BAB III-converted

  • Uploaded by: Fariz Hilman
  • Size: 429.3 KB
  • Type: PDF
  • Words: 5,171
  • Pages: 35
Report this file Bookmark

* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.

The preview is currently being created... Please pause for a moment!

Description

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERCERAIAN

A. Pengertian Perceraian Perceraian adalah bagian dari dinamika rumah tangga. Adanya perceraian karna adanya perkawinan, meskipun tujuan perkawinan bukan perceraian, tetapi perceraian merupakan sunatullah, meskipun penyebabnya berbeda – beda. Bercerai dapat disebabkan oleh kematian suaminya, dapat dapat pula karna rumah tangga tidak cocok dan pertengkaran selalu menghiasi perjalanan rumah tangga suami istri, bahkan ada pula yang bercerai karna salah satu dari suami atau istri tidak fungsional secara biologis1. Cerai adalah kata yang paling dibenci meskipun tidak haram dalam kacamata Islam. Memang benar bahwa putus hubungan dalam perkawinan merupakan suatu perbuatan yang tidak disukai. Karna itu, ia dibenci allah. Sedapat mungkin 1

Boedi Abdullah, Beni Ahmad Saebani, Perkawinan perceraian keluarga Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 5.

51

52

kekejaman itu harus di hindari dengan sekuat tenaga, baik daripihak suami maupun pihak istri. Juga dari kaum keluarga dan mereka yang sanggup untuk turut serta dalam hal ini, untuk bersama – sama menuntun dan mendamaikan. Dijelaskan oleh Abdul Rahman (1990 : 80)sebagai berikut:2 “ Syariat bermaksud membentuk suatu unit keluarga yang sejahtera melalui perkawinan, namun kalau karna beberapa alasan tujuan ini gagal, tak perlu lagi memperpanjang harapan – harapan tersebut, sebagai mana yang dipraktikan dan diajarkan oleh beberapa agama lain bahwa perceraian itu tidak diperbolehkan. Islam lebih menganjurkan perdamaian antara kedua suami istri dari pada memutuskanya. Akan tetapi, jika hubungan baik di antara pasangan itu tak memungkinkan untuk terus dilangsungkan, Islam pun tidak membelenggu dengan satu rantai yang memuakkan, mengakibatkan keadaan yang menyiksa dan menyakitkan. Oleh karna itu, diizinkan perceraian. Putusnya digunakan

perkawinan

dalam

UU

adalah

perkawinan

istilah untuk

hukum

yang

menjelaskan

“perceraian” atau berahirnya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri. Untuk maksud perceraian itu fiqih menggunakan istilah furqah. Penggunaan istilah “putusnya 2

Dedi Supriyadi, Fiqih Munakahat Perbandingan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 243.

53

perkawinan” ini harus dilakukan secara hati-hati, karna untuk pengertian perkawinan yang putus itu dalam istilah fiqih digunakan kata “ba-in”, yaitu satu bentuk perceraian yang suami tidak boleh kembali lagi kepada mantan istrinya kecuali dengan melalui akad nikah yang baru.3 Perceraian dalam undang-undang no 1 tahun 1974 perceraian adalah bagian dari dinamika rumah tangga. Adanya perceraian

karna

adanya

perkawinan,

meskipun

tujuan

perkawinan bukan perceraian, tetapi perceraian merupakan senatullah, meskipun penyebabnya berbeda-beda. Perceraian dapat disebabkan oleh kematian suaminya, dapat pula karna rumah tangga tidak cocok dan pertengkaran selalu menghiasi perjalanan rumah tangga suami istri, bahkan ada pula yang bercerai karna salah satu dari suami atau istri tidak lagi fungsional secra biologis.4 Dalam hukum Islam putusnya perkawinan adalah perceraian. Dalam istilah hukum Islam disebut dengan thalaq,

3

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia ,..., h.

189. 4

Boedi abdullah, Beni Ahmad Saebani, Perkawinan perceraian keluarga Islam,..., h.49.

54

artinya melepaskan atau meninggalkan. Menurut sayyid sabiq (1987 :7), talak artinya melepaskan ikatan perkawinan. Apabila telah

terjadi

perkawinan,

yang

harus

dihindari

adalah

perceraian,meskipun perceraian adalah bagian dari hukum adanya persatuan atau perkawinan. Semakin kuat usaha manusia membangun rumah tangganya sehingga dapat menghindarkan diri dari perceraian, akan semakin baik rumah tangganya. Menurut dahlan idhami, lafadz talak berarti melepaskan ikatan, yaitu putusnya ikatan perkawinan dengan ucapan lapadz yang khusus seperti talak dan kinayah (sindiran) dengan niat talak.5 Pengertian perceraian yang dijelaskan secara tegas dalam pasal 117 KHI yang menyebutkan bahwa perceraian adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Berdasarkan uraian tersebut dapat diproleh pemahaman bahwa perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami istri yang sah dengan menggunakan lafadz

talak atau semisalnya, selanjutnya di

Andy Raihan, “Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga”(Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, 2014), h. 33. 5

55

pertegas oleh ketentuan pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa perkawinan dapat putus disebabkan karna kematian, perceraian dan putusan pengadilan, yang mana akibat hukum yang ditimbulkan dari ketiga sebab tersebut berbeda – beda.

B. Dasar Hukum Perceraian Di dalam al-qur’an secara tegas dinyatakan sebagai berikut,

 ⬧▪⬧ ◼ ➔ ⬧ ⬧  ⧫⬧ ◆   ➔⬧  →⬧ ➔❑☺⬧◆ ☺ ⬧⬧⬧      ☺    ⬧  ⬧  ◼ ◆ ☺◼⧫    ⧫ ◆ ⬧  ◼  ⧫◆  ⧫➔⬧  ◼ ➔⧫⧫ ➔ ⬧⬧  ⧫❑→ Artinya : “Talaq (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikannya dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kalian mengambil kembali dari suatu yang telah kalian

56

berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum allah. Jika kalian khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum allah, maka janganlah kalian melanggarnya hukum-hukum allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah : 229).6 Dia juga berfirman, dalam surat at-thalaq (65) : 1

 ⬧

⧫ ⬧ ◆ ➔❑→⬧⬧ ❑◆ ➔  ◼➔  ❑→◆ ➔❑   →◆ ◆ ❑  ⧫✓⧫   ⬧  ◆⧫ ⧫⬧   ◼ ◆  ◼ ➔⧫⧫ ⧫◆   ⧫ ◼⬧ ⬧⬧  ➔⬧ ⬧ ⬧ ➔⧫ ⧫   “hai nabi, apabila kalian menceraikan istri – istri kalian, maka hendaklah kalian ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar, dan 6

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h.247.

57

hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada allah, tuhan kalian. Janganlah kalian keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan kejiyang terang. Itulah hukum – hukum allah, dan barang siapa yang melanggar hukum – hukum allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kalian tidak mengetahui barangkali allah mengetahui mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru.” (At-thalaq : 1) Sedangkan di dalam sunnah rasulullah saw adalah hadis yang di riwayatkan ibnu umar, bahwa ia telah, menceraikan istrinya ketika sedang haid, lalu umar menanyakan hal tersebut kepada rasulullah saw, maka beliau bersabda kepadanya,

‫مره فليراجعهاثم ليمسكهاحتى تطهرثم تحيض ثم‬ ‫تطهرثم إن شاءأمسك بعدوإن شاءطلق قبل أن يمس‬ ‫(متفق‬.‫فتلك العدةالتي أمرهللا أن تطلق لهاالنساء‬ )‫عليه‬ “perintahkan anakmu itu supaya rujuk (kembali) kepada istrinya itu, kemudian hendaklah ia teruskan pernikahan tersebut sehingga ia suci dari haid yang kedua. Maka, jika berkehendak, ia boleh meneruskan sebagai mana yang telah berlalu, dan jika menghendaki, ia boleh menceraikan sebelum ia mencampurinya. Demikianlah iddah diperintahkan allah saat wanita itu diceraikan.”(muttafaqun alaih). Para ulama sepakat membolehkan talaq. Bisa saja sebuah rumah

tangga

mengalami

keretakan

hubungan

yang

58

mengakibatkan runyamnya keadaan sehingga pernikahan mereka berada dalam keadaan kritis, terancam perpecahan, serta pertengkaran yang tidak membawa keuntungan sama sekali. Dan pada saat itu, dituntut adanya jalan untuk menghindari dan menghilangkan berbagai hal negatif tersebut dengan cara talak : 1. Makruh Yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan. Sebagian ulama ada yang mengatakan mengenai talak yang makruh ini terdapat dua pendapat : Pertama, bahwa talak tersebut haram dilakukan, karena dapat menimbulkan mudharat bagi dirinya juga bagi istrinya, serta tidak mendatangkan manfaat apa pun. Talak ini haram sama seperti tindakan merusak atau menghamburkan harta kekayaan tanpa guna. Hal itu didasarkan pada sabda rasulullah saw sebagai berikut,

)‫(رواه ابن ما جه‬.‫َلضرروَلضرار‬ “Tidak boleh memberikan mudharat kepada orang lain dan tidak boleh membalas kemudharatan dengan kemudharatan lagi.”

59

Kedua, menyatakan bahwa talak seperti itu dibolehkan. Hal itu di dasarkan pada sabda rasulullah saw ini,

)‫(رواه بوداود‬.‫أبغض الحَلل إلى هللا تعالىى الطَلق‬ “Sesuatu hal yang halal yang paling di benci allah adalah talak.”

)‫(رواه ابوداود‬.‫ماأحل ُللا شيعًاأبغض إليه من الطَلق‬ “Allah tidak membolehkan sesuatu yang lebih dia benci selain talak.” (HR.Abu Dawud dengan sanad ma’lul). Talak itu dibenci karna dilakukan tanpa adanya tuntutan dan sebab yang membolehkan. Dan karena talak semacam itu dapat dibatalkan pernikahan yang menghasilkan kebaikan yang memang dusunahkan. Sehingga talak itu menjadi makruh hukumnya. 2. Mubah Mubah yaitu talak yang dilakukan karna adanya kebutuhan. misalnya karena buruknya ahlak istri dan kurang baiknya pergaulanya yang hanya mendatangkan mudharat dan menjauhkan mereka dari tujuan pernikahan.

60

3. Sunnah Sunnah yaitu talak yang dilakukan pada saat istri mengabaikan hak – hak allah saw yang telah diwajibkan kepadanya, masalnya shalat, puasa dan kewajiban lainya, sedangkan suami juga sudah tidak sanggup lagi memaksanya. Atau istrinya sudah tidak lagi menjaga kehormatan dan kesucian dirinya. Hal itu mungkin saja terjadi, karna memang wanita itu mempunyai kekurangan dalam hal agama, sehingga mungkin saja ia

berbuat

selingkuh

dan

melahirkan

anak

hasil

dari

perselingkuhan dengan laki-laki lain. Dalam kondisi seperti itu dibolehkan bagi suaminya untuk mempersempit ruang dan geraknya. Sebagaimana yang di firmankan allah swt,

 ⧫ ⬧ ⧫⬧  ❑⧫◆ ❑➔⬧   ◆ ➔❑➔→➔⬧ ◆  ❑⧫ ⧫ ➔⧫  ➔❑☺⬧◆ ⧫⬧ ⧫✓⧫    ⧫ “Hai orang – orang yang beriman, tidak dibolehkan bagi kalian mewarisi wanita dengan jalan paksa dan janganlah kalian menyusahkan mereka karena hendak mengambil

61

kembali sebagian dari apa yang telah kalian berikan kepadanya kecuali jika mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.”(An-nisa : 19). Dan bisa jadi talak dalam kondisi seperti itu bersifat wajib. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis berikut ini, dari Ibnu Abbas, ia bercerita. “Ada seorang laki – laki yang datang kepada nabi dan mengatakan, ‘sesungguhnyaistriku tidak melarang tangan orang yang menyentuhnya.’ maka beliau bersabda, ‘ceraikan ia.’ Lalu orang itu berkata, ‘Aku takut diriku akan mengikutinya. ‘kemudian beliau bersabda, ‘bersenang – senanglah denganya.”(HR.Abu Dawud dan Nasa’i). 4. Mahzhur Mahzhur yaitu talak yang dilakukan ketika istri sedang haid. Para ulama mesir telah sepakat untuk mengharamkanya. Talak ini disebut juga dengan talak bid’ah. Disebut bid’ah karena suami yang menceraikan itu menyalahi sunnah rasul dan mengabaikan perintah allah swt dan rasulnya di mana allah telah berfirman,

 ⬧

⧫ ⬧ ◆ ➔❑→⬧⬧ ❑◆ ➔   ◼➔ “Hai Nabi, apabila kalian menceraikan istri – istri kalian, maka hendaklah kalian ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya dengan wajar.”(Atthalaq:1).

62

Sedangkan nabi saw sendiri telah bersabda,

َ ‫شا َء‬ َ ‫سكَ َب ْعد َو ِإ ْن‬ َ‫طلَقَ َق ْب َل أ َ ْن َي َمس فَ ِتلك‬ َ ‫ِإ ْن شَا َءأ َ ْم‬ َ ‫اْل ِعدةال ِتى أ َ َم َرللا أ َ ْن ت‬ )‫(متفق عليه‬.‫ساء‬ ِ ‫طلقَ لَ َها‬ َ ‫الن‬

“jika ia menghendaki, ia boleh menceraikanya sebelum ia mencampurinya. Demikianlah iddah diperintahkan allah ketika wanita itu diceraikan.”(Muttafaqun Alaih).

C. Macam - Macam Perceraian 1. Cerai Talak ( Permohonan Suami ) Seorang suami yang beragama menceraikan

istrinya

mengajukan

Islam yang akan

permohonan

kepada

pengadilan di tempat tinggalnya, untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Dalam permohonan tersebut berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan – alasannya serta memuat identitas para pihak, yaitu pemohon (suami) dan termohon (istri) yang memuat : nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suam, dan termohon yaitu istri; serta alasan – alasan yang menjadi dasar cerai talak.7 Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh majelis hakim selambat - lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah 7

Dedi Supriyadi, Fiqih Munakahat Perbandingan,..., h. 246.

63

berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Apabila suami yang mengajukan permohonan ke pengadilan agama untuk menceraikan istrinya, kemudian sang istri menyetujuinya disebut cerai talak. Hal ini diatur dalam pasal 66 UU NO 7 Tahun 1989 (UUPA). Sesudah permohonan perceraian di ajukan ke pengadilan agama, pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud pasal 14, dan dalam waktu selambat – lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga istrinya untuk

meminta

penjelasan

tentang

segala

sesuatu

yang

berhubungan dengan maksud perceraian, dalam pasal 13, KHI ayat 1 usaha mendamaikan kedua belah pihak ditempuh sebelum persidangan dimulai. Pengadilan agama sudah berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak namun kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan. Setelah sidang penyaksian ikrar talak, pengadilan agama membuat penetapan tentang terjadinya talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi bekas suami dan istri. Helai

64

pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada pegawai pencatat nikah yang mewilayaihi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing – masing diberikan kepada suami istri, dan helai keempat disimpan oleh pengadilan agama.8 2. Cerai Gugat ( permohonan istri ) Cerai gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan yang diajukan oleh istri

ke pengadilan

agama, yang kemudian termohon (suami) menyetujuinya, sehingga

pengadilan

agama

mengabulkan

permohonan

diterangkan. Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwad kepada dan persetujuan suaminya. Dengan demikian, khulu’ termasuk dalam kategori cerai gugat. Gugatan perceraian diajukan oleh istrinya atau kuasa hukumnya kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negri, maka gugatan di

8

Dedi Supriyadi, Fiqih Munakahat Perbandingan,..., h. 249.

65

ajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada pengadilan agama jakarta pusat. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh majelis hakim selambat - lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian di daftarkan di kepanitraan pengadilan agama. Setelah perkara gugatan perceraian diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum, maka panitera pengadilan agama menyampaikan salinan surat putusan tersebut kepada suami istri atau kuasanya dengan menarik kutipan akta nikah dari masing masing yang bersangkutan. Selain salinan putusan dikirim kepada suami istri tersebut, panitera pengadilan atau pejabat pengadilan yang ditunjuk berkewajiban selambat - lambtanya 30 (tiga puluh) hari mengirimkan satu helai putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kepada pegawai pencatat nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan

66

tergugat, untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan untuk itu.9 Dalam hukum Islam ada beberapa macam perceraian (talak), yaitu talak sunnah dan talak bid’ah atau talak sunni dan talak bid’i. a. Talak Sunnah Talak sunnah yaitu talak yang terjadi dengan mengikuti printah syara’. Talak sunnah adalah talak suami yang menceraikan istri telah berhubungan dengan istri dengan satu kali talak. Istri dalam keadaan suci dan ia tidak menyentuhnya. Hal ini berdasarkan firman allah swt :10

 ⬧▪⬧ ➔ ⬧

◼ ⬧   

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS.Al-Baqarah {2}:229) Maksudnya bahwa talak disyariatkan dengan sekali dan boleh diikuti kembali (ruju). Kemudian sekali lagi diikuti

9

Dedi Supriyadi, Fiqih Munakahat Perbandingan,..., h. 253. Ali Yusup As Subki, Fiqih keluarga, (jakarta: amzah, 2010), h.

10

334.

67

kembali seperti itu. Dan bagi yang dicerai setelah kedua kalinya terdapat pilihan antara bersamanya dengan cara yang baik atau berpisah dengan cara yang baik.

b. Talak Bid’i Talak bid’i adalah talak yang berbeda dengan yang disyariatkan; seakan – akan ia menceraikannya tiga kali dalam satu kata. Atau ia menceraikannya tiga kali berbeda – beda pada satu tempat. Seakan – akan ia berkata : “engkau aku cerai, engkau aku cerai, engkau aku cerai.” Atau juga ia menceraikan waktu haid dan nipas, atau dalam waktu suci namun telah berhubungan dengannya. Kemudian talak dilihat dari segikembalinya dan bagianya terbagi dalam dua hal, yaitu raj’i dan ba’in. c. Talak raj’i Talak raj’i adalah talak yang diperbolehkan bagi laki – laki untuk kembali pada istrinya, sebelum habis masa ‘iddahnya dengan tanpa mahar baru dan akad baru. Talak ini tidak menjadi jelas untuk istri seketika tetapi setelah berahirnya ‘iddah. Ia

68

bernaung dalam lingkungan suaminya hingga habis masa ‘iddahnya. Ia tinggal dalam rumah yang disebutkanya. Atau rela jika dipilihkanya.ia memberikan nafkahnya, selama dirinya tidak takut atas suaminya. Maka pada saat demikian ia pergi ke keluarganya. Suami istri saling mewarisi jika salah satunya meningal dalam masa ‘iddah talak raj’i. Tidak boleh bagi suami untuk menikahi saudara perempuan yang diceraikanya sebelumhabis masa iddahnya.11 d. Talak ba’in Talak ba’in adalah talak yang memutuskan, yaitu suami tidak memiliki hak untuk kembali pada perempuan yang diceraikanya dalam masa iddahnya. Talak ba’in ada dua macam, yaitu talak ba’in shugrha dan talak ba’in qubra. Talak ba’in bagian kecil (shughra), yaitu talak bagi lakilaki tidak boleh kembali pada perempuan yang diceraikannya kecuali dengan mahar dan akad baru “pada saat-saat ‘iddahnya atau selesai masa ‘iddahnya.

11

Ali Yusup As Subki, Fiqih Keluarga,..., h. 336.

69

Perempuan akan jelas dari suaminya bagian kecil jika telah selesai ‘iddahnya setelah talak yang pertama atau kedua kalinya untuk talak yang masih bisa kembali. Begitu juga jika ia mengganti dengan kata-kata sindiran. Adapun talak ba’in qubra, yaitu talak yang tidak boleh bagi laki-laki setelahnya untuk kembali pada istrinya, kecuali jika setelah menikah dengan laki-laki lainya dengan pernikahan yang benar untuk melaksanakan tujuan pernikahan. Jika ia telah sepakat untuk menceraikanya maka laki-laki yang kedua memilih talak yang benar. Baginya boleh kembali pada suaminya yang pertama dengan akad dan mahar yang baru.12

D. Alasan Perceraian Menurut kitab

- kitab fiqih,

setidaknya ada empat

kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian, yaitu:13 1. Terjadinya nusyuz dari pihak istri. Hal ini telah diatur dalam QS. An-nisa’ {4}: 34 12

Ali Yusup As Subki, Fiqih keluarga,..., h. 337. Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, ( Jakarta: Kencana, 2017) h. 146. 13

70

❑▪❑⬧  ☺  ◼⧫ ➔⧫  ⬧ ☺◆ ➔⧫ ◼⧫  ❑→  ◆❑ ⧫⬧ →⬧⬧ ⧫ ⬧→    ☺ ⧫❑➔⬧ ◆ ➔❑→➔⬧ ➔❑→➔  ➔→◆ ☺ ⬧  ➔❑◆ ❑⬧ ⬧ →◆➔⬧    ◼⧫ ⧫     “Laki - laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena allah telah melebihkan sebagian mereka (laki - laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan – perempuan yang shaleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka. Perempuan – perempuan yang kamu hawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggal kanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari - cari alasan untuk menyusahkannya.

2. Nusyuz suami terhadap istri Hal ini diatur dalam QS. An-nisa’ {4}: 128:

71

⬧⬧  ◆ ❑→ ➔⧫  ⬧    ☺◼⧫  ☺◆⧫ ⬧ ◆  ⬧ ◆➢◆     → ❑⬧➔ ◆  ⬧ ❑→⬧◆ ❑➔☺➔⬧ ☺    “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar – benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya allah adalah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 3. Terjadinya Syikak Hal ini diatur dalam QS. An-nisa {4}: 35:

⬧⬧  ◆ ◆⧫ ☺⬧ ❑➔➔⬧    ☺⬧◆   ⬧◼   ◆❑   ☺⬧⧫

72

☺⧫

⧫   

“Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antar keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki - laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan, niscaya allah memberi taufik kepada suami istri itu, sesungguhnya allah maha mengetahui lagi maha mengenal. 4. Salah satu pihak melakukan perbuatan zina (fakhisyah), yang menimbulkan saling tuduh – menuduh antar keduanya. Adapun alasan perceraian menurut pasal 19 peraturan pemerintah (PP) NO. 9 Tahun 1975, yaitu: a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun (dua) tahun berturut – turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karna hal lain diluar kemampuanya; c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

73

d) Salah

satu

pihak

melakukan

kekejaman

atau

penganiyayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami / istri; f) Antara suami dan istri terus - menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;14

E. Akibat dan Hikmah Perceraian 1. Akibat Perceraian Perkawinan dalam Islam adalah ibadah dan mitsaqan ghalidhan (perjanjian kokoh). Oleh karna itu, apabila apabila perkawinan putus atau terjadi perceraian, tidak begitu saja selesai urusanya, akan tetapi ada akibat - akibat hukum yang perlu diperhatikan oleh pihak - pihak yang bercerai. Berikut ini akan diuraikan satu persatu agar diperoleh gambaran yang jelas, mengingat nasib bekas istri terlebih jika ada anak - anaknya, 14

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia,..., h. 148.

74

sering terkorbankan. Untuk menghindari hal tersebut, kejelasan informasi tentang akibat hukum putusnya perkawinan, sangat diperlukan15. a. Akibat Cerai Talak Menurut ketentuan pasal 149 kompilasi dinyatakan sebagai berikut, bilamana perkawinan putus karna talak, maka bekas suami wajib; a) Memberi mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al-dukhul. b) Memberi nafkah, maskan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian) kepada bekas istri selama dalam ‘iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. c) Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dukhul.

15

Ahmad Rofik, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), h. 223.

75

d) Memberikan biaya hadlanah (pemeliharaan, termasuk di dalamnya biaya pendidikan) untuk anak yang belum mencapai umur 21 tahun16. Ketentuan tersebut dirujuk dari firman allah swt dalam surat Al-Baqarah {2}:236;

 ◼⧫ ◆  ◆ ⬧  ➔❑☺⬧ ⬧ ⧫ ⬧ ❑→⬧  ⬧ ◼⧫ ➔❑➔◼⧫◆ ◼⬧ ❑ ☺ ◼⧫◆ ☺➔⧫⧫ ◼⬧  ☺ ◼⧫   ⧫✓⬧ Tidak ada sesuatu pun (mahar) atas kamu jika kamu menceraikan istri – istrimu, sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelim kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuanya (pula) yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang – orang yang berbuat kebajikan.(QS Al-Baqarah {2}:236) b. Akibat talaq raj’i

16

Ahmad Rofik, Hukum Perdata Islam di Indonesia,..., h. 224.

76

Talaq raj’i tidak melarang mantan suami berkumpul dengan mantan istrinya, sebab akad perkawinanya tidak hilang dan

tidak

menghilngkan

hak

(pemilikan),

serta

tidak

mempengaruhi hubungannya yang halal (kecuali persetubuhan). Sekalipun tidak mengakibatkan perpisahan, talaq ini tidak menimbulkan akibat – akibat hukum selanjutnya selama masih dalam masa iddah istrinya. Segala akibat hukum talaq baru berjalan sesudah habis masa iddah dan jika tidak ada ruju.17 c. Akibat thalaq ba’in sugra Talaq

ba’in

sugra

ialah

memutuskan

hubungan

perkawinan antara suami dan istri setelah kata thalaq diucapkan. Karna ikatan perkawinan telah putus, maka diucapkan. Karna ikatan perkawinan telah putus, maka istrinya menjadi orang lain bagi suaminya. Oleh karna itu, ia tidak boleh bersenang – senang dengan perempuan tersebut, apa lagi sampai menyetubuhinya. Apabila ia baru menalaqnya satu kali, berarti ia masih memiliki sisa dua kali talaq setelah rujuq dan jika sudah dua kali talaq, maka ia hanya berhak atas satu kali lagi thalaq setelah rujuk. 17

Sohari Sahrani, Fiqih Keluarga, (Serang: Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2011), h.305.

77

d. Akibat thalak ba’in kubra Hukum talak ba’in kubra sama dengan talaq ba’in sugra, yaitu memutuskan hubungan tali perkawinan antara suami dan istri. Tetapi thalaq ba’in kubra tidak menghallalkan bekas suami merujuknya kembali bekas istri. Kecuali sesudah ia menikah dengan laki – laki lain dan telah bercerai sesudah dikumpulinya (telah bersenggama), tanpa ada niat nikah tahlil. e. Akibat Cerai Gugat Akibat perceraian akibat cerai gugat diatur dalam pasal 156 kompilasi: 1. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukanya digantikan oleh: a) Wanita – wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu. b) Ayah. c) Wanita – wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah. d) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan. e) Wanita – wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu.

78

f) Wanita – wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.18 2. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadanah dari ayah atu ibunya. 3. Apabila menjamin

pemegang

hadanah

keselamatan

ternyata

jasmani

dan

tidak

dapat

rohani

anak,

meskipun biaya nafkah dan hadanah telah di cukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapatmemindahkan hak hadanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadanah pula. 4. Semua biaya hadanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang – kurangnya sampai anak tersebut dewasa

dan dapat

mengurus diri sendiri (21 tahun). 5. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadanah dan nafkah anak, pengadilan agama memberikan putusanya berdasarkan huruf (a), (b), (c), dan (d).

18

Ahmad Rofik, Hukum Perdata Islam di Indonesia,..., h. 226.

79

6. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak – anak yang tidak turut padanya. Dasar hukum yang diambil atas penetapan pasal tersebut adalah hadis riwayat dari Abdullah ibn ‘Amr:

ْ َ‫ت ب‬ ْ َ‫ارس ْو َل هللا اِن ا ْبنِ ْي َهذَا َكا ن‬ ْ َ‫اِن ْام َرأ َة قَال‬ ‫طنِ ْي لَه‬ َ َ‫ت ي‬ َ ‫ي لَه َح َواء َواِن ا َ َباه‬ ‫طلقَنِ ْي‬ َ ‫ِو‬ َ ‫عاء َوث َ ْد ِب ْي لَه‬ ْ ‫سقَاء َو َح ْخ ِر‬ ‫علَ ْي ِه‬ َ ‫صل ا لل‬ َ ‫َوا َ َرا َدا َ ْن يَ ْن ِز‬ َ ِ‫ فَقَا َل لَ َها َرس ْول ا لل‬,‫عه ِمنِ ْي‬ ‫ت ا َ َحق بِ ِه َما لَ ْم ت َ ْن ِك ِح ْي (رواه احمد وا‬ ِ ‫سلَ َم ا َ ْن‬ َ ‫َو‬ )‫بوداودوصححه الحاكم‬ “seorang perempuan berkata ( kepada rasulullah saw.): “wahai rasulallah saw. Anakku ini aku yang mengandungnya, air susuku yang diminumnya, dan di billikku tempat kumpulnya (bersamaku), ayahnya telah menceraikanku dan ia ingin memisahkannya dari aku”. Maka rasulullah saw. Bersabda: “kamu lebh berhak (memeliharanya), selama kamu tidak menikah.”(Riwayah Ahmad, Abu Daud, dan Hakim menshahihkanya) 2. Hikmah Perceraian Pada prinsipnya, kehidupan rumah tangga harus didasari oleh mawaddah, rahmah dan cinta kasih. Yaitu bahwa suami istri harus memerankan peran masing – masing, yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Di samping itu harus juga diwujudkan keseragaman, keeratan, kelembutan dan saling pengertian satu dengan yang lain sehingga rumah tangga menjadi

80

hal yang sangant menyenangkan, penuh kebahagiaan, kenikmatan dan melahirkan generasi yang baik yang merasakan kebahagiaan yang di rasakan oleh orang tua mereka.19 Jika mata air cinta dan kasih sayang sudah kering dan tidak lagi memancarkan airnya, sehingga hati salah satu pihak atau keduanya (suami istri) sudah tidak lagi merasakan cinta kasih, lalu kedua – duanya sudah tidak saling mempedulikan satu dengan lainya serta sudah tidak menjalankan

tugas dan

kewajibannya masing – masing, sehingga yang tinggal hanyalah pertengkaran dan tipu daya. Kemudian keduanya berusaha memperbaiki, namuntidak berhasil, begitu juga keluarganya telah berusaha melakukan perbaikan, namun tidak kunjung berhasil pula, maka pada saat itu, perceraian adalah kata yang paling tepat seakan - akan ia merupakan setrika yang di dalamnya terdapat obat penyembuh, namun ia merupakan obat yang paling akhir diminum. Seandainya Islam tidak memberikan jalan menuju talak bagi suami istri dan tidak membolehkan mereka untuk bercerai 19

Syaikh Hasan Ayub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 245.

81

pada saat yang sangat kritis, niscaya hal itu akan membahayakan bagi pasangan tersebut. Mereka akan merasakan kehidupan rumah tangga mereka seperti neraka dan penjara yang hanya berisi siksaan dan penderitaan. Dan hal itu pasti akan berakibat buruk terhadap anak – anak dan bahkan akan mempengaruhi kehidupan mereka karna, jika pasangan suami istri mengalami kegoncangan, maka anak - anak mereka pun pasti menderita dan menjadi korban. Dari mereka itu akan lahir masyarakat yang dipenuhi dengan kedengkian, iri hati, kezaliman, hidup berfoya – foya dan berbuat hal - hal yang negatif sebagai bentuk pelampiasan dan pelarian diri dari kenyataan hidup yang mereka alami. Bagi mereka, rumah itu tidak lain hanyalah seperti penjara yang menjengkelkan dan menyebalkan, yang menyebabkan seluruh penghuninya lari menjauh agar terperangkap ke dalam kebencian, adu domba, kesengsaraan dan kesedihan. Pada saat itu, talak merupakan satu – satunya jalan yang paling selamat. Talak merupakan pintu rahmat yang selalu terbuka bagi setiap orang, dengan tujuan agar tiap – tiap suami istri mau berintropeksi diri dan memperbaiki kekurangan dan

82

kesalahan. Selanjutnya memulai lagi kehidupan yang baru bersama orang lain seperti yang diinginkan dengan menjadikan kehidupan rumah tangga yang lalu sebagai cermin dan pengalaman di masa mendatang20. Pada saat yang sama, talak merupakan jalan pengobatan yang bersifat

sosial, psikologis dan bahkan bersifat material.

Orang – orang yang menolak adanya talak telah menutup semua pintu bagi pasangan suami istri jika rumah tangga mereka goyang dan dalam keadaan kritis. Maka dengan demikian sebenarnya mereka telah membunuh perasaan cinta, hati nurani dan kemanusiaan dalam diri mereka. Ketika semua pintu penyelamatan yang halal bagi suami istri itu di tutup, maka masing – masing akan mencari jalan yang tidak layak dan tidak pula dibolehkan sehingga mereka terjerumus ke dalam hal - hal yang diharamkan. Hal semacam itu yang mengakibatkan mereka lupa kepada istri dan juga kepada anak – anak mereka. Tetapi jalan itu sama sekali tidak memberikan solusi yang baik.

20

Syaikh Hasan Ayub, Fikih Keluarga,..., h. 246.

83

F. Peran Orang Tua Dalam Keluarga Anak Islam mendorong untuk membentuk keluarga Islam. Islam mengajak manusia untuk hidup dalam naungan keluarga, karna keluarga seperti gambaran kecil dalam kehidupan stabil yang menjadi pemenuh keinginan manusia, tanpa menghilangkan kebutuhannya. Kehidupan manusia secra individu berada dalam perputaran kehidupan dengan berbagai arah yang menyatu dengannya. Karena sesungguhnya fitrah kebutuhan manusia mengajak untuk menuju keluarga sehingga mencapai kerindangan dalam tabiat kehidupan. Bahwasanya tiadalah kehidupan yang dihadapi dengan kesungguhan oleh pribadi yang kecil.21 Orang tua merupakan yang lebih tua atau seorang yang dituakan, namun umumnya dimasyarakat pengertian orangtua adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu bapak dan ibu. Orang tua juga yang telah mengasuh dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah

21

Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga,..., h. 23.

84

memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat di dunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak. Karena orang tua adalah pusat kehidupan rohani anak dan sebagai perkenalanya dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu. Sedangkan anak adalah amanah sekaligus karunia tuhan yang maha esa yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijungjung tinggi.22 Pada dasarnya kedudukan orang tua sangatlah peting bagi anak, karena orang tua adalah orang yang telah melahirkan dan membesarkan anak. Sesuai dengan UU No.1 Tahun 1974 pasal 45 UUP, kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anakanak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban orangtua ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Selanjutnya menurut pasal 46 ditegaskan, bahwa anak wajib menghormati

22

Ahmad Sauqi, Perselisihan Terus Menerus Antara Suami Istri Akibat Turut Campur Orang Tua Sebagai Dasar Alasan Perceraian, (Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah UIN Jakarta, 2010), h.38.

85

orangtua dan mentaati kehendak mereka yang baik jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya.23 Walaupun

hubungan

orangtua

dan

anak

perlu

mendapatkan perhatian khusus karena antara orang tua dan anak adanya ikatan biologis, artinya relasi ini secara alamiah atau natural yang mempersatukan mereka, yang terpenting dalam hubungan antara orang tua dan anak ini adalah kewajiban orang tua dalam memberi nafkah sebelum anak dewasa orang tua wajib memberi nafkah dan penghidupan kepada anak itu. Artinya ketika anak sudah berkeluarga, orang tua sudah tidak wajib lagi dengan dalam memberi nafkah dan penghidupan kepada anaknya, karena seorang anak yang sudah berkeluarga sudah dikatakan dewasa, dan seorang anak yang sudah berkeluarga apabila seorang istri menjadi tanggungan suaminya.

23

Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarata: Kencana, 2015), h.153.

Similar documents

BAB III (Preliminary Desain)

VR Risdianto - 1.2 MB

BAB III - DINAMIKA PARTIKEL

Lazuardo Rizqi - 258.6 KB

Preparat Bab 9

Khoirul Anam - 784.4 KB

BAB III-converted

Fariz Hilman - 429.3 KB

5. BAB II-converted

aziz mursal - 257.1 KB

BAB III COC

Al Ghiffari Muhammad Rayhan - 257.1 KB

BAB 4 JURNAL

Hafidz Setyo - 134.6 KB

BAB II minipro (AutoRecovered)

Adinda Syifa - 366.9 KB

MATERI BAB 4_5 TRILOGY (1)

Andri Septriadi - 1.4 MB

BAB III ziza fixx revisi

NuretikaSalmia - 113 KB

15. BAB III SGD FIX

Lisman - 934.2 KB

BAB I,II,III,IV ,V dan VI-converted

Zikhan Bojic - 1.4 MB

© 2024 VDOCS.RO. Our members: VDOCS.TIPS [GLOBAL] | VDOCS.CZ [CZ] | VDOCS.MX [ES] | VDOCS.PL [PL] | VDOCS.RO [RO]