Artikel Jurnal (Aulia Pramesta)

  • Uploaded by: auliaprmst
  • Size: 572.2 KB
  • Type: PDF
  • Words: 3,157
  • Pages: 17
Report this file Bookmark

* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.

The preview is currently being created... Please pause for a moment!

Description

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP LAMA WAKTU RAWAT INAP POST CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG) DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

ARTIKEL JURNAL Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

AULIA PRAMESTA PUTRI 130110160032

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN BANDUNG 2019

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP LAMA WAKTU RAWAT INAP POST CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG) DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Aulia Pramesta1, Sunaryo B. Sastradimaja2, Syarief Hidayat3 1

Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung, 2Departemen Ilmu Kesehatan Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung, 3Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung

1. Aulia Pramesta Putri

Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang Phone: +62 857 552 898 56 Email: [email protected]

2. Sunaryo B, Sastradimaja, dr., SpKFR. Departemen Ilmu Kesehatan Fisik dan Rehabilitasi, Universitas Padjadjaran Komp Taman Bumi Prima, Blok F No.5 Jl. Pesantren-Cibabat-Cimahi 40513, Jawa Barat, Indonesia Phone +62 815 620 085 5

Email:

3. Syarief Hidayat, dr., SpPD. SpJP. Departemen Kardiologi dan Vaskular, Universitas Padjadjaran Jalan Muararajeun Baru 4/No 6, Bandung 40122, Jawa Barat, Indonesia Phone +62 821 154 151 51 Email:

1

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP LAMA WAKTU RAWAT INAP POST CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG) DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG ASSOCIATION BETWEEN SUBJECTIVE GLOBAL ASSESSMENT (SGA) OUTCOMES AND STROKE SEVERITY BASED ON NATIONAL INSTITUTE OF HEALTH STROKE SCALE (NIHSS) Fadila Arsanti*, Lisda Amalia**, Ginna Megawati*** *Faculty of Medicine, Padjadjaran University, Bandung, **Department of Neurology, Faculty of Medicine, Padjadjaran, University Bandung, ***Department of Public Health, Faculty of Medicine, Padjadjaran, University Bandung ABSTRACT Introduction: Stroke is a cerebrovascular disease caused by the sudden death of brain cells due to a decrease in the supply of oxygen to the bloodstream leading to the brain, blockage or rupture of the blood vessels of the brain. Brain cells need adequate nutrition related to their neurological function. Nutrition plays an important role in stroke disease. Inadequate intake of nutrients affects the severity of stroke. Subjective Global Assessment (SGA) can be used to assess the nutritional status of stroke patients, while severity of stroke is known by assessing neurological deficits based on the National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS). Aims: To determine the association between SGA outcomes and stroke severity based on NIHSS in the neurological ward of Dr. Hasan Sadikin Hospital, Bandung. Methods: Cross-sectional analytic design study for stroke patients who were treated in the neurological ward of Dr. Hasan Sadikin Hospital, Bandung between August-October 2018. Chi- square test was used to see the relationship between variables. Results: Among 40 study subjects, 23 subjects were (57.5%) female, 15 subjects (37.5%) had a stroke at the age of 50-59 years, the main risk factor of stroke was hypertension. Recurrence stroke were more common in 21 people (52.5%), with the most types of stroke was Ischemic 24 people (60%). The most common neurological deficit is hemiplegia. A subject with malnutrition (SGA C) was 16 people (40%). Stroke severity of 20 people (50%) had moderate neurological deficits based on NIHSS. The association between two variables based on the Fisher’s Exact Test obtained results of 0.008. P value = 0.008 <0.05. Discussion: There was a significant association between SGA outcomes and stroke severity based on NIHSS in the neurological ward of Dr. Hasan Sadikin Hospital, Bandung. Keywords: NIHSS, nutritional status, SGA, stroke severity

2

Fadila Arsanti*, Lisda Amalia**, Ginna Megawati*** *Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung, **Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung, ***Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung ABSTRAK Latar Belakang : Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang disebabkan oleh adanya kematian mendadak sel otak karena penurunan suplai oksigen pada aliran darah yang menuju ke otak, akibat sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Sel otak membutuhkan nutrisi yang cukup terkait fungsi neurologisnya. Nutrisi berperan penting pada kondisi stroke. Asupan nutrisi yang tidak adekuat berpengaruh terhadap derajat keparahan stroke. Subjective Global Assessment (SGA) dapat digunakan untuk menilai status gizi pasien stroke, sedangkan derajat keparahannya diketahui dengan menilai defisit neurologis berdasarkan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS). Tujuan : Mengetahui hubungan antara luaran SGA dengan derajat keparahan stroke berdasarkan NIHSS. Metode : Analitik potong lintang terhadap pasien stroke yang dirawat di bangsal Neurologi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung bulan Agustus - Oktober tahun 2018. Uji Chisquare digunakan untuk melihat hubungan antar-variabel. Hasil Penelitian : Dari 40 subjek penelitian sebanyak 23 orang (57,5%) berjenis kelamin perempuan, 15 orang (37,5%) mengalami stroke pada usia 50 – 59 tahun, memiliki faktor risiko utama Hipertensi. Stroke berulang lebih banyak terjadi yaitu 21 orang (52,5%), jenis stroke terbanyak adalah iskemik 24 orang (60%). Defisit neurologis yang paling banyak terjadi adalah hemiplegia. Subjek dengan gizi buruk (SGA C) sebanyak 16 orang (40%). Derajat keparahan NIHSS dengan defisit neurologis sedang sebanyak 20 orang (50%). Hubungan antar kedua variabel berdasarkan uji Fisher’s Exact Test memperoleh hasil 0,008. Nilai p = 0,008 < 0,05. Diskusi : Terdapat hubungan yang bermakna antara luaran SGA dengan dengan derajat keparahan stroke berdasarkan NIHSS di Ruang Rawat Neurologi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Kata Kunci : Derajat keparahan stroke, NIHSS, SGA, status giz

3

Pendahuluan Penyakit Jantung Koroner merupakan penyakit kardiovaskular yang terjadi karena penyempitan pembuluh darah koroner di jantung akibat penumpukan plak aterosklerosis. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokardium sehingga timbul gejala nyeri dada (angina). Manifestasi klinis dari PJK dapat berupa angina pektoris stabil dan sindrom koroner akut. PJK banyak terjadi pada usia lebih dari 40 tahun, namun seiring perubahan pola hidup, PJK dapat terjadi pada remaja dan dewasa muda. 1 Penyakit Jantung Koroner (PJK) termasuk ke dalam salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang kematian terbesar (35%) di bawah usia 70 tahun dalam kelompok Penyakit Tidak Menular (PTM) menurut World Health Organization. Prevalensi PJK adalah yang tertinggi untuk penyakit kardiovaskular di Indonesia dengan estimasi jumlah penderita PJK di Indonesia terdapat di Propinsi Jawa Barat.2 Penderita PJK memerlukan tindakan untuk mengatasi ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan miokardium dengan mencegah pertumbuhan plak secara progresif dengan menggunakan obat-obatan maupun tindakan revaskularisasi, seperti Percutaneous Coronary Intervention (PCI) atau operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG). CABG dilakukan dengan operasi pembelahan toraks terbuka untuk memasangkan pembuluh darah baru ke jantung; menggantikan pembuluh darah koroner yang tersumbat. 3 Operasi CABG juga dapat menimbulkan komplikasi post-CABG: pendarahan, aritmia (fibrilasi atrium), gagal ginjal akut, penyakit neurovaskular, infeksi luka operasi (mediastinitis), stroke, dan bahkan kematian. Komplikasi post-CABG dapat memperpanjang lama rawat inap pasien post-operasi. Operasi CABG juga dipengaruhi oleh status nutrisi seseorang sebelum dan sesudah menjalankan operasi. Status nutrisi dapat digambarkan melalui berat badan dan tinggi badan seseorang yang kemudian dihitung dalam bentuk Indeks Massa Tubuh (IMT). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa IMT preoperasi dapat memengaruhi kondisi pasien dalam jangka waktu pendek dan tindakan yang dilakukan sebelum, saat, dan setelah operasi CABG. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa kategori underweight (<18.5) dan obesitas tingkat II (≥30), berdasarkan WHO Asia Pasifik, memiliki mortalitas yang lebih tinggi daripada kategori lainnya.4,5 Dalam penelitian yang lain disebutkan bahwa

kategori overweight (23.0-24.9), berdasarkan WHO Asia Pasifik, memiliki kondisi luaran post-CABG jangka pendek yang lebih baik daripada kategori IMT normal.6 Sehingga, pengukuran IMT pre-operasi memiliki arti penting dalam pertimbangan pre-operasi dan luaran post-operasi (morbiditas, lama waktu rawat, dan mortalitas) jangka pendek. 4,6,7 Lama rawat post-CABG merupakan waktu rawat inap pasien yang diukur sejak setelah operasi sampai pasien pulang. Pada penelitian mengenai variablitias lama rawat post-CABG, didapatkan bahwa waktu lama rawat pasien setelah menjalankan operasi CABG rata-rata adalah 5 hari, beberapa pasien memiliki waktu lama rawat mencapai 14 hari. Ada banyak faktor yang menentukan lama rawat pasien, misalnya tingkat komplikasi post-operasi, status nutrisi pasien, keadaan ruangan rawat inap, dan sebagainya. Semakin lama waktu rawat inap pasien, maka semakin tinggi paparan terhadap infeksi nosokomial dan banyaknya biaya yang harus dikeluarkan. Apabila faktor-faktor yang memperlama waktu rawat inap bisa diminimalisir, maka kualitas hidup pasien diharapkan semakin membaik. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan lama waktu rawat inap post-CABG di RSUP Hasan Sadikin Bandung. Metode Penelitian dilakukan dengan metode analitik potong lintang terhadap pasien rawat inap post-CABG yang dirawat di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode 1 Januari 2015-31Juli 2019. Sampel penelitian ditentukan dengan metode consecutive sampling dengan penentuan besar sampel minimum menggunakan rumus analitik komparatif kategorik tidak berpasangan. Data indeks massa tubuh dan lama rawat inap diperoleh dari rekam medis. Kriteria inklusi yaitu pasien PJK yang menjalankan operasi CABG di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tanpa adanya prosedur operasi lain. Kriteria eksklusi yaitu pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap dan data pasien yang meninggal <24 jam. Indeks massa tubuh berdasarkan Departemen Kesehatan RI dikategorikan menjadi 4 kategori yaitu pasien dengan underweight (IMT <18.5), normal (IMT 18.5-25.0), overweight (IMT 25.1-27.0), dan obesitas (IMT >27). Pada penelitian ini subjek dikategorikan menjadi normal (kelompok underweight masuk ke

dalam kelompok normal), overweight, dan obesitas. Perhitungan lama rawat dihitung sejak setelah operasi CABG sampai pasien pulang. Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel, uji statistik yang digunakan adalah uji Chisquare. Syarat melakukan perhitungan Chi-square adalah maksimal seperlima jumlah sel yang memiliki expected count kurang dari lima. Jika nilai p<0.05 maka dapat dibuktikan secara statistik bahwa ada hubungan di antara kedua variabel. Etik penelitian diperoleh dari Komite Etik Penelitian Universitas Padjadjaran. Hasil Penelitian Selama periode penelitian, dari 190 data pasien yang rekam medis yang terdaftar, didapatkan 187 data pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Tabel 1 menggambarkan bahwa sebagian besar subjek penelitian berjenis kelamin lakilaki sebanyak 155 orang (82.9%). Sebanyak 105 orang (56.1%) menjalankan operasi CABG pada usia kurang dari 60 tahun. Pada penelitian ini faktor risiko terbanyak adalah adanya riwayat penyakit jantung berjumlah 117 orang, satu pasien dapat memiliki lebih dari satu faktor risiko stroke. Sebanyak 145 pasien (77.5%) pasien pulang dengan kondisi perbaikan. Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian (n=187) Variabel Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Usia <60 tahun ≥60 tahun Faktor Risiko PJK* Riwayat Penyakit Jantung Hiperlipidemia Hipertensi Diabetes Mellitus Rokok Outcome Pulang Sembuh Perbaikan Tidak Sembuh Meninggal

*1 faktor risiko bisa dimiliki oleh beberapa pasien

N (%) 155 (82.9) 32 (17.1) 104 (55.6) 83 (44.4) 117 48 92 39 42 20 (10.7) 145 (77.5) 5 (2.7) 17 (9.1)

Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa 73 orang (82%) laki-laki dan 16 orang perempuan (18%) memiliki kategori IMT normal. Sebanyak 43 orang (48.3%) yang berusia kurang dari 60 tahun dan 46 orang (51.7%) yang berusia

lebih dari sama dengan 60 tahun juga memiliki IMT normal. Faktor risiko terbanyak pada ketiga kelompok IMT adalah adanya riwayat penyakit jantung. Pada kategori IMT normal, sebanyak 11 orang (12.4%) pasien sembuh, pada kategori overweight sebanyak 4 orang (8.9%) sembuh, dan pada kategori obesitas sebanyak 5 orang (9.4%) sembuh. Tabel 2. Karakteristik Subjek Berdasarkan IMT (n=187)

Normal

Kategori IMT N (%) Overweight

Obesitas

73 (82.0) 16 (18.0)

36 (80.0) 9 (20.0)

46 (86.8) 7 (13.2)

43 (48.3) 46 (51.7)

27 (60.0) 18 (40.0)

34 (64.1) 19 (35.9)

52 23 41 20 19

29 13 23 9 10

36 12 28 10 13

11 (12.4) 67 (75.3) 3 (3.4) 8 (8.9)

4 (8.9) 35 (77.8) 1 (2.2) 5 (11.1)

5 (9.4) 43 (81.2) 1 (1.9) 4 (7.5)

Variabel Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Usia <60 tahun ≥60 tahun Faktor Risiko PJK* Riwayat Penyakit Jantung Hiperlipidemia Hipertensi Diabetes Mellitus Rokok Outcome Pulang Sembuh Perbaikan Tidak Sembuh Meninggal

*1 faktor risiko bisa dimiliki oleh beberapa pasien Pada gambar 1 didapatkan rata-rata lama rawat inap pada pasien postCABG adalah 6 hari, sehingga peneliti menentukan cut off dan mengkategorikan lama rawat inap pasien menjadi kurang dari 6 dan lebih dari sama dengan 6 berdasarkan hasil analisis tersebut. Gambar 1. Lama Rawat Pasien Post-CABG berdasarkan IMT

Tabel 3 menggambarkan bahwa seluruh subjek dengan kategori IMT normal yang memiliki lama rawat inap kurang dari 6 hari adalah sebanyak 22 orang (24.7%), sedangkan subjek dengan kategori IMT overweight yang memiliki lama rawat inap kurang dari 6 hari sebanyak 12 orang (23.7%), dan subjek dengan kategori IMT obesitas yang memiliki lama rawat inap kurang dari 6 hari hanya sebanyak 5 orang (9.3%). Tabel 3. Hubungan Antara Lama Rawat dengan IMT IMT Normal Overweight Obesitas

Lama Rawat N (%) <6 22 (24.7) 12 (23.7) 5 (9.3)

≥6 67 (75.3) 32 (72.7) 49 (90.7)

X2

P value

6.032

0.043

Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui bahwa karakteristik umum subjek penelitian sebagian besar adalah laki-laki (82.9%) dengan frekuensi paling banyak pada usia di bawah 60 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian Maas AM tahun 2010 yang melibatkan 2680 kasus Penyakit Jantung Koroner (PJK) sebesar 62% adalah laki-laki, namun dengan usia rata-rata diatas 60 tahun. 8 Pada usia

reproduktif, prevalensi PJK lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan, hal tersebut terjadi karena pada masa fertil, hormon estrogen menjadi faktor protektif terhadap PJK. Hormon estrogen meningkatkan metabolisme tubuh dan menurunkan kadar kolesterol dan LDL. 8 Penelitian oleh Susanne Nielsen pada tahun 2019 juga menunjukkan hal serupa, dimana penderita PJK lebih banyak pada laki-laki (78.4%), namun dengan usia di atas 60 tahun. 9 Penelitian ini sesuai dengan kedua penelitian di atas berdasarkan jenis kelamin namun bertentangan berdasarkan usia, karena sampel di RSHS lebih banyak yang berusia di bawah 60 tahun. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Gander dkk yang melakukan penelitian pada tahun 2014 dan mengeksklusi sampel perempuan karena rendahnya angka kejadian PJK pada sampel yang masuk ke dalam kriteria inklusi. Laki-laki yang menjadi sampel penelitian memiliki usia rata-rata 44-48 tahun.10 Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya riwayat penyakit jantung merupaka faktor risiko yang paling sering muncul pada kasus PJK. Didukung oleh penelitian Bachmann dkk bahwa riwayat penyakit jantung memiliki pengaruh terhadap kejadian PJK, diantaranya adalah angina, infark miokardium, angioplasty, riwayat CABG, dan riwayat PJK pada keluarga. Apabila riwayat keluarga positif, dapat diduga akan terjadinya PJK obstruktif dan infark miokardium dalam 10 tahun mendatang.11 Luaran pasien post-CABG bervariasi, pada penelitian ini didapatkan bahwa luaran yang dialami pasien terbanyak adalah … Luaran ini dapat memengaruhi lama rawat inap pasien dan mortalitas pasien post-CABG. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Michael dan Edgar pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa Sebagian besar subjek penelitian mengalami stroke iskemik (60%). Hal ini sesuai dengan penelitian Alyana A. Samai di Amerika tahun 2015.20 Kejadian stroke berulang pada penelitian ini tinggi sebanyak 52,5%, didukung oleh penelitian Daubail yang menunjukkan kejadian stroke berulang tinggi dan dapat bervariasi waktunya yaitu setelah 1 bulan, 1 tahun atau 10 tahun setelah kejadian stroke akut. Stroke berulang erat kaitannya dengan kemungkinan derajat keparahan yang lebih buruk karena riwayat defisit neurologis pada stroke sebelumnya.21 Stroke dengan defisit neurologis dapat memengaruhi kondisi nutrisi serta derajat keparahannya. Defisit neurologis yang terdapat pada subjek penelitian ini

adalah hemiplegia pada 38 orang, afasia pada 23 orang, disfagia pada 18 orang, penurunan kesadaran pada 17 orang, dan disartria pada 11 orang. Defisit neurologis tersebut menyebabkan penurunan kemandirian subjek untuk makan yang akan memengaruhi status gizi pasien stroke. Sehingga kasus stroke yang dirawat di rumah sakit dengan kondisi malnutrisi sangat tinggi prevalensinya.22,23 Rute pemberian nutrisi ditentukan oleh kondisi pasien stroke. Pasien stroke dengan disfagia dan penurunan kesadaran akan memperoleh nutrisi enteral via nasogastric tube (NGT), sedangkan bila pasien dengan kondisi defisit neurologis lebih ringan asuhan nutrisi diberikan per-oral. Pada penelitian ini didapatkan 40% subjek mengalami gizi buruk (SGA C) berdasarkan penilaian SGA awal perawatan. Penelitian deskriptif Gloria Kartika di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2014 menunjukkan hasil serupa.7 Hal ini menarik karena selama 4 tahun terakhir kondisi malnutrisi pada stroke tinggi, sehingga perlu mendapatkan perhatian lebih agar pasien memperoleh asuhan nutrisi yang tepat, dan diharapkan perbaikan nutrisi dapat meningkatkan luaran klinis. Pada penelitian ini, sebanyak 20.9% subjek penelitian memiliki lama rawat inap kurang dari 6 hari. Lama rawat inap pasien post-CABG bervariasi, mulai dari 1 hari hingga paling lama 26 hari. Pada penelitian Erick D. Peterson tahun 2002 disebutkan bahwa lama rawat pasien post-CABG rata-rata adalah 5-14 hari. Pasien dikatakan memiliki lama rawat memanjang jika lebih dari 14 hari. 7 Pada penelitian tersebut Penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara luaran SGA dengan derajat keparahan stroke berdasarkan hasil NIHSS, sehingga diperoleh hasil terdapat hubungan antara keduanya. Fereshteh Aliasghari pada penelitiannya mengenai hubungan malnutrisi menggunaan metode penilaian yang lain yaitu Mini Nutritional Assessment (MNA) dengan NIHSS tahun 2018 menunjukkan hasil yang signifikan.24 Hal tersebut disebabkan karena nutrisi berperan penting pada regenasi sel otak dan fungsi fisiologisnya seperti hantaran impuls saraf dan hubungan antar neuron. Pada kondisi stroke didapatkan oxidative stress yang tinggi, hal ini akan memicu terjadinya kerusakan sel. Adanya antioksidan dapat berperan sebagai proteksi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Antioksidan dapat diperoleh dari external melalui asupan nutrisi yang baik. Protein dan mikronutrien dapat memengaruhi sintesis dari antioksidan, sehingga kecukupan asupan protein dan mikronutrien

yang baik dapat meningkatkan peran

antioksidan.25,26 Pada status gizi pasien stroke yang buruk makro dan mikronutrien tidak cukup untuk memperbaiki kondisi klinis stroke, sehingga memengaruhi derajat keparahan.27,28,29 Keterbatasan penelitian ini adalah waktu penelitian yang singkat dan penilaian

SGA

hanya

dilakukan

pada

awal

masa

perawatan

kurang

menggambarkan berbagai faktor risiko lain yang dapat memengaruhi status gizi dan luaran klinis stroke selama masa perawatan. Disarankan penelitian lebih lanjut mengenai faktor – faktor yang memengaruhi status gizi pasien stroke selama masa perawatan, sehingga bisa mendapatkan masukan untuk perbaikan status gizi yang diharapkan dapat memperbaiki luaran klinis pasien stroke dengan waktu penelitian yang lebih lama. Kesimpulan Terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh dengan lama rawat inap pasien post-CABG.

Daftar Pustaka 1.

Levine GN, Bates ER, Blankenship JC, Bailey SR, Bittl JA, Cercek B, et al. 2011 ACCF / AHA / SCAI Guideline for Percutaneous Coronary Intervention. JAC [Internet]. 2011;58(24):e44–122. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jacc.2011.08.007

2.

Kementerian BL. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (RISKESDAS 2013). Lap Nas 2013. 2013;1–384.

3.

Kemenkes. Penyakit Jantung Penyebab Kematian Tertinggi. Kementrian Kesehat Republik Indones [Internet]. 2017;2015–6. Available from: http://www.depkes.go.id/article/view/17073100005/penyakit-jantung-penyebabkematian-tertinggi-kemenkes-ingatkan-cerdik-.html

4.

Protopapas AD. Does Body Mass Index Affect Mortality in Coronary Surgery? Open Cardiovasc Med J. 2016;10(1):240–5.

5.

Wagner BD, Grunwald GK, Rumsfeld JS, Hill JO, Ho PM, Wyatt HR, et al. Relationship of Body Mass Index With Outcomes After Coronary Artery Bypass Graft Surgery. Ann Thorac Surg. 2007;84(1):10–6.

6.

Stamou SC, Nussbaum M, Stiegel RM, Reames MK, Skipper ER, Robicsek F, et al. Effect of body mass index on outcomes after cardiac surgery: Is there an obesity paradox? Ann Thorac Surg [Internet]. 2011;91(1):42–7. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.athoracsur.2010.08.047

7.

Peterson ED, Coombs LP, Ferguson TB, Shroyer AL, DeLong ER, Grover FL, et al. Hospital variability in length of stay after coronary artery bypass surgery: Results from the society of thoracic surgeon’s national cardiac database. Ann Thorac Surg. 2002;74(2):464–73.

8.

A.H.E.M. M, Y.E.A. A. Gender differences in coronary heart disease. Netherlands Hear J. 2010;18(12):598–602.

9.

Nielsen S, Giang KW, Wallinder A, Rosengren A, Pivodic A, Jeppsson A, et al. Social Factors, Sex, and Mortality Risk After Coronary Artery Bypass Grafting: A Population-Based Cohort Study. J Am Heart Assoc. 2019;8(6).

10.

Gander J, Sui X, Hazlett LJ, Cai B, Hébert JR, Blair SN. Factors related to coronary heart disease risk among men: Validation of the Framingham risk score. Prev Chronic Dis. 2014;11:1–9.

11.

Bachmann JM, Willis BL, Ayers CR, Khera A, Berry JD. Association between

family history and coronary heart disease death across long-term follow-up in men: the Cooper Center Longitudinal Study. Circulation [Internet]. 2012;125(25):3092–8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22623718%0Ahttp://www.pubmedcentral.ni h.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC3631594

Lampiran 1. Surat Persetujuan Etik

Similar documents

Artikel Jurnal (Aulia Pramesta)

auliaprmst - 572.2 KB

Artikel Jurnal Filsafat Hukum

Fe Rafi - 123.2 KB

l. Jurnal-Artikel-dikonversi

Sekar Cahyaning Budiyani - 361.7 KB

Artikel Jurnal Filsafat Hukum

Fe Rafi - 149.5 KB

JURNAL 2 ARTIKEL

smpn4 timpeh - 1.2 MB

Artikel Jurnal Ilmiah

Ayudya Puti Ramadhanty - 468.3 KB

artikel jurnal bencana

Syekh Jaafar - 770.6 KB

Artikel Keyla 1

hariyanto - 148.9 KB

AULIA c208016-1

Annisa Ukti Laksmana Putri - 119.4 KB

Artikel Aik III

Cokepacelo Cokepacelo - 177.4 KB

PD-Fildzah Aulia Ahmad - 6A2

fildzah - 286.3 KB

ARTIKEL GURU BK3

Reni - 76.2 KB

© 2024 VDOCS.RO. Our members: VDOCS.TIPS [GLOBAL] | VDOCS.CZ [CZ] | VDOCS.MX [ES] | VDOCS.PL [PL] | VDOCS.RO [RO]