SEMINAR MATERNITAS

  • Uploaded by: Sehat Jiwa
  • Size: 99.8 KB
  • Type: PDF
  • Words: 3,426
  • Pages: 20
Report this file Bookmark

* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.

The preview is currently being created... Please pause for a moment!

Description

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan serta persalinan merupakan suatu peristiwa alamiah dan hal yang sangat dinanti setiap ibu yang sedang menunggu proses kelahiran bayinya. Meskipun persalinan merupakan peristiwa fisiologis namun setiap proses persalinan yang terjadi beresiko mengalami komplikasi selama persalinan. Hal tersebut dapat memperburuk kondisi baik ibu maupun bayi selama persalinan berlangsung sehingga berdampak terjadinya kematian pada ibu dan bayi (Winancy, 2019). Angka kesakitan dan kematian ibu merupakan indikator kesehatan umum dan kesejahteraan masyarakat. Persalinan adalah proses membuka dan menutupnya servik uteri disertai turunnya janin dan plasenta ke dalam jalan lahir sampai keluar secara lengkap (berikut selaputselaputnya). (Wagiyo, Putrono, 2016). Persalinan dapat berlangsung secara fisiologis dan patologis. Salah satu dari persalinan paotologis yaitu sectio caesarea. Operasi Sectio Caesaria merupakan tindakan melahirkan janin yang sudah mampu hidup beserta plasenta dan selaput ketuban secara transabdominal melalui insisi uterus. Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin di lahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding perut dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sectio caesarea merupakan tindakan pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan rahim ibu. Resiko atau efek samping pada ibu setelah dilakukan sectio caesarea yaitu peningkatan insiden infeksi dan kebutuhan akan antibiotik, perdarahan yang lebih berat, nyeri pasca operasi akibat insisi yang disebabkan oleh robeknya jaringan pada dinding perut dan dinding uterus ibu (Simkin dkk, 2018). Menurut WHO (World Health Organitation, 2016), angka kejadian sectiocaesarea berkembang WHO menetapkan indicator persalinan SC 5- 15% untuk setiap negara, jika tidak sesuai indikasi operasi Sc dapat meningkat resiko morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi. Sedangkan menuut RISKESDA tahun 2016 tingkat perasalinan sectiocaesarea di Indonesia sudah

melewati batas maksimal standar WHO dan peningkatan ini merupakan masalah kesehatan masyarakat (public healt). Tingkat persalinan sectio caesarea di Indonesia 15,3% sampai dari 20.591 ibu yang melahirkan kurung waktu 5 tahun terakhir disurvey dari 33 provinsi. Di Indonesia, persentase Sectio Caesarea cukup besar. Di rumah sakit pemerintah pada tahun 2016 ratarata persalinan dengan Sectio Caesarea sebesar 11%, sementara di Rumah Sakit Swasta bisa lebih dari 30%. Dan tercatat dari 17.665 angka kelahiran terdapat 35,7% - 55,3% ibu melahirkan dengan proses sectio caesarea (Cahyono, 2018). Data yang diambil di ruang Kebidanan RSOMH Bukittinggi, ibu dengan persalinan sectio casarea adalah ibu. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menyusun laporan kasus mengenai sectio caesarea yang terjadi diruang Kebidanan RSOMH Bukittinggi. B. Rumusan Masalah Bagaimanakah pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sectio Caesarian yang dirawat di rumah sakit. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mendeskripsikan gambaran tentang Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sectio Caesarian yang dirawat di rumah sakit. 2. Tujuan Khusus a. Mengkaji klien. b. Merumuskan Diagnosa Keperawatan pada klien dengan sectio caesarian yang dirawat di rumah sakit. c. Menyusun Perencanaan Keperawatan pada klien dengan sectio caesarian yang dirawat di rumah sakit. d. Melaksanakan Intervensi pada klien dengan sectio caesarian yang dirawat di rumah sakit. e. Mengevaluasi pada klien dengan sectio caesarian yang dirawat di rumah sakit.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan peneliti dapat menegakkan diagnosa keperawatan, menentukan intervensi dengan tepat untuk klien dengan masalah keperawatan pada kehamilan dan persalinan. 2. Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran dan bahan dalam merencanakan asuhan keperawatan klien dengan Sectio Caesarian. 3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah keluasan ilmu dibidang keperawatan dalam asuhan keperawatan klien dengan Sectio Caesarian dan sebagai literatur dalam pembuatan karya tulis ilmiah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sectio caesarian adalah suatu tindakan pembedahan guna melahirkan anak melalui insisi dinding perut abdomen dan uterus (Oxorn & Forte, 2010). Sedangkan menurut Sarwono, (2011). Sectio Cesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan Rahim (histerektomi) untuk mengeluarkan bayi (Juditha dan Cynthia, 2009 dalam Maryuani, 2014). Sectio Caesarian adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. B. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum (Bobak, 2010). Struktur Eksterna

Gambar. 2.1 Sumber (Wijayanti, 2009) a. Vulva adalah penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong, berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang dibatasi perineum.

b. Mons Pubis atau mons veneris merupakan jaringan lemak subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang di atas simfisis pubis. c. Labia Mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis. d. Labia Minora terletak diantara dua labia mayora merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, tidak berambut yang memanjang ke arah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchett. e. Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di bawah arkus pubis. Jumlah pembuluh darah dan persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi tekanan. f. Vestibulum suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. g. Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.

Struktur Interna

Gambar. 2.2 Sumber (Wijayanti, 2009) a. Ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba falopi. Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. b. Tuba Falopii , sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium.

c. Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus terdiri dari tiga bagian, fundus, korpus dan istmus. Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap stimulai esterogen dan progesteron. 2. Anatomi Fisiologi Kulit & Abdomen a. Lapisan Epidermis : Epidermis atau lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat. Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan selselnya sangat rapat. b. Lapisan Dermis : Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan elastin. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf. c. Lapisan Subkutan : Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan ujung syaraf. Dalam hubungannya dengan tindakan Sectio Caesarian, lapisan ini adalah pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam tindakan Sectio Caesarian, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus. d. Fasia : Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh. e. Otot dinding perut anterior dan lateral : Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari

procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus abdominis. f. Otot dinding perut posterior : Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca C. Tipe-Tipe Sectio Caesaria Menurut Oxorn & Forte, (2010) tipe – tipe Sectio Caesarian yaitu : 1. Segmen bawah : insisi melintang Tipe Sectio Caesaria ini memungkinkan abdomen dibuka dan uterus disingkapkan. Lipatan vesicouterina (bladder flap) yang terletak dengan sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat melintang, lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama kandung kemih di dorong ke bawah serta ditarik agar 20 tidak menutupi lapang pandang. Keunggulan tipe ini adalah otot tidak dipotong tetatpi dipisah kesamping sehingga dapat mengurangi perdarahan, kepala janin biasanya dibawah insisi sehingga mudah di ektraksi. Kerugiannya adalah apabila segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan melintang sukar dilakukan. 2. Segmen bawah : insisi membujur Insisi membujur dibuat dengan skalpel den dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi. Keuntungan tipe ini yaitu dapat memperlebar insisi keatas apabila bayinya besar, pembentukan segmen bawah jelek, ada malposisi janin seperti letak lintang atau adanya anomali janin seperti kehamilan kembar yang menyatu. Kerugiannya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya otot. 3. Sectio Caesaria secara klasik Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel ke dalam dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan

gunting berujung tumpul. Indikasi pada tindakan ini bila bayi tercekam pada letak lintang, kasus placenta previa anterior serta malformasi uterus tertentu. Kerugiannya perdarahan lebih banyak karena myometrium harus dipotong, bayi sering diekstraksi bokong dahulu sehingga kemungkinan aspirasi cairan ketuban lebih besar serta insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi. 4. Sectio Caesaria Extraperitoneal Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Tehnik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam cavum peritoneal dan insidensi cedera vesica urinaria meningkat. 5. Histerectomi Caesaria Pembedahan ini merupakan Sectio Caesaria yang dilanjutkan dengan pengeluaran uterus. Indikasinya adalah perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal, perdarahan akibat placenta previa dan abruption placenta, ruptur uteri yang tidak dapat diperbaiki serta kasus kanker servik dan ovarium. D. Indikasi Sectio Caesaria Tindakan Sectio Caesaria dilakukan apabila tidak memungkinkan dilakukan persalinan pervaginam disebabkan adanya resiko terhadap ibu atau janin dengan pertimbangan proses persalinan normal yang lama atau keagagalan dalam proses persalinan normal. Menurut Hartati & Maryunani, (2015) indikasi persalinan Sectio Caesaria dibagi menjadi : 1. Persalinan atas indikasi gawat ibu : a. Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam proses persalinan. b. Kondisi panggul sempit.

c. Plasenta menutupi jalan lahir. d. Komplikasi preeklampsia. e. Ketuban Pecah Dini. f. Bayi besar. g. Kelainan letak 2. Persalinan atas indikasi gawat janin : a. Tali pusat menumbung. b. Infeksi intra partum. c. Kehamilan kembar. d. Kehamilan dengan kelainan kongenital. e. Anomaly janin mislanya hidrosefalus.

E. Pathway

F. Komplikasi Komplikasi Sectio Caesaria menurut Oxorn & Forte, (2010) yaitu sebagai berikut : 1. Perdarahan yang terjadi karena adanya atonia uteri, pelebaran insisi uterus, kesulitan mengeluarkan plasenta dan hematoma ligamentum latum. 2. Infeksi Sectio Caesaria bukan hanya terjadi di daerah insisi saja, tetapi dapat terjadi di daerah lain seperti traktus genitalia, traktus urinaria, paru-paru dan traktus respiratori atas. 3. Berkurangnya vaskuler bagian atas uterus sehingga dapat menyebabkan rupture uterus. 4. Ileus dan peritonitis. G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksan penunjang yang dapat dilakukan untuk Sectio Caesaria yaitu: 1. Laboratorium a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/HT) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan. b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi. c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah. d. Urinalisis/kultur urine. e. Pemeriksaan elektrolit. 2. Pemeriksaan ECG. 3. Pemeriksaan USG 4. Amniosentetis terhadap maturitas pari janin sesuai indikasi.

H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis post Sectio Caesaria antara lain sebagai berikut: 1. Pemberian cairan Karena 6 jam pertama pasca operasi pasien masih puasa, maka pemberian cairan melalui intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan 24 jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. 2. Diet Pemberian cairan melalui infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh. 3. Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi. b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar. c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler). e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi. 4. Kateterisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.

Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

5. Pemberian obat-obatan a. Antibiotik Pemberian antibiotik dapat menurunkan resiko infeksipada luka post Secto Caesaria, cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi. b. Analgetik Untuk meredakan rasa nyeri post operasi, pemberian obat ini umumnya dibarengi dengan pemberian obat umtuk memperlancar kerja saluran cerna. c. Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian dan vitamin. 6. Perawatan luka Pada luka post operasi dilakukan perawatan untuk melihat kondisi balutan luka apakah ada rembesan darah atau cairan lainnya serta kondisi luka post operasi itu sendiri. 7. Pemeriksaan tanda-tanda vital Identifikasi perubahan kondisi ibu pasca operasi untuk melihat adanya tanda-tanda infeksi, perdarahan serta kondisi lainnya. 8. Perawatan payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada hari I post operasi jika memungkinkan dan kondisi ibu sudah dapat mobilisasi penuh, maka dapat dilakukan management laktasi.

Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Identitas pasien : a. Nama Ditanyakan nama dengan tujuan agar dapat mengenal atau memanggil penderita,dan menjaga kemungkinan bila ada klien yang namanya sama. b. Usia pasien Untuk mengetahui keadaan ibu, apakah termasuk resiko tinggi atau tidak, dan untukmenggolongkan klien termasuk golongan reproduksi sehat atau tidak. c. Agama Berhubungan dengan perawatan penderita, misalnya ada beberapa agama yangmelarang untuk makan daging sapi. Dalam keadaan yang gawat ketika memberikanpertolongan dan memberikan perawatan dapat diketahui kepada siapa harusberhubungan misalnya: Kyai, Pendeta, dll. d. Kebangsaan Ditanyakan untuk mengadakan statistik kelahiran mungkin juga untuk prognosapersalinan dengan milihat keadaan panggul. e. Pendidikan Untuk mengetahui

tingkat pengetahuan

klien dan

penangkapan terhadap informasi yang diberikan misalnya: Tenaga kesehatan memberikan konseling terhadappenderita dengan pendidikan rendah berarti tenaga kesehatan harus menggunakanbahasa yang sederhana sehingga pasien tersebut dapat mengerti apa yang dijelaskanoleh tenaga kesehatan tersebut. f. Pekerjaan Untuk mengetahui apakah kiranya pekerjaan klien dan untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi agar nasehat kita sesuai. Kecuali itu,

untuk mengetahui apakahpekerjaan itu akan mengganggu kelahiran atau tidak. g. Alamat untuk mengetahui ibu tinggal dimana serta mempermudah tenaga kesehatan untukkunjungan rumah (Cristine, 2016).

2. Keluhan utama Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian. Pada pasien post section caesarea keluhan utamanya berupa nyeri pada area abdomen yaitu luka operasi. 3. Riwayat keluhan utama Merupakan informasi mengenai hal-hal yang menyebabkan klien mengalami keluhan hal apa saja yang mendukung dan mengurangi, 21 kapan, dimana dan berapa jauh keluhan tersebut dirasakan klien. 4. Riwayat kesehatan yang lalu Biasanya klien belum pernah menderita penyakit yang sama atau klien tidak pernah mengalami penyakit yang berat atau suatu penyakit tertentu yang mungkin akan berpengaruh pada kesehatan sekarang. 5. Riwayat kesehatan keluarga Dalam pengkajian ini ditanyakan tentang hal keluarga yang dapat mempengaruhi kehamilan langsung ataupun tidak langsung seperti apakah dari keluarga klien yang sakit terutama penyakit yang menular yang kronis karena dalam kehamilan daya tahan ibu tidak menurun bila ada penyakit menular dapat lekas menular kepada ibu dan mempengaruhi janin dan sectio caesareaini biasanya tidak tergantung dari keturunan. 6. Riwayat obstetri dan ginekologi a. Riwayat obstetri

1) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu yang terdiri dari tahun persalinan, jenis kelamin bayi serta keadaan bayi. 2) Riwayat kehamilan sekarang yang perlu dikaji seberapa seringnya memeriksa kandungan serta menjalani imunisasi. 3) Riwayat persalinan sekarang yang perlu dikaji adalah lamanya persalinan, BB bayi.

b. Riwayat ginekologi 1) Menstruasi yang perlu dikaji adalah usia pertama kali haid, siklus dan lamanya haid, warna dan jumlah HPHT dan tafsiran kehamilan. 2) Riwayat perkawinan yang perlu dikaji adalah usia saat menikah dan usia pernikahan, pernikahan keberapa bagi klien dan suami. 3) Riwayat keluarga berencana yang perlu dikaji adalah jenis kontrasepsi yang digunakan sebelum hamil, waktu dan lamanya serta masalah selama pemakaian alat kontrasepsi, jenis kontrasepsi yang digunakan setelah persalinan. 7. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum: Klien dengan sectio caesarea dan mengalami kelemahan. b. Kesadaran: Pada umumnya composmentis. c. Tanda-tanda vital: Hal-hal yang dilakukan pada saat pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien post sectio caesarea biasanya tekanan darah menurun, suhu meningkat, nadi meningkat dan pernapasan meningkat. d. Sistem pernapasan: Kaji tentang bentuk hidung, ada tidaknya secret pada lubang hidung, ada tidaknya pernapasa cuping hidung, gerakan dada pada saat bernapas apakah simetris atau tidak, frekuensi napas. e. Sistem indra: Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah adanya ketajaman penglihatan, pergerakan mata, proses pendengaran dan

kebersihan pada lubang telinga, ketajaman penciuman dan fungsi bicara serta fungsi pengecap. f. Kardiovaskular: Yang perlu dikaji adalah tentang keadaan konjugtiva, keadaan warna bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis, auskultasi bunyi jantung pada daerah dada dan pengukuran tekanan darah serta pengukuran nadi. g. Sistem pencernaan: Kaji tentang keadaan mulut, gigi, lida dan bibir, peristaltik usus, keadaan atau bentuk abdomen ada atau tidak adanya massa atau nyeri tekan pada daerah abdomen. h. Sistem muskuloskeletal: Kaji tentang keadaan derajat range of mention pada tangkai bawah, ketidaknyamanan atau nyeri pada waktu bergerak, sertakeadaan tonus dan kekuatan otot pada ekstremitas bagian bawa dan atas. i. Sistem persyarafan: Kaji tentang adanya gangguan-gangguan yang terjadi pada ke12 sistem persyarafan. j. Sistem perkemihan: Kaji adanya yang terjadi pada kandung kemi, warna urin, bau urin, serta pengeluaran urin. k. Sistem reproduksi: Yang perlu dikaji adalah tentang bentuk payudara, puting susu, ada tidaknya pengeluaran ASI serta kebersihan pada daerah payudara, kaji adanya pengeluaran darah pada vagina, warna darah, bau serta ada tidaknya pemasangan kateter. l. Sistem integumen: Kaji tentang keadaan kulit, rambut dan kuku, turgor kulit, pengukuran suhu serta warna kulit dan penyebaran rambut. m. Sistem endokrin: Yang perlu dikaji adalah tentang ada tidaknya pembesaran kelenjar tyroid, bagaimana refleks menelan serta pengeluaran ASI dan kontraksi. n. Sistem imun: Yang peru dikaji pada sistem ini adalah tentang keadaan kelenjer limfe apakah, mengalami pembesan pada kelenjar limfa. 8. Pola aktivitas sehari-hari Perlu dikaji pada aktivitas klien selama dirumah sakit dan pola aktivitas klien selama dirumah.

a. Nutrisi: Kaji adanya perubahan dan masalahdalam memenuhi kebutuhan nutrisi karena kurangnya nafsu makan, kehilangan sensasi pengecap, menelan, mual dan muntah. b. Eliminasi (BAB dan BAK): Bagaimana pola eliminasi BAB dan BAK apakah ada perubahan selama sakit atau tidak. c. Istirahat/tidur: Kesulitan tidur dan istirahat karena adanya nyeri dan kejang otot. d. Personal hygiene: Klien biasanya melakukan bantuan orang lain untuk memenuhi Kebutuhan perawatan dirinya. e. Aktivitas gerak: Kaji adanya kehilangan sensasi atau paralise dan kerusakan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehariharinya karena adanya kelemahan. 9. Data psikologis a. Status emosi: Klien menjadi iritable atau emosi yang labil terjadi secara tiba-tiba klien menjadi mudah tersinggung. b. Konsep diri: 1) Body image: Klien memiliki persepsi dan merasa bahwa bentuk tubuh dan penampilan sekarang mengalami penurunan berbeda dengan keadaan sebelumnya. 2) Idel diri: Klien merasa tidak dapat mewujudkan cita-cita yang diinginkan. 3) Harga diri: Klien merasa tidak berharga lagi dengan kondisinya yang sekarang, klien merasa tidak mampu dan tidak berguna serta cemas dirinya akan selalu memerlukan bantuan orang lain. 4) Peran: Klien merasa dengan kondisinya yang sekarang dia tidak dapat melekukan peran yang dimilikinya baik sebagai orang tua, istri atupun seorang pekerja. 5) Identitas diri: Klien memandang dirinya berbeda dengan orang lain karena kondisi badannya yang disebabkan oleh penyakitnya. c. Pola koping: Klien biasanya tampak menjadi pendiam atau menjadi tertutup.

10. Data sosial: Klien dengan sectio caesareacenderum tidak mau bersosialisasi dengan orang lain yang disebabkan oleh rasa malu terhadap keadaannya. 11. Data spiritual: Perlu dikaji keyakinan klien tentang kesembuhannya yang dihubungkan dengan agama yang dianut klien dan bagaimana persepsi klien tentang penyakitnya. bagaimana aktivitas spiritual klien selama menjalin perawatan dirumah sakit dan siapa yang menjadi pendorong dan memotivasi bagi kesembuhan klien. 12. Data penunjang: Kaji pemeriksaan darah Hb, Hematokrit ibu, leokosit dan USG. 13. Perawatan dan pengobatan a. Terapi: Pada pasien yang post sectio caesarea biasanya diberikan obat analgetik serta antiuretik serta pemberian cairan perinfus dan elektrolit harus cukup. b. Diet: Pemberian sedikit minuman sudah boleh diberikan 6-10 jam post operasi berupa air putih atau teh manis setelah cairan infus dihentikan diberikan makan bubur sering selanjutnya secara bertahap boleh makan biasa. c. Kateterisasi: Biasanya dilepas 12 jam post operasi atau keesokan harinya, kemampuan selanjutnya untuk mengosongkan vesika urinaria sebelum

terjadi

distensi

yang

berlebihan

harus

dipantau.

Pengelompokan data adalah pengelompokan data-data klien atau keadaan tertentu B. Diagnosis Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan pembedahan. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik. 3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi yang masih basa. C. Intervensi Keperawatan

Similar documents

SEMINAR MATERNITAS

Sehat Jiwa - 99.8 KB

Seminar Maternitas Kelompok 1

Sartika Putri31 - 254 KB

Maternitas

201901072 Sandy Claudio Labulu - 197.6 KB

Maternitas G5P3A1

pamungkas - 180.6 KB

Seminar Proposal

Saqeena Dya - 373.2 KB

SEMINAR REPORT_PUJITYG_1JS17CS073

Pujit Y G - 555.6 KB

Maternitas BLM Fix

Andri - 266.5 KB

tor seminar

dewi - 267.7 KB

ACT SEMINAR 2

Rahul Ramanarayanan - 77.9 KB

seminar 5-14.12-final

Pirvu - 1 MB

seminar 5 grile (1)

Elena Bogdan - 79.7 KB

REVIEW JURNAL KEP MATERNITAS

Shilvya Choles - 142.2 KB

© 2024 VDOCS.RO. Our members: VDOCS.TIPS [GLOBAL] | VDOCS.CZ [CZ] | VDOCS.MX [ES] | VDOCS.PL [PL] | VDOCS.RO [RO]