al., 2014). 2) Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) meliputi konsumsi sayuran, buah-buahan, dan produk susu rendah lemak total atau lemak jenuh. 3) Mengurangi Asupan Garam Dianjurkan untuk mengkonsumsi garam tidak lebih dari 2 gr/hari. Diet rendah garam bermanfaat untuk mengurangi dosis
obat
hipertensi
pada pasien hipertensi derajat ≥ 2
(PERKI, 2015). 4) Aktivitas Fisik Target aktivitas fisik yang disarankan minimal 30 menit/hari, dilakukan paling tidak 3 hari dalam seminggu. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
beraktivitas
fisik
14
seperti berjalan kaki, mengendarai sepeda, atau menaiki tangga dalam aktivitas rutin mereka di tempat kerjanya (Tanto et al., 2014). 5) Tidak Konsumsi Alkohol Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah. 6) Tidak Merokok Merokok merupakan salah satu factor resiko utama penyakit kardiovaskuler. Penderita hipertensi sangat dianjurkan untuk tidak merokok (PERKI, 2015). b.
Terapi Farmakologi Secara umum terapi farmakologi dapat langsung dimulai pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah lebih dari 6 bulan menjalani pola hidup sehat, pasien hipertensi derajat 1 dengan penyakit penyerta dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2 (Tanto et al., 2014). Beberapa diperhatikan
prinsip yaitu
dasar bila
terapi
farmakologi
memungkinkan
berikan
yang
perlu
obat
dosis
tunggal, berikan obat generik (non-paten) untuk mengurangi biaya, perhatikan faktor komorbid pada pasien usia lanjut (>55 tahun), tidak mengombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs), edukasi
15
pasien secara menyeluruh mengenai terapi farmakologi, dan pantau efek samping obat secara teratur (PERKI, 2015). Penatalaksanaan penyakit hipertensi berbasis resiko penyakit kardiovaskuler dan dan tekanan darah lebih efisien dan efektif dari segi biaya jika dibanding berbasis tekanan darah saja. Indonesia masih mengacu pada algoritma yang diterbitkan oleh JNC VII dalam penatalaksanaan hipertensi. Pilihan terapi dimulai dengan modifikasi gaya hidup. Pemberian obat disesuaikan dengan stadium hipertensi dan indikasi penyakit lain seperti gagal jantung, riwayat infark miokardium, resiko tinggi penyakit koroner,
diabetes,
penyakit
ginjal kronis, dan riwayat stroke
berulang (Carey & Whelton, 2017). Penatalaksanaan
dasar
untuk
terapi
hipertensi
adalah
kombinasi obat hipertensi dengan modifikasi gaya hidup. Jenis obat untuk terapi awal didasarkan pada efektivitasnya dalam mengurangi kejadian klinis serta ditoleransi dengan baik antara lain diuretik tiazid, penghambat ACE, ARBs, dan CCBs. Terapi awal
hipertensi
umumnya
menggunakan
satu
jenis
obat.
Kombinasi obat dengan jenis obat lain direkomendasikan pada hipertensi stadium 2 atau rerata tekanan darah >20/10 mmHg melebihi
tekanan
darah target. Beberapa hal lain yang perlu
diperhatikan dalam penentuan jenis obat antara lain usia, interaksi obat, komorbiditas, dan keadaan sosioekonomi. Kombinasi obat
16
dengan
mekanisme
kerja
sama
penghambat
perlu
ACE
dihindari,
dengan
misalnya
kombinasi
obat
ARBs,
karena
efektivitas
masing-masing obat akan berkurang dan resiko efek
samping meningkat (Williams et al., 2018). 7.
Pencegahan Pre-hipertensi tidak diindikasikan untuk ditatalaksana dengan terapi farmakologi karena bukanlah
suatu
penyakit
melainkan
kelompok yang beresiko tinggi untuk menuju kejadian penyakit kardiovaskular. Pada populasi pre-hipertensi sangat dianjurkan untuk merubah gaya hidup karena populasi tersebut memiliki resiko untuk menjadi hipertensi permanen yang sangat tinggi (Setiati et al., 2014). Rekomendasi gaya hidup yang harus ditaati yaitu menurunkan asupan garam sampai dibawah 1500 mg/hari. Diet yang sehat dengan cara mengkonsumsi makanan kaya serat, makanan rendah lemak, dan mengandung protein nabati. Tidak lupa untuk olahraga teratur, tidak
mengkonsumsi alkohol, mempertahankan BMI pada kisaran
18,5-24,9 kg/m² , mengusahakan lingkar perut pada kisaran laki-laki ≤102 cm (Asia <90 cm), wanita <88 cm (Asia < 80 cm), dan tidak merokok.
Olahraga
yang
dianjurkan
memiliki ketentuan berupa
jumlah frekuensi tujuh kali perminggu, intensitas moderate, dan waktu sekitar 30-60 menit. Tipe aktivitas fisik yang dapat dilakukan antara lain seperti berjalan, jogging, bersepedah, dan berenang non kompetitif (PERKI, 2015).
17
B. Tinjauan Tentang Motivasi 1.
Pengertian Motivasi
adalah
keadaan
dalam
pribadi
seseorang
yang
mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna untuk mendapatkan tujuan (Pieter & Lubis, 2013). Kata motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan. Motivasi pasien adalah suatu keinginan dari pasien yang terdapat pada diri individu yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau prilaku (Notoatmodjo, 2015). Motivasi pasien dalam menjalani kontrol tekanan darah sangat mempengaruhi pasien hipertensi dalam kesembuhannya. Hal ini di sebabkan karena adanya kebutuhan dari responden untuk dapat mencapai suatu tujuan untuk sembuh dari sakitnya. Motivasi dalam diri individu dapat di timbulkan, dikembangkan, dan diperkuat, makin kuat motivasi seseorang maka makin kuat juga usaha dalam mencapai tujuan (Fitrina & Harysko, 2014). 2.
Jenis-jenis motivasi Adapun Jenis-jenis motivasi menurut (Putra, 2013), yaitu: a.
Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik adalah pendorong yang bersumber dari dalam individu itu sendiri berupa kesadaran mengenai pentingnya melaksanakan sesuatu untuk mencapai tujuan. Motivasi intrinsik bisa
18
lebih berpengaruh pada diri seseorang dari pada motivasi ekstrinsik, selain itu motivasi entrinsik yang berasal dari dalam diri sendiri itu lebih kuat, cepat, dan tahan lama terhadap prilaku dalam pencapaian tujuannya, dalam mempertahankan kesehatannya. b.
Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah pendorong yang bersumber dari luar diri individu berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan sesuatu dengan maksimal. Yang termasuk kedalam motivasi ekstrinsik yaitu hubungan antara sesama manusia, dan lingkungan.
3.
Proses Motivasi Adapun terjadinya proses motivasi dipengaruhi oleh 2 hal (Donsu, 2017), yaitu: a.
Pengaruh pengalaman Ketika pengalaman dari seseorang yang mendorongnya mengambil tindakan tertentu untuk memenuhi kebutuhan didapat akan dipengaruhi suatu proses pemahaman bahwa beberapa tindakan tertentu dapat mencapai sasaran.
b.
Pengaruh harapan Kekuatan harapan pada hakikatnya didasari oleh pengalaman masa lalu, tetapi kadang kala seseorang sering dihadapkan kepada hal-hal baru misalnya perubahan dalam lingkungan pekerjaan. Sistem pengkajian hubungan dengan rekan atau kondisi kerja, adanya kondisi yang berbeda ini membuat pengalaman dimilikinya.
19
4.
Tujuan Motivasi Tujuan motivasi adalah untuk menggerakan dan menggugah seseorang agar timbul kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan, maka setiap orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan dan kepribadian orang yang akan dimotivasi itu sendiri (Pieter & Lubis, 2013).
5. Manfaat Motivasi a. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan. b. Motivasi
berfungsi
sebagai
pengarah,
artinya
mengarahkan
perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. c. Motivasi berfungsi sebagai sebagai penggerak, artinya menggerakan tingkah laku seseorang. d. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya
sesuatu pekerjaan (Donsu, 2017). C. Tinjauan Tentang Dukungan Keluarga 1.
Pengertian Dukungan keluarga menurut Friedman et al (2010) adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga berupa
dukungan
terhadap
informasional, dukungan
anggota
keluarganya,
penilaian,
dukungan
20
instrumental dan dukungan emosional. Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan
penerimaan
terhadap
anggota
keluarga,
sehingga
anggota
keluarga merasa ada yang memperhatikan. Dukungan keluarga dapat memperkuat
setiap
individu,
menciptakan
kekuatan
keluarga,
memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri, mempunyai potensi sebagai strategi pencegahan yang utama bagi seluruh keluarga dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari. Dukungan keluarga adalah upaya yang diberikan kepada anggota keluarga baik moril maupun materiil berupa motivasi, saran, informasi dan bantuan yang nyata. Dukungan keluarga dapat diperoleh dari anggota keluarga (suami, istri, anak, dan kerabat), teman dekat atau relasi (Karunia, 2016). 2.
Fungsi Keluarga Menurut Harmoko (2012), terdapat beberapa fungsi keluarga yang dapat dijalankan yaitu: a.
Fungsi Biologis 1) Untuk meneruskan keturunan 2) Memelihara dan membesarkan anak 3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga 4) Memelihara dan merawat anggota keluarga
b.
Fungsi Psikologis 1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman 2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga
21
3) Membina kedewasaan kepribadian anggota keluarga 4) Memberikan identitas keluarga c.
Fungsi sosialisasi 1) Membina sosial pada anak 2) Membentuk
norma-norma
tingkah
laku
sesuai
dengan
tingkat perkembangan anak. 3) Menaruh nilai-nilai budaya keluarga d.
Fungsi Ekonomi 1) Mencari sumber-sumber penghasilan
untuk
memenuhi
kebutuhan keluarga 2) Pengaturan
penggunaan
penghasilan
keluarga
untuk
memenuhi kebutuhan keluarga 3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya. e.
Fungsi Pendidikan 1) Menyekolahkan
anak
untuk
memberikan
pengetahuan,
ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki 2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa. 3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya. 3.
Bentuk Dukungan Keluarga
22
Menurut Andarmoyo (2012), keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan, yaitu: a.
Dukungan Emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk bersistirahat dan
juga
menenangkan
pikiran.
Setiap
orang
pasti
membutuhkan bantuan dari keluarga. Individu yang menghadapi persoalan atau masalah akan merasa terbantu kalau ada keluarga yang
mau
mendengarkan
dan
memperhatikan masalah yang
sedang dihadapi. b.
Dukungan Penilaian Keluarga bertindak sebagai penengah dalam pemecahan masalah dan juga sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Dukungan dan perhatian dari keluarga merupakan bentuk penghargaan positif yang diberikan kepada individu.
c.
Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan dalam hal pengawasan, kebutuhan individu. Keluarga mencarikan solusi yang dapat membantu individu dalam melakukan kegiatan.
d.
Dukungan informasional Keluarga
berfungsi
informasi.
Disini diharapkan bantuan informasi yang disediakan
keluarga
dapat
sebagai
digunakan
oleh
penyebar
individu
persoalanpersoalan yang sedang dihadapi.
dan
dalam
pemberi
mengatasi
23
D. Tinjauan Tentang Pola Aktivitas Fisik 1.
Pengertian Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang membutuhkan pengeluaran energi. Sedangkan latihan (exercise) merupakan subkategori dari aktivitas fisik. Exercise adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, berulang, dan bertujuan untuk
meningkatkan
atau memelihara kebugaran tubuh (Dasso,
2019). 2. Jenis-Jenis Aktivitas Fisik Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan sebagai berikut (Nurmalina, 2011): a.
Aktivitas Fisik Ringan Aktivitas fisik ringan yaitu aktivitas yang membutuhkan sedikit tenaga dan tidak menyebabkan perubahan pada pernapasan atau ketahanan (endurance). Aktivitas fisik dikatakan ringan apabila nilai MET (Metabolic Equivalent) <600. Contoh aktivitas fisik ringan antara lain, yaitu: berjalan, menyapu, mencuci, berdandan, duduk, belajar, mengasuh anak, menonton TV, dan bermain komputer/hp.
b. Aktivitas Fisik Sedang Aktivitas fisik sedang yaitu aktivitas yang membutuhkan tenaga intens atau terus menerus. Aktivitas fisik sedang dilakukan minimal
24
20 menit perhari. Aktivitas fisik dengan intensitas sedang dilakukan minimal 5 hari dalam seminggu. Aktivitas fisik dikatakan sedang apabila nilai MET (Metabolic Equivalent) ≥600 sampai <3000. Contoh aktivitas fisik sedang antara lain, yaitu: jogging, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain musik, dan jalan cepat. c.
Aktivitas Fisik Berat Aktivitas fisik berat seringkali dihubungankan dengan olahraga yang membutuhkan kekuatan (strength). Aktivitas fisik dengan intensitas berat setidaknya dilakukan selama 7 hari dan dapat dikombinasikan
dengan aktivitas
fisik
ringan
dan
sedang.
Aktivitas fisik dikatakan berat apabila nilai MET (Metabolic Equivalent) ≥3000. Contoh aktivitas fisik berat antara lain, yaitu: berlari, sepak bola, aerobik, bela diri, dan outbond. 3.
Tipe-Tipe Aktivitas Fisik Ada 3 tipe aktivitas fisik
yang
dapat
dilakukan
untuk
mempertahankan kesehatan tubuh (Suiraoka, 2016), yaitu: a.
Ketahanan (endurance) Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan
dapat
membantu jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap
sehat
dan membuat
kita
lebih
bertenaga, untuk
mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit
(4-7 hari per minggu), contoh, beberapa
25
kegiatan yang dapat dipilih seperti: berjalan kaki, lari ringan, berenang, senam, bermain tenis, berkebun dan kerja di taman. b.
Kelenturan (flexibility) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik, untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu), contoh, beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: peregangan, senam taichi,
yoga, mencuci
pakaian, mobil dan mengepel lantai. c.
Kekuatan (strength) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis, untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2- 4 hari per minggu), contoh beberapa kegiatan yang dapat berat/beban,
dipilih seperti: push-up, naik turun tangga, angkat membawa
belanjaan,
mengikuti
kelas senam
terstruktur dan terukur. 4.
Manfaat Aktivitas Fisik Manfaat
aktivitas
fisik
secara
umum
memiliki
efek
menguntungkan terhadap kesehatan yaitu terhindar dari penyakit jantung,
26
stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, diabetes, berat badan terkendali, otot lebih lentur dan tulang lebih kuat, bentuk tubuh menjadi ideal dan proposional, lebih percaya diri, lebih bertenaga dan bugar (Anggraini et al., 2018). Aktivitas Fisik juga memiliki manfaat bagi para lansia terutama yang penting dalam meningkatkan kesehatan usia lanjut adalah olahraga aerobic dan latihan beban, olahraga aerobic misalnya jalan kaki selama 30 menit, mengerakkan seluruh badan yang bisa dilakukan setiap hari untuk meningkatkan kebugaran jasmani, jantung dan paru-paru, sedangkan latihan dengan beban meningkatkan ukuran dan kekuatan otot, sehingga mencegah atrofi sel dan jaringan, latihan beban pada usia lanjut dapat mengurangi atau mencegah penurunan massa otot yang terjadi pada proses menua seperti menyapu, mengepel, naik tangga, bangkit dari kursi yang bisa dilakukan dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan, menjaga
keseimbangan
dan
mencegah
penurunan
massa
otot,
menyehatkan tulang dan menyeimbangkan gula darah (Iswahyuni, 2017). 5.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik Menurut British Heart Foundation (BHF, 2014) yaitu: a.
Faktor Biologis 1) Usia Semakin
bertambahnya
usia,
maka
aktivitas fisik yang dapat dilakukan. 2) Jenis Kelamin
semakin
berkurang
27
Laki-laki
lebih
aktif
dalam
beraktivitas
fisik
daripada
perempuan. b.
Faktor Demografis 1) Status Sosial Ekonomi Seseorang dengan status sosial ekonomi yang tinggi lebih aktif daripada yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah. Sekitar 10% perbedaan diantara keduanya. 2) Ras Golongan kulit putih cenderung aktif dari pada etnis lain. 3) Tingkat Pendidikan Tingkat
pendidikan yang rendah mempengaruhi
tingkat
rendahnya aktivitas fisik. c.
Faktor Sosial Partisipasi aktivitas fisik dipengaruhi oleh faktor pendukung sosial dan orang-orang terdekat seperti: 1) Teman 2) Guru 3) Ahli kesehatan 4) Pelatih olahraga profesional atau instruktur
d.
Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang mampu memberikan efek yang positif dalam aktivitas fisik, diantaranya:
28
1) Akses untuk program dan fasilitas tersedia seperti, lapangan, taman bermain dan area untuk aktivitas fisik 2) Adanya area berjalan dan jalan bersepeda 3) Adanya waktu untuk bermain di tempat terbuka 4) Perbedaaan struktur bangunan yang secara tidak langsung mempengaruhi kebiasaan aktivitas fisik di perkotaan dan pedesaan. Aktivitas fisik yang baik dan rutin akan melatih otot jantung dan tahanan perifer yang dapat mencegah peningkatan tekanan darah, disamping itu, olahraga yang teratur dapat merangsang pelepasan hormon endorfin yang menimbulkan efek euphoria dan relaksasi otot sehingga tekanan darah tidak meningkat, olahraga atau latihan jasmani secara teratur, terbukti dapat menurunkan tekanan darah ketingkat normal dan menurunkan resiko serangan hipertensi 50% lebih besar dibanding orang yang tidak aktif melakukan olahraga, satu sesi olahraga rata-rata menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg, pengaruh penurunan tekanan darah ini dapat berlangsung sampai sekitar 20 jam setelah berolahraga, dan pengaruh olahraga dalam jangka panjang sekitar 4-6 bulan dapat menurunkan tekanan darah sebesar 7,4/ 5,8 mmHg tanpa bantuan obat hipertensi (Suiraoka, 2016). E. Tinjauan Tentang Kunjungan Rawat Jalan 1.
Pengertian Kunjungan
29
Kunjungan adalah perihal (perbuatan, proses, hasil) mengunjungi atau berkunjung. Kunjungan berarti adanya kepercayaan pasien terhadap organisasi
penyelenggara
pelayanan
kesehatan
untuk
memenuhi
kebutuhannya. Besarnya tingkat kunjungan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilihat dari dimensi waktu, yaitu harian, mingguan, bulanan dan tahunan (Cahya, 2014). 2.
Jenis-Jenis Kunjungan Adapun jenis-jenis kunjungan adalah: a. Kunjungan baru adalah pasien yang pertama kali datang ke salah satu jenis pelayanan rawat jalan, pada tahun yang berjalan. b. Kunjungan lama adalah kunjungan berikutnya dari suatu kunjungan baru, pada tahun yang berjalan. c. Pengunjung baru adalah pengunjung yang baru pertama kali datang ke puskesmas atau rumah sakit dan dapat melakukan beberapa kunjungan di poliklinik sebagai kunjungan baru dengan kasus baru. d. Pengunjung lama adalah pengunjung yang datang untuk ke dua dan seterusnya, yang datang ke poliklinik yang sama/berbeda sebagai kunjungan lama/baru dengan kasus baru dan lama (Gunarti, 2019).
3.
Pengertian rawat jalan Rawat Jalan adalah salah satu unit kerja di puskesmas yang melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik. Pada
30
waktu yang akan datang, rawat jalan merupakan bagian terbesar dari pelayanan kesehatan di Puskesmas (W. Purnamasari, 2020) Rawat Jalan adalah tempat pelayanan pasien yang berobat rawat jalan sebagai pintu pertama apakah pasien tersebut menginap atau tidak, atau perlu dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan lainnya (Gunarti, 2019). 4.
Tujuan pelayanan rawat jalan Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk memberikan konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari seorang dokter spesialis, dengan tindakan pengobatan atau tidak dan untuk menyediakan tindak lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan pulang tetapi masih harus dikontrol kondisi kesehatannya. Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga puskesmas yang langsung berkomunikasi dengan pasien, diantaranya (W. Purnamasari, 2020): a.
Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan berupa pendaftaran dan pembayaran.
b.
Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai asisten dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien dalam pemeriksaan maupun pengobatan.
c.
Tenaga dokter (Medis) yang memberikan penanganan pada pasien pada poliklinik masing-masing.
31
F. Kerangka Teori
Adapun kerangka teori yang dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Dukungan Keluaraga: 1.
Dukungan emosional
2.
Dukungan Penilaian
3.
Dukungan Instrumental
4.
Dukungan Informasional
Motivasi Sembuh pasien Hipertensi
Pola Aktivitas Fisik: 1.
Ringan
2.
Sedang
3.
Berat
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Kunjungan Rawat Jalan
Puskesmas
32
Sumber: Modifikasi Friedman et al (2010), (Nurmalina, 2011), Pieter & Lubis, 2013)
32
G. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel.Adapun kerangka konsep dari penelitian ini yaitu : Independen
Dependen
Dukungan Keluarga
Motivasi Sembuh Pasien Hipertensi Dengan Melakukan Kunjungan Rawat Jalan di Puskesmas
Pola Aktivitas Fisik
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Keterangan: : Variabel independen (Variabel bebas) : Variabel dependen (Variabel terikat)
33
H. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif Tabel 2.2 Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif No
Variabel
1
Dukungan keluarga
2.
Pola aktivitas fisik
3.
Motivasi Sembuh Pasien Hipertensi Yang Melakukan Kunjungan Rawat Jalan di Puskesmas
Definisi Operasional adalah dukungan yang diberikan keluarga kepada penderita hipertensi dalam bentuk perhatian dan kepedulian keluarga terhadap kondisi kesehatan penderita. adalah kegiatan meliputi aktifitas fisik olah raga, berjalan, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
adalah dorongan atau dukungan yang berasal dari dalam diri (internal) pasien untuk melakukan kunjungan atau melakukan pengobatan di Puskesmas
Alat Ukur Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Kategori/ Skala Bobot nilai a. Baik : jika Ordinal jawaban responden ≥ 50%100% b. Kurang : jika jawaban responden < 50% a. Ringan : Ordinal jika jawaban responden < 33,33% b. Sedang : jika jawaban responden 33,33%66,66% c. Berat: jika jawaban responden 66,67%100% a. Baik : jika Ordinal jawaban responden ≥ 50%100% b. Kurang : jika jawaban responden < 50%
34
I.
Hipotesis Penelitian 1. Ho (Hipotesis Nol) a.
Tidak ada pengaruh dukungan keluarga terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021.
b. Tidak ada pengaruh pola aktivitas fisik motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021. 2.Ha (Hipotesis Alternatif) a.
Ada pengaruh dukugan keluarga terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021.
b. Ada pengaruh pola aktivitas fisik terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021.
35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik, yaitu penelitian yang menjelaskan adanya pengaruh antara variabel melalui pengujian hipotesis. Sedangkan desain penelitiannya menggunakan rancangan cross-sectional study, dimana pengukuran data penelitian antara variabel indenpenden dengan variabel dependen dilakukan satu kali dan diukur secara bersamaan pada saat penelitian berlangsung (Notoatmodjo, 2012). B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1.
Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Katobengke Kota Baubau.
2.
Waktu Penelitian Waktu penelitian dilakukan peneliti dimulai bulan Agustus Tahun 2021.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi yaitu wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek/ obyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan tarik kesimpulan (Sugiyono, 2016).
36
Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh penderita hipertensi Tahun 2021 yaitu berjumlah 146 orang 2. Sampel Sampel adalah obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Besar sampel yang diambil dihitung dengan menggunakan rumus Slovin, yang dikutip oleh (Notoatmodjo, 2012), adalah sebagai berikut: N n= 1+ N (d)2 Keterangan : n
: Jumlah Sampel
N
: Jumlah Populasi
d
: derajat kemaknaan 146
n= 1 + 146 (0,05)2 146 n= 1 + 0,367 n=
146 1,367
n = 106,8 Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu sebesar 107 orang.
37
D. Instrument dana Alur Penelitian 1.
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosisal yang diamati (Sugiyono, 2016). Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, dimana peneliti melakukan observasi dan bertanya langsung kepada responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini mengutip kuesioner penelitian (Anggraini et al (2018). Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari pertanyaan identitas responden (inisial, umur, pendidikan dan pekerjaan), pertanyaan caring keluarga terdiri dari 10 pertanyaan dengan jawaban “Ya” dan “Tidak”. Pertanyaan Pola Aktivitas Fisik terdiri dari 10 pertanyaan dengan jawaban “Ya” dan “Tidak” dan Pertanyaan Motivasi terdiri dari 10 pertanyaan dengan jawaban “Ya” dan “Tidak”.
38
2. Alur Penelitian Bagan 3.1 Alur Penelitian Persetujuan Pembimbing dan Penguji Surat Pengantar Penelitian LPPM STIKES IST Buton
Surat Dari Kesbangpol Kota Baubau
Surat Dari Dinas Kesehatan Kota Baubau
Surat Ketempat Penelitian (Puskesmas) Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
Analisis Data
Pembahasan
Pengimputan Data
Kesimpulan dan Saran
Pengisian Kuesioner
Pelaksanaan Penelitian 1. Surat Permohonan Menjadi Responden 2. Lembar Persetujuan Responden
39
E. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu: 1. Data Primer Data primer diperoleh langsung dari responden melalui pengisian kuesioner yang telah di siapkan kemudian melakukan wawancara kepada responden. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari data yang tersedia di Puskesmas Katobengke Kota Baubau Tahun 2021. F.Tehnik Pengolahan dan Penyajian Data 1.
Pengolahan Data Tehnik pengolahan data dalam penelitian ini yaitu terdiri dari: a.
Memeriksa (Editing) Kuesioner yang telah diisi oleh responden dilakukan editing untuk memeriksa kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan.
b.
Pemberian Kode (Coding) Coding adalah kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri dari atas beberapa kategori.
c.
Pemberian skor (Skoring) Skoring merupakan kegiatan pemberian skor pada variabel terikat, yaitu dengan cara menjumlahkan skor benar pada kuesioner.
d.
Memasukkan data (Data Entry)
40
Data entry merupakan kegiatan memasukan informasi yang telah di coding ke dalam program pengolahan data. e.
Pembersihan Data (Cleaning) Setelah semua data dimasukkan maka selanjutnya peneliti akan memeriksa ulang kelengkapan dan ketepatan pengisian data.
f.
Menyusun Data (Tabulating) Tabulating
dilakukan
dengan
mengorganisasikan
data
yang
terkumpul dalam bentuk tabel agar mudah dijumlah, disusun, ditata, disajikan, dan dianalisis (Aziz, 2017) Cara pengolahan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS (statistica product and service solution) versi 20,00. 2. Penyajian Data Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai narasi sebagai penjelasan. G.Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisis yang menitikberatkan pada penggambaran atau deskripsi data yang telah diperoleh. Menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel bebas dan variabel terikat dalam bentuk tabel atau grafik. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik setiap variabel penelitian (Sugiyono, 2016).
41
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen dan independen dalam bentuk tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan sistem komputerisasi program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) dengan uji statistik chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) 0,05. Adapun
rumus dari
chi-Square adalah sebagai
berikut : ∑ (fo – fe)²
X² = Fe
Keterangan : X²
: nilai Chi-square
f0
: frekuensi observasi
fe
: frekuensi espektasi
Menurut
Sugiyono
(2017) ,
dasar
pengambilan
keputusan
penerimaan hipotesis dengan tingkat kepercayaan 95% adalah: a. Jika nilai sig p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian (Ha) diterima, b. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian (Ha) ditolak. H. Etika Penelitian
42
Setelah mendapat persetujuan, peneliti mulai melakukan penelitian dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam etika penelitian (Hidayat, 2014), yaitu: 1.
Informed Consent (Lembar persetujuan menjadi responden) Penelitian menyita waktu responden untuk mengisi kuesioner, sehingga sebelum memulai penelitian maka peneliti melakukan informed consent sebagai bentuk kesediaan responden untuk meluangkan waktu mengisi kuesioner.
2.
Anonimity (tanpa nama) Untuk
menjaga
kerahasian
subyek
penelitian,
peneliti
tidak
mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan inisial dan memberi nomor atau kode pada masing-masing lembar tersebut. 3.
Confidentiality (kerahasiaan informasi) Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari subyek penelitian dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.
43
I.
Kerangka Penelitian Adapun alur dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Studi Pendahuluan
Rumuskan Masalah
Tujuan Penelitian
Populasi dan Sampel
Data Primer
Pengumpulan Data
Analsisi Data
Penyajian Data
Kesimpulan
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian
DataSekunder
44
J.
Jadwal Penelitian Jadwal kegiatan penelitian yang telah dilakukan terlihat pada tabel berikut: Tabel 3.1 Jadwal Penelitian No
Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Permohonan usulan judul penelitian Pengambilan data awal penelitian Proses pembuatan proposal penelitian Konsultasi proposal penelitian Ujian proposal Perbaikan proposal Penelitian Proses penyusunan Skripsi Konsultasi skripsi Ujian hasil dan perbaikan Ujian tutup Pengesahan
Bulan/2021 April Mei Juni Juli
Agustus
45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan Geografi Puskesmas Katobengke merupakan salah satu puskesmas yang terdapat di Kecamatan Betoambari dengan wilayah kerja meliputi 2 Kelurahan yaitu, Kelurahan Katobengke, dan Kelurahan Lipu. Puskesmas Katobengke terletak di Kelurahan Katobengke denga luas wilayah kerja seluas 10,6 km², adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Katobengke yaitu (Profil Puskesmas Katobengke, 2021) : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Buton b. Sebelah Barat dengan Kecamatan Kadatua c. Sebelah Selatan dengan Kelurahan Batauga d. Sebelah Timur dengan Kecamatan Murhum 2. Kependudukan Penduduk wilayah kerja Puskesmas Katobengke menurut hasil proyeksi penduduk akhir tahun 2020 yaitu 13.533 jiwa dengan perbandingan laki-laki sebanyak 6.724 jiwa dan perempuan sebanyak 6.814 jiwa dengan tingkat kepedatan 589 jiwa / km². 3. Sosial Ekonomi Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Katobengke sebagian besar bekerja sebagai petani dan nelayan serta sebagian besar memeluk
46
Agama Islam dan sisanya sebagai pemeluk Agama Kristen Katolik dan Protestan. 4. Lingkungan Fisik Kondisi lingkungan fisiologi dan biologi langsung merupakan komponen sangat penting dalam proses terjadinya gangguan kesehatan masyarakat. Keadaan musim di daerah Puskesmas Katobengke umumnya sama dengan daerah lain disekitarnya, mempunyai dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terbanyak terjadi bulan Oktober dan Desember, pada bulan-bulan tersebut angin barat yang bertiup dari Asia dan Samudera Pasifik mengandung banyak uap air.
47
B. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau, adapun hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini, yaitu: 1. Analisis Univariat a. Distribusi Umur Responden Tabel 4.1 Distribusi Umur Responden Di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021 Umur Jumlah (n) 32-37 27 38-43 24 44-49 19 50-55 21 56-61 10 62-67 4 68-73 2 Total 107 Sumber: Data Primer, 2021
Persentase (%) 25.2 22.4 17.8 19.6 9.3 3.7 1.9 100
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 107 responden sebagian besar responden memiliki umur 32-37 tahun yaitu 27 orang (25.2%) sedangkan sebagian kecil memiliki umur 68-73 tahun yaitu 2 orang (1,9%).
48
b. Distribusi Pendidikan Responden Tabel 4.2 Distribusi Pendidikan Responden Di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021 Pendidikan Jumlah (n) Tidak Sekolah 3 SD 36 SLTP 14 SLTA 33 D-III 8 Sarjana 13 Total 107 Sumber: Data Primer, 2021
Persentase (%) 2.8 33.6 13.1 30.8 7.5 12.1 100
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 107 responden sebagian besar responden memiliki pendidikan SD yaitu 36 orang (33,6%) sedangkan sebagian kecil tidak sekolah yaitu 3 orang (2,8%). c. Distribusi Pekerjaan Responden Tabel 4.3 Distribusi Pekerjaan Responden Di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021 Pekerjaan Tukang Kayu Wiraswasta IRT Petani Sopir Angkut Pedagang Nelayan Penjual Ikan Honorer PNS Buruh Bangunan Total
Jumlah (n) 10 7 26 25 5 10 2 5 4 9 4 107
Persentase (%) 9.3 6.5 24.3 23.4 4.7 9.3 1.9 4.7 3.7 8.4 3.7 100.0
49
Sumber: Data Primer, 2021 Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 107 responden sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu 26 orang (24.3%) sedangkan sebagian kecil bekerja sebagai nelayan yaitu 2 orang (2,9%). d. Distribusi Dukungan Keluarga Responden Tabel 4.4 Distribusi Dukungan Keluarga Responden Di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021 Dukungan Keluarga Baik Kurang Total Sumber: Data Primer, 2021
Jumlah (n) 80 27 107
Persentase (%) 74.8 25.2 100.0
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 107 responden sebagian besar mendapat dukungan baik yaitu 80 orang (74,8%) sedangkan sebagian kecil kurang mendapat dukungan yaitu 27 orang (25.2%). e. Distribusi Pola Aktivitas Fisik Responden Tabel 4.5 Distribusi Pola Aktivitas Fisik Responden Di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021 Pola Aktivitas Fisik Ringan Sedang Berat Total Sumber: Data Primer, 2021
Jumlah (n) 23 59 25 107
Persentase (%) 21.5 55.1 23.4 100.0
50
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 107 responden sebagian besar memiliki pola aktivitas fisik sedang yaitu 59 orang (55.1%) sedangkan sebagian memiliki aktivitas fisik ringan yaitu 23 orang (21.5%). f. Distribusi Motivasi Sembuh Pasien Tabel 4.6 Distribusi Motivasi Sembuh Pasien Di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021 Motivasi Sembuh Pasien Baik Kurang Total Sumber: Data Primer, 2021
Jumlah (n) 82 25 107
Persentase (%) 76.6 23.4 100.0
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 107 responden sebagian besar motivasi baik yaitu 82 orang (76.6%) sedangkan sebagian kecil memiliki motivasi kurang yaitu 25 orang (23,4%). 2. Analisis Bivariat a. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Sembuh Pasien Hipertensi Dengan Melakukan Kunjungan Rawat Jalan Tabel 4.7 Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Sembuh Pasien Hipertensi Dengan Melakukan Kunjungan Rawat Jalan Di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021 Dukungan Keluarga Baik Kurang Total
Motivasi Sembuh Pasien Hipertensi Baik Kurang n % n % 67 83.3 13 16.3 15 55.6 12 44.4 82 76.6 25 23.4
Total n 80 27 107
% 100 100 100
Pvalue 0.003
51
Sumber: Data Primer Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa dari 80 responden yang mendapat dukungan keluarga baik serta memiliki motivasi baik yaitu 67 orang (83,3%) dan yang memiliki motivasi kurang yaitu 13 orang (16,3%) sedangkan dari 27 responden yang mendapat dukungan keluarga kurang serta memiliki motivasi baik yaitu 15 orang (55,6%) dan yang memiliki motivasi kurang yaitu 12 orang (44,4%). Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,003. pada = 5%, sehingga perbandingan antara nilai p < (0,003 < 0,05) maka Ho ditolak diartikan bahwa ada pengaruh dukungan keluarga terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021. b. Pengaruh Pola Aktivitas Fisik Terhadap Motivasi Sembuh Pasien Hipertensi Dengan Melakukan Kunjungan Rawat Jalan Tabel 4.8 Pengaruh Pola Aktivitas Fisik Terhadap Motivasi Sembuh Pasien Hipertensi Dengan Melakukan Kunjungan Rawat Jalan Di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021 Pola Aktivitas Fisik Ringan Sedang Berat Total Sumber: Data Primer
Motivasi Sembuh Pasien Hipertensi Baik Kurang n % n % 18 78.3 5 21.7 52 88.1 7 11.9 12 48.0 13 52.0 82 76.6 25 23.4
Total n 23 59 25 107
% 100 100 100
Pvalue 0.000
52
Berdasarkan tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa dari 23 responden yang memiliki pola aktivitas fisik ringan serta memiliki motivasi baik yaitu 18 orang (78,3%) dan yang memiliki motivasi kurang yaitu 5 orang (21,7%) sedangkan dari 59 responden yang memiliki pola aktivitas fisik sedang serta memiliki motivasi baik yaitu 52 orang (88,1%) dan yang memiliki motivasi kurang yaitu 7 orang (11,9%) dan dari 25 responden yang memiliki pola aktivitas fisik berat serta memiliki motivasi baik yaitu 12 orang (48%) dan yang memiliki motivasi kurang yaitu 13 orang (52%) Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,000. pada = 5%, sehingga perbandingan antara nilai p < (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak diartikan bahwa ada pengaruh pola aktivitas fisik terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021. C. Pembahasan 1.
Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Sembuh Pasien Hipertensi Dengan Melakukan Kunjungan Rawat Jalan Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian responden mendapat dukungan keluarga baik serta memiliki motivasi baik yaitu 67 orang (83,3%), hal ini disebabkan karena 91,6%, keluarga responden selalu menemani responden jika ingin kepelayanan kesehatan (Puskesmas), ada 53,3% keluarga selalu memberikan informasi untuk melakukan pemeriksaan di puskesmas, ada 80,4% keluarga selalu mengingatkan
53
jadwal untuk minum obat pada waktunya, ada 66,4% keluarga selalu mendengarkan keluhan yang anda alami selama menjalani pengobatan di puskesmas, ada 51,4% keluarga mendampingi anda datang ketempat pelayanan kesehatan untuk berobat, ada 68,2% keluarga ikut membantu dalam membiayai pengobatan responden, ada 57% keluarga memberi perhatian yang baik setiap anda membutuhkan bantuan, ada 60,7% keluarga mendengar ketika menceritakan keluhan responden, ada 62,6% keluarga menerima kondisi penyakit yang dialami saat ini dan sebanyak 57,9% keluarga memberikan nasihat untuk mengatasi efek samping yang timbul akibat hipertensi. Sedangkan responden yang mendapat dukungan keluarga kurang serta memiliki motivasi baik yaitu 15 orang (55,6%) dan yang memiliki motivasi kurang yaitu 12 orang (44,4%). Hal ini disebabkan karena kesibukan keluarga responden dalam melakukan pekerjaan sehari-hari mereka sehingga tidak memiliki waktu luang untuk menemani responden untuk berobat di pelayanan kesehatan (puskesmas), tetapi hal ini tidak menyurutkan niat (motivasi) bagi responden untuk tidak melakukan pengobatan di pelayanan kesehatan (puskesmas). Hasil ini sejalan dengan teori (Padila, 2013) mengatakan bahwa dukungan dari keluarga dan sahabat sangat diperlukan dalam penanganan penderita hipertensi. Dukungan dari keluarga merupakan faktor terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Dukungan keluarga akan menambah rasa
percaya diri
dan motivasi untuk
54
menghadapi masalah dan meningkatkan kepuasan hidup. Dalam hal ini keluarga harus dilibatkan dalam program pendidikan sehingga keluarga dapat memenuhi keluarga harus
mencari
kebutuhan pasien, mengetahui kapan
pertolongan
dan
support
dalam
mendukung
kepatuhan
kehidupan
penderita
terhadap pengobatan. Keluarga
menjadi
hipertensi, agar keadaan yang dialami tidak semakin memburuk dan terhindar dari komplikasi akibat hipertensi. Apabila hipertensi yang tidak terkontrol tidak ditangani secara maksimal akan mengakibatkan timbul
kembalinya
gejala
hipertensi
yang
biasanya
disebut
kekambuhan hipertensi. Jika penderita hipertensi tidak mencegah dan mengobati
penyakit
hipertensinya
secara
maksimal,
penderita
hipertensi akan beresiko mengalami komplikasi. Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,003. pada = 5%, sehingga perbandingan antara nilai p < (0,003 < 0,05) maka Ho ditolak diartikan bahwa ada pengaruh dukungan keluarga terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ningrum & Sudyasih, 2018) dengan hasil penelitian ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat menunjukkan p-value 0,000 (p< 0,05). Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang
55
tidak dapat diabaikan begitu saja, karena dukungan keluarga merupakan salah satu dari faktor yang memiliki kontribusi yang cukup berarti dan sebagai faktor penguat yang mempengaruhi kepatuhan pasien. Keluarga memiliki peranan penting dalam proses pengawasan, pemeliharaan dan pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di rumah. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nepa Fay (2020), diperoleh bahwa dukungan keluarga terdapat hubungan yang signifikan ρ value = 0,000 dimana ρ < a (0,000<0,05) dengan motivasi pasien hipertensi dalam mengontrol tekanan darah di Puskesmas Sikumana Kota Kupang dengan nilai koefisien r = 0,651 dan di katakan adanya korelasi yang cukup kuat dari kedua variabel. 2.
Pengaruh Pola Aktivitas Fisik Terhadap Motivasi Sembuh Pasien Hipertensi Dengan Melakukan Kunjungan Rawat Jalan. Hasil penelitian didapatkan bahwa menunjukkan bahwa dari 23 responden yang memiliki pola aktivitas fisik ringan serta memiliki motivasi baik yaitu 18 orang (78,3%), hal ini disebabkan karena responden selalu melakukan olah raga setiap hari, dan dilakukan selama ≥ 30 menit dalam sehari, melakukan kegiatan/aktifitas sehari-hari melakukan pekerjaan rumah ≥ 30 menit dalam sehari serta melakukan kegiatan/aktifitas sehari-hari seperti mencuci pakaian ≥ 30 menit dalam sehari, selain melakukan aktivitaf fisik tiap harinya responden juga selalu tidak lupa untuk melakukan kunjungan ke puskesmas untuk mengontrol hipertensi yang diderita. Sedangkan responden yang memiliki pola aktivitas fisik sedang serta memiliki motivasi baik yaitu 52 orang
56
(88,1%), hal ini disebabkan karena responden walaupun memiliki banyak pekerjaan tetapi responden selalu diingatkan oleh kelurga untuk tidak lupa untuk selalu berobat ke puskesmas untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit lain. Sedangkan responden yang memiliki pola aktivitas fisik berat serta memiliki motivasi baik yaitu 12 orang (48%) dan yang memiliki motivasi kurang yaitu 13 orang (52%). Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden memiliki pekerjaan sebagai petani, buruh bangunan sehingga aktivitas untuk melakukan olah raga secara teratur tidak dapat dilakukan. Responden yang memiliki aktivitas berat tetap masih meluangkan waktu untuk melakukan kunjungan ke puskesmas walaupun tidak rutin dilakukan. Aktivitas fisik sangat memengaruhi stabilitas tekanan darah. Seseorang yang tidak aktif dalam melakukan suatu kegiatan cenderung akan
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal
tersebut akan mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan darah yang membebankan pada dinding arteri sehingga tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan tekanan darah. Kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat (Anggraini et al., 2018). Aktivitas fisik yang baik dan rutin akan melatih otot jantung dan tahanan perifer yang dapat mencegah peningkatan tekanan darah, disamping itu, olahraga yang teratur dapat merangsang pelepasan hormon
57
endorfin yang menimbulkan efek euphoria dan relaksasi otot sehingga tekanan darah tidak meningkat, olahraga atau latihan jasmani secara teratur, terbukti dapat menurunkan tekanan darah ketingkat normal dan menurunkan resiko serangan hipertensi 50% lebih besar dibanding orang yang tidak aktif melakukan olahraga, satu sesi olahraga rata-rata menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg, pengaruh penurunan tekanan darah ini dapat berlangsung sampai sekitar 20 jam setelah berolahraga, dan pengaruh olahraga dalam jangka panjang sekitar 4-6 bulan dapat menurunkan tekanan darah sebesar 7,4/ 5,8 mmHg tanpa bantuan obat hipertensi (Suiraoka, 2016). Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,000. pada = 5%, sehingga perbandingan antara nilai p < (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak diartikan bahwa ada pengaruh pola aktivitas fisik terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Iswahyuni, 2017) dengan judul hubungan antara aktifitas fisik dan hipertensi pada lansia. Hasil penelitian menyatakan
bahwa ada
hubungan antara aktivitas fisik dengan hipertensi (baik sistole maupun diastole). Semakin aktif fisiknya semakin normal tekanan darahnya baik pada hipertensi sistole maupun diastole, dan semakin tidak aktif aktivitas fisiknya maka semakin tinggi tekanan darah baik
58
pada hipertensi sistole maupun diastole. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bachtiar (2020) hasil yang diperoleh di Puskesmas Cendrawasih responden hipertensi dengan aktivitas fisik ringan sebanyak 49 orang (62%) dan untuk responden non-hipertensi dengan aktivitas fisik ringan sebanyak 30 orang (38%). Sedangkan responden yang memiliki hipertensi dengan aktivitas fisik berat sebanyak 16 orang (31.4 %) dan responden non-hipertensi dengan aktivitas fisik berat yaitu 35 orang (68.6%). Kesimpulan penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik terhadap kejadian hipertensi di Puskesmas Cendrawasih.
59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang didapatkan, yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu: 1.
Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021.
2.
Ada pengaruh pola aktivitas fisik terhadap motivasi sembuh pasien hipertensi dengan melakukan kunjungan rawat jalan di Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2021.
B. Saran 1. Diharapakan kepada responden yang kurang mendapatkan dukungan keluarga agar dapat memotivasi diri untuk rutin melakukan kunjungan di puskesmas agar penyakit hipertensi yang dideritanya dapat sembuh. 2. Diharapkan kepada responden yang memiliki pola aktivitas sedang dan berat agar melakukan pola aktivita yang sehat seperti meluangkan waktu untuk berolah raga secara teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. (2012). Keperawatan Keluarga” Konsep Teori, Proses dan Praktik Keperawatan. Graha ilmu. Anggraini, S. D., Izhar, M. D., & Noerjoedianto, D. (2018). Hubungan Antara Obesitas Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Rawasari Kota Jambi Tahun 2018. Jurnal Kesmas Jambi, 2(2), 45–55. Aziz, A. H. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan. In Jakarta: Salemba Medika. Bell, K., Twiggs, J., Olin, B. R., & Date, I. R. (2015). Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC-8 Guideline Recommendations. Alabama Pharmacy Association, 334, 4222. Diakses 12 April 2020. BHF. (2014). 64000 People Died From Heart Diseases in 2013. BHF. Cahya, N. (2014). Analisis Pelaksanaan Rekapitulasi Kunjungan Pasien Rawat Jalan Guna Menunjang Pelayanan Di Rumah Sakit Umum Dr Abdul Azis Singkawang. Skripsi. Bandung. Piksi Ganesha. Carey, R. M., & Whelton, P. K. (2017). Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults: Synopsis of the 2017 American College of Cardiology/American Heart Association Hypertension Guideline. Annals of Internal Medicine, 168(5), Diakses 20 April 2021. acpjournals.org. Dasso, N. A. (2019). How is Exercise Different From Physical Activity? A Concept Analysis. Nursing Forum, 54(1), 45–52. Donsu, J. D. T. (2017). Psikologi Keperawatan. Yogyakarta. Pustaka Baru Press. Fauzi, I. (2014). Buku Pintar Deteksi Dini Gejala & Pengobatan Asam Urat, Diabetes & Hipertensi. In Yogyakarta: Araska. Fitrina, Y., & Harysko, R. O. (2014). Hubungan Karakteristik Dan Motivasi Pasien Hipertensi Terhadap Kepatuhan Dalam Menjalani Pengobatan Di Puskesmas Talang Kabupaten Solok Tahun 2014. Diakses 14 April 2021. Http://Www.Ejournal.Stikesyarsi.Ac.Id. Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan Praktek. Jakarta: Egc, 5–6. Gunarti, R. (2019). Manajemen Rekam Medis Di Layanan Kesehatan. Yogjakarta: Thema Publishing. Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Hidayat, A. A. (2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data: Contoh Aplikasi Studi Kasus. Jakarta: Salemba Medika. Iswahyuni, S. (2017). Hubungan Antara Aktifitas Fisik dan Hipertensi Pada Lansia. Profesi (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian, 14(2), 1-4. Diakses 19 April 2021. ejournal.stikespku.ac. Joint, G., & Committee, N. (2016). JNC 8: Evidence-based Guideline. Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa. Diakses 13 April 2020. https://www.kemkes.cdkjounal.com. Karunia, E. (2016). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kemandirian Activity Of Daily Living Pasca Stroke. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(2), 213–224. Kemenkes RI. (2014). Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes RI. (2017). Sebagian Besar Penderita Hipertensi Tidak Menyadarinya. Diakses 12 April 2021. https://www.kemkes.go.id/article/view/17051800002. Maharani, R., & Syafrandi, D. P. (2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pengendalian Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Harapan Raya Kota Pekanbaru Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Komunitas, 3(5), 165-171. Diakses 19 April 2021. jurnal.htp.ac.id. Ningrum, S. P., & Sudyasih, T. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Hipertensi di Puskesmas Seyegan Sleman Yogyakarta. Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2015). Ilmu Perilaku Kesehatan. In Jakarta: Rineka Cipta. Nuraini, B. (2015). Risk Factors of Hypertension. Jurnal Majority, 4(Diakses 16 April 2021. juke.kedokteran.unila.ac.id). Nurmalina. (2011). Pencegahan Komputindo., Bandung.
& Manajemen
Obesitas.
Elex
Media
Padila, P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika. PERKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Jakarta. Pieter, H. Z., & Lubis, N. L. (2013). Pengantar Psikologi untuk Kebidanan. In Jakarta: Prenada Media Group. Purnamasari, R. P., & Indriastuti, D. (2020). Kadar Kolesterol Total Pada Penderita Hipertensi Usia Pra Lansia Di Puskesmas Poli-Polia Kabupaten Kolaka Timur. Jurnal Keperawatan, 3(03), 5–9.
Purnamasari, W. (2020). Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Antang Kota Makassar Tahun 2020. Universitas Hasanuddin. Putra, A. K. (2013). Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kepuasan Kerja. Jurnal Ilmu Manajemen (JIM), 1(1). Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1-200. Diakses 10 April 2021. Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A. W., Simadibrata, K., Setiyohadi, B., & Syam, A. F. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Interna Publishing. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R& D. Bandung: Alfabeta. Suiraoka, I. (2016). Penyakit Degeneratif,Yogyakarta : Nuha Medika. Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Tjay, T. H. (2015). Obat-obat Penting Edisi Ketujuh. Jakarta. Elex Media Komputindo. Tjekyan, R. M. S., & Zulkarnain, M. (2017). Faktor–Faktor Risiko dan Angka Kejadian Hipertensi Pada Penduduk Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 8(3), 180–191. WHO. (2018). Data Hipertensi Global. Asia Tenggara: WHO, 2018. Williams, B., Mancia, G., Spiering, W., Agabiti Rosei, E., Azizi, M., Burnier, M., Clement, D. L., Coca, A., De Simone, G., & Dominiczak, A. (2018). ESC/ESH Guidelines for the Management of Arterial Hypertension: The Task Force for the Management of arterial hypertension of the European Society of Cardiology (ESC) and the European Society of Hypertension (ESH). European Heart Journal, 39(33), Diakses 23 April 2021. academic.oup.com.