materi pkn

  • Uploaded by: unik susan
  • Size: 122.3 KB
  • Type: PDF
  • Words: 3,091
  • Pages: 11
Report this file Bookmark

* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.

The preview is currently being created... Please pause for a moment!

Description

Setiap sesuatu memiliki asal mula, demikian juga Pancasila tidak ada begitu saja, memiliki asal mula. Untuk menerangkan keberadaan dan hakikat Pancasila, digunakan berbagai pendekatan. Dalam merenungkan Pancasila secara filosofis itu para pemikir tidak hanya berhenti pada perumusan Pancasila, tetapi mereka masing-masing juga memikirkan bagaimana Pancasila yang sudah dirumuskan menjadi rumusan filsafat yang umum abstrak itu dapat dilaksanakan dalam kehidupan konkret dalam bidang kenegaraan clan kemasyarakatan. Dalam hal ini mereka menyebut istilah transformasi Pancasila. Masing-masing dengan menggunakan dimensi yang sesuai dengan dimensi yang digunakan waktu mereka merumuskan Pancasila formal tersebut (Suwarno, 1993: 8081). B. Unsur-unsur Causa Materialis Pancasila Prof. Notonagoro untuk mencari asal mula Pancasila menggunakan teori causalitas (sebab akibat). Berdasarkan teori causalitas tersebut, causa materialis Pancasila berasal dari adat kebiasaan, kebudayaan dan agama yang ada di Indonesia (Notonagoro, 1975: 32). Dengan demikian, tidak dapat diragukan bahwa dasar negara yang kita miliki digali dari nilai yang terdapat dalam masyarakat. Nilai tersebut tersebar pada masyarakat, digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tidak, diragukan lagi bahwa Pancasila sebenarnya merupakan budaya dan pembudayaan bangsa Indonesia yang perlu dipahami secara ilmiah oleh bangsa Indonesia. 1. Adat-istiadat Sebelum melihat sejauh mana implementasi adat-istiadat dalam Pancasila, dan bagaimana bentuk konkretnya dalam sila-sila Pancasila terlebih dahulu diuraikan karakteristik adat-istiadat tersebut. Pada pokoknya adat-istiadat merupakan urusan kelompok; tidak ada adatistiadat orang seorang. Seseorang mengikuti adat-istiadat bersama dengan orang lain; adat-istiadat sekaligus merupakan urusan masyarakat. Masyarakat ini kadang-kadang mempunyai pembatasan yang agak cermat, misalnya, sebuah suku atau satu persekutuan pedesaan yang masih tertutup di dalam masyarakat yang bersifat sangat agraris. Sebuah persekutuan merupakan objek maupun subjek adatistiadat tidak ada pemisah di antara kedua hal ini, bahkan keduanya tepat bersamaan. Artinya, persekutuan tunduk kepada adat-istiadat, namun juga merupakan pendukungnya serta mempertahankannya (de Vos, 1987: 42). Dengan diambilnya adat-istiadat sebagai unsur sila Pancasila, memang sangat tepat, sebab para pemimpin kita yang merumuskan silasila Pancasila mengharap negara yang berdasarkan Pancasila merupakan negara kekeluargaan, bukan negara yang bersifat orang perorangan. Pancasila bukanlah sebuah ideologi yang ditanamkan dari atas, melainkan merupakan manifestasi moralitas publik. Artinya, dimensi otoritas dan tradisi seharusnya melenturkan diri sefleksibel mungkin, sehingga publik pun berpartisipasi dalam diskursus tentang nilainilai dasar Pancasila itu (Lanur, 1995: 11). Karakteristik lain dari adat-istiadat. Orang tidak lagi mempertanyakan tentang asal-usul serta apa yang hendak dicapai oleh adat-istiadat, melainkan orang mematuhi secara diam-diam dan tanpa mempersoalkannya. la diterima dan dipatuhi sebagai sesuatu yang wajar. la tidak memerlukan dasar

pembenaran; palingpaling kehendak Tuhan merupakan dasar pembenarannya (de Vos, 1987: 43). Dari kedua karakteristik adat-istiadat di atas, sudah sangat jelas maksud dan tujuannya. Di samping itu, tampaknya adatistiadat memiliki karakteristik yang universal, artinya berlaku untuk adat istiadat dimana pun dengan tidak melihat di mana tempat keberadaannya. Dengan demikian, adat-istiadat bangsa kita memiliki karakteristik tersebut. Koentjaraningrat (1974) setelah membedakan antara kebudayaan dengan adat menyatakan. Adat adalah wujud ideal dari kebudayaan. Secara lengkap wujud itu dapat kita sebut adat tata kelakuan, karena adat itu berfungsi sebagai pengatur kelakuan. Adat dapat dibagi lebih khusus dalam empat tingkat, ialah (i) tingkat nilai budaya, (ii) tingkat norma-norma, (iii) tingkat hukum, (iv) tingkat aturan khusus (Koentjaraningrat, 1974: 20). Dari deskripsi singkat tentang seluk-beluk adat-istiadat kita dapat mencoba melihat transfonnasi nilai adat-istiadat yang terdapat di seluruh Nusantara ini ke dalam sila-sila Pancasila. Perlu ditegaskan adat-istiadat yang dimaksud di sini berhubungan dengan masalah sosial, ekonomi, politik dan ketatanegaraan. Sebab, tidak semua bentuk adat-istiadat tersebut ditransformasikan ke dalam silasila Pancasila. 2. Kebudayaan Causa materialis kedua Pancasila adalah budaya atau kebudayaan bangsa. Dari segi etimologisnya; kata "Kebudayaan" berasaldari kata Sanskerta budhayah, ialah bentuk jamak dari budhi yang berarti "budi" atau "akal". Demikian, kebudayaan itu dapat diartikan "hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal" (Koentjaraningrat, 1974: 19). Mengikuti arti etimologis kebudayaan, ternyata kebudayaan sangat luas aspeknya. Kebudayaan merupakan hasil dari akal budi, dengan demikian keseluruhan hasil akal manusia, seperti ilmu, teknologi, ekonomi dan lain-lain termasuk kebudayaan. Seiring dengan itu, JWM Bakker dalam mencari definisi kebudayaan menyatakan sekurang-kurangnya terdapat tujuh kategori arti kebudayaan, masing-masing sebagai berikut. a) Ahli sosiologi mengerti kebudayaan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan lain-lain) yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat. b) Ahli Sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan mendefinisikan sebagai warisan sosial atau tradisi. c) Ahli Filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan dan terutama pembinaan nilai dan realisasi cita-cita. d) Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, kelakuan. e) Psikologi mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian (adjustment) manusia kepada alam sekelilingnya, kepada syarat hidup (Bakker, 1984: 27-28). Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan. Pertama, kebudayaan merupakan hasil olahan akal manusia tentang alam ini. Dalam arti ini, maka setiap produk akal manusia disebut kebudayaan seperti ilmu, teknologi, ekonomi, seni, dan lain-lainnya. Kedua, pengertian kebudayaan dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu, tergantung dari segi mana kebudayaan tersebut dilihat. Dengan

demikian, pengertian tersebut belum dapat memberikan gambaran kepada kita tentang kebudayaan daerah yang diangkat menjadi sila-sila Pancasila. Untuk itu perlu dilihat aspek lain dari kebudayaan, yang merupakan unsur kebudayaan. Mengutip pendapat B. Malinowski, kebudayaan di dunia mempunyai tujuh unsur universal, yaitu: (1) Bahasa, (2) Sistem teknologi, (3) Sistem mata pencaharian, (4) Organisasi sosial, (5) Sistem pengetahuan, (6) Religi, (7). Kesenian Selain tujuh unsur tersebut, kebudayaan memiliki wujud, yang terdiri atas kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia: wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, dan berpusat; pada kepala manusia yang mengaturnya. Kompleks aktivitas, berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat konkret, dapat diamati atau diobservasi. Wujud ini sering disebut sistem sosial. Wujud sebagai benda, aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Aktivitas karya manusia tersebut menghasilkan berbagai macam benda untuk berbagai keperluan hidupnya (Soelaiman, 1988: 13). Melihat berbagai unsur kebudayaan tersebut di atas, kebudayaan Indonesia memiliki bahasa.Yang dimaksud dengan bahasa ialah ungkapan pikiran dan perasaan manusia yang secara teratur dinyatakan dengan memakai tanda berbentuk alat bunyi (Alisjahbana, 1977: 15). Bahasa merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada manusia di samping akal pikiran. Jadi sangat jelas, bahasa lisan terlebih-lebih bahasa tulis tidak hanya terbatas dapat dimengerti oleh orang lain. Bahasa memperlihatkan sikap, perasaan dan pikiran pemiliknya. Bahasa dijadikan alat komunikasi manusia, dengan perkembangan ilmu seperti sekarang ini, bahasa tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi antara satu orang dengan orang lain. Bahasa sudah dijadikan alat komunikasi ilmiah. Karena ilmu memiliki sifat sistematik, metodik, maka bahasa komunikasi ilmu, baik lisan maupun tulisan harus memenuhi kaidah ilmiah. Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan dengan berbagai bahasa daerah yang banyak sekali jumlahnya, bangsa ini memiliki bahasa nasional (persatuan), yaitu bahasa Indonesia. Sistem teknologi, Ellul berpendapat istilah teknik tidak berarti mesin, objek hasil teknologi melainkan "satu keseluruhan metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi mutlak (untuk satu tahap perkembangan tertentu) dalam setiap bidang kegiatan manusia (Ellul, 1986: 12). Jadi, yang dimaksud dengan teknologi canggih, tetapi mengacu kepada setiap karya manusia yang dapat digunakan secara efisien, mulai dari penemuan peralatan sederhana, seperti alat yang terbuat dari batu, dari kayu, berupa kapak kayu, kapak batu dan sejenisnya.Sistem mata pencaharian, tidak dapat dibantah bahwa sistem mata pencaharian yang paling awal yang dimiliki manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya adalah dengan mengumpulkan hasil alam, seperti berburu binatang liar, mencari bahan yang disediakan alam. Perkembangan selanjutnya manusia mulai membudidayakan apa yang disediakan oleh alam, maka muncullah budaya bercocok tanam. Organisasi sosial. Institusi pada umumnya dapat didefinisikan sebagai berikut. Institusi sosial ialah satu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola kelakuan,

peranan dan relasi yang terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum guna tercapainya kebutuhan sosial dasar (Hendropuspito, 1983: 114). Organisasi sosial, sering disamakan dengan sistem sosial. Dalam satu sistem sosial harus memiliki ciri. Dua orang atau lebih, terjadi interaksi di antara mereka, bertujuan, memiliki struktur, simbol, dan harapan bersama yang dipedomani (Soelaiman, 1990: 17). Satu sistem sosial di dalam pertumbuhannya mungkin mempengaruhi diri sendiri sehingga mengakibatkan perubahan yang bukan inti, misalnya pemerintah demokratis menjadi pemerintahan otokratis, atau kapitalis menjadi sosialis, lagi pula dapat mempengaruhi suasana masyarakat yang melindunginya (Soekanto, 1982: 345). Kalau kita melihat masyarakat ini, telah memiliki organisasi sosial, seperti organisasi arisan, subak (organisasi sistem irigasi) di Bali, dan lain-lain. Sistem pengetahuan. Pengetahuan diambil dari bahasa Inggris Knowledge, yang berarti tahu/ketahuan. Dari segi bahasa ini, pengetahuan adalah hasil tahu manusia tentang sesuatu. Ilmu adalah satu institusi kebudayaan, satu kegiatan manusia untuk mengetahui tentang dirinya dan alam sekitar dengan tujuan mengenal manusia sendiri, berbagai perubahan yang dialaminya yang dekat dan jauh darinya; perubahan lingkungan dan variasinya, untuk memanfaatkan, menghindari dan mengendalikannya (Jacob, 1996: 5). Secara sederhana sistem pengetahuan yang dimiliki oleh nenek moyang kita masih sangat bersahaja belum sekompleks sekarang. Misalnya, dalam hal untuk menentukan waktu turun menanam padi, untuk mengetahui terjadinya letusan gunung api, dilihat dengan turunnya binatang buas. Dengan perkataan lain,sistem pengetahuan yang dimiliki oleh nenek moyang kita berguna untuk mengembangkan pengetahuan yang ada saat ini. Sistem religi. Setiap kebudayaan memiliki sistem religi, berupa keyakinan terhadap yang gaib. Sistem kesenian, tidak bedanya dengan sistem religi, kebudayaan diperkaya dengan berbagai bentuk kesenian, mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling mutakhir. Menyangkut sistem religi ini, akan dibicarakan panjang lebar pada bagian causa materialis agama. 3. Agama-agama Causa materialis ketiga Pancasila adalah berbagai agama yang ada di Indonesia. Sudah sejak dahulu kala dikatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama, bangsa yang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Pada waktu meyampaikan pidato lahirnya Pancasila, Bung Karno mengusulkan prinsip Ketuhanan. Bangsa Indonesia dengan memiliki prinsip tersebut, dikatakan. Prinsip Ketuhanan bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah menurut Tuhan petunjuk Isa alMasih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad S.A.W., orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya (Soekarno, tanpa tahun: 27). Bung Karno dalam pidato tersebut di atas, menyebutkan prinsip Ketuhanan berkeadaban, yang diartikan setiap pemeluk agama lain. Dalam konteks Indonesia, dengan menerima Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah satu sila, kita mengungkapkan keyakinan, bahwa negara terbentuk berdasarkan kodrat sosial manusia yang diciptakan Tuhan (Lanur, 1995: 20). Agama yang hidup dalam komunitas bangsa

Indonesia dapat digolongkan ke dalam agama asli dan agama etnis, sedangkan agama yang datang dari luar disebut sebagai agama langit atau agama yang bersumber dari wahyu Tuhan. JWM Bakker, menyebutkan agama asli pada berbagai suku bangsa yang dikenal dengan nama Protomelayu (Bakker, 1976: 23). Selanjutnya dikatakan, yang terkenal sebagai agama asli tadi, yaitu: Parmalin, Parbaringan atau agama Si raja Batak, agama Sabulungan di kepulauan Mentawai, Kaharingan, agama suku Dayak di Kalimantan, Aluk to Dollo, agama asli suku Toraja, Parandangan Ada, agama asli lain di Sulawesi Tengah, agama Marapu, agama asli di pulau Sumba,agama Bali Aga, agama asli di pulau Bali, agama Viori Keraeng, di Manggarai, Flores Barat, agama Ratu Bita Bantara, di Sikka, Flores Tengah (Bakker, 1976: 25). E.E. Evans Pritchard (1984), menyatakan : ... bahwa agamaagama primitif adalah merupakan bagian dari agama pada umumnya (species dari genus), dan bahwa semua orang yang benninat terhadap agama haruslah mengakui bahwa semua orang yang benninat terhadap agama haruslah mengakui bahwa suatu studi tentang pandangan dan praktek ragam coraknya, akan menolong kita untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan tertentu tentang hakikat agama pada umumnya... (Pritchard, 1984: 2) C. Penutup Pancasila secara formal merupakan sesuatu yang baru bagi bangsa Indonesia, Pancasila lahir dalam situasi kehidupan sosial, budaya dan ekonomi bangsa pada waktu itu. Pancasila baru dikenal setelah para pendiri negara (founding fathers) ini merumuskan dasar negara lewat sidang±sidang BPUPKI. Pancasila digali dari nilai yang berakar pada kehidupan bangsa, presiden Soekarno waktu menerima gelar honoris causa dari Universitas Gadjah Mada tahun 1951, menyatakan: Pancasila adalah karakter bangsa Indonesia, yang diciptakan bangsa Indonesia sendiri, sedangkan Soekarno hanya menggalinya (Soetapa, 1991: 239). Pada waktu lahirnya Pancasila, usulan yang datang dari Muh. Yamin, Soepomo maupun oleh Soekarno sendiri tidak menyebutkan Pancasila berasal dari agama, budaya dan adat-istiadat bangsa Indonesia. Ada pun kemudian Notonagoro menyatakan Pancasila berasal dari tiga unsur di atas, tidak lain merupakan hasil perenungan Notonagoro, yang menggunakan teori causa Aristoteles. Aristoteles menyatakan setiap sesuatu memiliki asal mula (causa), yang terdiri atas empat asal mula. Keempat asal mula tersebut, yaitu asal mula bahan (causa materialis), asal mula bentuk (causa formalis), asal mula tujuan (causa finalis), dan asal mula karya (causa efisien). Pemikiran aristoteles inilah yang dikembangkan oleh Natanagoro dalam penelitian Pancasila, khususnya menyangkut asal mula Pancasila. https://media.neliti.com/media/publications/80416-ID-causamaterialis-pancasila-menurut-noton.pdf 2.Ada lima sila sila atau biasa disebut Pancasila yang dirumuskan dalam pidato Bung Karno. Kelima sila tersebut ialah Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian kelima sila tersebut mempunyai nilai-nilai yang harus ditanamkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apa saja contoh penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari? Berikut ini rangkuman mengenai contoh penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, seperti dilansir dari laman GuruPPKn, Kamis (1/10/2020).

pancasila merupakan dasar serta landasan ideologi Bangsa Indonesia. Maka dari itu, penting untuk menerapkan setiap sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari

1. Penerapan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Bintang emas merupakan simbol sila pertama dalam pancasila berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Sila pertama sangat mengutamakan aspek ketuhanan dalam setiap segi kehidupan kita.

Berikut ini contoh penerapan Pancasila, khususnya sila Ketuhanan yang Maha Esa, dalam kehidupan sehari-hari:

2. Menjalankan agama dengan tetap memperhatikan kondisi di sekitar dan tidak mengganggu ketertiban dan keamanan di tengah masyarakat.

3. Menjaga toleransi atau saling hormat menghormati di antara umat beragama agar tercapai kedamaian dan kenyamanan bersama.

4. Saling bekerja sama antarumat beragama dalam hal yang bersifat memajukan kepentingan umum, misalnya kerja bakti atau gotong royong di desa.

5. Tidak memaksa seseorang untuk menganut agama tertentu karena sesuai UUD 1945, setiap orang berhak untuk memilih dan memeluk agama sesuai dengan apa yang dikehendakinya.

1. Penerapan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Bintang emas merupakan simbol sila pertama dalam pancasila berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Sila pertama sangat mengutamakan aspek ketuhanan dalam setiap segi kehidupan kita.

Berikut ini contoh penerapan Pancasila, khususnya sila Ketuhanan yang Maha Esa, dalam kehidupan sehari-hari:

1. Memiliki satu agama dan menjalankan peribadatan dari agama tersebut. Kepemilikan terhadap agama tersebut harus diikuti dengan ketakwaan pada Tuhan.

2. Menjalankan agama dengan tetap memperhatikan kondisi di sekitar dan tidak mengganggu ketertiban dan keamanan di tengah masyarakat.

3. Menjaga toleransi atau saling hormat menghormati di antara umat beragama agar tercapai kedamaian dan kenyamanan bersama.

4. Saling bekerja sama antarumat beragama dalam hal yang bersifat memajukan kepentingan umum, misalnya kerja bakti atau gotong royong di desa.

5. Tidak memaksa seseorang untuk menganut agama tertentu karena sesuai UUD 1945, setiap orang berhak untuk memilih dan memeluk agama sesuai dengan apa yang dikehendakinya.

3 dari 6 halaman

2. Penerapan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Rantai emas menjadi lambang dari sila kedua yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Sila kemanusiaan yang adil dan beradab mewakili keinginan Bangsa Indonesia untuk berada di posisi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini.

Di bawah ini beberapa contoh penerapan Pancasila sila kemanusiaan yang adil dan beradab:

1. Menghargai perbedaan di tengah masyarakat yang terdiri dari banyak suku, agama, ras, dan adat istiadat.

2. Senantiasa menjaga adab atau kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budi pekerti kita dalam berbagai kondisi.

3. Tidak melakukan diskriminasi pada siapa pun. Diskriminasi yang dimaksud ialah membeda-bedakan sesama warga negara, baik perbedaan karena tingkat pendidikan, kondisi ekonomi, dan lain sebagainya.

4. Berani untuk menyampaikan kebenaran dan menegur kesalahan seseorang sesuai dengan adab yang berlaku di tengah masyarakat.

5. Menjaga keseimbangan dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban. Jangan sampai hak dan kewajiban kita mencederai hak dan kewajiban orang lain.

3. Penerapan Sila Persatuan Indonesia

Pohon beringin menjadi simbol sila ketiga yang berbunyi "Persatuan Indonesia". Persatuan di antara rakyat Indonesia merupakan kekuatan dasar dalam mempertahankan keamanan dan pertahanan Indonesia dari ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri.

Berikut ini beberapa contoh penerapan Pancasila sila Persatuan Indonesia:

1. Cinta terhadap Tanah Air demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

2. Mencintai dan mengonsumsi produk dalam negeri agar perekonomian menjadi lebih maju.

3. Mengutamakan segala kepentingan negara yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional Indonesia.

4. Berusaha untuk menghasilkan prestasi yang dapat membanggakan bangsa Indonesia, baik di tingkat nasional maupun internasional.

5. Meningkatkan kreativitas dan inovasi dari diri sendiri untuk memajukan bangsa Indonesia. Memperluas pergaulan dengan orang-orang baru dari berbagai daerah.

4. Penerapan Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat/Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan Kepala banteng merupakan simbol sila keempat Pancasila yang berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan". Kepala banteng menjadi perumpamaan manusia dalam mengambil keputusan, yakni yang harus dilakukan secara tegas. Sila keempat juga bisa dikatakan mewakili semangat demokrasi yang menjadi bentuk pemerintahan Indonesia. Berikut ini contoh penerapan sila keempat: 1. Mengutamakan pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat untuk menyelesaikan setiap permasalahan dalam kehidupan kita, apabila hal tersebut berkenaan dengan kepentingan dua orang atau lebih. 2. Ikut serta dalam pemilihan umum dengan menggunakan hak pilih serta mengajak orang lain untuk menggunakan hak pilihnya. 3. Mencalonkan diri atau mengajukan seseorang untuk menjabat suatu jabatan tertentu sebagai salah satu perwujudan demokrasi. 4. Tidak melakukan paksaan pada orang lain agar menyetujui apa yang kita katakan atau lakukan. Begitu pula sebaliknya, tidak ada yang dapat memaksakan kehendaknya pada kita. 5. Menghormati hasil musyawarah sekalipun bertentangan dengan pendapat kita dan melaksanakannya dengan sepenuh hati. 6. Mengawasi dan memberikan saran terhadap jalannya penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang dilakukan oleh pemerintah.

5. Penerapan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Padi dan kapas menjadi simbol sila kelima atau terakhir, yang berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Adanya sila tersebut diharapkan bisa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Di bawah ini beberapa contoh penerapan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: 1. Senantiasa berusaha sebaik mungkin untuk membantu orang-orang yang sedang dilanda kesulitan. 2. Meningkatkan kesadaran sosial dengan mengadakan kegiatan yang membantu sesama, seperti bakti sosial, donor darah, konser amal, dan lain sebagainya. 3. Berusaha untuk adil dalam aktivitas apa pun yang kita lakukan dan seperti apa saja orang yang kita hadapi. Jangan sampai kita memberikan perlakuan yang tidak adil pada siapapun. 4. Tidak mengganggu orang lain, apa pun yang sedang kita lakukan. Menegur siapa saja yang mengganggu ketertiban umum dan keamanan di tengah masyarakat. 5. Menghargai karya atau hasil ciptaaan orang lain. Hargai pula karya yang kita hasilkan sendiri. 6. Berani memperjuangkan keadilan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain dan membantu orang lain untuk memperjuangkan keadilan.  

https://www.bola.com/ragam/read/4371037/penerapan-pancasila-dalamkehidupan-sehari-hari-yang-perlu-ditiru Sehingga pada hakikatnya nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur Pancasila adalah digali dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat kebudayaan dan nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

Jadi asal mula bahan atau causa materialis Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang berupa kepribadian dan pandangan hidup. Catatan yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa nilai-nilai yang terdapat pada kelima sila Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang ideal, sedangkan yang dianggap tidak ideal tidak diakomodasikan. Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Apa Itu Causa Materialis Pancasila? Simak Yuk Sering Keluar Tiap SKD CPNS, https://wartakota.tribunnews.com/2021/07/18/apa-itu-causa-materialis-pancasila-simak-yuk-sering-keluartiap-skd-cpns. Penulis: Theo Yonathan Simon Laturiuw | Editor: Theo Yonathan Simon Laturiuw

Similar documents

materi pkn

unik susan - 122.3 KB

MINI RESEARCH pkn

pelni sipakkar - 457.6 KB

Materi

Dede Supriyanto - 1.6 MB

materi 2

dew jirawat - 83.1 KB

materi 1

Rif'an Adha - 2.4 MB

Materi 3

alfiah fajriani - 722.4 KB

Materi 3

Febrianthie Resthy - 337.5 KB

MATERI VEKTOR

ekarahmawati gunar - 1.9 MB

Materi DMVPN

afrizal lazuardi ichsan - 200.1 KB

materi 8

Andri Matius - 198.7 KB

Materi 1

Gledis Lambehe - 1.7 MB

materi evjab

arifin simo - 7.4 MB

© 2024 VDOCS.RO. Our members: VDOCS.TIPS [GLOBAL] | VDOCS.CZ [CZ] | VDOCS.MX [ES] | VDOCS.PL [PL] | VDOCS.RO [RO]