* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.
Description
A. SENSORI NORMAL Sensori adalah stimulus atau rangsangan yang datang dari dalam maupun luar tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori ( panca indera). Stimulus yang sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara sehat dan berkembang dengan normal. Secara fisiologis, sistem saraf secara terus menerus menerima ribuan informasi dari organ saraf sensori, menyalurkan informasi melalui saluran yang sesuai, dan mengintegrasikan informasi menjadi respon yang bermakna. Stimulus sensori mencapai organ sensori dan menghasilkan reaksi yang segera atau informasi tersebut saat itu disimpan ke otak untuk digunakan dimasa depan. Sistem saraf harus utuh agar stimulus sensori mencapai pusat otak yang sesuai dan agar individu menerima sensai.Setelah menginterpretasi makna sensasi, maka orang dapat bereaksi terhadap stimulus tersebut. Empat komponen penting pada sensori, yaitu: 1. Stimulus (rangsangan) 2. Reseptor 3. Konduksi 4. Persepsi Proses sensorik adalah kemampuan untuk memproses atau mengorganisasikan input sensorik yang diterima. Biasanya proses ini terjadi secara otomatis, misalnya ketika mendengar suara kicauan burung, otak langsung menterjemahkan sebagai bahasa atau suara binatang Proses sensorik diawali dengan penerimaan input (registration), yaitu individu menyadari akan adanya input. Proses selanjutnya adalah orientation, yaitu tahap dimana individu memperhatikan input yang masuk. Tahap berikutnya, kita mulai mengartikan input tersebut (interpretation). Selanjutnya adalah tahap organization, yaitu tahap dimana otak memutuskan untuk memperhatikan atau mengabaikan input ini. Tahap terakhir adalah execution, yaitu tindakan nyata yang dilakukan terhadap input sensorik tadi (Williamson dan Anzalone, 1996) Sensori Integrasi adalah Proses neurologis individu dalam mengorganisasikan sensasi dari dalam diri dan dari lingkungan sekitar dan dapat digunakan secara efektif dalam lingkungannya.
Melalui panca indra, manusia memperoleh informasi tentang kondisi fisik dan lingkungan yang berada di sekitarnya. Informasi sensorik yang diterima akan masuk ke otak tidak hanya melalui mata, telinga, dan hidung,akan tetapi masuk melalui seluruh anggota tubuh lainnya seperti : - Mata (Visual) Disebut juga indera penglihatan. Terletak pada retina.Fungsinya menyampaikan semua informasi visual tentang benda dan menusia. - Telinga (Auditory) Disebut juga indera pendengaran, terletak di telinga bagian dalam. Fungsinya meneruskan informasi suara. Dan terdapat hubungan antara sistem auditor ydengan perkembangan bahasa. Apabila sistem auditory mengalami gangguan, maka perkembangan bahasanya juga akan terganggu. - Hidung (Olfactory) Disebut juga indera pembau, terletak pada selaput lendir hidung, fungsinya meneruskan informasi mengenai bau-bauan (bunga, parfum, bau makanan). - Lidah (Gustatory) Disebut juga indera perasa, terletak pada lidah, fungsinya meneruskan informasi tentang rasa (manis, asam, pahit,dan lain-lain) dan tektur di mulut (kasar, halus, dan lainlain). - Kulit (Tactile) Taktil adalah indera peraba. Terletak pada kulit dan sebagian dari selaput lendir. Bayi yang baru lahir, menerima informasi untuk pertama kalinya melalui indera peraba ini. - Otot dan persendian (Proprioceptive) Proprioseptif merupakan sensasi yang berasal dari dalam tubuh manusia, yaitu terdapat pada sendi, otot, ligamen dan reseptor yang berhubungan dengan tulang. Input proprioseptif ini menyampaikan informasi ke otak tentang kapan dan bagaimana otot berkontraksi (contracting) atau meregang (stretching), serta bagaimana sendi dibengkokkan (bending), diperpanjang (extending), ditarik (being pull) atau ditekan (compressed). Melalui
informasi ini, individu dapat mengetahui dan mengenal bagian tubuhnya dan bagaimana bagian tubuh tersebut bergerak. - Keseimbangan / balance (Vestibular) Sistem vestibular disebut juga “business center”, karena semua sistem sensorik berkaitan dengan sistem ini. Sistem vestibular ini terletak pada labyrinth di dalam telinga bagian tengah. Fungsinya meneruskan informasi mengenai gerakan dan gravitasi. Sistem ini sangat mempengaruhi gerakan kepala dalam hubungannya dengan gravitasi dan gerakan cepat atau lambat, gerakan bola mata (okulomotor), tingkat kewaspadaan dan emosi. B. PERUBAHAN SENSORI Banyak faktor mengubah kapasitas untuk menerima atau mempersepsi sensasi, kemudian menyebabkn perubahan sensori. Jenis-jenis perubahan sensori umum yang terlihat perawat adalah defisit sensori, deprivasi sensori, dan beban sensor yang berlebihan. Jika seseorang klien menderita lebih dari satu perubahan sensori maka secara serius akan mengganggu kemampuan untuk berfungsi dan berhubungan secara efektif didalam lingkungan. 1. Defisit Sensori. Adalah suatu kerusakan dalam fungsi normal penerimaan dan persepsi sensori. Individu tidak mampu menerima stimulus tertentu ( misalnya kebutaan atau tuli ), atau stimulus menjadi distorsi ( misalnya penglihatan kabur karena katarak ). Kehilangan sensori secara tiba-tiba dapat menyebabkan ketakutan, marah, dan perasaan tidak berdaya. Apabila indera rusak maka perasaan terhadap diri juga rusak . Pada awalnya individu bersikap menarik diri dengan menghindari komunikasi atau sosialisasi dengan orang lain dalam suatu usaha untuk mengatasi kehilangan sensori. Klien yang mengalami deficit sensori dapat mengubah perilaku dalam cara-cara yang adaptif atau maladaptif. Sebagai contoh, seorang klien yang mengalami kerusakan pendengaran dapat memutar telinga yang tidak terganggu kearah pembicara untuk mendengar dengan lebih baik, sementara klien lain mungkin menghidar dari orang lain untuk menghidari malu karena tidak mampu memahami pembicaraan mereka. Contoh defisit sensori umum :
a. Visual : presbiopi, katarak, glaukoma b. Pendengaran : presbikusis, otitis eksternal c. Neurologis : stroke, neuropati perifer. 2. Deprivasi Sensori. Sistem pengaktivasi reticular dalam batang otak menyebabkan semua stimulus sensori ke korteks serebral, sehingga meskipun saat tidur yang nyenyak, klien mampu menerima stimulus. Stimulasi sensori harus cukup kualitas dan kuantitasnya untuk mempertahankan kesadaran sesorang. Deprivasi sensori yang paling bermakna dialami klien yang melaporkan kurangnya sentuhan manusiawi. Jika seseorang mengalami suatu stimulasi yang tidak adekuat kualitas dan kuantitasnya seperti stimulus yang monoton atau tidak bermakna maka akan terjadi deprivasi sensori. Tiga jenis deprivasi sensori adalah : a. kurangnya input sensori ( karena kehilangan penglihatan dan pendengaran ) b. Eliminasi perintah atau makna dari input ( misal terpapar pada lingkungan asing ) c. Restriksi dari lingkungan ( misalnya tirah baring atau berkuranya variasi lingkungan ) yang menyebabkan monoton dan kebosanan ( Ebersole dan Hess, 1994 ) Individu yang beresiko terjadi deprivasi sensori umumnya tinggal di ruang terbatas pada perawatan dirumah. Meskipun panti keperawatn berkualitas menawarkan stimulasii yang bermakna melalui aktivitas kelompok, mengatur lingkungan, dan berkumpul saat waktu makan, terdapat pengecualian. Lansia yang terbatas dikursi roda, menderita dari pendengaran atau penglihatan yang buruk, mengalami penurunan tenaga, dan menghindari kontak dengan orang lain berada pada resiko yang bermakna untuk depivasi sensori. Efek dari deprivasi sensori adalah : 1.
Kognitif
Penurunan kapasitas belajar, ketidakmampuan berpikir atau menyelesaikan masalah, penampilan tugas buruk, disorientasi, berpikir aneh, regresi, 2.
Afektif.
Kebosanan, kelelahan, peningkatan kecemasan, kelabilan emosi, dan peningkatan kebutuhan untuk stimulasi fisik.
3.
Persepsi.
Disorganisasi persepsi terjadi pada koordinasi visual, motorik, persepsi warna, pergerakan nyata, keakuratan taktil, kemampuan untuk mempersepsikan ukiran dan bentuk, penilaian mengenai ruang dan waktu ( Ebersole dan Hess, 1994 ). Tanda klinis deprivasi sensori : a. Mengunyah dalam tidur b. Perhatian menurun, sulit konsentrasi, penurunan dalam penyelesaian masalah c. Kerusakan memori d. Periode disorientasi, kebingungan yang tiba-tiba atau menetap e. Palpitasi a. Halusinasi atau delusi b. Menangis, depresi, sensitif c. Apatis, emosi labil. 3. Beban Sensori yang berlebihan. Adalah suatu kondisi dimana individu menerima banyak stimulus sensori dan tidak dapat secara perceptual tidak menghiraukan beberapa stimulus. Pada kondisi ini stimulus sensori yang berlebihan dapat mencegah otak untuk berespon secara tepat atau mengabaikan stimulus tertentu. Kerena banyak stimulus mengarah pada kelebihan sensori sehingga individu tidak lagi mempersepsikan lingkungan secara rasional. Kelebihan sensori mencegah respon yang bermakna oleh otak, menyebabkan pikiran seseorang berpacu, perhatian bergerak pada banyak arah dan menjadi lelah. Akibatnya, beban sensori yang berlebihan menyebabkan suatu keadaan yang mirip dengan deprivasi sensori. Akan tetapi kebalikan dari deprivasi , kelebihan sensori adalah individual. Jumlah stimulus yang dibutuhkan untuk berfungsi sehat bervariasi setiap individu. Toleransi seseorang pada beban sensori yang berlebihan dapat bervariasi oleh tingkat kelelahan, sikap, dan kesehatan emosional dan fisik. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan beban sensori yang berlebihan dapat dengan mudah menjadi bingung atau disorientasi sederhana. Perawat harus mencari gejala seperti pikiran yang terpacu, perhatian yang terkotak-kotak, lelah dan cemas. Kien perawatan intensif kadang-kadang berusaha memainkan selang dan balutan secara konstan. Reorientasi
yang konstan dan kontrol stimulus yang berlebihan menjadi suatu bagian yang penting dari perawatan klien. Beban sensori berlebihan terjadi karena tiga faktor : a. Peningkatan kualitas atau kuntitas stimulus internal, Contoh : nyeri, dyspnea, cemas b. Peningkatan kualitas atau kuantitas stimulus eksternal, Contoh : ruangan yang ribut terlalu ramai pengunjung c. Stimulus terabaikan secara selektif akibat kerusakan sistem saraf. Tanda klinis beban sensori yang berlebihan a. Mengeluh lelah dan kurang tidur b. Mudah tersinggung dan kurang istirahat c. Disorientasi d. Kemampuan pemecahan masalah dan penampilan tugas berkurang e. Ketegangan otot meningkat f. Perhatian berubah C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Sensori a. Usia Ø Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori. Jalur sarafnya masih belum matang. Ø Pengelihatan berubah selama usia dewasa mencakup presbiopia (ketidak mampuan memfokuskan pada objek dekat) dan kebutuhan kaca mata baca (biasanya terjadi dari usia 40-50) Ø Pendengaran berubah, yang dimulai pada usia 30, yang termasuk penurunan ketajaman pendengaran, kejelasan bicara, perbedaan pola tinggi suara, dan ambang pendengaran. Tinitus sering kali menyertai hilangnya pendengaran sebagai efek samping obat. Lansia mendengar suara pola rendah dengan baik tetapi mempunyai kesulitan mendengar percakapan dengan latar belakang yg berisik. Ø Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonal (F,S,TH, CH). Suara bicara bergetar, dan terdapat perpanjangan persepsi dan reaksi bicra.
Ø Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan dalam jumlah ujung saraf pengecap dalam tahun terakhir dan penurunan serabut saraf olfaktori pd usia 50. Penurunan diskriminasi rasa dan sensifitas terhadapbau adalah umum. Ø Proprioseptif berubah setelah usia 60 termasuk kesulitan dengan keseimbangan, orientasi mengenal tempat, dan koordinasi Ø Lansia mengalami perubahan laktil, termasuk perubahan sensitivitas terhadapnyeri, tekanan, dan suhu b. Medikasi Ø Beberapa anti biotika (misalnya : streptomosin dan gentamisin) adalah ototoksik dan secara permanen dapat merusak saraf pendengaran ; kloramfenikol dapat mengiritasi saraf optik. Obat-obat analgesic narkotik, sedative, dan anti depresan dapat mengubah persepsi stimulus. c. Lingkungan Ø Stimulus lingkungan yang berlebihan (misalnya : peralatan yang bisik dan percakapan staf didalam unit perawatan intensif ) dapat menghasilkan beban sensori yanga berlebihan, ditandai dengan kebingungan, disorientasi, dan ketidak mampuan membuat keputusan. Stimulus lingkungan yang terbatas (misalnya : dengan isolasi) dapat mengarah kepada deprivasi sensori. Kualitas lingkungan yang buruk (misalnya penerangan yang buruk, lorong yang sempit, latar belakang yang bising ) dapat memperburuk kerusakan sensori. d. Tingkat Kenyamanan Ø Nyeri dan kelelahan mengubah cara seseorang berpersepsi dan bereaksi terhadap stimulus. e. Penyakit yang Ada Sebelumnya Ø Penyakit vascular perifer dapat menyebabkan penurunan sensasi pada ektremitas dan kerusakan kognisi. Diabetes kronik dapat mengarah pada penurunan pengelihatan, kebutaan atau neuropati perifer. Stroke sering menimbulkan kehilangan kemampuan bicara. Beberapa kerusakn neurologi dapat merusak fungsi motorik dan penerimaan sensori.
f. Merokok
Ø Pengunaan tembakau yang kronik dapat menyebabkan atropi ujung-ujung saraf pengecap, mengurang persepsi rasa. g. Tingkat kebisingan Ø pemaparan yang konstan pada tingkat kebisinagn yang tinggi (misalnya pada lokasi pekerjaan konstruksi) dapat menyebabkan kehilangan pendengaran. h. Intubasi endotrakea Ø Kehilangan kemampuan bicara sementara akibat pemasukan selang endotrakea melalui mulut atau hidung kedalam trakea. (Perry&Potter, 2005) D. CARA BERKOMUNIKASI DENGAN KLIEN GANGGUAN SENSORIS. Cara berkomunikasi dengan klien gangguan sensoris adalah dengan dasar – dasar komunikasi terapeutik secara umum. A. Pada klien dengan gangguan sensoris pendengaran : Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya. Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan gangguan pendengaran : 1. Orientasikan kehadiran anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan diri di depan klien 2. Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir anda. 3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan klien dan pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim 4. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu (permen karet) 5. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana dan wajar 6. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan 7. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
B. Klien dengan gangguan penglihatan Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal., kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visusu hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menagkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain. Berikut adalah tehnik-tehnik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan : 1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda berada didekatnya. 2. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda. 3. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien. 4. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum melakukan sentuhan pada klien. 5. Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya / memutus komunikasi. 6. Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya. 7. Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan / ruangan yang baru. C. Klien dengan gangguan wicara Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar. Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal berikut perlu diperhatikan : 1. Perhatikan mimik dan gerak bibir klien
2. Memperjelas kata – kata yang diucapkan kien dengan mengulang kembali. 3. Batasi topik pembicaraan. 4. Suasana rilek dan pelan. 5. Bila perlu gunakan bahasa tulisan / Simbol. D. Klien gangguan kematangan kognitif Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan kematangan kognitif, antara lain akibat penyakit : retardasi mental, sindrom down ataupun situasi sosial, misal., pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan sebagainya. Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kematangan, sebaiknya anda memperhatikan prinsip komunikasi bahwa komunikasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi efektif, yaitu mengikuti kaidah sesuai kemampuan audiens ( capability of audience ) sehingga komunikasi dapat berlangsung lebih efektif. Tehnik-tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kognitif : 1. Bicara dengan tema yang jelas dan terbatas 2. Hindari penggunaan istilah, Gunakan kata pengganti yang mudah dimengerti, Gambar, Simbol. 3. Nada bicara yang relatif datar dan pelan 4. Bia perlu lakukan pengulangan, tanyakan kembali pesan untuk memastikan maksud pesan sudah diterima. 5. Hati – hati dalam komunikasi non verbal, dapat menimbulkan interpretasi yang beda pada klien. E. Klien tidak sadar Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik klien mengalami penurunan sehingga sering kali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut. Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan berat yang terkait dengan penyakit tertentu. Sering kali timbul pernyataan tentang perlu tidaknya perawat berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kesadaran diri ini. Bagaimanapun, secara etika penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada klien dengan gangguan kesadaran.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan kesadaran, hal-hal berikut perlu diperhatikan : 1. Berhati –hati ketika menggunakan pembicaraan verbal dekat kien,ada pendapat bahwa organ pendengaran adalah organ terakhir yang mengalami penurunan penerimaan rangsang individu yang tidak sadar. Klien dapat mendengar suara dari lingkunganya walaupun ia tidak bisa meresponya. 2. Ucapkan kalimat dengan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang kita sampaikan didekat klien. 3. Ucapkan kata- kata sebelum menyentuh klien, Sentuhan merupakan komunikasi yang efektif pada klien gangguan kesadaran.
F. Klien Hallusinasi Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus mempunyai kesadran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima, dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya secara teraupetik. Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu memberi penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien alami. Berikut tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan halusinasi : 1. Salam, Sapa klien dengan ramah, panggil nama klien, jujur / tepat janji, empati dan menghargai. ( BHSP). 2. Diskusikan hasil observasi klien, tanpa menyangkal, menyokong hallusinasinya (Validasi persepsi sensoris klien) 3. Hadirkan realita, kontak yang singkat dan sering, topik yang singkat (Menghadirkan realitas) 4. Terima hallusinasi kien dengan “Saya percaya anda mendengar suara itu, saya sendiri tidak mendengar“, Dorong untuk mengungkapkan perasaan dengan tenang, perawat hangat, empati dan kalem.(Menurunkan anxietas klien) 5. Hati – hati, Space ( melindungi klien dan orang lain dari bahaya.