* The preview only shows a few pages of manuals at random. You can get the complete content by filling out the form below.
Description
LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTERITIS AKUT
Fadlullah, p. Ns
NIK
KES
erawat
19750
SURAKARTA
Disusun Oleh Fakhar Zainul Luthfianto
P27220019022
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SURAKARTA 2021
04 1013
LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTERITIS AKUT
Disusun Oleh : Fakhar Zainul Luthfianto P27220019022
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA 2021
TINJAUAN TEORI A. Definisi Gastroenteritis atau diare adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi di sertai muntah-muntah atau ketidaknyaman abdomen (Muttaqin & Sari, 2011) Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja (Prawati & Haqi, 2019)
B. Etiologi Penyebab diare menurut Yuliastati & Arnis (2016) yaitu : 1. Infeksi enteral yaitu adanya infeksi yang terjadi di saluran pencernaan dimana merupakan penyebab diare pada anak, kuman meliputi infeksi bakteri, virus, parasite, protozoa, serta jamur dan bakteri. 2. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan seperti pada otitis media, tonsilitis, bronchopneumonia serta encephalitis dan biasanya banyak terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun. 3. Faktor malabsorpsi, dimana malabsorpsi ini biasa terjadi terhadap karbohidrat seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), malabsorpsi protein dan lemak. 4. Faktor Risiko Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan (2011) faktor risiko terjadinya diare adalah:
a. Faktor perilaku yang meliputi : -
Tidak memberikan air susu ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan makanan pendamping/MP, ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman
-
Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu
-
Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan, setelah buang air besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak
-
Penyimpanan makanan yang tidak higienis
b. Faktor lingkungan antara lain: -
Ketersediaan
air
bersih
yang
tidak
memadai,
kurangnya
ketersediaan mandi cuci kakus (MCK). -
Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak
-
Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan
-
Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar
C. Klasifikasi Menurut Kemenkes diare yang dialami kurang dari 14 hari disebut dengan diare akut, sedangkan jika lebih dari 14 hari disebut diare kronis atau persisten. Selain itu, ada 3 jenis derajat dehidrasi pada diare yaitu :
1. Diare tanpa dehidrasi Ciri – ciri pada balita yaitu tetap aktif, memiliki keinginan untuk minum seperti biasa, mata tidak cekung, dan turgor kembali segar. Namun, balita akan kehilangan cairan <5% dari berat badan. 2. Diare dehidrasi ringan atau sedang, biasanya balita mengalami gelisah dan rewel, mata cekung, rasa haus meningkat, turgor kembali lambat, dan kehilangan cairan 5-10% dari berat badan. 3. Diare dehidrasi berat, ditandai dengan lesu, mata cekung, malas minum, turgor kembali sangat lambat >2 detik dan kehilangan cairan >10% dari berat badan.
D. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis anak diare menurut Wijayaningsih (2013) adalah sebagai berikut : 1.
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial dan wiata. 3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. 4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat. 5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membrane mukosa kering dan disertai penurunan berat badan. 6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekanan daran menurun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,samnolen,spoor,komatus) sebagai akibat hipovokanik. 7. Diueresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam.
E. Pemeriksaan penunjang Menurut Nuraarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada diagnos medis diare adalah : 1. Pemeriksaan tinja meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis, Ph dan kadar gula dalam tinja, dan resistensi feses (colok dubur). 2. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa. 3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. 4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na,K,kalsium dan Prosfat. 5. Pemeriksaan leukosit feses yang dapat menunjukkan diare inflamasi 6. Pemeriksaan lemak feses 7. Pemeriksaan skrining laxative untuk diare karena pemakaian obat obatan laksansia
F. Patofisiologi 1. Patofisiologi diare yang disebabkan karena virus. Infeksi virus yang umumnya terjadi pada anak dengan diare adalah infeksi rotavirus. Virus masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman sehingga ikut masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel-sel mukosa usus menjadi rusak sehingga menyebabkan penurunan daerah permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit yang belum matang sehingga fungsi sel ini belum bagus. Hal inilah yang menyebabkan vili-ili usus halus menalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Lalu, akan terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus yang akan
menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. 2. Patofisiologi diare karena bakteri, terjadi karena bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa lalu terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang. Selain itu mukosa usus yang telah rusak mengakibatkan BAB cair dan berdarah. Penyebab utama pembentukan enterotoksin adalah bakteri sighella sp, dan E-coli. Diare ini dapat terjadi dalam waktu kurang lebih 5 hari tanpa pengobatan setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel mukosa yang baru 3. Patofisiologi diare yang disebabkan karena faktor malabsorpsi a) Gangguan osmotik : cairan dan makanan tidak dapat diserap akan
terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus sehingga mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare. b) Gangguan sekresi : akibat rangsangan toksin pada dinding usus maka
terjadi peningkatan sekresi, air, dan elektrolit ke dalam rongga usus dan timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. c)
Gangguan
motilitas
usus
:
hiperperistaltik
mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare.
Sebaliknya,
peristaltik
usus
menurun
akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan sehingga timbul diare. Akibta dari diare adalah kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi
ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak mendapat penanganan segera. (Lidia Paramita, 2017)
G. Pathway
Sumber : Devi Herdini, 2017 (scribd)
H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis Dehidrasi sebagai pengobatan yang utama, maka harus diperhatikan : 1. Jenis cairan a) Oral : pedialyte/oralite, ricelyte b) Parenteral : NaCl, isotonic, infus 2. Jumlah cairan :
pemberian cairan disesuaikan dengan cairan yang dikeluarkan 3. Jalan masuk atau cara pemberian
a) Cairan oral : pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL, dan glukosa b) Cairan parenteral : Ringer laktat (RL) 4. Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, lalu dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan. Dan selalu mengidentifikasi penyebab diare serta terapi sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas dan sekresi usus, antiemetic 5. Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
<7 kg jenis makanan : a) ASI atau formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenisnya b) Makanan setengah padat/bubur atau makanan padat/nasi tim c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan (Lidia Pramitha, 2017) Penatalaksanaan keperawatan 1. Dehidrasi ringan : diberikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap setelah pasien defekasi. Cairan harus mengandung elektrolit seperti oralit. Apabila tidak terdapat oralit, maka diberikan larutan gula garam. Apabila
cairan oral tidak memungkinkan diberikan, maka dipasang infus dengan cairan ringer laktat (RL) atau cairan lain sesuai resep dokter. 2. Dehidrasi berat Selama 4 jam pertama pemberian cairan dilakukan dengan tetesan cepat. Untuk mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan tubuh yang masuk dihitung dengan cara : a)
Jumlah tetesan permenit dikali 60 dibagi 15 atau 20 (sesuai set infus yang dipakai)
b) Perhatikan tanda-tanda vital c) Perhatikan frekuensi BAB dan konsistensinya d) Berikan minum oralit 1-2 sendok per jam untuk mencegah bibir kering e) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan dan pasien diberi makanan
lunak Penanganan diare dengan terapi A, B, C : 1. Rencana terapi A Penanganan diare dirumah dengan menjelaskan Ibu tentang 4 aturan perawatan dirumah, yaitu : a) Berikan cairan tambahan : berikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya, berikan cairan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI eksklusif, jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif berikan cairan oralit serta cairan makanan. b) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit dengan aturan : anak umur 1 tahun diberikan 50-100 ml oralit setiap kali BAB, dan anak umum 1-5 tahun diberikan 100-200 ml oralit setiap kali BAB. Anjurkan untuk meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering, jika anak muntah maka tunggu 10 menit dan lanjutkan lagi dengan lebih lambat. c) Berikan tablet zink selama 10 hari d) Lanjutkan pemberian makan 2. Rencana terapi B Penanganan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit. Berikan oralit sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam
UMUR
<4 Bulan
4-<12 Bulan
1-<2 tahun
2-<5 tahun
BERAT
<6 Kg
6-<10 Kg
10-<12 Kg
12-19 Kg
JUMLAH
200-400
400-700
700-900
900-1400
a) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama : jika anak menginginkan lebih maka boleh diberikan lebih dari pedoman diatas, untuk anak berumur <6 bulan yang tidak menyusu maka berikan 100-200ml air matang selama periode ini. b) Cara memberikan larutan oralit : minumkan sedikit tetapi sering, jika muntah maka tunggu 10 menit lalu berikan lagi dengan lebih lambat, lanjutkan ASI selama anak mau c) Berikan tablet zink 10 hari berturut-turut : umur <6 bulan sebanyak 10mg/hari, umur ≥6 bulan diberikan 20mg/hari d) Setelah 3 jam : ulangi penilaian terhadap derajat dehidrasi, pilih rencana terapi yang sesuai, mulai memberi makan untuk anak e) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai, maka : ajarkan cara menyiapkan cairan oralit dirumahh, tunjukkan berapa banyak cairan yang harus diberikan 3. Rencana terapi C a) Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum maka
beri oralit melalui mulut. Beri 100ml/kg BB cairal Ringer Laktat atau jika tidak tersedia maka gunakan NaCl yang dibagi sebagai berikut : b) Periksa kembali setiap 15-30 menit, jika nadi belum teraba maka berikan c) tetesan yang lebih cepat Berikan oralit (5ml/kg BB/jam) segera setelah anak
mau minum d) Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau sesudah 3 jam. Klasifikasikan derajat
dehidrasi dan berikan terapi sesuai pengobatan e) Rujuk segera untuk pengobatan intravena f)
Jika anak bisa minum, berikan lauran oralit dan ajarkan cara
meminumkan kepada anak g) Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk rehidrasi,
maka mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa orogastrik atau mulut dengan 20ml/kg BB/jam selama 6 jam h) Periksa kembali setiap 1-2 jam : jika anak muntah dan perut kembung
maka perlambat pemberian cairan, jika setelah 3 jam hidrasi tidak membaik maka rujuk anak untuk pengobatan intravena i)
Sesudah 6 jam periksa kembali kondisi anak (Buku panduan manajemen terpadu balita sakit,2015)
I. Komplikasi Menurut Marcdante (2014), komplikasi utama dari diare adalah dehidrasi dan gangguan fungsi kardiovaskular akibat hipovolemia berat. Kejang dapat terjadi dengan adanya demam tinggi, terutama 122 pada infeksi Shigella. Abses intestine dapat terjadi pada infeksi Shigella dan Salmonella, terutama pada demam tifoid, yang dapat memicu terjadinya perforasi usus, suatu komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Muntah hebat akibat diare dapat menyebabkan rupture esofagus atau aspirasi. Kematian akibat diare mencerminkan adanya masalah gangguan sistem hemeostatis cairan dan elektrolit, yang memicu terjadinya dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit dan instabilitas vascular, serta syok. Diperkirakan 10% pasien yang menderita demam tifoid akan menjadi penyebar kuman S. typhi selama 3 bulan, dan 4% akan menjadi karier kronik. Risiko menjadi karier kronik pada anak cukup rendah.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A.
Pengkajian 1. Identitas a. Pasien Data diri pasien meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Status perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan, Tanggal Masuk, No. Register, Diagnosa medis Penanggung jawab b. Penanggung Jawab Identitas penanggung jawab pasien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan Utama Keluhan utama yang terdapat pada pasien KDS b. Riwayat kesehatan dahulu 1) Riwayat Perkembangan Anak Apakah anak mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan intelegensi yang disertai kelemahan pada anggota gerak (hemifarise) 2) Riwayat Imunisasi Riwayat imunasasi anak sejak lahir sampai dengan seusianya sudah lengkap ataukah masih ada yang belum dilakukan. c. Riwayat kesehatan sekarang Hal yang berhubungan dengan keluhan utama, munculnya keluhan, tanggal munculnya keluhan, waktu munculnya keluhan (gradual/tibatiba), perkembangannya membaik, memburuk, atau tidak berubah. d. Riwayat kesehatan keluarga Anggota keluarga pasien memiliki riwayat penyakit menular atau keturunan atau tidak
e. Riwayat psikososial Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga diri rendah 3. Pola-pola fungsi kesehatan a. Pola Nutrisi Kebiasaan makan dan minum sehari-hari, makanan pendamping ASI meliputi frekuensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan. b. Pola Eliminasi Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan sistem tubuhnya yang disebabkan oleh penyakit yang diderita. c. Kebersihan diri Upaya menjaga kebersihan pasien, terutama saat BAB dan BAK, penggantian linen ketika sudah kotor. d. Pola Aktivitas Dilihat dari gerakan aktif dan keadaan anak, apakah lemas dan sering tertidur atau beraktivitas dengan baik e. Pola tidur Dilihat dari pola tidur anak, apakah anak sering menangis sehingga tidak bisa tidur selama sakit 4. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum Keadaan umum yang terdapat pada pasien KDS b. Tanda-tanda Vital Tanda-tanda vital pada bayi baru lahir -
TD
: 86-106/42-63 mmHg
-
Nadi
: 98-140 x/menit
-
Pernafasan
: 24-40 x/menit
-
Suhu
: 36,5-37oC
-
SpO2
: 95%-100%
c. Berat badan Berat badan anak selama sebelum dan saat sakit apakah terjadi penurunan berat badan secara bertahap maupun secara signifikan d. Kepala Inspeksi
:
Bentuk
kepala ,
penyebaran rambut, perubahan
warna rambut Palpasi
: Ada atau tidak benjolan
e. Mata Inspeksi
: Bentuk mata, konjugtiva anemis atau tidak, kondisi
pupil, warna sklera, lesi, edema f. Hidung Inspeksi
:Bentuk hidung, kebersihan, ada tidaknya pernapasan
cuping hidung, perdarahan, apakah ada pembesaran polip Palpasi g. Mulut Inspeksi
: Ada tidaknya benjolan : : Bersih atau kotor, kelembaban, bau mulut, warna
bibir, sianosis h. Paru-paru Inspeksi
: Bentuk dada, simetris atau tidak, ada tidaknya sesak
napas, lesi, penggunaan otot bantu pernapasan Perkusi
: Suara dada saat diperkusi terdengar suara sono
ataukah suara lainnya Palpasi
: nyeri tekan, benjolan
Auskultasi : Suara yang terdengar vesikuler ronkhi, stridor, atau mengi ataukanpola pernapasan, bunyi napas, HR, RR, bunyi jantung i. Jantung Inspeksi
: Denyutan ictus cordis terlihat atau tidak
Perkusi
: Suara yang terdengar saat diperkusi apakah pekak atau
tidak Palpasi
: Batas-batas jantung teraba pada ICS keberapa
Auskultasi
:Pola pernapasan, bunyi napas, HR, RR, bunyi jantung
j. Abdomen Inspeksi
: Permukaan dinding
Auskultasi
: Menilai adanya bising usus,
Perkusi
: Suara abdomen saat diperkusi, terdengar bunyi gas
atau tidak Palpasi
: Ada atau tidak pembesaran limfa dan hati
k. Kulit Inspeksi
: Sianosis, turgor kulit, warna kulit, terdapat lesi atau
tidak l. Genetalia Melakukan pemeriksaan untuk menemukan ada tidaknya gangguan pada area genetalia m. Anus Melakukan pemeriksaan untuk menemukan ada tidaknya gangguan pada area anus n. Ekstremitas Pemeriksaan tonus otot, CRT, dan akral o. Aktivitas Kejang Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang B. Diagnosa Keperawatan 1. Diare berhubungan dengan iritasi gastrointestinal dan malabsorpsi 2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif 3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan. 4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi 5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan cairan
C. Intervensi Keperawatan No
Dx
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil 1
Diare
Setelah dilakukan
berhubungan
asuhan keperawatan
dengan
O: -
iritasi 3x24 jam diharapkan
gastrointestinal
masalah diare teratasi
dan malabsorpsi
dengan kriteria hasil :
Identifikasi penyebab diare
-
Identifikasi riwayat pemberian
1. Konsistensi
makanan
feses membaik
-
2. Frekuensi
Monitor warna, konsistensi,
BAB membaik
frekuensi dan
3. Peristaltic usus
volume BAB
membaik
-
4. Nyeri
ulserasi kulit di
abdomen menurun
Monitor iritasi dan
daerah perianal T: -
Berikan asupan caian oral (oralit)
-
Berikan asupan cairan intravena
-
Ambil sampel feses untuk kultur
E: -
Ajurkan makan porsi kecil tapi sering secara bertahap
-
Anjurkan untuk
menghindari makanan yang mengandung gas C: -
Kolaborasi
obat
dengan dokter 2
Hipovolemia
Setelah dilakukan
O:
berhubungan
asuhan keperawatan
dengan
3x24jam diharapkan
-
gejala
kehilangan cairan masalah hipovolemia aktif
hypovolemia
teratasi dengan kriteria
-
hasil:
Monitor intake dan output cairan
1. Nadi, suhu tubuh
T:
dan tekanan darah
-
normal.
Hitung kebutuhan cairan
2. Tidak ada tandatanda
Periksa tanda dan
-
dehidrasi,
elastisitas
cairan oral
turgor
kulit
Berikan asupan
-
baik,
Monitor berat badan
membran mukosa E : lembab, tidak ada rasa
haus
-
yang
Anjurkan memperbanyak
berlebihan.
asupan cairan oral C: -
Kolaborasi dengan
dokter
dalam pemberian cairan 3
Defisit
Nutrisi Setelah dilakukan
O:
berhubungan
asuhan keperawatan 3
dengan kurangnya x 24 jam masalah asupan makanan
-
Kaji adanya alergi
-
Kaji kemampuan
defisit nutrisi teratasi.
pasien dalam
Kriteria Hasil:
pemenuhan
1. Adanya
kebutuhan nutrisi
peningkatan
sesuai.
berat badan sesuai dengan
T:
tujuan.
-
2. Berat badan
Beri diet tinggi serat untuk
sesuai dengan
mengurangi
usia anak.
konstipasi
3. Tidak ada
-
Monitor jumlah
tanda
nutrisi dan
malnutrisi.
kandungan kalori.
4. Tidak terjadi
-
penurunan berat badan
Monitor adanya mual dan muntah.
E:
yang berarti.
-
Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien (dan orang terdekat klien dengan tepat)
C: -
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan 4
Nyeri berhubungan dengan
akut Setelah dilakukan
O:
asuhan keperawatan agen selama 3 x 24 jam
-
Kaji skala nyeri.
-
Observasi reaksi
pencedera
masalah nyeri akut
nonverbal dari
fisiologi
berkurang. Kriteria
ketidaknyaman
hasil: -
T: Merasa
-
nyaman
-
-
pernafasan.
setelah nyeri
-
Monitor vital sign
berkurang.
-
Bantu keluaga
Wajah lebih
memberikan rasa
tenang.
nyaman pada
Frekuensi
anak.
menangis anak
-
Monitor status
-
Kontrol
berkurang.
lingkungan yang
Tidak ada
dapat
nyeri tekan
mempengaruhi
pada abdomen
nyeri seperti suhu ruangan dan kebisingan. E: - Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri - Jelaskan strategi
meredakan nyeri - Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat C: -
Lakukan kolaborasi pemberian analgesik untuk meredakan nyeri
5
Gangguan integritas
O: kulit
berhubungan dengan kekurangan cairan
Setelah dilakukan
-
tindakan keperawatan
penyebab
selama 3x24 jam,
ganguan integritas
kondisi keutuhan kulit dan jaringan meningkat dengan
kulit T: -
Ubah posisi 2 jam jika tirah baring
Kriteria hasil: 1. Kerusakan
Bersihkan perineal dengan
jaringan menurun 2. Kemerahan
Identifikasi
air hangat -
Gunakan produk berbahan
menurun
petroleum atau 3. Pigmentasi
minyak pada kulit
abnormal menurun
kering -
Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive E: -
Anjurkan minum air yang cukup
-
Anjurkan menggunakan pelembab
-
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
-
Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
-
Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
-
Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
C: -
Kolaborasi pemberian antibiotic bila perlu
D. Implementasi Keperawatan Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju status kesehatan yang baik/optimal. Pelaksanaan tindakan merupakan realisasi dari rencana/intevensi keperawatan yang mencakup perawatan langsung atau tidak langsung. E. Evaluasi Keperawatan 1. Subjective (Subjektif) atau data subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. 2. Objective (Objektif) atau data objektif adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. 3. Assesment (Penilaian/analisis) merupakan adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian
diambil
kesimpulan
bahwa
masalah
teratasi,
teratasi
sebahagian, atau tidak teratasi 4. Planning (Perencanaan) merupakan adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa, apakah perencanaan akan dihentikan (apabila hasil yang didapat sudah sesuai tujuan), dilanjutkan (apabila masalah masih ada), atau ada modifikasi/tambahan dari tindakan keperawatan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA Cecily Lynn betz & Linda A. Gowden. 2019. Buku Saku Keperawatan Pedriatrik, ed.5. Jakarta :EGC Darmainis. 2018. Asuhan Keperawatan pada An. F dengan Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Koto.[Laporan Studi Kasus]. Stikkes Perintis Medan Depkes RI. 2018. Buku Bagan MTBS (Managemen Terpadi Sakit). Jakarta : Depkes RI Najah, Hidayatun. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak dengan Diare.[KTI]. Poltekkes Kalimantan Timur Ngastinah, 2015. Keperawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta