Modul 5

  • Uploaded by: Andi Wantesss
  • Size: 484.5 KB
  • Type: PDF
  • Words: 8,909
  • Pages: 28
Report this file Bookmark

* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.

The preview is currently being created... Please pause for a moment!

Description

MODUL 4 PSIKOLOGI

PENULIS Dr. Wiwie Heryani, S.H., M.H

EDITOR

HUKUM

Andi Muhammad Aswin Anas, S.H., M.H

PREMIS-PREMIS DASAR PSIKOLOGI DAN DAN RISET PSIKOLOGI

DEPARTEMEN HUKUM MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN 2020

i

Prakata Alhamdulillah, puja dan puji hanya untuk Allah SWT yang telah dan senantiasa memberi inayah kepada tim penulis untuk menyelesaikan modul ini. Salam dan shawalat kepada Rasulullah saw atas segala petunjuknya untuk mengarahkan umat manusia ke jalan kemanusian dan keilahian yang ditetapkan oleh Allah SWT. Tim Penulis berharap modul ini dapat menjadi amal jariyah di masa datang. Suatu kebahagian tersendiri dari tim penulis yang telah menyelesaikan modul PremisPremis Dasar Psikologi dan Riset Psikologi ini. Modul ini menguraikan Pengaruh PremisPremis Dasar Psikologi dan Riset Psikologi. Modul ini memang belum sempurna. Namun, kebutuhan akan referensi Premis-Premis Dasar Psikologi dan Riset Psikologi sangat diperlukan saat pembelajaran. Meskipun sangat sederhana, modul ini tetap dicetak untuk digunakan di kalangan sendiri. Ucapan terima kasih tak lupa disampaikan kepada Pimpinan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin serta kepada seluruh tim Pengampu Mata Kuliah Psikologi Hukum yang telah memberikan support dan fasilitas sehingga modul ini dapat terselesaikan. Semoga modul ini dapat menjadi referensi dan menambah pengetahuan mahasiswa serta pembacanya dalam hal penerjemahan.

Makassar, Agustus 2020

Penulis

ii

Daftar Isi

Prakata .................................................................................................................................. ii Daftar Isi .............................................................................................................................. iii RPS Mata Kuliah Psikologi Hukum ..................................................................................... iv Kegiatan Belajar 2 ................................................................................................................. 1 Riset Psikologi dan Psikologal .............................................................................................. 1 A.

Deskripsi Singkat ................................................................................................... 1

B.

Relevansi ............................................................................................................... 1

C.

Capaian Pembelajaran ............................................................................................ 1 1.

Uraian .............................................................................................................. 1 A.

Karakteristik Riset Psikologi ........................................................................ 1

B.

Sejarah Singkat Piskologi dan Hukum .......................................................... 2

C.

Mengenal Riset Psikologi ............................................................................. 6

2.

Latihan........................................................................................................... 11

3.

Rangkuman .................................................................................................... 11

4.

Pustaka .......................................................................................................... 12

D.

Tugas Dan Lembar Kerja ..................................................................................... 12

E.

Tes Formatif ........................................................................................................ 12

F.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut .......................................................................... 14

iii

RPS Mata Kuliah Psikologi Hukum UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS HUKUM PRODI ILMU HUKUM MATA KULIAH (MK) Psikologi Hukum OTORISASI Departemen Hukum Masy, dan Pembangunan

Capaian Pembelajaran (CP)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER KODE Rumpun MK BOBOT (sks) 440B1182 Hukum Masyarakat dan T=2 P=0 Pembangunan Pengembang RPS Koordinator RMK Dosen Pengampu Mata Kuliah Prof. Dr. Musakkir, S.H., M.H

Kode Dokumen

SEMESTER VII

Tgl Penyusunan 29 Juni 2020

Ketua PRODI Dr. Maskun, S.H., LL.M

CPL-PRODI yang dibebankan pada MK CPL-1 (S.1) Memiliki integritas dan etika profesi hukum berdasarkan nilai-nilai Pancasila CPL-2 (KU.1) Mampu berpikir secara kritis, logis dan sistematis CPL-3 (K.K3) Mampu memberikan saran dan penyelesaian masalah hukum CPL-4 (P.2) Memiliki pemahaman dasar-dasar ilmu hukum CPL-5 (P.3) Memiliki pemahaman hukum formil (Pengetahuan) CPL-6 (P.4) Memiliki pemahaman hukum materiil (Pengetahuan) Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) CPMK Mampu memahami konsep dasar dan ruang lingkup kajian Psikologi Hukum, hubungan hukum dengan aspek psikologi dalam kajian psycology in law, pyscology of law, psycologiy and law, dan forensic psychology, riset psikologi hukum tentang kesaksian, psikologi hukum tentang pengadilan, opini public, dan persoalan hukum dalam hubungannya dengan aspek-aspek psikologis dalam masyarakat, memberikan alternatif pemecahan masalah penegakan hukum dari pendekatan psikologi hukum dalam masyarakat. CPL  Sub-CPMK CPL-1 Menguraikan Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Hukum CPl-2 Menguraikan Jenis-Jenis Pendekatan Psikologi Hukum CPL-4 Menguraikan Pertemuan Hukum dan Psikologi CPL-4 Menguraikan Premis-premis Dasar Psikologi dan Riset Psikologi CPL-6 Menguraikan Hal-Hal yang tersisa dalam Hubungan Hukum dan Psikologi CPL-5 Menguraikan Saksi Mata dalam Perspektif Psikologi Hukum

iv

Deskripsi Singkat MK Bahan Kajian / Materi Pembelajaran

Pustaka

CPL-3 Menguraikan Perilaku Hukum CPL-3 Menguraikan Pengadilan dari Perspektif Psikologi Hukum CPL-3 Menguraikan Pengaruh Opini Publik terhadap Putusan Hakim Psikologi Hukum merupakan bagian dari kajian hukum empiris yang fokus kajiannya pada keterkaitan atau hubungan antara faktor-faktor kejiwaan (psikologis) dengan hukum (penegakan hukum). 1. Pengertian Dan Ruang Lingkup Psikologi Hukum 2. Jenis-Jenis Pendekatan Psikologi Hukum 3. Pertemuan Hukum Dan Psikologi Hukum 4. Premis-Premis Dasar Psikologi Dan Riset Psikologi 5. Hal-hal yang tersisa dalam Hubungan Hukum dan Psikologi 6. Saksi Mata dalam Perspektif Psikologi Hukum 7. Perilaku Hukum 8. Pengadilan dari Perspektif Psikologi Hukum 9. Pengaruh Opini Publik terhadap Putusan Hakim Utama : 1. Buku Ajar Psikologi Hukum: Tim Pengampu Mata Kuliah Psikologi Hukum 2. Achmad Ali, 2009, Meguak Teori Hukum, Legal Theory, dan Teori Peradilan (Judicialprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta. 3. _________, 2012, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 4. Andreas Kapardis, 2001, Psychology and Law, Cambridge University Press, United Kingdom 5. Donald Black, 2010, Perilaku Hukum (The Behavior of Law), Emerald Group Publishing Limited, UK 6. Lawrence S. Wrighsman, 1991, Psychology and the Legal Syatem (Second Edition), Brooks/Cole Publishing Company, Pacific Grove, California. 7. Musakkir, 2014, Putusan Hakim yang Diskriminatif dalam Perkara Pidana (Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum dan Psikologi Hukum), Penerbit Rangkang, Yogyakarta. 8. Niklas Luhman, 1996, The Reality of The Mass Media, Stanford University Press, California. Pendukung : 1. Achmad Ali, 2008, Menguak Realitas Hukum (Rampai Kolom & Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum), Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2. _________, 2012, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 3. _________, 2015, Menguak Tabir Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 4. Amina Memon, Aldert Vrij and Ray Bull, 2003, Psychology and Law: Truthfulness, Accuracy and Credibility, John Wiley & Sons Ltd, England 5. Barry Friedman, 2009, The Will of The People: How Public Opinion has Influenced the Supreme Court and Shaped the Meaning of the Constitution, Farrar, Starus and Giroux, New York 6. Brian L. Cutler, 2008, Encyclopedia of Psychology & Law, Volume 1, Sage Publication, Inc., California, USA, 7. Curt R. Bartol, 1983, Psychology and American Law, Wadsworth Publishing Company, Belmont, California

v

8. Helena Olii & Erlita Novi. 2011. Opini Publik. Jakarta: PT Indeks Permata Puri Media. 9. Lawrence S. Wrightman. 1999. Judicial Decision Making: Is Psychology Relevan? Kluwer Academic/Plenum Publishers. 10. M. Khozim, 2009, Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, (diterjemahkan dari Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, Russel Sage Foundation, New York) 11. Mark Constanzo, 2006, Aplikasi Psikologi dalam Sistem Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 12. Michael Saks and Reid Hastie. 1978. Sosial Psychology in Court, Van Nostrand Reinhold Company, New York 13. Neil Brewer & Kipling D. Williams, 2005, Psychology And Law An Empirical Perspective, The Gulford Press, New York, USA. 14. Soerjono Soekanto, Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum. Citra Aditya Bhakti, Bandung. Dosen Pengampu 1. Prof. Dr. Musakkir, S.H., M.H. (PJMK) 2. Prof. Dr. Pangerang Moenta, S.H.,M.H. 3. Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H.,M.H. 4. Dr. Wiwie Heryani, S.H.,M.H. 5. Dr. Hasbir, S.H.,M.H. 6. Dr. Muh. Hasrul, S.H.,M.H. 7. Dr. Ratnawati, S.H.,M.H. 8. Dr. Andi Tenri Famauri, S.H., M.H 9. Dr. Andi Syahwiah A. Sapiddin, S.H., M.H 10. Andi Muhammad Aswin Anas, S.H., M.H Mata Kuliah Syarat 1. Pengantar Ilmu Hukum 2. Pengantar Hukum Indonesia Bentuk Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Sub-CPMK Penilaian Pekan Materi Pembelajaran Penugasan Mahasiswa, (Kemampuan akhir Ke[ Pustaka ] [ Estimasi Waktu] tiap tahapan belajar) Indikator Kriteria & Bentuk Luring (offline) Daring (online) (1) 1

(2) Menguraikan Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Hukum

(3) Ketuntasan dan ketepatan menguraikan: 1. Pengertian Psikologi Hukum 2. Ruang Lingkup dan Bahasan

(4) Bentuk: Kuis

(5) Bentuk : Kuliah

Kriteria: 5 = Tepat menjelaskan 2 poin dari tes

TM (1x2x50”) Metode : Ceramah dan Diskusi Interaktif

(6) BM (1X2X60”) SIKOLA → Mempelajari bahan ajar pada Menu Alur Pembelajaran di Pertemuan Pertama PT (1X2X60”)

vi

(7) Pendahuluan: 1. Penjelasan RPS 2. Pengenalan Buku dan Referensi 3. Kontrak Perkuliahan dan Manajemen Kelas Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Hukum:

Bobot Penilaian (%) (8) 5%

Pembahasan Psikologi Hukum

2

Menguraikan tentang Jenis-Jenis Pendekatan Psikologi Hukum

Ketuntasan dan ketepatan menguraikan: 1. Psycology in law Psycology and law 2. Psychology of law Forensic psychology atau psychology in the courts

3 = Tepat menjelaskan hanya 1 poin dari tes

Peserta kuliah membuat resume dengan menulis semua bidang-bidang hukum yang menjadi objek penelitian psikologi hukum sebanyak 1000 kata

Bentuk: Kuis

Bentuk : Kuliah

Kriteria: 5 = Tepat menjelaskan 2 poin dari tes 3 = Tepat menjelaskan hanya 1 poin dari tes

TM (1x2x50”) Metode : Ceramah dan Diskusi Interaktif

BM (1X2X60”) SIKOLA → Mempelajari bahan ajar pada Menu Alur Pembelajaran di Pertemuan Kedua PT (1X2X60”) Peserta kuliah membuat contoh kasus yang menunjukkan salah satu dari jenis pendekatan dalam psikologi hukum. Kasusnya dapat diilustrasikan, tetapi dilengkapin argument

vii

1. Pengantar Psikologi Hukum 2. Ruang Lingkup dan Bahasan Piskologi Hukum Pustaka: 1. PU-1 (Tim Pengampu): hlm 1-3 2. PU-3 (Achmad Ali): hlm 4-10 3. PU-4 (Andreas Kapardis): hlm 1-10, 291293. 4. PU-6 (Lawrence S. Wrighsman): hlm 1-9 5. PP-6 (Brian L. Cutler): hlm xiii-xx. 6. PP-11 (Mark Constanto): hlm 4-11 Jenis-Jenis Pendekatan Psikologi Hukum a. Psycology in law b. Psycology and law c. Psychology of law d. Forensic psychology atau psychology in the courts

Pustaka: 1. PU-1 (Tim Pengampu): hlm 1-3 2. PU-2 (Achmad Ali): hlm 4-10 3. PU-4 (Andreas Kapardis) : hlm 11-19

5%

yang logis sebanyak 1000 kata.

3

Menguraikan tentang Pertemuan Hukum dan Psikologi

Ketuntasan dan ketepatan menguraikan: 1. Awal Munculnya Psikologi Hukum 2. Kendala Awal Hubungan Antara Disiplin Psikologi Dengan Disiplin Hukum 3. Kesenjangan Antara Disiplin Hukum dan Disiplin Psikologi 4. Psikologi Abnormal, Pertanggungjawa ban dan Ketidakwarasan

Bentuk: Quiz and Review , Small Group Discussion Kriteria: 5 = Tepat menjelaskan 4 poin dari tes 4 = tepat menguraikan 3 poin dari tes 3 = Tepat menguraikan 2 poin dari tes 1 = Tepat menguraikan 1 poin dari tes

Bentuk : Kuliah

TM (1x2x50”) Collaborative Learning

BM (1X2X60”) SIKOLA → Mempelajari bahan ajar pada Menu Alur Pembelajaran di Pertemuan Ketiga PT (1X2X60”) Peserta kuliah membaca minimal 2 referensi dan membuat rangkuman tentang Pertemuan Hukum dan Psikologi sebanyak 1000-1500 kata.

viii

4. PU-7 (Musakkir): hlm 4759 5. PP-7 (Curt L. Bartol) : hlm 1-23 6. PU-6 (Lawrance S. Wirghsman) : hlm 27-47 7. PP-11 (Mark Constanto) : hlm 4-11 8. PP-12 (Michael Sacks) : hlm 1-10 9. PP-14 (Neil Brewer & Kipling D. Williams): hlm 1-10 Pertemuan Hukum dan Psikologi: 1. Awal Munculnya Psikologi Hukum 2. Kendala Awal Hubungan Antara Disiplin Psikologi Dengan Disiplin Hukum 3. Kesenjangan Antara Disiplin Hukum dan Disiplin Psikologi 4. Psikologi Abnormal, Pertanggungjawaban dan Ketidakwarasan Pustaka: 1. PU-1 (Tim Pengampu) : hlm 10-11 2. PU-4 (Andreas Kapardis) 3. PU-6 (Lawrence S. Wirghsman) 4. PP-4 (Amina Memon, dkk)

10%

4-5

6-7

Menguraikan Premispremis Dasar Psikologi dan Riset Psikologi

Menguraikan Hal-Hal yang tersisa dalam Hubungan Hukum dan Psikologi

Ketuntasan dan ketepatan menguraikan: 1. Empat Metode Charles Pierce 2. Karakteristik Riset Psikologi 3. Mengenal Riset Psikolegal

Bentuk: Tes Tulis

Bentuk : Kuliah

Kriteria: 5 = Tepat mennguraikan 3 poin dari tes 3 = Tepat menguraikan 2 poin dari tes 1 = Tepat menguraikan 1 poin dari tes

TM (2x2x50”) Metode : Diskusi Interaktif

Ketuntasan dan ketepatan menguraikan: 1. KesulitanKesulitan yang Tersisa dalam Hubungan Hukum dan Psikologi

Bentuk: Essay

Bentuk : Kuliah

Kriteria: 5 = Tepat menjelaskan 4 poin dari tes 4 = tepat menguraikan 3 poin dari tes

TM (2x2x50”) Metode : Collaborative Learning

BM (2X2X60”) SIKOLA → Mempelajari bahan ajar pada Menu Alur Pembelajaran di Pertemuan Keempat dan Kelima PT (2X2X60”) Peserta kuliah membaca minimal 2 referensi dan membuat rangkuman tentang Premis-premis Dasar Psikologi dan Riset Psikologi sebanyak 1000-1500 kata. BM (2X2X60”) SIKOLA → Mempelajari bahan ajar pada Menu Alur Pembelajaran di Pertemuan Keenam sampai Ketujuh PT (2X2X60”)

ix

5. PP-6 (Brian L. Cutler) 6. PP-7 (Curt L. Bartol) 7. PP-12 (Michael Sacks and Reid Hastle) 8. PP-14 (Neil Brewer & Kipling D. Willians) Premis-premis Dasar Psikologi dan Riset Psikologi: 1. Empat Metode Charles Pierce: a. Method of tenacy b. Method of authority c. A prioro method d. Method of science 2. Karakteristik Riset Psikologi 3. Mengenal Riset Psikolegal

10%

Pustaka: 1. PU-1 (Tim Pengampu) : BAB 4 hlm 15-20 2. PP-7 (Curt L. Bartol)

Yang tersisa dalam Hubungan Hukum dan Psikologi: 1. Kesulitan-Kesulitan yang Tersisa dalam Hubungan Hukum dan Psikologi 2. Dasar-dasar Optimisme Terhadap Perkembangan Psikologi Hukum 3. Dinamika Psikologi hukum

10%

Dasar-dasar Optimisme Terhadap Perkembangan Psikologi Hukum 3. Dinamika Psikologi hukum 4. Psikologi Hukum, Sekarang dan Prospeknya

3 = Tepat menguraikan 2 poin dari tes 1 = Tepat menguraikan 1 poin dari tes

Ketuntasan dan ketepatan menguraikan: 1. Aspek-aspek kesaksian SaksiMata 2. Karakteristik, Perhatian, Persepsi, dan Memori Manusia 3. Riset Kesaksian SaksiMata: Pertimbangan Metodologis 4. Tipe-tipe Metode Riset yang Digunakan 5. Variabel-variabel tentang Kesaksian SaksiMata 6. Variabel yang Berdampak terhadap

Bentuk: Essay

Bentuk : Kuliah

Kriteria: 5 = Tepat menguraikan 9 poin dari tes 4 = Tepat menguraikan 7-8 poin dari tes 3 = Tepat menjelaskan hanya 5-6 poin dari tes 2 = Tepat menguraikan 3-4 poin dari tes 1 = Tepat menjelaskan hanya 1-2 poin dari tes

TM (3x2x50”) Metode : Collaborative Learning

2.

8-10

Menguraikan Saksi Mata dalam Perspektif Psikologi Hukum

Peserta kuliah membaca minimal 2 referensi dan membuat rangkuman tentang yang tersisa dalam Hubungan Hukum dan Psikologi sebanyak 1000-1500 kata. BM (3X2X60”) SIKOLA → Mempelajari bahan ajar pada Menu Alur Pembelajaran di Pertemuan delapansembilan PT (3X2X60”) Peserta kuliah membaca minimal 2 referensi dan membuat rangkuman tentang Saksi Mata dalam Perspektif Psikologi Hukum sebanyak 1000-1500 kata.

x

4.

Psikologi Hukum, Sekarang dan Prospeknya

Pustaka: 1. PU-1 (Tim Pengampu): hlm 21-27 2. PU-4 (Andreas Kapardis): BAB-1, bagian pertama. 3. PP-11 (Mark Constanto) : BAB 1, Bagian Pertama Saksi Mata dalam Perspektif Psikologi Hukum: 1. Aspek-aspek kesaksian Saksi-Mata 2. Karakteristik, Perhatian, Persepsi, dan Memori Manusia 3. Riset Kesaksian SaksiMata: Pertimbangan Metodologis 4. Tipe-tipe Metode Riset yang Digunakan 5. Variabel-variabel tentang Kesaksian Saksi-Mata 6. Variabel yang Berdampak terhadap Keakuratan Kesaksian Saksi-Mata 7. Karakteristik Peristiwa Frekuensi 8. Kesimpulan Apek Psikologi Hukum dari Kesaksian Saksi-Mata 9. Saksi-Mata: Pelanggar dan Wawancara

15%

Keakuratan Kesaksian SaksiMata 7. Karakteristik Peristiwa Frekuensi 8. Kesimpulan Apek Psikologi Hukum dari Kesaksian SaksiMata 9. Saksi-Mata: Pelanggar dan Wawancara 11

Menguraikan Perilaku Hukum

Ketuntasan dan ketepatan menguraikan: 1. Stratifikasi 2. Morfologi 3. Kultur 4. Organisasi 5. Pengendalian Sosial selain hukum 6. Anarki 7. Prediksi ilmiah terhadap perilaku hakim dan putusan

Pustaka: PU-1 (Tim Pengampu) : 1. Bag.1 : hlm 30-33 2. Bag.2 : hlm 33-35 3. Bag.3: hlm 36-37 4. Bag.4: hlm 37-40 5. Bag 5 dan 6 : hlm 40-41 6. Bag 7: hlm 42-44 7. Bag 8 dan 9: hlm 45-50 PU-4 hlm 20-92. PP-6 hlm 285-302.

Bentuk: Essay

Bentuk : Kuliah

Kriteria: 5 = Tepat menguraikan 7 poin dari tes 4 = Tepat menguraikan 5-6 poin dari tes 3 = Tepat menguraikan 3-4 Poin dari tes 2= Tepat menguraikan 2 poin dari tes 1 = Tepat menguraikan 7 poin dari tes

TM (x2x50”) Metode : Collaborative Learning

BM (1X2X60”) SIKOLA → Mempelajari bahan ajar pada Menu Alur Pembelajaran di Pertemuan sebelas PT (1X2X60”) Peserta kuliah membaca minimal 2 referensi dan membuat rangkuman tentang Perilaku Hukum sebanyak 1000-1500 kata.

xi

1. 2. 3. 4. 5.

Stratifikasi Morfologi Kultur Organisasi Pengendalian Sosial selain hukum 6. Anarki 7. Prediksi ilmiah terhadap perilaku hakim dan putusan Pustaka: 1. PU-1 (Tim Pengampu): BAB V hlm 33-65) 2. PU-2 (Achmad Ali): Bab I hlm 139; Bab III hlm 298; Bab V hlm 405 3. PU-3 (Achmad Ali): Bab VII hlm 208; Bab IX hlm 289

10%

12-13 Menguraikan Pengadilan dari Perspektif Psikologi Hukum

Ketuntasan dan ketepatan menguraikan: 1. Meramalkan Putusan Pengadilan 2. Hukum Adalah Pengalaman 3. Pengaruh Pandangan Moral dalam Perilaku Hukum 4. Sudut Pandang “Orang Jahat” 5. Mengapa Orang Berkocek Tebal, Tampil Lebih ke Depan di Pengadilan, Spekulasi tentang Batas Perubahan

Bentuk: Quiz and Review 5 = Tepat menjelaskan 5 poin dari tes 4 = tepat menguraikan 4 poin dari tes 3 = Tepat menguraikan 3 poin dari tes 2 = Tepat menguraikan 2 poin dari tes 1 = Tepat menguraikan 1 poin dari tes

Bentuk : Kuliah TM (2x2x50”) Metode : Collaborative Learning

BM (2X2X60”) SIKOLA → Mempelajari bahan ajar pada Menu Alur Pembelajaran di Pertemuan dua belas tigabelas PT (2X2X60”) Peserta kuliah membaca minimal 2 referensi dan membuat rangkuman tentang Pengadilan dari Perspektif Psikologi Hukum sebanyak 1000-1500 kata.

4. PU-7 (Musakkir): Bab III hlm 163, 199, 200 5. PP-2 (Achmad Ali): Bab IV hlm 89; Bab VI hlm 186-188 6. PP-3 (Achmad Ali): BAB XI hlm 130 7. PP-6 (Brian L. Cutler): BAB II hlm 7, 64. 8. PP-11 (Mark Constanto): BAB I hlm 40; BAB II hlm 49; BAB III hlm 105; BAB VII hlm 334; BAB IX hlm 457. Pengadilan dari Perspektif Psikologi Hukum: 1. Meramalkan Putusan Pengadilan 2. Hukum Adalah Pengalaman 3. Pengaruh Pandangan Moral dalam Perilaku Hukum 4. Sudut Pandang “Orang Jahat” 5. Mengapa Orang Berkocek Tebal, Tampil Lebih ke Depan di Pengadilan, Spekulasi tentang Batas Perubahan hukum (“Why the “Have” come out ahead: speculations on the Limits of Legal Change) Pustaka:

xii

10%

hukum (“Why the “Have” come out ahead: speculations on the Limits of Legal Change)

14-15 Menganalisis Pengaruh Opini Publik terhadap Putusan Hakim

Ketuntasan dan ketepan menganalisis: 1. Pengertian opini publik 2. Jenis-jenis opini publik 3. Opini publik versus kemandirian hakim 4. Kebesan hakim dalam perspektif psikologi hukum

Bentuk: Quiz and Review Kriteria 5 = Tepat menjelaskan 6 poin dari tes 4 = tepat menguraikan 4-5 poin dari tes 3 = Tepat menguraikan 3 poin dari tes

Bentuk : Kuliah TM (2x2x50”) Metode : Collaborative Learning

xiii

1. PU-1 (Tim Pengampu): BAB VII hlm.73; BAB VIII hlm. 82 2. PU-2 (Achmad Ali: Bab 6 hlm 477; 505. 3. PU-3 (Achmad Ali): Bab 3 hlm 39; bab 4 hlm 65; Bab 5 hlm 101; Bab 6 hlm 147; Bab7 hlm 169; Bab 8 hlm 217; Bab 9 hlm 289 4. PU-7 (Musakkir): Bab II hlm 35); Bab III hlm 147. 5. PP-1 (Achmad Ali): hlm. 285-304 6. PP-2 (Achmad Ali): Bab 5hlm 150 & Bab 8 hlm 243. 7. PP-11 (Mark Constanto): Bab 1 hlm 28 dan 43; Bab 2 hlm 49; Bab 4 hlm 156, 181; Bab 5 hlm 193; Bab 6 hlm 275; Bab 9 hlm 427. BM (2X2X60”) Pengaruh Opini Publik terhadap SIKOLA → Putusan Hakim Mempelajari bahan 1. Pengertian opini publik ajar pada Menu Alur 2. Jenis-jenis opini public Pembelajaran di 3. Opini publik versus Pertemuan empat belas kemandirian hakim – lima belas 4. Kebebasan hakim dalam perspektif psikologi PT (2X2X60”) hukum. 1. Peserta kuliah 5. Opini publik dan mencari contoh kesadaran hukum. kasus yang 6. Pers versus penegak pernah terjadi di hukum hitam. Indonesia yang Pustaka:

5%

5. Opini publik dan kesadaran hukum 6. Pers versus penegak hukum hitam

16

Final Tes

Ketuntasan dan ketepatan menjawab soal-soal final tes

2 = Tepat menguraikan 2 poin dari tes 1 = Tepat menguraikan 1 poin dari tes

Bentuk: Tes Tulis Kriteria: 5 = Tepat menjawab 10 soal tes 4 = Tepat menjawab 7-9 soal tes 3 = Tepat menjawab 4-6 soal tes 2 = Tepat menjawab 2-3 soal tes 1 = Tepat menjawab 1 soal tes

menunjukkan pengaruh opini publik terhadap putusan hakim dan membuat sebuah resume sebanyak 1500 kata. 2. Peserta kuliah mencari contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia yang menunjukkan pengaruh opini publik versus penegak hukum hitam dan membuat sebuah resume sebanyak 1500 kata. Bentuk : Ujian Tertutup TM (1x2x50”) Metode : Ujian Tulis

xiv

BM (1X2X60”) SIKOLA → Mempelajari petunjuk pengerjaan soal tes pada menu SIKOLA PT (1X2X60”) Peserta kuliah membuat resume maksimal 5 halaman tentang bahan kajian psikologi hukum

1. PU-1 (Tim Pengampu): hlm 82-96

2. PU-2 (Achmad Ali): 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

hlm 335-342 PU-8 (Niklas Luhman): 76-96 PP-4 (Amina Memon, dkk): hlm 152-158 PP-5 (Barry Friedman): hlm 353365 PP-12(Neil Brewer): 254-275 PP-8 (Helena Olii & Erlita Novi): hlm. 2023. PP-9 (Lawrence S. Wrightman): hlm. 5781. PP-10 (M.Kozim): hlm 211-214

Materi perkuliahan minggu 115.

20%

Kegiatan Belajar 2 Riset Psikologi dan Psikologal A. Deskripsi Singkat Pada kegiatan belajar 2 ini, peserta kuliah akan mempelajari pengetahuan tentang Riset Psikologi. Dalam modul ini, akan dipaparkan tentang karakteristik riset psikologi dan psikolegal. B. Relevansi Materi dalam kegiatan belajar ini berkaitan dengan penerapan Premis-premis dasar yang dikembangkan dalam psikologi untuk memperoleh keyakinan atau pengetahuan dari Charles Pierce yaitu: method of tenacity, method of authority, method of A priori dan method of science, serta menjelaskan karakteristik dari riset psikologi dan psikolegal sehingga mendapatkan bentuknya seperti saat ini, dengan memaparkan perjalanan awal sampai dikenalnya pendekatan Psikologi Hukum sebagai ilmu bantu dalam ilmu hukum seperti sekarang. C. Capaian Pembelajaran 1. Uraian A. Karakteristik Riset Psikologi Pengetahuan ilmiah, karena didasarkan pada pengamatan-pengamatan, eksperimeneksperimen sistematik, dan pernyataan-pernyataan yang dapat diuji, menempatkan dirinya sendiri dalam risiko secara permanen. Pengetahuan ilmiah secara konstan diperbaharui untuk mempertimbangkan pengamatan-pengamatan dan eksperimen-eksperimen, dan berusaha untuk membuat prediksi-prediksi yang berada di luar jangkauan pengalaman kita. Metode ilmiah adalah sebuah pendekatan yang dapat diuji, bersifat mengoreksi diri sendiri, terhadap pengetahuan, yang menawarkan salah satu dari sumber-sumber terkuat yang tersedia untuk memahami perilaku manusia. Pikiran sehat (“common sense") merupakan unsur dalam setiap metode di atas, tetapi ini paling dominan dalam "a priory method" . Pikiran sehat, dalam konteks ini, mengacu pada "kesadaran penuh yang dihasilkan dari pengalaman sehari-hari, yang berlawanan dengan pengetahuan yang diperoleh dari pelatihan formal tentang suatu filsafat teknis" ( Gordon, Kleiman & Hanie 1978 : 894). Menurut Cart R. Bartol (1983:4), keempat metode pengetahuan dari Peirce, memberikan sebuah kerangka kasar untuk menentukan sumber pengetahuan seseorang, dan metode-metode ini akan menjadi pedoman yang bermanfaat di seluruh kajian kita tentang psikologi hukum. Keempat metode itu menawarkan sebuah argumen awal yang mendukung mengapa psikologi merupakan suatu usaha ilmiah. Dengan kemungkinan "method of tenacity") sebagai perkecualian, maka masing-masing metode mempunyai tempatnya sendiri dalam pengakumulasian pengetahuan, sepanjang kita mengetahui metode mana yang sedang kita gunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Sumber-sumber otoritatif dan penalaran, keduanya, merupakan penyumbang yang berharga terhadap keyakinan-keyakinan dan opini-opini kita. Meskipun demikian, metode ilmu pengetahuan memberikan informasi tambahan kepada kita tentang "masuk akal"nya pengetahuan otoritatif dan logis kita, dan ini mempromosikan suatu cara berpikir stilistik yang kritis dan cermat tentang keyakinan1

keyakinan kita. Kajian psikologi hukum akan menggunakan sumber-sumber pengetahuan yang sifatnya otoritatif, logis dan ilmiah, dalam suatu campuran, tetapi yang ilmiah yang akan lebih ditekankan. Sebagian besar peneliti dalam ilmu-ilmu perilaku, bahkan mungkin dalam semua cabang ilmu lainnya, melakukan riset agar berdaya saing dengan mitra-mitra mereka , untuk mendapatkan posisi yang diinginkan, dan secara umum untuk berhasil secara profesional, ketimbang memajukan pengetahuan tentang manusia. Curt R. Bartol (1983 : 5) juga menjelaskan apa yang dicatat oleh Gordon, Kleiman dan Hanie (1978: 903) : "Disebabkan tekanan untuk melakukan publikasi, tampak bahwa suatu porsi besar dari literatur profesional terdiri atas artikel-artikel dan buku-buku yang disiapkan untuk melayani kebutuhan segera dari si peneliti, ketimbang untuk menyodorkan solusi-solusi terhadap problem-problem yang menghadang masyarakat". Lebih lanjut, Curt R. Bartol (1983: 5) mengemukakan bahwa dengan berbagai alasan, banyak individu sama sekali tidak sesuai untuk melakukan riset yang akan mengarah ke "kesimpulan akhir" yang idealistik. Konsekuensinya, kita mendapatkan banyak kajian yang telah dipublikasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah dan profesional, dan kajian-kajian tersebut sangat beragam dalam sumbangannya terhadap pengetahun. Sebagian masuk akal secara metodologis ,tetapi relevansinya diragukan. Banyak kajian muncul untuk memberikan lebih banyak sumbangan terhadap kemajuan si penulis ketimbang terhadap kemajuan ilmiah. Donald Hebb (1974: 71) mengamati : " Jurnal-jurnal penuh dengan makalah-makalah yang digarap dengan sangat baik , tetapi kemudian tidak akan terdengar lagi". Sementara metode dan analisis-analisisnya solid, inspirasi yang diberikan oleh kajiankajian ini dan relevansinya dengan teori dan pengetahuan yang ada, masih meragukan. Terlalu sering, kesimpulan- kesimpulan yang terlalu bersifat pukul-rata dari para penulisnya, hampir tidak diiringi dengan data. Pengkaji riset psikologi harus selamanya berhati-hati terhadap kesimpulankesimpulan yang dibuat oleh para peneliti, khususnya ketika ada usaha-usaha untuk membuat kesimpulan- kesimpulan kuat atas dasar eksperimen-eksperimen yang tidak bermakna. Orang yang terpelajar harus dapat mencermati, apakah hipotesis, rancangan dan datanya, layak untuk mendapatkan kesimpulan-kesimpulan (dan keyakinan-keyakinan) dari si penulis, dan apakah terdapat bukti pendukung dari kajian-kajian lain dan replikasireplikasinya. Kalau tidak, maka pembaca harus bersandar hampir secara ekslusif pada sumber-sumber pengetahuan yang otoritatif dan logis. Penyanderaan berat terhadap sumber-sumber ini dalam melakukan kajian ilmu-ilmu perilaku, sering akan menghasilkan pernyataan-pernyataan kontradiktif serta kesimpulankesimpulan yang meragukan, dan hal ini pada gilirannya dapat berakhir dengan kekecewaan besar terhadap apa yang harus ditawarkan oleh psikologi. Suatu pemahaman tentang filsafat dan metode-metode psikologi akan mengarah pada pemahaman dan penghargaan yang lebih mendalam terhadap psikologi hukum dan sumbangan-sumbangan besar yang dapat dibuatnya terhadap sistem peradilan. B. Sejarah Singkat Piskologi dan Hukum Disiplin ilmu jarang yang memiliki titik awal yang jelas. Kita hanya dapat menengok ke belakang dan mengidentifikasi aliran-aliran kecil yang pada akhirnya berkonvergensi membentuk sebuah arus intelektual yang kuat, secara retrospektif. Yang jelas, apresiasi terhadap kemungkinan mengaplikasikan psikologi pada sistem hukum mulai muncul pada tahun pertama abad kedua puluh. Pada tahun 1906, Sigmund Freud berpidato, yang isinya memperingatkan para hakim Austria bahwa keputusan mereka dipengaruhi oleh proses-proses tak-sadar (Freud, 1906). Ia juga menyatakan bahwa insights 2

dari teorinya dapat digunakan untuk memahami perilaku kriminal dan untuk mempebaiki sistem hukum. Tetapi, dua even lainlah yang membuat para psikolog sadar bahwa ide-ide mereka dapat digunakan untuk mentransformasikan sistem hukum. Salah satunya adalah terbitnya sebuah buku yang berjudul On the Witness Stand. Penulisnya adalah seorang psikolog eksperimen yang bernama Hugo Munsterberg. Beliau pernah menjadi murid Wilhelm Wundt (orang yang secara umum dianggap sebagai pendiri psikologi moderen) dan pernah diundang oleh William James untuk pindah dari Jerman untuk memimpin Laboratorium Psikologi di Harvard. Munsterberg menulis On the Witness Stand dengan tujuan "mengalihkan perhatian orang-orang yang serius ke bidang yang secara absurd terabaikan, padahal bidang itu membutuhkan perhatian penuh dari masyarakat sosial" (Munsterberg, 1908, h. 12). Bukunya berhasil menyedot perhatian masyarakat hukum, meskipun perhatian itu tidak sebesar yang dharapkannya. Pada tahun 1909, John H. Wigmore, seorang sarjana hukum terkemuka saat itu, mempublikasikan sebuah kritik pedas terhadap klaim Munsterberg mengenai peran psikologi yang dinilainya terlalu dibesar-besarkan. Didalam artikel itu, Munsterberg diadili karena dianggap melontarkan fitnah, diperiksa-silang, dan dinyatakan bersalah (Wigmore, 1909). On the Witness Stand tidak hanya diterima dengan baik oleh para sarjana hukum tetapi juga gagal memobilisasi para peneliti di bidang psikologi. Terlepas dari prestasi-prestasi yang diraihnya, Munsterberg diakui sebagai bapak pendiri psikologi-dan-hukum hanya dengan setengah hati. Even penting yang kedua adalah kasus Muller v. Oregon. Pada tahun 1907, Mahkamah Agung AS mengeluarkan peraturan bahwa jam kerja setiap perempuan yang bekerja di binatu atau pabrik dapat dibatasi hingga 10 jam. Pengacara Louis Brandeis (yang kemudian menjadi Hakim Tinggi) menulis "Brandeis Brief" yang termasyhur itu berdasarkan kasus ini. Argumen dasarnya adalah sebagai berikut: Jika kesehatan perempuan dirugikan oleh jam kerja yang panjang, maka bukan hanya efiesiensi kerja masyarakat yang terganggu, tetapi juga generasi penerus kita. Angka kematian bayi akan meningkat, sementara anak-anak dari perempuan vang menikah dan bekerja, yang selamat, dirugikan karena pengabaian yang tak terhindarkan. Beban kerja yang terlalu tinggi pada para ibu masa depan secara langsung membahayakan kesejahteraan bangsa secara umum (Muller v. Oregon,1907). Keputusan Muller adalah sebuah kemenangan besar bagi gerakan progresif yang berjuang mengurangi jam kerja, menaikkan upah, dan melarang praktek mempekerjakan anak-anak. Hal yang paling tng untuk psikologi, brief (argumentasi tertulis) Bradeis itu membuka pintu bagi digunakannya bukti-bukti sosial ilmiah oleh lembaga-lembaga pengadilan Amerika. Ironisnya, "ilmu sosial" yang dikutip oleh Brandeis tidak dianggap sebagai ilmu yang valid oleh Standar-standar moderen masa itu - ilmu sosial hanya dianggap sebagai penggunaan statistik medis atau statistik tenaga kerja sederhana. Tetapi, yang penting adalah bahwa, setelah itu, penelitian yang jauh lebih teliti mulai masuk melalui pintu yang telah dibuka oleh Brandeis. Selama dua dekade setelah the Brandeis Brief itu, sistem hukum hanya menunjukkan sedikit lebih baik ketimbang observasi yang tidak sistematis dan hanya menunjukkan sedikit minat pada ilmu sosial. Lalu, pada akhir tahun 1920-an dan awal 1930-an, gerakan "Legal Realism" (realism hukum) membangkitkan kembali energi bidang ilmu sosial dan hukum yang seolah mengalami tidur panjang. Para realis hukum bereaksi melawan kemapanan vang diwakili oleh "hukum alam." Menurut para pendukung hukum alam, keputusan pengadilan dianggap mencerminkan prinsip-prinsip yang ada di alam. Tugas hakim adalah menarik kesimpulan - melalui logika yang cermat – berupa keputusan tunggal yang tepat untuk kasus tertentu. Sebaliknya, kaum realis percaya bahwa para hakim mestinya secara aktif membangun hukum melalui interpretasinya terhadap bukti-bukti dan 3

preseden. Selain itu, konstruksi hukum ini memiliki sasaran kebijakan sosial tertentu. Di dalam salah satu kritik pertamanya terhadap jurisprudensi klasik, Oliver Wendell Holmes menulis bahwa hukum:‘…tidak dapat diperlakukan sebagai sesuatu yang hanya mengandung aksioma-aksioma dan dalil-dalil matematis..’. Pertimbangan yang paling jarang disebutkan oleh para hakim, dan selalu dikemukakan dengan apologi, adalah akar terdalam di mana hukum mengambil semua saripati kehidupan. Yang saya maksud di sini adalah petimbangan-pertimbangan yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat. Sebagai prinsip penting yang dikembangkan melalui proses pengadilan terletak di dalam fakta dan didasarkan hasil pandangan mengenai kebijakan publik yang sedikit banyak dipahami dengan pasti (Holmes, 1881, h. 2-3). Ide itu dapat dianggap revolusioner pada masa itu. Holmes dan para sarjana hukum lainnya berpendapat bahwa hukum bukan semata-mata peraturan dan preseden hukum adalah sarana yang gunakan untuk mencapai tujuan kebijakan. Para realis hukum berpendapat konteks sosial dan efek sosial hukum sama pentingnya dengan penerapan logika mekanis. Para sarjana realis berusaha melibat apa yang ada di balik "fiksi hukum," formalisme, dan simbol-simbol untuk menelaah perilaku aktual para pengacara dan hakim. Pada tahun 1927, Dekan Fakultas Hukum Yale menunjuk seorang psikolog sebagai dosen di sana dalam upayanya untuk "membuat peran hukum di dalam prediksi dan pengontrolan perilaku menjadi jelas" (Schegel, 1979, h. 493). Optimisme terhadap potensi kemitraan antara psikologi dan hukum meluas di dalam tulisan-tulisan yang muncul pada saat itu. Pada tahun 1930, jurnal the American Bar Association mengumumkan bahwa "Saatnya telah tiba, di mana pengumpulan fakta berdasarkan cara psikologi modern harus diakui oleh para pembuat hukum kita, terlepas dari huru-hara yang mungkin akan timbul di dalam institusi-institusi yang mapan" (Cantor, 1930, h. 386). Gerakan kaum realis adalah contoh awal pengaruh psikologi terhadap hukum. Dua orang psychologist-philosopher terkemuka saat itu - William James dan John Dewey memperjuangkan ide-ide pragmatisme, induksi, dan pendekatan-pendekatan ilmiah di dalam kajian isu-isu sosial (James, 1907; Dewey, 1929). Para realis hukum menangkap ide bahwa hukum dibutuhkan untuk secara pragmatis mendukung kebaikan bersama dan memanfaatkan penelitian ilmu Sosial. Pada tahun 1931, Karl Llewellyn, seorang pemimpin gerakan realis, menyebutkan beberapa prinsip pokok: (1) karena masyarakat selalu berfluktuasi dengan lebih cepat dibanding hukum, maka hukum harus senantiasa diperiksa kembali untuk memastikan bahwa dapat melayani masyarakatnya dengan baik; (2) hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan sosial dan bukan tujuan itu sendiri" dan (3) hukum harus dievaluasi efek-efeknya (Llewellyn, h. 72). Rekonseptualisasi realisme terhadap hukum merupakan sukses besar prisip-prinsip fundamental Llewellyn saat ini diterima nyaris secara universal di kalangan masvarakat hukum. Meskipun Kaum Realis menggerakkan revolusi pada cara berpikir mengenai fungsi-fungsi hukum, tetapi usaha gerakan itu untuk memanfaatkan hasil-hasil penelitian jauh kurang berhasil. Anehnya, hampir tidak ada realis hukum yang berkolaborasi dengan psikolog berdasarkan pada asumsi naif tentang sifat ilmu psikologi. Setelah tahum 1930-an, kegunaan ilmu sosial mulai jelas terlihat. Menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan psikologis terbukti lebih kompleks dan lebih sulit dibanding anggapan Kaum Realis. Yang lebih buruk, jawaban-jawaban yang diberikan oleh ilmuwan sosial cenderung kurang tegas dan probabilistik. Kekecewaan dan keterpisahan itu atau ilmuwan sosial lainnya. Antusiasme realis hukum lebih terjadi selama lebih dari satu dekade. Pada bulan Mei 1954, di dalam kasus Brown v. Board of Education, Mahkamah Agung AS memutuskan dengan suara bulat, bahwa sekolah terpisah untuk anak-anak kulit hitam dan kulit putih dianggap melanggar Amandemen Keempat Belas vang menjamin "perlindungan yang sama di bawah undang-undang." Keputusan bersejarah - yang dianggap sebagai salah 4

satu peraturan Mahkamah Agung terpenting abad keduapuluh - merupakan tonggak bersejarah di dalam perkembangan hubungan antara ilmu sosial dan hukum yang amat lamban. Peraturan itu bukan hanya memiliki dampak monumental pada masyarakat Amerika, tetapi juga menjadi peraturan pertama yang secara eksplisit memanfaatkan hasil penelitian para ahli ilmu sosial. Legal brief yang diserahkan ke Mahkamah Agung menyertakan sebuah dokumen yang berjudul The Effect of Segregation and the Consequences of Dessegregation: A Social Science Statement. Legal brief itu ditandatangani oleh 32 ilmuwan sosial terkemuka. Banyak sumber di dalam pernyataan itu yang dikutip dalam bentuk catatan kaki 11 pada keputusan Mahkamah Agung itu. Beberapa bagian kunci dari Brown itu menggemakan argumen-argumen yang dibuat di dalam Social Science Statement itu. Ketua Hakim Agung Earl Warren menulis: kebijakan pemisahan ras biasanya diinterpretasikan sebagai pertanda menganggap kelompok Negro sebagai kelompok inferior. Perasaan inferioritas ini mempengaruhi motivasi belajar anak. Oleh sebab itu, segregasi yang disertai dengan sangsi hukum, memiliki tendensi untuk memperlambat perkembangan pendidikan dan mental anak-anak Negro dan membuat mereka tidak dapat memperoleh keuntungan yang mestinya dapat mereka peroleh di dalam sistem persekolahan yang secara rasial terintegrasi (Brown v. Board of Education, 1954). Mahkamah Agung lebih jauh menyimpulkan bahwa memisahkan anak-anak kulit hitam semata-mata karena rasnya “..melahirkan perasaan inferioritas terhadap statusnya di masyarakat, yang dapat mempengaruhi jiwa dan pikiran mereka sedemikian rupa sehingga tidak akan pernah mungkin dipulihkan" (Brown v. Board of Education, 1954, h. 488). Meskipun dampak ilmu sosial yang sesungguhnya dalam keputusan Brown dipertanyakan, tetapi hampir tidak ada keraguan bahwa hal itu telah menaikkan harapan para ilmuwan sosial (Hafemeister dan Melton, 1987). Brown menjanjikan bahwa pengadilan tertinggi di negeri ini akan bersikap reseptif terhadap penelitian ilmu sosial. Iklim sosial dan intelektual di akhir tahun 1960-an membantu pertumbuhan bidang psikologi dan hukum. Pada tahun 1966, Harry Kalven (seorang pengacara) dan Hans Zeisel (seorang sosiolog) menerbitkan sebuah buku yang berpengaruh berjudul The American jury. Hasil karya seminar ini (yang didiskusikan dengan lebih lengkap di Bab 5) merangkum hasil studi bertahun-tahun tentang bagaimana juri dan hakim sampai pada keputusannya. Buku Karl Menninger,The Crime of Punishment, yang juga diterbitkan pada tahun 1966, mengadvokasikan penggunaan metode-metode terapeutik yang jauh lebih banyak untuk merehabilitasi para kriminal. Buku-buku tersebut memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan oleh bidang psikologi dan hukum. Ada antusiasme yang sangat besar terhadap potensi psikologi untuk memperbaiki sistem hukum. Di dalam masyarakat psikologi yang lebih luas, ada keinginan kuat untuk menemukan pelbagai cara untuk menerapkan teori dan penelitian di bidangbidang seperti hukum. Di dalam pidato presidensialnya untuk the American Psychological Association pada tahun 1969, George Miller (seorang psikolog kognitif terkemuka yang nyaris menghabiskan seluruh karirnya untuk melakukan penelitian-penelitian dasar di laboratorium) menuntut agar "memberikan kesempatan kepada psikologi untuk turut menyumbang"-menggunakan pengetahuan psikologis untuk menjawab masalah-masalah sosial berat (Miller, 1969). Di tahun vang sama, Donald Campbell menuntut penggunaan yang jauh lebih ekstensif dari metode-metode yang telah diprakarsai olehnya dan oleh ilmuwan-ilmuwan sosial lainnya. Kalimat pembukanya di dalam artikel tahun 1969 telah merangkum pendekatan yang digunakannya dan menyiratkan optimisme yang terasa pada masa itu: Amerika Serikat dan negara-negara moderen lainnya mestinya siap menerima sebuah pendekatan eksperimental untuk reformasi sosial, sebuah pendekatan yang kita gunakan 5

untuk mengujicobakan program- program baru yang dirancang untuk mengatasi masalahmasalah social tertentu, yang kita gunakan untuk mempelajari apakah programprogram tersebut efektif, dan kita gunakan untuk mempertahankan, meniru, memodifikasi, atau membuang mereka karena efektivitasnya, yang dilihat berdasarkan pelbagai kriteria tak-sempurna yang ada (Campbell, 1969, h. 409). Para psikolog yang tertarik pada sistem hukum juga merasa optimis terhadap pelbagai kemungkinan psikologi. Pada tahun 1969, mereka mendirikan The American Psychology-Law Society (AP-LS), yang Hie nyatakan bahwa "...hanya ada sedikit bidang antar disipliner yang memiliki begitu banyak potensi untuk memperbaiki kondisi manu sia" (Grisso, 1991). Keterkaitan psikologi dan hukum yang pasang-surut itu belum dapat berkembang menjadi hubungan yang mantap sampai akhir tahun 1970-an. Terbitan pertama jurnal utama APLS - Law and Human Behavior- muncul pada tahun 1977. Sejak itu, beberapa jurnal lain yang menampilkan penelitian dan teori psikolegal mulai bermunculan (misalnya Law and Society Review; Criminal Justice and Behavior; Behavioral Sciences and the Law; dan Psychology, Public Policy, and Law). Hukum dan ilmu sosial juga menjadi perhatian utama organisasi-organisasi ilmiah selain APLS (misalnya the Law and Society Association, the American Board of Forensic Psychology). Bahkan ada cukup banyak program "doktoral ganda" yang memberikan gelar PhD di bidang psikologi dan JD di bidang hukum. Kira-kira 60% departemen psikologi di universitas sekarang menawarkan under graduate course di bidang psikologi dan hukum (Bersoff dan kawan-kawan, 1997). Hubungan antara kedua disiplin itu menjadi semakin luas dan mendalam selama 25 tahun terakhir. Ini jelas merupakan booming time untuk bidang ini. Masa depannya mungkin tidak pasti, tetapi ada alasan untuk merasa optimis. C. Mengenal Riset Psikologi Belum lama ini tuntutan-tuntutan para psikolog atas pengetahuan dan kemampuan menemukan fakta sama sekali terlalu kuat, dan keengganan para lawyer untuk menggunakan bukti, wawasan-wawasan, dan teknik-teknik rumit dari psikologi sama sekali terlalu irasional (Clifford dan Bull 1978:19). Perbedaan antara psikologi di satu pihak, dan hukum di pihak lain, yang menjadi salah satu penycbab, kendala awal ketika muncul ide untuk mengembangkan kajian Psikologi Hukum, adalah karena : Psikologi mencari, mendeskripsikan dan menjelaskan pengalaman dan perilaku manusia melalui logika dan metode ilmu. Riset dan aplikasi psikologi didasarkan suatu pendekatan logis, empiris dan analitik, dan pendekatan tersebut memusatkan pada suatu rentang isu-isu yang sangat luas. Sedangkan hukum, di pihak lain, sebagaimana dikatakan oleh Harrington dkk (1979b: XIV): 'adalah suatu ketrampilan (seni) praktis, suatu sistem aturan-aturan, suatu sarana kontrol sosial, yang berkenaan dengan pemecahan masalah-masalah praktis'. Lebih jauh: hukum didasarkan pada psikologi common sense yang mempunyai model manusianya sendiri, kriterianya sendiri... nilanilainya sendiri. Penjelasan common sense dalam hukum, didukung oleh fakta bahwa proses-proses hukum yang dapat dioperasikan telah berkembang di bawah pengawasan ketat, konstan, selama berabad-abad. Hukum dalam pengertian ini 'terbukti'. Tetapi ini agak berbeda dari penjelasan dari sudut-pandang teori psikologi yang didukung oleh bukti empiris tentang hubungan-hubungan yang bermakna secara statistik. Akhirmya, sementara citra manusia yang diproyeksikan oleh para psikolog sosial Amerika adalah citra 'orang baik', maka hukum, dan khususnya hukum pidana, ditandai oleh suatu pandangan yang lebis sinis tentang sifat manusia, dan pandangan ini cenderung diadopsi oleh orang-orang yang bekerja di dalam dan untuk sistem hukum (King 1986: 76).

6

Para peneliti psikolegal (sebagai contoh, tentang kesaksian saksi-mata) telah menggunaan beragam metode riset yang meliputi kajian-kajian kebetulan, kajian-kajian lapangan, kajian-kajian arsip dan kajian-kajian kasus tunggal (lihat Clifford 1995: 19-24; Davies 1992). Banyak psikolog sangat mengandalkan metode eksperimental, termasuk eksperimen-eksperimen lapangan, untuk menguji prediksi-prediksi dan merumuskan teoriteori yang meramalkan perilaku dan skeptis terhadap penyandaran para lawyer pada generalisasi- generalisasi common sense tentang perilaku manusia yang didasarkan pada spekulasi di atas meja (armchair speculation), meskipun disahkan oleh analisis konseptual (Farrington dkk 1979b: XIII). Suatu ciri yang menyatukan banyak riset psikologi adalah pilihannya pada menjadikan penegasan-penegasan sebagai sasaran riset empiris sistematik dan, kapan memungkinkan, mengujinya secara eksperimental. Ini akan sering melibatkan pengalokasian acak orang-orang kepada kondisi-kondisi berbeda, yang mana orang-orang tersebut, pada saat itu, normalnya, tidak diberitahu tentang tujuan eksperimen bersangkutan. Clifford (1995) menyediakan sebuah liputan yang sangat bagus tentang premis-premis dan metode-metode psikologi kontemporer. Banyak psikolog yang mendukung simulasi eksperimental cenderung untuk juga tidak mempertimbangkan isu nilai-nilai dalam riset psikologi dan psikolegal pada umumnya, dan khususnya apakah para psikolog dapat benar-benar menghindari keputusan-keputusan nilai dengan mendemonstrasikan fakta-fakta' atau tidak. Model-model teoretis manusia yang ditafsirkan oleh para psikolog eksperimental telah memasukkan manusia sebagai sebuah kotak hitam, sebuah papan saklar telpon dan, lebih belakangan, manusia sebagai sebuah komputer. Model-model yang berbeda dari gagasan kehendak bebas' menurut sang lawyer telah ditolak oleh para psikolog kognitif karena model-model tersebut tidak menganggap manusia sebagai suatu totalitas yang berpikir, merasa, mempercayai (Clifford dan Bull 1978: 5), scbagai seseorang yang berinteraksi dengan lingkungan dengan suatu cara dinamis. Bagi banyak psikolog, banyak pengolahan informasi dilakukan tanpa orang-orang menyadari akan itu; sang lawyer, di pihak lain, mengoperasikan sebuah model manusia sebagai seorang makhluk bebas, sadar, yang mengendalikan tindakan-tindakannya dan bertanggungjwab atas tindakan-tindakan tersebut. Apa yang oleh hukum, didasarkan pada banyak keputusan judisial, dianggap sebagai 'melampaui keraguan yang masuk akal' agaknya berbeda dari kesimpulan psikolog bahwa suatu hasil adalah bermakna pada level signifikansi statistik 5 %. Sebuah aspek menarik dari hal ini, sebagai contoh, adalah keengganan sang lawyer untuk mengkuantifikasi seberapa memungkinkannya kesalahan mesti tampak sebelum seseorang dapat mengatakan bahwa keraguan seperti sebagaimana yang ada tidaklah masukakal. Sang lawyer di pengadilan sering hanya tertarik kepada jawaban 'ya' atau 'tidak terhadap pertanyaan yang diajukan dari seorang psikolog yang tampil sebagai seorang "expertise" atau ahli, sementara, paling tinggi, psikolog mungkin hanya merasa enak dengan jawaban 'mungkin'. Meskipun demikian, harus dicatat bahwa jawaban-jawaban yang menarik bagi seorang lawyer praktisi, mungkin beragam menurut apakah itu pemeriksaan utama atau pemeriksaan silang. Pada yang pertama, sang lawyer tertarik kepada sebuah cerita, sedangkan pada yang terakhir, sang lawyer tertarik kepada pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban 'ya' atau 'tidak'. Juga, para lawyer melihat ke kasus individual yang mereka pegang untuk mereka tangani dan menyoroti bagaimana kasus tersebut berbeda dari stereotipe; mereka berusaha keras untuk menunjukkan di pengadilan bahwa orang tidak dapat melakukan generalisasi, sementara para psikolog berbicara tentang peluang seseorang untuk berbeda dari kumpulan (aggregate) bersangkutan.

7

Sebagai tambahan terhadap perbedaan-perbedaan nyata antara psikologi dan hukum (lihat Carson 1995b), terdapat fakta bahwa pendekatan-pendekatan dari berbagai cabang psikologi berbeda dalam kadar tentang hingga di mana pendekatan-pendekatan tersebut didasarkan pada apa yang dapat disebut sebagai eksperimen-eksperimen ilmiah. Lebih jauh,beberapa psikolog telah meragukan tentang manfaat praktis dari temuan dari eksperimen-eksperimen laboratorium terkontrol yang mereduksi pengambilan keputusan juri, sebagai contoh, pada sejumlah kecil mahasiswa undergraduate psikologi yang membaca sebuah deskripsi sepanjang satu paragraf, bersifat sketsa, tentang suatu kasus pidana dan (kemudian) membuat keputusan-keputusan individual pada sebuah skala rating tentang sanksi yang tepat untuk dikenakan pada terdakwa (lihat Bray dan Kerr 1982; King 1986; Konecni dan Ebbesen 1992). Rabbit (1981) menunjukkan bahwa 90 % kajian yang dikutip dalam buku-buku teks standar tentang psikologi ingatan yang ada saat itu hanya menguji pengenalan atau ingatan tentang suku-suku kata tiga-huruf yang tidak bermakna. Lebih belakangan, Konccni dan Ebbesen (1992: 415-16) berpendapat bahwa: 'Merupakan hal yang berbahaya dan menghampiri tidak bertanggungjawab bila menarik kesimpulan-kesimpulan dan membuat rekomendasi-rekomendasi kepada sistem hukum atas dasar simulasi-simulasi yang meneliti efek-efek secara terlepas dari konteks-konteks dunia nyatanya (jelasnya, atas dasar simulasi-simulasi yang belum disahkan atau yang tidak dirancang untuk meneliti interaksi-interaksi yang tatarannya lebih tinggi). Riset yang lebih belakangan tentang juri , meliputi analisis-analisis protokol, wawancara wawancara dengan para juror (anggota dewan juri) setelah mereka memberikan tuntutan dalam kasus-kasus riil, menjelaskan simulasi-simulasi yan melibatkan percobaan-percobaan yang direkam dengan videotape dan para responden-juror, dan bahkan eksperimen-eksperimen lapangan yang diacak (lihat Heuwer dan Penrod 1989). Sama halnya, para peneliti kesaksian saksimata telah dan masih semakin banyak menggunakan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dan para mahasiswa non-psikologi sebagai subjek-subjek, dan juga menggunakan data arsip. King (1986) juga telah mengecam penyandaraan kuat para psikolog hukum pada metode eksperimental, berpendapat bahwa terdapat suatu kecenderungan untuk membesarbesarkan arti pentingnya; bahwa memperlakukan faktor-faktor hukum sebagai 'hal-hal' dan menerapkan kepadanya teknik-teknik eksperimental dan metode-metode statistik sekurang-kurangnya memunculkan empat permasalah, yakni, ketidakdapatan-diakses (inaccessibility),validitas eksternal, kedapatan-digeneralisasi (generalisability) dan kelengkapan King juga berpendapat bahwa penyandaraan cksklusif pada simulasi eksperimental juga mendorng para psikolog hukum untuk memfokuskan pada perilakuperilaku antar individu tanpa mempertimbangkan konteks sosial di mana perilaku-perilaku tersebut terjadi (; bahwa dapat dibantahnya Karl Popper (1939) telah ditunjukkan oleh para filsuf ilmu sebagai sebuah kriterion yang meragukan untuk mendefinisikan apakah sebuah teori ilmiah atau tidak. Lebih jauh, King berpendapat bahwa alasan-alasan riil bagi penggunaan berkelanjutan metode eksperimental oleh para psikolog hukum sebagai metode utama atau satu-satunya untuk mengkaji isu-isu hukum adalah: a. suatu keyakinan oleh para psikolog bahwa menggunakan metode eksperimental memungkinkan mereka untuk mengtuntutan bahwa mereka 'ilmiah' dalam melakukan riset mereka; b. suatu kebutuhan yang dirasakan oleh para psikolog untuk memperoleh pengakuan dan penerimaan; dan c. suatu keyakinan olch para psikolog bahwa mercka lebih memungkinkan untuk diterima dan diakui sebagai 'ahli' jika mereka terlihat sebagai ilmiah". Akhimya, para pengecam neo-Marxis terhadap penggunaan metode eksperimental (lihat Wexler 1983) 'melihat kegagalan untuk memberikan perhatian kepada konteks 8

perilaku sosial sebagai suatu tindakan politik yang dilakukan oleh para psikolog dengan tujuan untuk mengaburkan bentuk dan isi sebenarnya dari interaksi sosial' (King 1986: 103). King telah menganjurkan suatu pergeseran 'menjauh dari gagasan-gagasan yang sifatnya membatasi dan membesarkan diri-sendiri tentang apa yang merupakan riset "ilmiah" yang telah cenderung bertindak sebagai suatu titik-tolak untuk banyak dari apa yang disebut sebagai psikologi hukum. Tidak diragukan lagi, banyak psikolog akan tidak sepakat baik terhadap penggambaran Wexler (1983) bahwa mereka terlibat dalam suatu konspirasi politik yang diinsformasikan oleh sebuah ideologi tertentu dan terhadap dorongan King (1986) agar mereka mengurangi penggunaan metode eksperimental yang mendukung etnometodologi sebagai metode penelitian yang mereka sukai. Dengan menyoroti bahaya-bahaya yang melekat dalam mengkaji kesaksian saksimata dibawah kondisi-kondisi yang agak artifisial di laboratorium, Clifford dan Bull (1978) mengingatkan para pembaca mereka bahwa riset seperti itu dapat mengarahkan para psikolog untuk memajukan pengetahuan yang sebenarnya merupakan kebalikan dari kebenaran, sebagaimana dalam kasus pengaruh kebangkitan (arousal) psikologis terhadap keakuratan ingatan. Sebuah teori tentang ingatan, atau teori psikologi lain manapun untuk hal tersebut, yang dicapai atas dasar riset yang sangat tidak memadai hampir tidak dapat diharapkan untuk dianggap serius oleh para lawyer. Menurut Hermann dan Gruneberg (1993:55), pada tahun 1990-an para peneliti ingatan tidak lagi beranggapan bahwa sebuah prosedur laboratorium akan atau tidak akan mengekstrapolasikan ke dunia nyata karena isu validitas ekologis dalam riset ingatan kebanyakan telah dipecahkan. Hermann dan Gruneberg mengusulkan bahwa: "Saatnyalah sekarang untuk bergerak melampaui isu validitas ekologis... ke isu berikutnya yang tepat secara logika - riset terapan'. Dengan melakukan itu para psikolog hukum pada akhir tahun 1990-an harus mempertimbangkan kata-kata Davies (1992) bahwa:Tidak ada sebuah metode riset yang dapat dengan sendirinya menyediakan sebuah database yang handal untuk pengundang-undangan atau advokasi. Agaknya, permasalahan harus dibahas dari sejumlah perspektif yang masing-masing membuat suatu kompromi yang berbeda antara validitas ekologis dan kekuatan metodologis (hal. 265). Sebuah alasan lain mengapa permasalahan muncul ketika psikologi dan hukum bertemu adalah bahwa, sebagaimana dikemukakan oleh Losel (1992: 15), bagi sang psikolog banyak ragam teori dan perspektif dalam disiplin ini merupakan bagian dari kegiatan normal. Meskipun demikian, dalam hukum, tujuan utamanya adalah kepatuhan dan penghindaran perbedaan (disparity). Konsekuensinya, para lawyer menganggap banyak sudut-pandang dalam psikologi sebagai kontradiktif. Dengan mengambil literatur psikologi tentang intervensi penonton dan menggunakan samaritanisme yang baik (yakni, mengintervensi untuk membantu atau menghimbau bantuan untuk orang-orang yang mempunyai kebutuhan mendesak akan bantuan seperti itu lihat, Kidd 1985, untuk sebuah ulasan) sebagai sebuah contoh, kita menemukan dua model pengambilan keputusan yang saling bertentangan. Di satu pihak, kajian-kajian simulasi eksperimental tentang gejala bersangkutan (lihat Latane dan Darley 1970) telah memunculkan sebuah model pengambilan-keputusan kognitif. Model ini berasumsi bahwa orang-orang merupakan pengambil-keputusan yang sengaja melakukan intervensi secara langsung atau secara tidak langsung dalam suatu keadaan darurat setelah sederetan keputusan-keputusan: apakah suatu insiden merupakan suatu hal darurat, apakah orang mempunyai tanggungjawab personal untuk terlibat dan, akhirnya, apakah keuntungan-keuntungannya memboboti biaya-biaya (pengorbanan) intervensi. Di pihak lain, terdapat sebuah model lain dari intervensi penonton (bystander), sebagian didasarkan pada kajian-kajian eksperimental (lihat Piliavin dkk 1981) dan sebagian 9

pada wawancara-wawancara dengan individu-individu yang telah secara heroik campurtangan dalam situasi-situasi kejahatan kehidupan-riil dan perbandingan-perbandingan dengan "individu-individu yang tidak campur-tangan' (lihat Houston 1980) yang menggambarkan intervensi sebagai 'impulsif dan tidak sebagai terdiri atas sederetan keputusan-keputusan rasional. Sebuah asumsi mendasar dalam hukum (lihat Luntz dan Hambly 1992) adalah bahwa perilaku membantu adalah hasil dari pengambilan keputusan rasional. Meskipun demikian, literatur psikologi yang relevan memberikan pandanganpandangan yang bertentangan tentang validitas asumsi ini untuk intervensi penonton, suatu situasi yang tidak membantu mereka yang menganjurkan dimasukkannya ketetapan-ketetapan kegagalan-untuk-membantu ke dalam undang-undang pidana di jurisdiksi-jurisdiksi seperti Inggris dan Australia yang tidak mempunyai undangundang seperti itu (lihat Geis 1991). Greer (1971) mengarahkan perhatian ke fakta bahwa banyak psikolog yang berusaha menyelidiki pertanyaan-pertanyaan tentang relevansi hukum dengan usaha mereka sendiri telah mempunyai suatu pandangan yang agak terbatas tentang sasaran-sasaran hukum dan, sebagai suatu hasilnya, dalam kasus kesaksian saksi-mata, sebagai contoh, 'mereka gagal untuk menghargai keruwetan-keruwetan dan kerumitan-kerumitan dari prosedur-prosedur hukum untuk mendorong kesaksian ... (dan) cenderung melihat implikasi-implikasi hukum dari pekerjaan mereka dan tampak mengharapkan temuantemuan mereka untuk dianggap sebagai penyelamat sejati terhadap integritas profesi hukum' (hal. 142). Komentar Greer berlaku 26 tahun kemudian pada sejumlah signifikan riset psikolegal, sebagaimana ditunjukkan oleh bab-bab belakangan dalam buku ini. Lloyd-Bostock (1981b) juga telah mengarahkan perhatian ke suatu masalah lain di samping masalah ekstrapolasi dari laboratorium ke kehidupan nyata, yakni, dalam menerapkan la telah berpendapat bahwa: "Pentinglah membedakan antara aplikasi pada kasus-kasus tertentu di satu pihak, dan aplikasi- prinsip-prinsip psikologi umum di dalam kasus individual. aplikasi yang lebih umum dalam perumusan kebijakan di pihak lain. Aplikasi-aplikasi dalam kasus-kasus individual (dan dengan demikian bukti ahli) jauh lebih berbahaya' (hal. 17). Lloyd-Bostock juga berpendapat bahwa sementara perkembanganperkembangan dalam bidang psikolegal telah menjajari perkembangan-perkembangan yang lebih umum dalam psikologi, laju yang relatif cepat di mana pengetahuan psikologi berubah dan teori-teori yang telah diterima dengan baik dibuat menjadi ketinggalan zaman menyimpang dari kegunaan praktis temuan-temuan psikologi. Sebagaimana telah disebutkan, model manusia hukum yang dominan mensyaratkan suatu pikiran sadar. Sebagaimana dengan tepat ditunjukkan oleh Llyod-Bostock (1981b), model ini tidak mungkin digeser ketika diperhadapkan dengan pengetahuan psikologi. Lebih jauh, bahkan beberapa psikolog sendiri (sebagai contoh King 1981) telah menentang penggeseran seperti itu karena pertanyaan tentang 'apakah model hukum harus digeser sama sekali merupakan suatu keputusan nilai bukan sebuah pertanyaan tentang apakah psikologi atau hukum berada di atas basis yang lebih masuk akal secara empiris atau tidak' itu sendiri (Llyod-Bostock 1981b: 19). Sebuah penjelasan lain tentang mengapa diperlukan waktu yang panjang bagi riset psikolegal untuk dianut baik oleh para psikolog maupun para lawyer terletak dalam fakta bahwa, ketika para psikolog menghadirkan diri sebagai ahli di ruang pengadilan, mereka dapati diri mereka harus berurusan dengan dilema-dilema etik tentang, sebagai contoh, keterpercayaan para klien mereka (lihat Hawar 1981a). Toch (1961:19) dalam bukunya, Legal and Criminal Psychology, mengingatkan tentang bahaya dari menjual psikologi secara terlalu, mirip dengan yang telah terjadi pada psikiatri (lihat Szazz 1957). Tentu saja, terdapat bahaya tambahan dari para psikolog yang menjajakan keahlian mereka dan menghasilkan suatu opini yang mendukung bagi seorang klien dalam suatu kasus hukum 10

kepada siapapun yang akan membayar upah mereka. Pengalaman AS telah menunjukkan bahwa bidang psikolog ahli di pengadilan ,dapat menjadi sebuah alat pemintal-uang yang nyata. 2. Latihan 1.

2. 3.

Jelaskan perbedaan pandangan antara kajian Psikologi dengan kajian ilmu hukum, sehingga awal perkembangannya kedua ilmu tersebut sulit untuk disatukan? Jelaskan pandangan dari aliran "Legal Realism" (realism hukum) yang merupakan cikal bakal dari perkembangan psikologi hukum pengadilan? Jelaskan manfaat Psikologi Hukum dalam Ilmu hukum?

3. Rangkuman 1. Metode ilmiah adalah sebuah pendekatan yang dapat diuji, bersifat mengoreksi diri sendiri, terhadap pengetahuan, yang menawarkan salah satu dari sumbersumber terkuat yang tersedia untuk memahami perilaku manusia, demikian pula metode ilmiah yang digunakan dalam Psikologi Hukum. 2. Kajian psikologi hukum adalah kajian yang menggunakan sumber-sumber pengetahuan yang sifatnya otoritatif, logis dan ilmiah, dalam suatu campuran, tetapi yang ilmiah yang akan lebih diutamakan. 3. Pengaplikasian psikologi pada sistem hukum mulai muncul pada tahun pertama abad kedua puluh. Pada tahun 1906, Sigmund Freud,seorang psikoanalis berpidato, yang isinya memperingatkan para hakim Austria bahwa keputusan hakim dipengaruhi oleh proses-proses tak-sadar (Freud, 1906). Ia juga menyatakan bahwa insights dari teorinya dapat digunakan untuk memahami perilaku kriminal dan untuk mempebaiki sistem hukum. 4. Gerakan kaum realis adalah contoh awal pengaruh psikologi terhadap hukum. Dua orang psychologist-philosopher terkemuka saat itu - William James dan John Dewey memperjuangkan ide-ide pragmatisme, induksi, dan pendekatanpendekatan ilmiah di dalam kajian isu-isu sosial (James, 1907; Dewey, 1929). Para realis hukum menangkap ide bahwa hukum dibutuhkan untuk secara pragmatis mendukung kebaikan bersama dan memanfaatkan penelitian ilmu Sosial. Pada tahun 1931, Karl Llewellyn, seorang pemimpin gerakan realis, menyebutkan beberapa prinsip pokok: (1) karena masyarakat selalu berfluktuasi dengan lebih cepat dibanding hukum, maka hukum harus senantiasa diperiksa kembali untuk memastikan bahwa dapat melayani masyarakatnya dengan baik; (2) hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan sosial dan bukan tujuan itu sendiri dan (3) hukum harus dievaluasi efek-efeknya (Llewellyn, h. 72). 5. Perbedaan antara psikologi di satu pihak, dan hukum di pihak lain, yang menjadi salah satu penycbab, adalah kendala awal dalam pengembangan kajian Psikologi Hukum,dikarenakan: Psikologi mencari, mendeskripsikan dan menjelaskan pengalaman dan perilaku manusia melalui logika dan metode ilmu. Riset dan aplikasi psikologi didasarkan suatu pendekatan logis, empiris dan analitik, dan pendekatan tersebut memusatkan pada suatu rentang isu-isu yang sangat luas. Sedangkan hukum, di pihak lain, sebagaimana dikatakan oleh Harrington dkk (1979b: XIV): 'adalah suatu ketrampilan (seni) praktis, suatu

11

sistem aturan-aturan, suatu saran kontrol sosial, yang berkenaan dengan pemecahan masalah-masalah praktis'.

4. Pustaka 1. Buku Ajar Psikologi Hukum : Tim Pengampu Mata Kuliah Psikologi Hukum. 2. Aplikasi Psikologi Dalam Sistem Hukum, karya Mark Constanzo. 3. Psychology and the Legal System, karya Lawrence S. Wrightsman 1991. 4. Psychology and American Law, karya Curt R. Bartol (1983). 5. Social Psychology in Court, karya Michael J. Saks, PH.D & Reid Hastie, Ph.D, 1978. 6. Psychology and Law, karya Andreas Kapardis, 1999. 7. Psychology and Law, karya Amina Memon, Aldert Vrij and Ray Bull, 2003. 8. Encyclopedia of Psychology & Law, Volume 1 dan Volume 2., karya Brian L. Cutler (ed). D. Tugas Dan Lembar Kerja Pada tugas ini peserta kuliah atau mahasiswa diharapkan dapat mengerjakan tugas yaitu menyebut dan menjelaskan perjalanan dan perkembangan psikologi dan hukum dan menjelaskan manfaat psikologi dalam perkemabngan ilmu hukum. Tugas ini dapat didiskusikan bersama dengan peserta lain dengan catatan bahwa peserta kuliah telah menyelesaikan tugasnya secara mandiri. Tugas ini juga dapat dibahas pada pertemuan didalam kelas. E. Tes Formatif 1.

2.

3.

4.

5.

Psikologi dan Hukum adalah dua ilmu yang berbeda tetapi memiliki kesamaan karena keduanya meneliti tentang perilaku manusia. A. B B. S Hugo Munstenberg dikenal sebagai Bapak pendiri Psikologi dan Hukum. A. B B. S Sumber-sumber otoritatif dan penalaran adalah dasar keyakinan pengetahuan dari Method of Tenacity. A. B B. S Sumber-sumber pengetahuan yang logis, ilmiah, dan sistematik adalah sumber dari Method of Science. A. B B. S Louis Brandeis adalah penulis dari “On the Witness Stand”, memberikan sumbangan besar atas perkembangan Psikologi Hukum. A. B B. S 12

6.

7.

8.

9.

10.

Munculnya gerakan “Legal Realism” memberikan perhatian agar hakim secara aktif membangun hukum melalui penafsiran terhadap bukti-bukti dan preseden. A. B B. S Gerakan kaum realis adalah contoh awal pengaruh psikologi terhadap hukum. A. B B. S Putusan pengadilan (hakim) dianggap mencerminkan prinsip-prinsip yang ada di alam, merupakan ajaran dari “Legal Realism”. A. B B. S Hukum adalah suatu keterampilan (seni) praktis. Suatu system aturan-aturan , suatu sarana kontrol sosial, yang berkenaan dengan pemecahan masalahmasalah praktis. A. B B. S Di Amerika Serikat tugas Juror (anggota dewan juri) adalah memutuskan seseorang bersalah atau tidak bersalah. A. B B. S

13

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Bila Anda merasa telah menjawab tes formatif dengan baik, bandingkanlah jawaban Anda tersebut dengan rambu-rambu jawaban yang disediakan. Jika hasil perhitungan menunjukkan anda telah mencapai tingkat penguasaan sama atau lebih besar dari 80%, Anda dipersilakan untuk meneruskan ke kegiatan belajar berikutnya. Untuk mengetahui persentase penguasaan materi pada kegaitan belajar 1 ini, anda cukup menghitung menggunakan rumus berikut: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑛𝑎𝑟 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑜𝑎𝑙

x 100 = %

14

Similar documents

Modul 5

Simar Kurniawan - 1.4 MB

MODUL 5

jeky lani - 138.1 KB

Modul 5

Felmi Putra - 564.9 KB

Modul 5

Andi Wantesss - 484.5 KB

Modul Powerpoint

Mekar Meina - 1.6 MB

MODUL 6

jeky lani - 138.1 KB

modul 7

Malik Alfiyan - 76.3 KB

Modul VI

Ra- Koon - 89.5 KB

Modul 8

terbit cerah - 696.2 KB

MODUL 2

Ryan Mcdonald - 313 KB

modul 3

Octavian Marcu - 72.2 KB

modul 2

Octavian Marcu - 73.9 KB

© 2024 VDOCS.RO. Our members: VDOCS.TIPS [GLOBAL] | VDOCS.CZ [CZ] | VDOCS.MX [ES] | VDOCS.PL [PL] | VDOCS.RO [RO]